Tumgik
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 73
“Siapa ini?” tanyaku.
“Kami para dukun yang mengabdi pada nyai roro kidul.” jawab ruh para dukun.
“Dari mana saja?”
“Kami dari mana-mana, kami ada 600 orang.”
Mereka melihat pada yang di sampingku, ada syaikh Abdul Qodir Jailani RA, syaikh Nawawi, syaikh Abdul Karim, syaikh Tolkhah, dan kyai Cilik, dalam bentuk sukma, dan mereka silau, sambil menyembunyikan wajahnya.
“Aku tak berani, tapi kami berani melawanmu, apa kamu berani melawan kami semua?”
“Boleh, ayo aku dilawan.”
Para prajurit jin, sebanyak 1 juta dan para arwah dukun segera mempersiapkan diri menyerang, aku tak mau repot, segera ku panggil malaikat Malik penjaga neraka jahanam dan malaikat maut untuk membantuku, beratus-ratus juta yang datang, semua siap sedia (siapa saja boleh tak percaya dengan cerita ini, mungkin lebih baik kalau yang tak percaya, bisa memediumisasi jin, ke tubuh manusia, dan ditanyakan apa ceritaku soal melempar nyai Roro Kidul ke neraka dan apa yang ku tulis ini benar atau tidak, sebab aku sendiri juga tak melihat, hehehe..), mungkin akan timbul pertanyaan kok tau yang datang malaikat beratus juta, itu namanya pertanyaan bodoh, kan aku yang minta pada Allah, supaya didatangkan malaikat beratus juta malaikat, dan siapa saja boleh meminta pada Allah, semilyar malaikat juga boleh ndak ada yang melarang.
Para malaikat yang datang ku perintahkan untuk mencambuk pada pasukan jinnya nyai Roro Kidul dan ku suruh mencambuki para arwah dukun yang akan menyerangku, dan mediator pun menggeliat kesana kemari, aku tinggal duduk santai.
“Bagaimana… menyerah tidak?” tanyaku di antara geliat mereka karena kena cambukan.
“Hah, kau curang, siapa mereka?”
“Curang bagaimana, kalian satu pasukan, kan aku juga punya pasukan malaikat.”
“Kami tak akan menyerah.”
“Cabut nyawanya dan lempar ke neraka yang tak mau menyerah, dan mau masuk Islam.” kataku pada malaikat, dan semua segera diboyong ke neraka oleh malaikat Malik.
Pertarungan hanya sebentar hampir hanya sekitar 5 menit atau 10 menit, tapi belum lama berselang, datang lagi pasukan dari kirimannya Sengkuni, walau tak banyak hanya beberapa ribu jin, yang berupa kera, mereka semua tak bisa bicara. Hanya aa uu, aa uu, dan menggaruk-garuk, jin diambil dari tempat Situ di daerah Bandung, dan semua tak berani melawanku, ku suruh masuk Islam juga tak mau, maka daripada di belakang hari merepotkan, semuanya ku minta malaikat maut yang masih menunggu perintah, ku minta mencabut nyawanya.
_________________________________________________
Akhir-akhir ini kejadian yang ku alami, seperti roda kereta api yang berkejaran, susul menyusul, waktu serasa teramat cepat dan kejadian di dalamnya teramat banyak, seperti aku sendiri masuk ke dimensi waktu yang bukan manusia, cobaan beruntun, tindih menindih, dan kadang sepertinya aku ini amat sendirian, sangat sendiri, harus menghadapi sendirian, semua serasa menjauh dan meninggalkanku hanya bisa berharap pada Allah, jika Allah juga tak memperdulikanku, maka jadinya apa dengan diriku, aku seperti panglima tanpa tentara, tanpa senjata, tanpa apa-apa yang dijadikan kekuatan dalam berperang, hanya Allah dan Allah tempat bersandar, dikeroyok dari mana-mana, hm, rasanya tak mungkin akan menang, kecuali Allah menolongku, dan aku yakin Allah menolongku. Cuma pertolongannya bagaimana itu aku yang tak tau, tapi sekalipun tanpa pasukan dan tanpa senjata, aku akan terus maju ke medan laga, syukur tak apa-apa mati sahid, semua orang hidup juga akan mati, mati sebagai orang yang gugur di medan laga, selalu siap insaAllah.
Kembali lagi datang sisa-sisa pasukan nyai Roro Kidul, segera ku tangkap dan aku sudah tak mau banyak tarung-tarungan yang tak ada perlunya, ada seribu yang sedang melayang di udara, ku tangkap saja semua, dan ku masukkan botol, siapa tau ada yang ingin diberi oleh-oleh jin.
Sementara itu juga, serangan dari Sengkuni juga masih terus menggebu, lebih sering lagi kepada anak istriku, juga pada murid internetku yang ketahuan membantuku, ada murid internetku yang takut karena serangan itu ada yang tetap bertahan, memang iman sedang diuji, ketahanan sedang dipertaruhkan, maju terus atau berhenti, memang banyak juga yang memilih berhenti, jadi ingat kata guruku, “sama muridku atau muridmu, nanti akan disaring oleh waktu dan kejadian, orang-orang pilihan akan jadi orang pilihan, akan maju menjadi orang yang utama, yang gagal memang sebaiknya mundur dari sekarang, dari awal, daripada nanti hanya akan menjadi beban di perjalanan” terngiang selalu pesan itu.
Sengkuni itu, kyaiku juga selalu memanggilnya setan, walau beliau kadang menyebutnya dengan bercanda, tapi berulang kali, dan kadang dengan kata mendadak “SETAN SENGKUNI!!” seperti kata sumpahan, ya aku tak tau apa yang diucapkan beliau, itu dari dulu, saat beliau masih disantet, dan aku yang mengobati di sebelah beliau, beliau selalu menyumpahi Sengkuni, padahal orangnya tak ada, tak terpikir sama sekali apa maksudnya, padahal itu tahun 2011, baru sekarang aku pahami maksudnya, kyai disantet, yang nyantet Sengkuni, sementara Sengkuni itu tak ada, dan juga sering hadir di depan kyai, bagaimana perasaan orang yang tau jelas siapa yang nyantet, karena terbuka hijab penglihatannya, sementara yang nyantet itu selalu hadir di depannya, dengan pura-pura baik, kalau aku tak kemplang kepalanya, tapi kyai tetap tersenyum, bahkan selalu bersikap baik, seperti tak terjadi apa-apa, bahkan kalau aku mengatakan : ini yang berbuat Sengkuni kyai… kyai jawab, bukan, bukan Sengkuni, tapi setan yang berupa Sengkuni, seakan mau membuat perumpamaan, dengan kata yang membingungkan, kalau orang yang tak paham akan mengatakan yang melakukan adalah orang lain.
Kalau berhadapan dengan guruku, dan membahas sesuatu kadang beliau melarang yang jelas-jelas itu menurutku sangat menguntungkan, tapi malah beliau melarang, dan memang kemudian di akhirnya, ketahuan itu adalah hal yang merugikanku di suatu saat nanti, kita seperti berjalan ke depan dengan orang yang paham akan ada jalan begini dan begitu yang kita lewati, dan kita dituntun agar selamat sampai tujuan, disuruh belok kanan dan kiri, sementara tanpa penjelasan kenapa ke kanan kenapa kekiri? Jadi seringnya sangat membingungkan, paling baik adalah berlagak seperti orang tidur, dan menjadi penumpang yang yakin akan dibawa kemana oleh sopir, pasti sopir tak akan memasukkan kendaraan ke jurang, karena itu sama saja memasukkan diri sopirnya ke dalam jurang.
______________________________________________
“Kyai… ada yang mau menangkapku lagi kyai..” kata Aisyah di satu kesempatan, dan saat Sengkuni makin getol untuk menyerangku, biasanya di waktu-waktu akan ada dzikir di majlisku. Ku tarik saja jin yang mau menangkap Aisyah dan ku mediumisasi.
“Apa maksudmu mau menangkap Aisyah, apa maksudnya Sengkuni?” tanyaku pada jin yang sudah ku masukkan ke tubuh orang.
“Ya agar dia tak membantumu…” jawab jin dalam tubuh mediator.
“Aneh, aku tak dibantu dia juga tak apa-apa..”
“Tapi dia yang selalu membantumu, mengobati penyakit,”
“La apa urusannya dengan Sengkuni?”
“Dia benci, kamu mengobati orang.”
“Benci bagaimana? Aku kan menolong orang yang minta tolong.”
“Apa urusanmu menolong orang?”
“Ya menolong orang itu kan sifat orang muslim saling tolong menolong, mati saja tak akan berangkat ke kuburan menggali kuburan sendiri, tapi harus digalikan orang tanah, juga orang mati tak bisa berangkat ke kuburan sendiri, tapi harus dibawa dengan keranda… coba kalau gak ada yang membawa keranda, gak ada yang mau ngubur, kan membusuk dimakan belatung, dan baunya kemana-mana.”
“Aku tak perduli, pokoknya kamu dilarang menolong orang, dan aku diperintah menghalang-halangi.”
“Ooo rupanya begitu, makanya kamu mau menangkap Aisyah dengan jaring yang kamu bawa dengan teman-temanmu itu?”
“Iya..”
“Ya kalau begitu memang kamu harus mati saja.”
“He he he.. apa kamu bisa membunuhku?”
“Kenapa tak bisa?”
“Alah ilmumu sekukuku..”
“Ya dengan ilmuku sekukuku, aku apa bisa atau tidak membunuhmu dilihat saja, kita buktikan saja.”
Ku keluarkan pedang gaib, dan ku ambil dari neraka jahanam, pedang yang dipakai anak buah malaikat Malik menyiksa di neraka jahanam, (orang yang memakai logika sebaiknya tak usah ikut baca, sebab yang kutulis ini daya hayal), setelah pedang kupegang dan kutusukkan ke perutnya, dia menjerit, dan ku tebaskan pada lehernya dia menjerit.
“Ampuuun, ampuun, tobat, aku menyerah.”
“Menyerah beneran?”
“Ya…. aku menyerah, aku mau masuk Islam dan menjadi pengikutmu.”
Ku panggil malaikat maut… untuk mencabut nyawanya jika jin ini bohong, dan tak mencabut nyawanya jika jin ini jujur dari hatinya mau masuk Islam. Tapi ternyata malaikat maut mencabut nyawanya, tapi sebelum mencabut nyawanya, ku minta malaikat maut mencabut nyawa jin sebanyak 450 ribu yang ada di tempat Sengkuni, dan dipersiapkan Sengkuni untuk menyerangku.
Jin itu tidak bisa dipercaya 100%, jadi kita jangan begitu saja melepaskan kepercayaan padanya.
Sebab beberapa hari yang lalu, Aisyah tertipu mentah-mentah karena aku percaya dengan jin kirimannya Sengkuni yang ku tangkap, dia ku beri nama Abdul, karena seakan berniat baik, dan seakan mau menjadi pengikutku, malah seakan mau bersaksi atas apa yang dilakukan Sengkuni, Abdul termasuk tampan, dan dia berbentuk elang, dengan keluarga Aisyah juga sangat baik, dengan Latifah adiknya Aisyah dia juga baik dan suka membantu dan mengajari Latifah yang masih belajar terbang, karena sikapnya yang baik itu, sampai Aisyah jatuh hati pada Abdul yang seakan berbudi pekerti baik, Aisyah pun pacaran dengan Abdul, dan dia meminta ijin padaku menikah dengan Abdul, dan hari pernikahan pun sudah dirancang, diumpamakan di alam manusia itu undangan sudah disebar.
Untungnya Allah maha adil, pernikahan masih seminggu lagi, hujan sangat deras, aneh, kenapa semua atap majlis bocor, dan majlis basah semua, heran juga aku, juga banyak genteng yang bergeser tak wajar, juga jalur air disumpal. Aku heran ketika hujan deras naik ke genteng, karena di atas jalur air disumpal pakai kertas semen yang disumpalkan kayak oleh manusia, kayaknya gak mungkin, sebab selama ini juga tak ada kebocoran, heran, aku turun.
“Aisyah siapa yang melakukan ini, yang menyumpal jalur air..?” tanyaku pada Aisyah, dan Aisyah menangis. “Lihat semua majlis banjir seperti ini, ini kalau pas hujan lagi ada dzikir bersama bukannya jamaah akan buyar? kamu jangan menangis, siapa yang melakukan?”
“Huuu huuu, Abdul kyai… Abdul penghianat.” jawab Aisyah sambil menangis.
“Jadi dia yang melakukan menyumbat saluran, dan membuat genteng pada longsor ke bawah?”
“Iya kyai… ternyata dia hanya pura-pura baik, dan seakan baik sama Aisyah, padahal dia sebenarnya penghianat, ampun kyai, ampuni Aisyah…”
“Jadi dia selama ini pura-pura?”
“Iya kyai… dia setiap hari laporan pada Sengkuni kejadian di sini, sehingga Sengkuni tau keadaan di sini.” jelas Aisyah sambil menangis. “Dia menyumbat saluran itu atas perintahnya Sengkuni, agar kalau pas ada pengajian, pas ada hujan nanti pengajiannya bubar, karena bocor.”
“Sekarang dia di mana?”
“Sekarang dia terbang, menjauh dari sini.”
Aku sudah marah, ku minta pada Allah kekuatan malaikat maut di tanganku, dan Abdul langsung ku tarik nyawanya… dan ku lempar ke neraka jahanam.
“Ampuni Aisyah kyai, Aisyah menyusahkan kyai..”
“Sudah nduk tak papa, itu bukan salah Aisyah.”
Sepeninggal Abdul, Aisyah beberapa hari dirundung murung, mungkin patah hati. Aku coba menghiburnya, dengan memenuhi permintaannya, dia ingin kambing dari surga, maka ku mintakan pada Allah kambing dari surga ada 3 (ingat ini hanya hayalan saja, jadi jangan diartikan yang sesungguhnya). Dia agak terhibur, tapi serangan dari Sengkuni ada saja, kadang merantai tangan Aisyah, sehingga tangannya tak bisa untuk mengobati orang, heran juga apa maunya orang itu, karena sering aku tak bisa menjaga Aisyah, maka Aisyah lantas ku beri cambuknya malaikat pemecah mendung, malaikat Khamlatul Barqi, malaikat pembawa petir, dan ku berikan Aisyah ku perintahkan kalau ada jin yang akan menangkapnya supaya dipukul saja dengan cambuknya, dan alhamdulillah, pengalaman demi pengalaman di dunia jin itu membuatku menemukan berbagai solusi, yang awalnya tak tau, kemudian jadi tau, Aisyah setelah punya senjata cambuk juga lebih aman, dia selalu mencambuk jin kirimannya Sengkuni yang mau mendekat, dan ingin menangkapnya.
_________________________________________________
Kenapa kok aku urusannya jin mulu, atau santet, kadang ada yang bertanya seperti itu, sebenarnya kalau orang pemikirannya luas, tentu tak akan bertanya, tapi tak semua orang yang memahami apa kandungan atau kenapa bisa begitu, mungkin bisa ku berikan beberapa alternatif jawaban.
Seperti orang yang sakit gigi, ada gak orang yang bercita-cita sakit gigi? Kurasa tak ada, kecuali orang bodoh, yang bercita-cita sakit, walau cuma sakit gigi seumur hidup, orang yang waras akalnya akan berharap selalu sehat, lalu bagaimana kalau sakit gigi? Tentu yang diurusi ya gigi, bahkan dibawa ke dokter untuk dicabut paksa kalau gigi rewel, sakit terus.
Disantet, dikirimi jin, itu kan bukan kehendak saya, tapi kalau saya dikirimi santet ya jadi urusannya jadi ngurus santet, sebagaimana orang yang sakit gigi, tentu yang diurus sakit giginya, ya tak mungkin kalau orang sakit gigi malah yang dicabuti jari kakinya.
Jawaban kedua kenapa kok yang diurusi jin mulu, mungkin ada yang membaca bukan orang Islam, jadi biar ku jelaskan sedikit dalam kitab kami orang Islam, orang Islam itu diperintah untuk mengikuti nabinya, menjadikan nabinya sebagai suri tauladan, contoh segala perbuatan baik. Dan dalam surat alqur’an nabi memberi contoh bagaimana nabi mengislamkan sekumpulan jin, jadi kita kalau bisa juga meniru nabi, bukan hanya mengaku-aku ahli sunah, yang paling menjalankan sunnah nabi tapi hanya ngaku-ngaku.
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur’an), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan.” (QS. Al Jin: 1)
“(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami,” (QS. Al Jin: 2)
“Dan bahwasannya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. Al Jin: 3)
“Dan bahwasannya: orang yang kurang akal dari kami sebelumnya selalu mengatakan (kata) yang melampaui batas terhadap Allah.” (QS. Al Jin: 4)
“Dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.” (QS. Al Jin: 5)
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.”(QS. Al Jin: 6)
Semoga kita bisa mengislamkan jin yang kafir, dan bisa mentauladani nabi Muhammad SAW, bukannya malah menyembah mereka, tapi mengajak mereka untuk melakukan kebaikan beramal sholeh, tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah. Jadi jin juga beribadah, sebagaimana manusia beribadah. Jin itu mendapat pahalanya sendiri, dan manusia itu mendapat pahalanya sendiri, tidak ada jin mencuri pahala manusia, atau sebaliknya, tak ada manusia mencuri pahala jin. Pahala itu akan hilang, dan diambil orang lain, kalau kita ghibah, membicarakan keburukan orang lain, keburukan itu boleh dibicarakan yang bukan ghibah, sebagaimana alqur’an memberi contoh, di dalamnya ada membicarakan Fir’aun, Namrud, orang munafik, orang kafir, orang bani siroil, dan alqur’an malah memberi contoh, boleh membicarakan mereka, karena keburukan mereka itu melampaui batas.
Kembali ke topik cerita,
Di MTS Wali Songo, ada kerasukan lagi, heran juga awalnya, karena yang awalnya mengganggu MTS adalah jin yang sekelompok dengan Aisyah, tapi kenapa kok sudah ku bersihkan masih saja ada kerasukan, setelah ku selidiki lewat terawang yang ku transfer pada Aisyah, ternyata itu ulah dukunnya sendiri yang punya kepentingan dengan mengirimi siswa jin yang merasuk, nanti dia akan tampil mengobati, dengan harapan, banyak yang tau, jadi kalau ada apa-apa akan minta bantuan padanya, jadi kata gampangnya IKLAN, memang ada-ada saja hal seperti itu, ku biarkan saja berlalu, karena itu urusan sekolah, kalau mereka berjodoh dan ada kemauan mau datang ke tempatku ya ku tolong, kalau tidak, ya biarkan saja..
Ternyata gurunya datang juga walau tak bawa muridnya yang kerasukan, hanya ingin konsultasi, dan ku beri arahan, kalau ingin mengobatkan yang kerasukan sebaiknya dibawa saja menghadapku, dan diiyakan, tapi untuk meyakinkan, ku tarik jin yang ditaruh di sekolahan sebanyak 75 jin, yang semua diperintah dukun untuk merasuki siswa. Para jin ku tanya setelah ku tarik 1 jin pemimpinnya.
“Kenapa kamu merasuki siswa?” tanyaku setelah jin ku masukkan ke siswa. Dia diam saja. Cuma menunduk tak berani menatapku.
“Kenapa diam saja, apa mulutmu dikunci?”
Dia manggut-manggut pertanda mulutnya dikunci agar tak buka suara. Lalu ku buka kunci yang mengunci mulut jin itu.
“Kenapa kamu merasuki siswa?” ku ulangi pertanyaanku.
“Saya disuruh..”
“Sama siapa?”
“Sama dukun yang memerintahkan kami..”
“Siapa?”
Dia diam.
“Tak mau ngaku… takut?”
“Ya…”
“Takut mana denganku?”
Dia mencoba menatapku tapi tak berani.
“Apa mencoba melawanku dulu, biar tau kadar ilmu.”
Dia segera siaga, mau menyerangku. Aku langsung mencabut pedang gaib, dan ku arahkan ke lehernya, dia minta ampun.
“Ampuuun aku mau masuk Islam…”
“Benar mau masuk Islam?”
“Ya…..”
“Siapa dukun yang memerintahmu?”
“Kami masing-masing diperintah sama dukun masing-masing, supaya merasuki siswa, ada yang karena dukunnya suka sama salah satu siswa, ada yang kepentingan agar perdukunannya laku..”
“Siapa saja nama dukunnya?”
Lalu jin itu menyebut satu persatu nama dukun yang memerintah jin agar masuk ke siswa, guru yang hadir gak percaya dengan apa yang didengarnya karena menurut mereka, para dukun itu malah yang selalu menolong kerasukan.
“Ah apa mungkin pak kyai, la mereka yang selalu menolong kalau ada kerasukan di sekolah kok.” kata bu guru yang bertubuh pendek gemuk.
“Ya percaya atau tidak itu urusan bu guru sendiri… saya hanya menunjukkan yang benar.”
“Ya setengah tak percaya lah pak, soalnya mereka baik semua.”
“Ada berapa temanmu?” tanyaku pada jin yang ada di dalam tubuh mediator.
“Ada seratus…”
“Seratus ribu?”
“Tidak hanya seratus saja.”
“Coba panggil kesini semua..”
Dia diam dalam memanggil temannya.
“Mereka tak mau datang.”
“Kenapa…?”
“Ya tak mau datang..”
“Apa tak takut denganku?”
“Tidak.”
“Baik kalau begitu..”
Pedang di tanganku ku panjangkan sampai ke sekolah MTS yang berjarak 1 KM, dan ku tebas kepala jin yang ada.. tiba-tiba ada yang datang dan langsung masuk ke mediator.
“Siapa kau, kenapa menyerang semua temanku, kenapa menebas kepala mereka dengan pedang?”
“Aku orang biasa…”
“Hmmm heh..” dia menyerangku, segera pedang ku tebaskan ke tubuhnya, sehingga badannya terbelah, dan ku ulang-ulang…
“Ampun.. ampuun.”
“Mau terus menyerangku?”
Dia berusaha menyerang lagi, dan ku tebas sampai puluhan kali. Berulang-ulang seperti itu, maka sekalian ku bunuh.
Kembali yang muncul jin yang pertama masuk, “Sudah, Islamkan aku.” katanya.
“Ajak temanmu yang lain.”
“Ah perduli dengan temanku, yang penting aku selamat, aku cari selamat saja sendiri.”
“Ya kalau begitu kamu ku bunuh saja.”
“Ya… ya… aku akan memanggil temanku…” maka dia memanggil temannya.
“Bagaimana, apa ada yang mau melawanku?” tanyaku memastikan.
“Tidak, kami semua takluk dan minta diIslamkan.”
Lalu ku tuntun mereka semua masuk Islam, mengucapkan dua kalimat sahadat, setelah selesai, ku tanya.
“Ada berapa jin ini?”
“Ada 75 jin, jawab mereka..”
“Loh kok 75 jin? Yang 25 di mana, katanya ada 100 jin?”
“Yang 25 masih ada di dalam tubuhnya siswa, ikut pulang ke rumah siswa.”
“Ooo begitu… ya… ya.. sudah kalian keluar semua..”
“Baik kami mohon diri, dan kami minta maaf kalau kami mengganggu.”
“Ya sudah tak papa..” mereka segera keluar dari tubuh mediator.
Hari itu selesai dengan lancar, membereskan jin yang masuk pada siswa, semoga ini jadi pelajaran bagi siapa saja yang membaca kisah ini, jadi misal ada kerasukan masal itu bisa saja hanya permainan dukun, sebab hal seperti itu sangat mudah, tak perlu punya ilmu tinggi juga bisa melakukan, misal memakai batu akik yang punya power, atau memakai keris yang di dalamnya ada jinnya yang lebih kuat. Jadi memasukkan jin dalam pabrik atau sekolah, itu bisa direkayasa, dan amat mudah. Semoga ini bisa menjadi pelajaran.
Beberapa hari setelah kejadian di rumahku, ternyata masih ada kerasukan lagi, tapi kali ini ku dengar kabar dibawa kerumah sakit, ya jelas tak sembuh, ku biarkan saja, mungkin sekolah punya aturan sendiri, sampai akhirnya, karena tak sembuh dibawa lagi ke rumahku.dalam keadaan pingsan.
“Ini pak kyai ada kerasukan lagi.” kata mbak Sun yang kebagian memboncengkan siswi.
Segera ku ambil semua, ternyata di dalam ada ratusan jin, untung dengan perkembangan waktu, metode yang ku miliki untuk mengambil jin dari tubuh seseorang tak seperti dulu lagi, yang harus mengambilnya satu demi satu, sekarang sekali tarik 50, sampai 100 jin sekaligus juga bisa. Dan segera anaknya sadar.
Lalu anak yang kedua dan ketiga. Pertama ku mediumisasi, dan ketahuan dari kata jin yang masuk bahwa yang memasukkan masih dukun yang sama. Ketika pengobatan selesai, dukunnya ternyata mengirim jin, mungkin dianggepnya aku ini sekelasnya, sehingga dia begitu semangat menyerangku, sekali ku tarik jinnya yang dipakai menyerang, setelah 3 kali, maka semua jinnya yang dia simpan ku kirim malaikat maut, jinnya ada 600 ribu lebih, semua ke perintahkan malaikat mau mencabutnya dengan ijin Allah, maka semua jinnya mati, seharusnya seseorang itu mengaca diri, ee beberapa hari ke depan dia masih berusaha menyerang dengan mengambil jin dari beberapa tempat, awalnya ku biarkan paling jin yang berbentuk macan yang dia kirim ku tangkap dan ku remas menjadi tepung, tapi dia masih mengirim juga, maka ku cabut ilmunya, dan dia berhenti, kalau masih juga dengan ijin Allah, ku mintakan saja malaikat maut mencabut nyawanya, orang seperti itu tak akan kapok kalau tak masuk neraka.
Aku selalu memberi tempo, tak asal serang dan hancurkan, sebab dukun santet sekalipun juga punya keluarga, jadi tak asal bunuh, selalu memberi tenggang, dan memberi waktu buat dia untuk berfikir jernih, tapi kadang orang yang sudah dipengaruhi setan, akan membabi buta.
Segala permasalahan harus sebijak mungkin menyelesaikan, dan aku juga manusia biasa kadang juga marah jika orang yang sudah keterlaluan, melakukan kemungkaran sudah sangat terlalu, merusak banyak orang, ingat ini hanya cerita, jadi bacalah dengan santai. Jangan terlalu tegang terbawa alur ceritanya.
Semoga saja permasalahan di sekolah MTS Walisongo segera selesai.
___________________________________________________
Ada kejadian lagi di sekolah Safi’i Akrom, karena sekolah banyak ditambah ruangnya, sehingga banyak bangunan yang harus dibangun, untuk menambah ruang sekolah yang masih kurang karena bertambahnya siswa. Sehingga dibutuhkan membuka lahan baru, dan harus memotong pohon, dan tanpa disadari di pohon itu ada sekerajaan jin. Tentu saja banyak siswa yang dirasuki.
Jadi perlu diingat, kita ini berdampingan dengan jin, walau dengan dimensi dan alam berbeda, tapi kita ini berdampingan, jadi bisa saja siapa saja, akan bisa dirasuki jin tanpa diri sendiri merasa, bisa siapa saja, belum lagi karena belajar keilmuan yang melenceng kita akan mudah dirasuki jin, yang jelas jin itu kalau selalu di dalam tubuh manusia jelas akan mengganggu manusia, karena mereka tak seharusnya di dalam tubuh manusia.
Anak perempuan yang dibawa ke rumahku ini juga kesehariannya biasa saja, tak ada yang aneh, juga secara tingkah laku juga tak aneh sama sekali, sama sebagaimana anak perempuan lain, namun ketika dibawa ke rumahku ternyata di dalam tubuhnya ada ribuan macan, yang pindahan dari sekolahnya. Semua macan mengamuk ketika akan ku keluarkan, dan berusaha menyerangku, lalu ku panggil pemimpinnya, yang datang malah ratunya, dan ketika adu kekuatan denganku dia menyerah dan mau masuk Islam, tapi rajanya dan anak buahnya tak mau masuk Islam, dan lebih memilih melawanku, maka aku dikeroyok ribuan macan, karena melayani mereka aku lelah sendiri, walau banyak jin yang mati, sempat juga aku kena cakar, akhirnya ku buat latihan muridku, dan menemukan metode-metode baru mengeluarkan jin, sampai akhirnya ratunya sendiri yang datang, dan mengeluarkan satu persatu anak buahnya dari tubuh anak yang kerasukan, setidaknya itu membantu tugasku.
Malah berlanjut pada ratu mau mengobati orang yang hadir di majlis, ya sedikit ada manfaatnya. Cuma sayang dia tak mau berkomunikasi, hanya diam saja. Sambil melakukan gerakan-gerakan mengobati orang. Aneh juga.
__________________________________________________
Setelah kerajaan Samudra laut selatan ku taklukkan, laut menjadi kosong, dan ku perintahkan Ratu pantai selatan memimpin, ku coba melihat Aisyah, aneh nyai Ratu pantai selatan tak ada di singgasana laut, maka ku panggil beliau. Sebentar sudah masuk ke tubuh mediator, dan mengucapkan salam, sambil tangannya ditaruh di dada menghormat.
“Ada apa kyai memanggil saya?”
“Nyai ratu, kok nyai tak terlihat duduk di singgasana samudra selatan, kenapa tetap di pantai selatan?”
“Ampun saya kyai, saya tak kuat duduk di singgasana laut selatan.”
“Kenapa?”
“Bagi saya amat berat kyai.”
“Ku beri kekuatan tambahan ya?”
“Iya kyai…”
Lalu ku salurkan energi ke tubuh nyai Ratu laut selatan.
“Bagaimana sekarang? Apa siap?”
“InsaAllah kyai, doakan saya mampu menjaga amanah ini.”
“Silahkan nyai Ratu berangkat ke laut selatan.”
Nyai Ratu pantai selatan segera pergi setelah mengucapkan salam dengan menghormat sebagaimana biasanya.
Setelah dua hari menaklukkan laut selatan, kok gunung merapi meletus, dengan letusan intensitas ringan, dan tanpa terjadinya tanda-tanda sebelumnya.
Aku tak perduli, dan tidak membaca berita kecuali setelah teman-teman memberitahu, aku juga tak menduga itu ada hubungannya dengan apa yang ku lakukan.
“Kyai…. ki Semar ayahnya Permono marah kyai…” kata Aisyah di waktu sore.
“Ki Semar siapa nduk?”
“Ki Semar itu ya ayahnya Permono, Permono itu penguasa gunung Merapi kyai, Permono itu yang menjadi kusir kereta kencananya nyai Roro Kidul kyai..” jelas Aisyah.
Wah baru tahu aku, memang aku sendiri tak perduli dengan siapa jadi penguasa mana, karena sama sekali tak ada urusannya.
“Ooo jadi gunung Merapi itu ada penguasanya to nduk?”
“Ya kyai… yang jadi penguasanya itu Permono, nah karena kyai melempar nyai Roro Kidul ke neraka, maka ki Semar marah, dan di bawah sekali di dalam merapi dia menggerakkan anak buahnya untuk membakar lahar dan meledakkan merapi.”
“Wah kok ada kejadian seperti itu, berarti Merapi itu sebenarnya bisa dikendalikan ledakannya?”
“Iya lah kyai, kan di dalam ada para jin yang bekerja membakar lahar, panas itu kan tidak bisa menyala kalau tidak ada yang menaruh sesuatu yang bisa menyala mencampurnya menjadi lahar yang panas, dengan komposisi yang pas, kyai kan tau sendiri, masak nasi kalau kurang air, nasinya tak akan matang, nyalakan kompor tanpa bahan bakar juga tak akan nyala apinya.”
“Oooo ya.. ya… jadi di dalamnya ada jinnya pada bekerja?”
“Iya kyai… banyak jin yang bekerja..”
“Wah jadi meletusnya merapi kemaren itu juga ada yang melakukannya?”
“Ya begitulah kyai…., sebenarnya gunung-gunung juga semua begitu, jika tidak dibakar di bawah juga tak akan meledak, dan hanya akan menjadi gunung yang dijadikan Allah sebagai paku bumi.”
“Wah makin banyak pengetahuanku, rasanya makin banyak yang belum ku ketahui, trus nyai Blorong itu… tuaan mana dan sakti mana dengan nyai Roro Kidul?”
“Ya saktian nyai Blorong lah kyai, kan nyai Roro Kidul itu yang menjadikan ratu di samudra selatan adalah nyai Blorong.” jelas Aisyah.
“Lhoh kok dalam cerita yang sering ku baca, kalau nyai Blorong itu anak angkat nyai Roro Kidul..?”
“Ah ya gak lah kyai, kan nyai Blorong itu lebih tua dari nyai Roro Kidul, nyai Roro Kidul itu yang mengangkat jadi ratu samudera ya nyai Blorong.”
“Wah bingung aku soal gaib begini.. lalu..”
“Lalu apa pak kyai?”
“Lalu nyai Blorong itu Islam bukan?”
“Nyai Blorong itu bukan Islam, dulu pernah menjadi Islam, tapi murtad, lalu dia menjadi sumber segala ilmu hitam, dan juga yang dijadikan memberikan pesugihan.”
“Ooo begitu..”
“Ya kyai…”
“Bagaimana kalau ku hancurkan nyai Blorong…? Apa ilmuku mampu.”
“Ya jelas nyai Blorong kalah kalau melawan kyai, tapi….”
“Tapi kenapa?”
“Tapi kyai apa siap dikeroyok semua dukun ilmu hitam seluruh Indonesia? Misal kyai mampu, bagaimana dengan anak istri kyai, bagaimana dengan Aisyah?”
“Ya… ya…., lalu bagaimana dengan ki Semar? Siapa dia?”
“Dia awalnya dari jin di atas angin, di planet lain kyai, yang turun ke sini, dan kemudian jadi menakluk pada nyai Ratu kidul, dan diserahi untuk menguasai gunung Merapi.”
“Ooo begitu rupanya…?”
“Menurut cerita itu nyai Roro Kidul itu nikah sama Senopati? Apa benar begitu?”
“Ah tidak kyai, itu hanya cerita yang dibuat-buat orang, ya tidaklah, kan kyai sendiri sudah melawan suami nyai Roro Kidul, bukan Senopati,”
“Kata cerita juga nyai Roro Kidul itu dari manusia, apa benar begitu?”
“Tidak kyai, dia dari bangsa jin.”
“Asli jin..”
“Asli… kan bentuk aslinya ular, cuma dia sering membuat bentuk sebagai perempuan cantik, kayak Aisyah sering menyerupai bentuk wanita cantik, tapi bentuk Aisyah adalah burung dara, atau Dewi Lanjar asli bentuknya ular, tapi sering menyerupai bentuk wanita cantik, itu kan hanya bentuk yang disukai kyai.”
“Wah makin bingung aku dengan soal gaib, ya sudahlah, memang namanya juga gaib..”
“Kyai… ada yang melarang Aisyah.”
“Melarang Aisyah untuk apa?”
“Untuk banyak bercerita soal dunia jin yang sesungguhnya pada kyai.”
“Siapa yang melarang nduk?” kadang risih juga memanggil Aisyah dengan panggilan nduk, padahal Aisyah itu sudah ada sebelum kakek nenekku ada, karena dia sudah berumur ratusan tahun, tapi kalau melihat lagak lagunya yang secara manusia berumur manusia 20an tahun, maka dengan sendirinya aku memanggil nduk, padahal umurnya sudah 300-400 tahunan. Makin aneh saja.
“Yang melarang tak tau pak kyai…”
“Oo ya, tadi ki Semar bagaimana?”
“Apa kyai mau menariknya?”
“Ya…”
“Silahkan kyai.”
Aku segera menarik ki Semar ku masukkan ke tubuh mediator.
“Apa ini ki Semar?”
“Ya…. hm…”
“Apa ki Semar yang membuat gunung Merapi meletus..?”
“Iya… hm kamu yang melempar nyai Roro ke neraka.”
“Iya aku yang melemparkan.”
“Hm..” ki Semar pasang kuda-kuda mau menyerangku.
“Aku lagi malas bertarung ki, kalau ki Semar memaksa, maka akan ku lempar ke neraka.” jelasku disertai ancaman, tapi ki Semar tetap menyerangku. Maka ku pegang kepalanya, dan ku tarik ruhnya ku lemparkan ke neraka. Permono pun datang tanpa bilang ba-bi-bu langsung menyerangku setelah masuk ke mediator, maka tanpa peringatan juga, ku tangkap dan ku lemparkan ke neraka.
“Sudah…” suara Aisyah.
“Sudah apa Aisyah?”
“Sudah wassalam semua… semua mati.., pak kyai kalau marah galak ya… Aisyah jadi takut, tubuh pak kyai diliputi cahaya dari neraka… hiiii takut, hawanya malaikat maut sama hawanya malaikat Malik penguasa neraka nyatu… hiii Aisyah takut sekali kyai… kalau kyai marah.”
“Kyai kan gak marah sama Aisyah..”
_________________________________________________
Makin hari, makin banyak jin dari segala penjuru yang datang ingin masuk Islam, ada yang datang sendiri-sendiri, ada yang datang bergerombol, ada serombongan sebanyak ratusan ribu jin, ada juga berombongan jin berbentuk kera putih, yang berombongan sebanyak ratusan ribu, mengakunya lewat menulis di kertas, mereka dari langit ke empat, ah tak tau juga, semuanya tak bisa bicara, hanya ha-hu-ha-hu…. setelah ku Islamkan, mereka ku suruh tinggal bersama Dewi Lanjar, yang memang sudah ku pesan sebelumnya kalau ada jin yang masuk Islam, akan ku kirim ke sana, karena tempatku sudah penuh.
Sementara itu Sengkuni makin gencar saja serangannya, karena menangkap Aisyah berulang kali gagal, maka dia memakai strategi lain, dia memakai jurus pelet jaran goyang, yang dipelet adalah mbaknya Yaya, yang biasa ku pakai mediumisasi Aisyah, mbaknya Yaya merasa rindu dan ingin bertemu Sengkuni, siang malam yang dibicarakan ingin ke tempatnya Sengkuni di Surabaya, dan ingin bersama Sengkuni, dan membawa Yaya, untuk diserahkan Sengkuni. Sama suaminya lalu dibawa ke rumahku.
“Ini bagaimana mas, ini istri saya mau terus ketemu Sengkuni.” kata kang Slamet.
“Ditempel saja kang, biar jinnya bangkit.” jelasku.
Maka kang Slamet segera menempel tubuhnya mbak Sun, agar jinnya bangkit.
“Ampuun panas.. ampun panas..” kata jin dalam tubuhnya mbak Sun.
“Siapa, dari mana, dan perintahan siapa?”
Si jin diam, dan tak bicara.
“Aisyah..”
“Iya pak kyai..”
“Ayo Aisyah melatih cambuk api yang kyai berikan pada Aisyah. Cambuk jin itu yang ada di tubuhnya mbak Sun.”
“Iya kyai..”
Aisyah segera mengeluarkan cambuk sesuai kunci mengeluarkan cambuk api yang ku ajarkan, dan mulai mencambuk jin yang ada di tubuh mbak Sun.
“Aduuh ampuuun…. panas… panaass…! Iya iya aku mengaku. Aku jangan dicambuk lagi.”
“Jawab pertanyaanku tadi.”
“Aku diperintah Sengkuni.”
“Siapa dukunnya?”
“Dukunnya adiknya sendiri, yang ada di Surabaya, yang tinggalnya dekat tugu.”
“Diperintah apa?”
“Diperintah mempengaruhi perempuan ini, agar mau membawa adiknya menghadapnya, nanti mau dibunuh, agar tak bisa membantumu.”
“Kamu dari mana?”
“Aku dari Alas Roban… aku saudaranya jin yang mencuri ilmunya Aisyah itu.”
“Ha jadi kamu saudaranya dia..?”
“Ya…”
“Di mana sekarang saudaramu? Coba panggil ke sini.”
“Saudara saya sedang sakit kyai, dia ada di Alas Roban..”
“Panggil kesini..”
“Hm… panggil kesini, sakit juga panggil kesini.”
“Ya.. akan saya panggil.”
Sebentar kemudian jin yang dipanggil datang.
“Kamu yang mencuri ilmunya Aisyah dulu,”
“Iya, ampun kyai.”
“Hm, aku akan cabut nyawamu, atas kelancanganmu mengambil ilmu aisyah.”
“Ampun kyai.”
Aku lalu berdoa pada Allah agar nyawa jin ini dicabut…. dan alhamdulillah Allah mengabulkan, dan nyawa jin itu pun tercabut dan dilempar ke neraka. Kembali yang muncul jin yang tadi dikirim Sengkuni.
“Ampun kyai saya jangan dimatikan.”
“Dengan ilmu apa Sengkuni mengirimmu?”
“Dengan ilmu jarang goyang, ilmu pelet..”
“Apa dia bisa ilmu pelet?”
“Tidak kyai, dia membayar dukun, dan menyuruh adiknya.”
“Memang adiknya bisa?”
“Sengkuni itu mencari ilmu sebanyaknya di Banten, dan yang disuruh mengamalkan adiknya, dia juga banyak meminta ilmu pada kyai Cilik lalu diberikan pada adiknya untuk diamalkan, cuma kemudian diamalkan dengan cara sesat.”
“Bagaimana kamu keluar sendiri?”
“Ya saya mau keluar sendiri, tapi saya ingin diIslamkan sama kyai..”
“Baik tirukan saya membaca dua kalimat sahadat. Ada berapa temanmu di dalam yang disuruh Sengkuni?”
“Ada tiga kyai..”
“Apa semua mau masuk Islam?”
“Ya kyai.”
“Suruh semua menirukan ucapanku.”
Maka ku ajarkan melafadzkan dua kalimat sahadat.
___________________________________________________
Ingat cerita yang ku tulis tanpa pakem cerita, atau mengekor pada cerita siapa saja, ku tulis hanya sekedar pengalaman, bisa saja benar, dan juga bisa saja salah, jadi apa yang terjadi pada cerita ini bisa saja tak sama dengan cerita siapa saja, karena bukan meniru, atau mengekor pada cerita siapa saja atau cerita yang sudah menjadi mitos. Ini hanya kejadian yang ku alami, yang lantas ku tulis menjadi satu kisah, malah cenderung yang ku anggap kok terlalu di luar nalar, aku memilihnya tak ku tulis saja, daripada nantinya menjadi polemik, karena ketidak percayaan orang dan menjadi perdebatan panjang, apa yang ku tulis ini yang ku anggap masih dalam kepatutan untuk dikisahkan, jadi masih banyak yang belum dan tak ku tulis, yang akan menjadi konsumsi pribadiku, semoga apa yang ku tulis ini bisa membawa manfaat, dan yang membaca tak bosan dengan tulisan-tulisanku. Dan maaf jika ada salah kata dan tulisan selama ini, yang mungkin bahasa yang ku pakai tanpa adanya aturan bahasa yang benar, dan cenderung ku tulis dengan tulisan apa adanya. Karena juga tulisan ini ku tulis di saat-saat waktu luangku. Jadi kadang ceritanya gak nyambung antara satu yang lainnya, endingnya tak jelas, sebab bukan kisah yang dengan memakai sutradara, ini hanya kejadian keseharian, tak ada yang hebat, karena setiap orang pasti juga punya kisah hariannya, asal orang itu hidup, pasti tiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, pasti punya kisah, mungkin kisahnya lebih dasyad dariku…. dan kisahku ini masih berlanjut……………..
2 notes · View notes
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 72
Karena tak paham bagaimana dunia jin itu, ya setidaknya dari pengalaman demi pengalaman yang ku alami, sedikit banyak membuka cakrawala kepahaman baru saya dengan dunia jin, walau aku tau masih banyak lagi yang belum ku tau, dan masih banyak lagi yang ingin ku ketahui.
Murid ku ajak dzikir, dan aku berdoa, semoga Allah mengirim petir untuk menghancurkan kerangkeng yang mengurung Aisyah, dan tak sampai sepuluh menit Aisyah sudah masuk ke tubuh Yaya, dan hati kami berbareng merasa ploong, lega, tapi Aisyah dalam keadaan lemah, dan kesakitan.
“Aduh pak kyai…. sakiit, saya dikurung, ini tubuh saya ditancapi bambu sampai tembus…”
Aku segera bertindak, walau sedang memimpin dzikir, aku segera menarik bambu yang menancap di tubuh Aisyah, dan ku tanya Aisyah ternyata sudah tak sakit lagi, cuma tubuhnya masih lemah, tapi tetap saja dia ngoceh.
“Pak kyai… pak kyai… saya ditangkap Sengkuni.” celoteh Aisyah.
“Bagaimana menangkapnya nduk?” tanyaku sambil terus memutar tasbih.
“Saya pas pulang menemani ibu belanja di pasar, saya terbang pulang dahulu, lalu ada beberapa rombongan jin, yang membawa jaring, dan kurungan, menangkap saya, saya jadi tak berdaya, dan saya ditangkap.”
“Lalu saya dibawa ke Surabaya, ke rumah adiknya, dan saya dikurung dalam kerangkeng, saya disiksa, tubuh saya ditusuk-tusuk pakai bambu dari perut tembus ke punggung.., rasanya sakiit sekali pak kyai…”
“Kok Aisyah bisa lepas bagaimana ceritanya..”
“Nyai ratu…” oceh Aiyah kebiasaan kalau diajak ngomong kemana perhatiannya kemana.
“Apa nduk.”
“Nyai ratu pak kyai… itu ikut dzikir sama prajurit semua, nyai ratu mengomeli saya, saya dilarang terbang-terbang lagi, disuruh di dekat pak kyai saja, biar tak ada yang menangkap.”
“Ya nduk, sebaiknya ndak terbang lagi untuk sementara, biar suasananya aman dulu, biar suasananya kondusif dulu, baru nanti terbang lagi.”
“Apa kondusif pak kyai?”
“Kondusif? apa ya kondusif…? ya itu kata yang dipakai orang-orang pinter itu untuk mengucapkan kata aman dan damai mungkin.” jawabku sekenanya saja.
“Wah berarti pak kyai pinter hayo…”
“Kok pinter.”
“La itu memakai kata kondusif?”
“La Aisyah kan baru saja juga mengucapkan kata kondusif, berarti juga pinter kan..”
“Iya ya pak kyai, Aisyah juga baru mengucapkan, berarti Aisyah juga pinter.”
“Wes lah nduk…. bagaimana kok Aisyah bisa lepas dari kurungan?”
“Itu kok pak kyai, saya juga tak tau..”
“Kok tak tau?”
“Ya tau-tau ada bola cahaya dari langit, menyambar kerangkeng yang mengurung Aisyah, dan kerangkeng jadi hancur lebur jadi cair, juga jin yang menjaga semua terpental mati.”
“Ooo begitu ceritanya?”
“Ya pak kyai… dan saya terbang ke sini, karena pak kyai memanggil, padahal saya sudah bingung.”
“Bingung kenapa nduk?”
“Ya bingung lah pak kyai, kan Aisyah sedang dalam kerangkeng, dan pak kyai memanggil Aisyah, kan Aisyah tak bisa datang, nanti Aisyah jadi murid yang tak berbakti pada guru, jadi Aisyah sedih sekali, ee kok ada bola api yang menyambar kerangkeng Aisyah, sehingga Aisyah jadi bisa memenuhi panggilan kyai.”
“Ndak kok nduk, kyai tidak menyalahkan Aisyah, ini kyai lagi dzikir ini untuk menolong Aisyah dari kerangkeng Sengkuni.”
“Jadi yang menolong Aisyah itu kyai ya?”
“Tidak nduk, yang menolong Aisyah itu Allah taala, kyai hanya meminta pada Allah agar menolong Aisyah, dan Allah membebaskan Aisyah dengan mengirim cahaya malaikat itu.”
“Terimakasih ya Allah, Engkau telah menolong Aisyah.”
“Bagaimana lukamu nduk?”
“Sudah sembuh kyai, setelah kyai obati.”
“Itu juga pertolongan Allah nduk, kyai hanya berdoa supaya sakit Aisyah disembuhkan, musnah hilang.”
“Iya kyai.”
“Ingat Aisyah jangan terbang-terbang lagi.”
“Tapi Aisyah jadi tak bebas no kyai.”
“Ya kalau ditangkap lagi bagaimana, apa Aisyah mau?”
“Hiii ngeri, masak tubuh Aisyah ditusuk-tusuk, leher ditusuk sampai tembus, perut ditusuk sampai tembus.”
“Nah kan, apa Aisyah mau seperti itu lagi?”
“Ya gak mau lah kyai.”
Akhirnya malam itu kami lega dengan kejadian yang kami alami, dan bagiku ada pelajaran yang ku ambil manfaat.
_________________________________________________
Jam 8 pagi, karena dalam perut seperti ada yang mengganjal, jika dipakai bernafas, atau batuk terasa menusuk-nusuk, seperti sebuah bambu lancip, aku panggil Aisyah ingin ku tanya sebenarnya apa yang dalam perutku. Tapi ku panggil-panggil tak juga datang, ku tarik saja dengan daya penarik, ku masukkan ke tubuh Yaya. Malah yang masuk jin lain, dia menggereng-gereng.
“Siapa?” tanyaku.
“Hem.. grrrr..” jawab dia menggereng, biasa mungkin menggertak, jin selalu begitu, suka main gertak.
“Siapa?”
“He.. he.. he… kau mencari Aisyah muridmu?”
“Iya..”
“Muridmu sudah dibawa teman-temanku.”
“Kemana.”
“Terbang ke Surabaya,”
“Ke tempat Sengkuni?”
“Ya..”
“Apa maunya Sengkuni, kenapa selalu menggangguku, dan membawa Aisyah?”
“Hmmm… karena dia kau ajari mengobati.”
“Kan dia ku ajari menolong orang.”
“Tak boleh.”
“Kenapa tak boleh?”
“Ya tak boleh berbuat baik, tak boleh menolong orang, tak boleh mengobati.”
“Kenapa?”
“Nanti thoreqohmu terkenal, banyak pengikutnya.”
“Sekarang bawa Aisyah kembali,”
“Hahahahah… tak bisa, dia akan kami kurung, akan kami bunuh.”
“Suruh temanmu bawa kembali.”
“Tak bisa, hahaha…, bawa kembali sendiri kalau mampu.”
“Baik.” segera ku membaca doa minta sama Allah diberi pedangnya malaikat maut, padahal aku sendiri tak tau, apa malaikat maut punya pedang apa tidak, heheheh…, yang jelas aku membayangkan pedang di tanganku menembus langit, dan ku tebaskan pada jin yang membawa kabur Aisyah, dan….
“Ampuuun….” terdengar jin lain.
“Siapa?”
“Kami yang membawa Aisyah.”
“Sekarang dia di mana?”
“Sekarang dia di penjara di sangkar burung.”
Perlu diketahui, Aisyah itu berbentuk asli burung merpati berwarna putih.
“Ayo bebaskan.”
“Tak bisa…”
“Kenapa? Apa kamu tak takut denganku?”
“Ya kami semua takut.”
“Kenapa tak mau membebaskan?”
“Kami diancam.”
“Sama siapa?”
“Sama Sengkuni, kalau kami tak menangkap Aisyah dan membebaskannya, kami akan disiksa.”
“Takutan mana sama Sengkuni, apa denganku?”
“Takut denganmu.”
“Nah bebaskan, apa kamu ku penggal kepalamu?”
“Jangan, jangan, jangan kami dibunuh.”
“Nah sekarang bawa kesini.”
“Kami tak bisa membuka sangkar burungnya, karena dikunci dengan ilmu,”
“Ini pegang pedangku, dan tebas sangkar burungnya.” ku berikan pedangku padanya.
“Aduuh berat sekali.”
“Sudah tebas, sini ku bantu tenaga,”
Lalu dia melakukan gerakan menebas.
“Pak kyai… saya bebas..” suara Aisyah.
“Ampuun… kami ingin menjadi murid kyai.” terdengar suara jin yang tadi.
“Iya… kalian sudah Islam..?” tanyaku.
“Belum..”
“Ayo tirukan aku membaca dua kalimat sahadat.”
“Iya.”
Lalu dia ku ajari membaca dua kalimat sahadat, dan setelah itu ku suruh mandi sebagai tanda masuk Islam.
__________________________________________________
“Pak kyai… ada jin lagi yang membawa kerangkeng ingin menangkapku.”
“Wah bener-bener keterlaluan, ada di mana nduk?”
“Itu pak kyai ada di bawah pohon mangga.”
Segera ku bentuk bola api di tangan dan ku hantamkan ke arah jin.
“Wah meledak pak kyai.”
“Apanya yang meledak nduk?”
“Ya kerangkengnya pak kyai, tapi jinnya kabur..”
“Wah gak ketangkap.”
Saat itu aku belum paham, kalau jin kabur, aku tak bisa menangkapnya, seiring perkembangan waktu, dan sampai sekarang, setelah berjalannya waktu, ternyata jin langit, atau jin di mana saja bisa ku tarik dengan tanganku, subhanallah, maha besar ilmu dari Allah, benar memang semakin kita banyak tau, maka akan makin banyak yang belum kita tau, dan haus akan ilmu, makin tak terbendung, ingin terus nambah saja ilmu.
Apalagi akhir-akhir ini, makin banyak kejadian ku alami, beruntun dan serasa berat menanggungnya, makin aku sadar kalau itu semua adalah cara Allah menggemblengku untuk menjadi orang yang sanggup memegang amanah yang dibebankan ke pundakku, setelah tau itu, segala ujian itu malah serasa ringan, dan malah ketagihan ingin di-uji dan di-uji, jika mengingat anugerah yang diberikan padaku, maka segala ujian itu tak memberatkan sama sekali, pantesan guruku begitu senangnya menerima ujian, dan tak mau menolaknya sama sekali.
Yang ku rasakan manfaat dari ujian yang bertubi-tubi yang ku terima itu adalah, para guru besar, seperti syaikh Abdul Qodir Jailani RA, syaikh Nawawi, syaikh Abdul Karim Tanahara, dan ahli silsilah TQNS semua hadir ketika ada pengajian thoreqoh di rumahku, dan malaikat yang hadir berlapis-lapis, sampai tembus langit, berbaris, malah sering ketangkap kamera yang memotret, dan yang hadir dari dunia jin juga sampai memenuhi semua tempat, yang aneh malah yang dari manusia jarang ada yang ikut. Tetangga saja jarang ada yang ikut, ya biarkan saja.
Sebenarnya aku sendiri juga tak tau kalau mereka ikut, tauku diberi tau Aisyah, biasanya Aisyah akan memberitahu siapa saja yang hadir di pengajian,
“Kyai… wah Aisyah tak berani ikut di dalam majlis kyai.”
“Kenapa nduk?”
“Aisyah silau.”
“Silau kenapa nduk?”
“Di samping kanan kiri kyai, dari syaikh Abdul Qodir, syaikh Abdul Karim, syaikh Tolkhah, syaikh Nawawi, syaikh saya tak tau lagi kyai, banyak sekali semua hadir, dan yang sering hadir syaikh Magrobi dengan anaknya.”
“Siapa syaikh Maghrobi?”
“Itu kyai yang tinggal di Gresik.”
“Apa mereka dari bangsa jin?”
“Bukan kyai, mereka dari ruh, wah silau sekali kyai, belum lagi para malaikat yang hadir, sampai tembus langit tuju berbaris.”
“Apa bener nduk?”
“Ya benar lah kyai, masak Aisyah bohong, nanti masuk neraka, juga kuwalat kalau bohong sama guru, Aisyah siap diperintah kyai, Aisyah siap mati untuk kyai…”
Aku jadi terharu, mendengar ucapan Aisyah.
“Kyai…”
“Ada apa nduk?”
“Anu anaknya syaikh Magrobi, cuaaantiik sekali.”
“Cantik mana sama Aisyah?”
“Wah cantik dia kyai, pakaiannya hijau, kerudungnya hijau, wajahnya putih seperti susu, dan hidungnya mansuung.”
“Coba tanya dia, apa mau jadi istri kyai?”
Aisyah terdiam.
“Ah kyai… la bu nyai mau dikemanakan?”
“Ya kan boleh saja punya istri 2, 3, 4.”
“Iya deh Aisyah tanyakan.”
Sebentar dia diam….
“Kyai… dia katanya masih mau sama abinya… katanya kalau mau melamarnya, diminta minta sama abinya.”
“Iya deh nanti kyai minta sama abinya..”
“Dia malu kyai..”
“Ya biar… dia sendiri yang nyuruh kyai minta sama abinya.”
“Ee dia kabur, malu… heheheh… lucu.. manusia… heheheh…”
___________________________________________________
Pagi-pagi… habis hujan gerimis, serasa malas sekali mau tidur, padahal semalaman belum tidur , Aisyah memanggil.
“Kyai…”
“Ada apa nduk…” kataku.
“Ada yang mencari kyai…”
“Di mana?”
“Di sumur sana..”
“Mau apa, coba tanya nduk siapa dia, mau apa?”
“Dia bernama syaih Tolkhah dari Kalisapu Cirebon.”
“Syaikh Tolkhah, gurunya Syaikh Mubarok bin Nur Muhammad?”
“Iya kyai…”
“Mau apa dia di situ.”
“Dia bilang ingin memberi ilmu pada kyai..”
“Ooo… ya kyai siap.”
“Kyai…” panggil Aisyah, biasa dia kalau omong sambil matanya kesana kesini.
“Ada apa nduk.”
“Tadi syaikh Tolkhah mengisi sumur.”
“Mengisi dengan apa nduk.”
“Diisi karomah kyai, air sumurnya jadi bergolak.”
“Oo ya ndak papa… ini kyai sudah siap.”
“Iya syaikh Tolkhah sudah ada di belakang kyai.”
Ku rasakan tangan dingin, menempel di punggungku, dan aliran energi masuk ke tubuhku, tubuhku serasa panas. Dan pengisian selesai.
“Kyai , syaikh Tolkhah berpesan supaya ilmu yang diberikan dipakai berjuang di jalan Allah. Semua guru akan mendukung kyai di belakang.”
“Iya katakan pada syaikh Tolkhah, kalau kyai insaAllah siap lahir batin memperjuangkan dan insaAllah menjalankan amanah yang diberikan sekuatnya.”
“Iya kyai,,, syaikh Tolkhah akan kembali, kyai diminta mencium tangannya.”
Aku segera melakukan seperti mencium tangan, ya memang repot memang kalau mata batinku tertutup, karena tertutup oleh Saehuni.
__________________________________________________
Aku lagi makan siang.
“Kyai…. ada syaikh Abdul Qodir Jailani.”
“Mana?”
“Itu di belakang kyai… wah saya tak berani menatap kyai..”
“Kenapa?”
“Silau sekali.”
“Salam ta’dzim kyai, sampaikan pada syaikh Abdul Qodir RA,”
“Ya kyai, beliau menjawab salam dan tersenyum ke kyai.”
“Kyai dia memberi ilmu ke Aisyah dan ke kyai..”
“Ilmu apa nduk?”
“Ilmu untuk menarik jin dari jarak jauh, kalau jinnya fasik, kata beliau, suruh diremas saja, jadi bubuk, nanti jinnya akan mati.”
“Iya nduk kyai siap menjalankan.”
“Kyai, syaikh Abdul Qodir mau membuka mata batin kyai…”
“Iya kyai siap, dan sami’na wa ato’na.”
Serasa di dadaku ada yang bergerak, serasa dingin, beberapa menit berlalu.
“Kyai, syaikh Abdul Qodir mau pergi, kyai diminta mencium tangannya..”
“Kok aku belum terlihat jelas alam gaib?”
“Kata syaikh Abdul Qodir, nanti bisa dipakainya, 4 hari kemudian.”
“Oo yaa.. ya… katakan, kyai mengucapkan terimakasih.”
Aku segera melakukan seperti mencium tangan beliau yang mulia.
Hening…. aku dan Aisyah diam lalu Aisyah nyeletuk kembali.
“Kyai, ada yang datang… ah Aisyah pergi saja..”
“Kenapa kok pergi…?”
“Silau pak kyai…”
“Sudah di sini saja, siapa yang datang?”
“Bertiga kyai.”
“Siapa?”
“Ada Raden Rohmad Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, dan Sunan Giri, sekarang mereka ada di depan kyai semua.”
Aku segera menyalami mereka bertiga.
“Ada apa nduk, tanya keperluan mereka.”
“Mereka mau memberi ilmu pada kyai, mereka mengatakan kyai untuk siap menerima ilmu.”
Aku segera siap, dan serasa aliran anergi bergulung-gulung memasuki tubuhku, dan beberpa menit kemudian, aliran energi menggumpal dalam tubuhku, berputar-putar.
“Kyai, kata Kanjeng Sunan Ampel, para Wali Songo, nitip salam pada kyai, agar kyai meneruskan perjuangan menegakkan kebenaran, dan bersikap tegas, dan yakin akan pertolongan Allah.”
“InsaAllah kyai siap.”
“Sudah mereka mau pamit.”
Aku dan Aisyah terdiam mengantar kepergian ketiga Wali Songo, tapi kemudian Aisyah ngomong lagi, tapi sambil menjauh dariku, sehingga aku tak jelas dengan pembicaraannya.
“Kenapa nduk?”
“Aisyah takut kyai..”
“Takut kenapa? Apa ada jin jahat?”
“Bukan kyai.. tapi yang hadir sekarang, silauuuu sekali, dan Aisyah takut sekali.”
“Yang datang bagaimana dia nduk?”
“Dia tinggi sekali, sampai kepalanya sampai atas..”
“Dari golongan jin?”
“Bukan kyai…”
“Lalu?”
“Dia nabi…”
“Nabi, nabi siapa?”
“Pakaiannya hijau tua, juga memakai surban besar hijau tua, dia mengatakan beliau nabi Khaidir.., beliau uluk salam kepada kyai.”
“Waalaikum salam. Tanyakan apa keperluan beliau?”
“Beliau ingin memberi ilmu ke kyai, tapi kata beliau, ini sekuatnya kyai saja menerima… nanti ditambah lagi, dan beliau menyuruh agar kyai siap.”
Aku segera siap, dan aliran panas dingin berpadu memenuhi punggungku, mengalir deras seperti banjir dalam seluruh tubuhku, dan pengisian selesai.
“Kyai, beliau berpesan agar ilmu yang diberikan dipakai seefektif mungkin, gunakan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan menumpas kebatilan.”
“Insa Allah.”
“Beliau berpesan, dzikirnya kyai lebih diperbanyak lagi, agar ruhani kyai kuat menerima ilmu dari para wali dan nabi yang ingin menitipkan amalnya pada kyai.”
“InsaAllah…”
“Beliau mau pamit…, dan Aisyah diperintah untuk mendampingi kyai.”
“Ya…”
Aku segera melakukan salam takdzim kepada nabi Khaidir AS.
____________________________________________________
Nyai Ratu, kakaknya Aisyah, sudah selesai puasa, dan ingin ku perintahkan untuk mendatangi Nyai Roro Kidul, penguasa laut selatan. Maksudku kalau mau, mau ku ajak masuk Islam, sebagaimana aku mengislamkan Dewi Lanjar.
Nyai Ratu sudah siap berangkat, tinggal menunggu perintah dariku.
Aku sedang berbicara dengan Aisyah, lalu cuci tangan ke dapur, kok aku merasa ada jin fasik yang datang, apa mungkin Nyai Roro Kidul, jin fasik dan jin yang baik itu beda, walau mata batinku tertutup, tapi ketajaman indra perasaku tak terpengaruh, jadi siapa yang datang, jin benar atau bukan tetap ku rasakan kehadirannya.
Jika itu jin fasik, maka akan serasa menebal amat tebal, bagian arah tubuh yang menghadap ke jin, tapi jika jinnya baik, muslim yang taat, maka hanya ada rasa tau kalau ada yang datang, tapi tak tau dan tak melihat siapa yang datang.
Kali ini yang ku rasakan, rasa tebal di kepala sangat tebal, perkiraanku adalah jin fasik, apa mungkin Nyai Roro Kidul.
Sementara Aisyah sudah memangil-manggil, kyai ada yang datang, dari laut selatan. Dan sudah masuk ke tubuh Aisyah.
“Siapa? Apa Nyai Roro Kidul?” tanyaku lumayan tegang.
Dia melihatkan matanya kesana kesini… meneliti seluruh rumahku.
“Ini rumah siapa?” suaranya seperti anak kecil.
“Ini rumahku..” jawabku.
“Kamu siapa?”
“Aku orang biasa, kamu sendiri siapa?”
“Aku anaknya Nyai Roro Kidul.”
“Kok datang ke sini?”
“Ya karena ada yang membicarakan ibuku, maka aku ingin tau siapa, ternyata ada di sini, dan aku terbawa sampai kesini.”
“Ibumu yang jadi ratu lautan selatan kan?” tanyaku.
“Iya… kenapa?”
“Agamanya apa?”
“Hindu… kenapa?”
“Apa dia mau masuk Islam?”
“Tak akan mau,”
“Kenapa?”
“Karena kami benci dengan orang Islam.”
“Benci bagaimana?”
“Orang Islam sering membuat kerusakan.”
“Kerusakan bagaimana?”
“Ya mereka sering merusak laut, sering meminta kekayaan.”
“Jangan menuduh apa yang dilakukan segelintir orang, lantas menuduh yang lain sama saja,”
“Ah kenyataannya begitu.”
“Ada pencuri yang dari kampung A, apa semua kampung A adalah pencuri?”
“Aku tak perduli, ibu selalu mengatakan padaku kalau orang Islam itu jahat.”
“Bisa kamu panggil ibumu kesini?”
“Bisa..”
Sebentar dengan hitungan seper sekian detik, Nyai Roro Kidul sudah datang dan masuk ke tubuh mediator.
“Ada apa kau memanggilku?”
“Aku ingin nyai mau masuk Islam,”
“Tak mau, aku tau kau siapa… hm… ya aku tau sekali kamu siapa… kamu murid kyai Cilik.”
“Setelah tau diriku, apa masih tak mau masuk Islam?”
“Hehehe… aku tak mau..”
“Apa mau coba adu kesaktian denganku.”
“Ya… kau akan ku hancurkan.” katanya dengan mendengus marah, dan mulai melakukan jurus menyerang.
Berbagai macam penggambaran Nyai Roro Kidul, momok yang sering ku baca di cerita-cerita sungguh amat menakutkan, juga banyak dibahas di tivi dan media lain, selalu berbau mistik dan serba menakutkan, itu membuatku ingin tau lebih banyak.
“Tunggu dulu, kenapa buru-buru menyerang?”
“Heee… eeh, apa lagi?”
“Apa sampean ini yang benar-benar menguasai samudera yang terkenal itu?” tanyaku berusaha tenang. Kayak orang lagi duduk jagong, menghabiskan cemilan jagung goreng.
“Hiya….” jawabnya sambil tangannya masih bersiap menyerang, dan yang kiri menekuk di dada. Gak tau jurus apa yang dipakai, tapi ku rasa hebat juga dia, biasanya jin jika bertatap muka denganku, saling menatap mata pasti tak kuat, tak tau juga apa yang di mataku, kata Aisyah sih mataku kalau memandang seringnya mengeluarkan percikan api, aku juga gak tau, kali saja Aisyah yang ngarang.
“Apa sampean bener-bener tak mau ku Islamkan?”
���Tak mau, saya sudah bersumpah untuk tak masuk Islam.”
“Sumpah sama siapa?”
“Dengan yang memberi ilmu padaku, ah tak usah banyak tanya…”
“Lo kan biar kita saling tau..”
“Pokoknya aku tak mau diIslamkan, orang Islam semua jahat, jelek perangainya.”
“Jelek bagaimana?”
“Mereka sering meminta padaku yang tidak-tidak, dan sikapnya hanya merusak samudra saja.”
“Lhoh kok begitu..?”
“Ya.”
“Berarti kata gampangnya nyai tak mau ku Islamkan?”
“Ya..”
“Jadi kita adu kekuatan.”
“Ya….”
Kami pun adu kekuatan, dan berkali-kali kami saling serang, kadang aku keluarkan cambuk api, ku serang bertubi-tubi, awal serangan dia tergetar, tapi ke dua ke tiga dia sudah mempan, ku ganti dengan pedang, juga pertama kali dia mampu ku lukai, tapi kedua kali dan ketiga dia kebal, berulang kali benturan energi, aku makin semangat, rasanya langka bisa bertarung dengan Ratu Kidul, sekalian nyoba ilmuku, yang sebenarnya aku juga gak tau, aku ini punya ilmu atau bukan, yang jelas keringetan juga, bertarung dengan berbagai ilmu ku ganti untuk menggempurnya, dan berulang kali dia jatuh terhantam pukulanku, jadinya kayak latihan saja, soale Nyai Roro Kidul tak pernah sampai jika menyerangku, selalu saja dapat ku gempur duluan, sampai dia ngos-ngosan, mungkin dipikirnya, kok ilmuku gak habis-habis, banyak banget koleksi ilmuku, padahal itu hanya hayalku saja, ilmu yang ku ciptakan di hayalku.
Dia terdiam, ngos-ngosan tak berdaya, lalu berusaha memperbaiki duduknya, dan menyembah padaku.
“Aku menyerah, dan takluk, dan siap mengabdi padamu.” katanya berubah lembut, tak seperti pertama kali datang.
“Aku ini tak butuh pengabdian, aku hanya ingin nyai masuk Islam, jadi mengabdi padaku mau, tapi kalau masuk Islam tak mau?”
“Ya, aku tak bisa masuk Islam.”
“Kalau tak mau masuk Islam, ya sudah kita bertarung lagi.”
“Tidak, aku menyerah kalah… kamu sakti sekali.”
“Hehehe… aku tak sakti, aku biasa saja…”
“Tidak, selama ini tak ada yang bisa mengalahkanku, hanya kamu yang bisa mengalahkanku.”
“Itu kebetulan saja, bagaimana ini, tak mau masuk Islam?”
“Tidak, sekali tidak ya tidak.., aku tak mau masuk Islam.”
“Kalau begitu kamu mati saja… dan ku masukkan ke neraka, apa kamu tak takut.”
“He.. he… he.. silahkan kalau bisa membunuhku dan memasukkanku ke neraka.”
“Baik kamu yang minta.”
Segera saja ku berdoa, dan ku minta pada Allah diberi kekutannya malaikat maut ke tanganku, di tanganku serasa mulai memberat, tanda kekuatan malaikat maut sudah terkumpul di tangan, rasanya udara juga serasa pekat, dan padat, sepertinya tanganku mengeluarkan cahaya hitam menggidikkan, segera saja ku arahkan energi menyerang ke kepalanya, ku tangkap ruhnya, dan ku cabut, ya hanya hayal saja, jangan dikira ini serius, tapi efeknya nyata, ruh Nyai Roro Kidul lepas, dan serasa ada di tanganku, rasanya dingin, menggeliat, dan segera saja ku lempar ke neraka jahanam.
Suasana sunyi, mediator sadar, tapi segera kemasukan lagi.
“Siapa?”
“Aku suami Nyai Roro Kidul, dia telah kamu masukkan ke neraka,”
“Iya…”
“Kamu harus mengadu nyawa denganku.”
Dia langsung menyerangku, tanpa pikir panjang karena kekuatan malaikat maut masih terpegang di tanganku, maka segera saja ku tarik nyawanya dan ku lempar ke neraka.
Kembali suasana tenang, tapi kembali, datang jin lain yang masuk.
“Siapa?”
“Aku orang tuanya Nyai Roro Kidul.”
“Lalu mau apa?”
“Kau telah melemparkan nyai Roro Kidul ke neraka. Aku mau menuntut balas.”
“Silahkan…” kataku, dan siap-siap mencabut nyawanya, kalau dia menyerang, dan memang dia menyerang, aku tak mau banyak bahasan, juga bertarung dengan sia-sia, maka ku cabut nyawanya dan ku lempar ke neraka. Mediator kemasukan lagi,
“Kamu nakal, kenapa ayah ibuku, dimasukkan ke neraka?”
“Ooo kamu anaknya yang tadi?”
“Huuu… huuu,,, ya aku anaknya tadi…. huuu… aku sekarang sendirian, aku dengan siapa? Ayah ibu, kamu masukkan ke neraka, aku ikut.”
“Hah, kamu mau ikut? Mereka di sana disiksa..”
“Disiksa bagaimana?”
“Kamu ingin melihat?”
“Iya..”
Lalu ku buka penglihatannya…
“Ibu…. ayah… kasihan mereka dibakar, dicambuki, sampai hancur..”
“Bagaimana? Apa masih mau ikut?”
“Tidak…, tapi aku sendirian, aku tak punya ayah ibu.”
“Ya ayah ibumu akan dikeluarkan dari neraka, kalau mereka bertaubat, dan mau masuk agama Islam.”
“Kau jahat, orang Islam jahat.”
“Aku melakukan ini, agar ayah ibumu nanti bahagia, masuk surga, bagaimana kamu mengatakan aku jahat?”
“Pokoknya kamu jahat.”
“Bagaimana, kamu mau masuk Islam.”
“Tak mau, karena ayah ibuku mengatakan kalau orang Islam jahat.”
“He dengar, kamu masuk Islam, nanti berdoa pada Allah, agar ibumu, diberi hidayah sama Allah, agar mau masuk Islam, nanti beliau diambil dari neraka.”
“Apa bisa?”
“Ya bisa..”
“Kalau begitu saya mau masuk Islam.”
“Bener..”
Ku minta pada malaikat maut, melihat hatinya, jika hatinya mau masuk Islam, ku minta untuk tak dicabut nyawanya, tapi kalau tidak mau masuk Islam, ku pinta mencabut nyawanya.
Dan malaikat maut pun mencabut nyawanya, tanda kalau dia hanya pura-pura masuk Islam.
Setelah nyawa anak Nyai Roro Kidul dicabut dan dibawa ke neraka, maka silih berganti berdatangan prajurit Nyai Roro Kidul menyerangku. Aku sudah lelah, segala urusan ku serahkan pada malaikat maut yang melakukan perlawanan, sementara syaikh Abdul Karim di sebelah kananku dan kyai guruku di sebelah kiriku, dalam wujud sukma.
Alhamdulillah semua lancar, walau anak buah Nyai Roro Kidul, masih banyak yang mau menyerang, dari pada aku digempur duluan, maka ku kirim malaikat untuk menggempur kerajaan samudra.
Setelah sepersekian menit berlalu, aku berpikir, wah bisa jadi kerajaan sana tak ada pemimpinnya, bagaimana ini.
“Aisyah…”
“Ya kyai.., Aisyah takut, karena pak kyai menyeramkan, galak sekali.”
“Aisyah tau tidak dengan nyai Ratu Pantai Selatan.”
“Tau pak kyai, kenapa pak kyai…”
“Dia Islam kan?”
“Iya dia Islam pak kyai.”
“Ku panggilnya ya..”
“Ya kyai… terserah bagaimana kyai saja lah..”
Maka ku panggil nyai Ratu Pantai Selatan, dan tak sampai 1 menit dia sudah datang.
Lagak lagunya sangat halus, dia menghormat padaku dengan menaruh tangan di dada, dan wajah menunduk, serta mengucap salam.
“Ada perlu apa, pak kyai memanggil saya?”
“Kenal siapa saya.”
“Ya saya tau, siapa pak kyai.”
“Sampean sudah Islam kan?”
“Alhamdulillah sudah pak kyai, kenapa?”
“Dulu yang mengislamkanmu siapa?”
“Itu pak kyai, yang mengislamkanku, wali songo.”
“Sunan Kali Jaga?”
“Iya pak kyai.”
“Ini begini nyai ratu…., sekarang samudra selatan, kan tak ada yang menjadi ratu… nah nyai ini saya serahi menjadi raja di sana mau tidak?”
“Saya siap menjalankan.”
“Apa tak ingin jadi muridku?”
“Mau kyai, kalau kyai sudi mengangkat hamba menjadi murid, hamba akan sangat senang.”
“Baiklah, kalau begitu, ini ku beri cambuk untuk menjaga, menjadi ratu di laut,” dia ku suruh menerima cambuk yang ku berikan.
“Kyai saya mau mohon diri dulu, sekali lagi terima kasih telah mengangkatku menjadi murid kyai.”
“Nanti belajar cara dzikirnya, nanti minta ajar pada mbakyunya Aisyah.”
“Iya kyai, saya mohon diri dulu.” nyai ratu pun keluar.
Esoknya aku dikeroyok, dukunnya Sengkuni, dan anak buahnya Nyai Roro Kidul, pasukannya ada 1 juta jin. Bersama ruh manusia yang menyembah Nyai Roro Kidul. Aku jadi harus menghadapi 3 kelompok, yang ketiganya ingin menggencetku dengan serangan, serasa merinding, tapi aku harus tabah dan kuat, Alhamdulillah, guru silsilah dari mulai syaikh Abdul Qodir, sampai pada guruku, semua dalam keadaan siaga. Semua mendampingiku, 1 juta jin anak buahnya Nyai Roro Kidul sekaligus datang, masuk semua ke mediator.
Mereka menatapku semua, dengan tatapan mata benci dan dendam.
“Dari pasukannya Nyai Roro Kidul?” tanyaku simpel.
“Iya… kami akan menyerang semuanya.”
“Apa masih ada yang belum datang?”
“Ada.. para arwah dukun yang menyembah nyai, sekarang masih di atas.”
“Suruh sekalian masuk, sekalian mengeroyokku.” kataku.
Maka masuk ada sekitar 600 ruh para dukun yang menyembah Nyai Roro Kidul.
Suasana menjadi tegang, dan udara juga di sekitarku juga mulai memadat, aku sengaja ajak mediator mojok, agar serangan tak mengenai orang lain.
2 notes · View notes
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 71
“Ya sudah nanti kapan-kapan lagi diulang,” kata kyai.
“Ya kyai.” terus terang aku tak mengerti kyai memberi ilmu itu, juga aku bukan orang yang kemaruk ilmu, jadi kurang memperhatikan kalau diberi ilmu.
Ya itu, akhirnya diberi ilmu, malah gak tau apa dan bagaimana ilmunya. Wes lah pasrah saja sama Allah.
“Mas, tadi hafal ilmunya?” tanyaku pada mas Bangun ketika diantar ke terminal Kampung Rambutan.
“Walah saya malah gak ngeh sama sekali je…” jawab mas Bangun.
“Waduh bagaimana to, la saya malah tertidur.”
“La terus bagaimana?”
“Lain kali kalau dikasih ilmu, siap-siap saja kita rekam.”
“Heheheh… saya dah minta ijin soal itu, soal merekam apa yang disampaikan kyai, tapi kyai gak membolehkan.” jawab mas Bangun menjelaskan bergaya intelek.
“Ya ngerekamnya gak usah bilang, la wong ngasihnya saja sekali langsung diminta hafal, bagaimana otak yang low kayak saya ini bisa nangkep. Harusnya sayang kalau ilmu itu terbuang percuma, sayang sekali, yang aneh kenapa saya kok ngantuk buanget, ngantuk pakai buanget, masak di depan kyai duduk sambil tiduran, sampai ngorok lagi, jan gak bermutu.”
“Sudahlah kita terima dengan ikhlas saja.”
“Ya nerimanya sih ikhlas, yang ngasih kan sremet juga kalau dikasih ilmu tingkat tinggi jadi tidur kayak diriku, tapi aneh memang kok gak ketahan mau tidur itu, yo wes lah, semoga saja manfaat.”
“Manfaat dari mana, wong ilmu saja ndak didapat, kok manfaat?”
“Ya manfaat yang memberi kan Allah, Allah itu tak membutuhkan sebab untuk memberi suatu kemanfaatan, dan tak butuh alasan untuk wujudnya manfaat, wes gak usah dipikir… besok saja kalau diberi kita rekam diam-diam, heheheh…”
“Yo wes lah aku manut wae.”
“Wah lagu lama… mau enaknya gak mau susahnya, hehehe…”
Akhirnya kami pisahan dan aku naik bus ke Cirebon, karena bis yang ke Pekalongan sudah tak ada.
Apa ilmu yang tak ku hafal do’a pembukanya itu akan bisa ku pakai, melihat keadaan Aisyah yang tak berdaya, sungguh aku kasihan sekali. Ku coba saja, tangan ku arahkan ke arah Alas Roban, tempat jin yang mencuri Aisyah pergi. Lalu ku tarik. Seperti menarik beras 1 kwintal, berat dan tanganku mengeras. Ku pegang, dan ku masukkan ke tubuhnya Aisyah lagi,
“Sudah pak kyai….” terdengar suara Aisyah yang ceria. “Tapi hanya separo.” dan kelihatan lemes lagi.
“Ya sudah tak papa, nanti kyai tambahi lagi…”
“Iya… iya… nanti ditambahi lagi ya kyai…” wajahnya sudah ceria lagi.
Kejadian demi kejadian, ku buat selalu pelajaran, dan semoga aku bisa mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya, dan atas kejadian ini, semoga makin mendewasakanku, mungkin ini cara Allah menggemblengku agar mampu menanggung tanggung jawab yang besar, entah juga tanggung jawab apa, aku hanya berusaha menjalaninya, sebagaimana jalannya air mengalir.
___________________________________________________
Aisyah sudah mulai ku latih menarik penyakit jarak jauh, dan Alhamdulillah perkembangannya lancar, dia seperti tanah subur yang akan tumbuh bila ditanami apa saja. Yang ku suka dia tak pernah menolak jika dimintai tolong apa saja, tak pernah minta imbalan apapun.
“Aisyah…. Aisyah apa gak ingin apa-apa?” tanyaku setelah mengobati beberapa orang, karena ku lihat dia kelihatan lelah.
“Gak kyai….”
“Bilang saja nanti ku beri apa maunya Aisyah.”
“Gak pengen apa-apa kok kyai, Aisyah hanya ingin membantu kyai, apa saja yang kyai perintahkan Aisyah siap, Aisyah siap mati untuk kyai….” katanya sambil bercanda.
“Apa Aisyah gak ingin makan apa gitu.”
“Aisyah hanya makan pasir saja kyai..”
“La apa enaknya pasir to? Apa gak makan nasi saja?”
“Ya kalau makan nasi Aisyah muntah… ya pasir yang dimakan baunya saja kyai, bukan pasirnya.”
“Ooo tak kira makan pasirnya sungguhan, sampai kyai lihatin terus pasir di depan rumah, dah berapa kurangnya, kok ku lihat gak kurang-kurang itu pasir, masih tetap saja utuh.”
“Ya yang dimakan baunya saja kyai, nanti pasir yang hitam itu akan agak berwarna keputihan.”
“Apa semua prajuritnya makan pasir?”
“Ya kyai…. kadang Aisyah juga makan kembang. Ratu makannya juga kembang.”
“Oooo rupanya begitu, la kembang, mau ku belikan kembang?”
“Ah tidak lah kyai, Aisyah nyari sendiri saja.”
“Benar tak mau ku belikan?”
“Tidak ah…”
“Aisyah sudah puasa kan, juga nyai ratu?”
“Sudah kyai, puasa 21 yang kyai berikan itu, cuma Aisyah tak pernah selesai dzikirnya, buanyaaak sekali, paling sampai bismillah, jadi ngutang deh, heheeh… Aisyah pegel duduknya, semuten. Tapi kalau ratu selesai dzikirnya, malah kalau raja pergi, ingin menyendiri mengamalkan amalan dari kyai, dia bertapa.”
“Besok tak belikan kembang ya? Sukanya kembang apa?”
“Ah gak usah lah kyai, kami sudah sangat bersyukur diangkat jadi murid sama kyai.”
“Kyai bukan memberikan karena pamrih, kyai memberikan untuk memberi makan orang yang berpuasa, karena memberi makan orang yang berpuasa itu mendapatkan pahalanya puasa orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala puasanya orang yang berpuasa, nah bagaimana?”
“Ya terserah kyai saja, kyai kan guru saya, gurunya ratu, gurunya Dewi, semua akan taat apa yang kyai ajarkan, kami tau kyai tau apa yang terbaik.”
Maka ku belikan kembang, untuk berbuka puasa, seminggu ku berikan 2 kali.
__________________________________________________
Sementara itu serangan dari Sengkuni makin meniadi-jadi saja, aku gerakkan murid dari internet untuk ikut andil dalam perang melawan kemungkaran, banyak sekali pengalaman yang mereka alami, memang itu juga perintah kyaiku, agar dijadikan alat menggembleng murid, sebenarnya momen saat seperti ini itu seperti momen merobohkan gunung dengan ledakan bom, kalau amaliyah biasa, puasa biasa itu seperti meruntuhkan gunung dengan cangkul, jadi siapa yang andil kemajuan ilmunya akan seperti roket, sebagaimana aku dulu ketika melawan 900 tukang santet, dan perkembangan ilmuku amat pesat sampai aku sendiri tak masuk akal, dan setengah tak percaya dengan kejadian demi kejadian setelahnya setelah melewati ujian berat.
Tapi di kejadian itu juga akan jadi penyaring, siapa yang akan terbentuk dengan bentuk yang diinginkan atau siapa yang akan tumbang dan berlalu menjadi murid yang laman berkembangnya, siapa yang pantas dijadikan paku bumi, dan siapa yang hanya jadi rumput, itu berlaku juga untuk murid kyaiku.
Aneh memang didikan seperti ini, kayak gak masuk akal, tapi kyaiku selalu menekankan, biar alam yang menyeleksi murid yang jadi dan yang hanya berlalu saja, dan muridku yang asli sini malah semua tak ada yang perduli sama sekali, hanya 80% yang jadi, yang lebih mengherankan malah ada murid kyai yang dulu kena santet saja sering ku bantu, ee kok sekarang malah ikut Sengkuni menyerangku, seringnya malah mengikat Aisyah dan seringnya berusaha agar majlisku tak ada pengunjungnya, memang banyak sekali yang akan jadi penghianat, dan akan jadi duri dalam daging, di-kiranya Allah tak tau, malah ada juga yang menuduhku tertipu dengan jin, mungkin tak pernah membaca Alqur’an atau bagaimana, apa tak pernah membaca surat jin, bagaimana nabi SAW mengislamkan jin, dan nabi adalah sebaik-baiknya suri tauladan, contoh yang harus kita tiru, bukan pendapat sendiri, aku tak henti berdoa pada Allah, jika ilmu yang ku berikan pada orang yang salah, ku minta dicabut dari orang itu dan dikembalikan pada lauhil mahfudz.
Alhamdulillah, Aisyah sudah bisa mengobati jarak jauh, kalau kyai guruku sakit maka ku perintah dia menarik sakitnya dari jarak jauh, dan juga kemarin pas ibu kyai kena santet juga ku minta mengobati jarak jauh, tapi hal itu makin membuat Sengkuni terbakar hatinya, sekarang yang dituju dan diarah adalah Aisyah, bagaimana menangkap Aisyah, aku sendiri tak bisa menjaganya selalu, PENGGEMBLENGAN ini yang dikatakan kyaiku sungguh sangat unik.
Dari pagi Aisyah mengobati, siang dia ikut istriku belanja, biasa dia ingin lebih tau banyak tentang manusia, jiwanya mungkin sangat haus akan dunia manusia, dia juga makin rajin melihat tivi, aneh jadinya kalau ada jin hafal iklan, dan hafal cerita sinetron, dia juga suka mengubah canel tv yang disukai. Jin yang dikirimkan padaku dan yang ku taklukkan mungkin keseluruhannya aku tak tau lagi berapa, tapi ada perkiraanku sampai 600 sampai 700 ribu lebih, pernah ku tanyakan Aisyah.
“Ada berapa banyak jin yang ada di sekitar rumahku?”
“Wah tak terhitung kyai, semua atap rumah sudah penuh, sampai atap rumah tetangga dan pohon-pohon, dan di jalan berjejer ada penuh sampai ke sawah yang berjarak 1 kilo meter, semua penuuuuh jin.”
“Tapi tak ada yang jahil kan.”
“Tak ada kyai… semua taat beribadah, kalau ada yang tak sholat ditegur sama ratu.”
Memang ku rasakan walau rumahku penuh jin, tapi hawanya adem, tak panas, atau terasa merinding, semua adem ayem. Memang ku sengaja semoga aku banyak bisa mengislamkan banyak jin, setiap ada kesempatan, atau laporan ada tempat angker ku tarik dan ku mediumisasi dari rumah. Seperti siang itu, ada yang cerita kalau ada sebuah pabrik yang angker, ku coba memediumisasi. Ku tarik jin dari rumah, dan ku masukkan ke mediator.
“Siapa?” tanyaku.
“Saya jin raja yang tinggal di pabrik, Assalamualaikum.”
“Waalaiku salam.”
“Kamu muslim.”
“Iya..”
“Apa semua yang tinggal di pabrik itu muslim?”
“Tidak semua, hanya anak buahku yang muslim kyai..”
“Kamu tau tentang diriku?”
“Ya kyai, saya tau, kalau boleh saya ingin mengabdi dan menjadi murid kyai.”
“Ada berapa temanmu?”
“Ada 20 ribu.”
“Yang masih kafir coba panggil menghadap padaku.”
“Ya kyai…” sebentar mediator diam dan bergerak lagi, bergaya ingin menyerangku,
“Apa mau menyerangku?”
“Hiya….”
“Coba diserang…” kataku pasrah diam saja.
“Ampuuuun…. saya nyerah…”
“Lhoh kenapa?”
“Ada yang menekanku.. aku menyerah, habis tenagaku, aku mau nakluk saja, aku sebenarnya dari Malaysia.”
“Kok jauh amat dari Malaysia?”
“Iya dikirim dari sana, orang yang punya pabrik bekerja sama dengan orang Malaysia dan aku dikirim untuk memantau pabrik ini,”
“Ooo begitu rupanya, lantas bagaimana mau menjadi pengikutku atau bagaimana?”
“Iya kalau boleh, saya mau dijadikan murid.”
“Ya sudah semua temannya diajak jadi muridku. Ikuti ku ajarkan membaca dua kalimat sahadat.” maka ku ajarkan melafadzkan dua kalimat sahadat. Kejadian hal seperti itu, hampir tiap hari terjadi, kadang ada jin dari jauh, berombongan, dan minta diIslamkan, lalu setelah masuk Islam ada yang tinggal, ingin ikut mengaji, ada juga yang datang setelah diIslamkan kemudian mereka pergi lagi, itu hampir tiap hari, kadang sehari sampai beberapa kali.
_________________________________________________
Kadang kita ikhlas membantu orang lain, bahkan tak meminta bayaran apa-apa sama sekali, kadang sudah menolong juga memberi makan juga memberi apa saja yang dibutuhkan si sakit, tapi balasannya malah sebaliknya, seperti ada orang yang kena santet, sudah berobat kemana-mana tak sembuh, dan dibawa kerumahku sembuh, keluarganya menjenguk, itu bukannya berterima kasih, ee malah menuduh aku yang menyantet, dan aku yang mengerjai, yang membuatnya sakit, agar aku bisa mengobatinya, heran juga, apa untungnya juga bagiku, kecuali aku menyuruhnya membayar, la ngobatinya saja gratis kok gak dipungut biaya serupiah pun, kok malah menuduhku katanya yang menyantet, atau wajar jika dituduh seperti itu jika aku mensyaratkan membayar sekian-sekian, la serupiah saja tak ku minta, lalu keuntunganku membuat orang sakit itu ada di mana? Anehnya lagi ngajak ribut, menuduhku sesat dan lain-kain, ealah kok orang ya macem-macem begitu, kadang kalau ketemu orang seperti itu jadi down mau menolong orang, udahlah masing-masing saja… Kadang sekilas lintas terbersit rasa seperti itu, namanya juga aku manusia biasa, tapi Allah seperti memperingatkanku, sudahlah anggap itu ujian, untuk makin mendekatkanku padaNya, jadikan ladang amal.
Ya memang harus berfikiran jernih, dan selalu menimbang, mengembalikan segala sesuatu pada Allah, Allah juga kan yang membolak balikkan hati manusia, hatinya buruk atau baik, Allah juga yang menjadikan, jika hati seseorang itu kemudian buruk padaku itu sebenarnya atas ijin Allah, dan jadi ujian padaku, atau seseorang itu melakukan keburukan padaku, itu Allah mengujiku, melatihku menanggung beban berat, agar aku terbiasa dengan beban berat, dan jika menanggung beban berat, aku tak merasa keberatan malah akan merasa ringan jika beban itu bobotnya di bawah beban yang biasa aku tanggung.
Yakin seyakin yakinnya saja kalau Allah pasti menolong, dan Allah maha mengetahui dan maha menolong pada orang yang bertawakal dan berserah diri padaNya.
Kita juga diberi kesempatan oleh Allah, kalau kita diserang terus menerus, maka kita boleh balas menyerang untuk membela agama, mati juga akan mati sahid, bersama Allah jangan ragu melangkah.
Tempaan yang ku terima memang saat cerita ini ku tulis, memang tiada sangat beruntun, aku juga cuma menjalani, apa maksud Allah, aku juga tak tau, yang penting aku selalu berusaha dalam koridor istiqomah memegang amanah dan amaliyah.
Tamu yang minta tolong silih berganti, sekalipun aku menghadapi permasalahan sendiri, tetap juga ku dahulukan permasalahan orang lain, kadang ngadepi tamu sambil mencabuti santet yang entah berupa paku, bambu, yang ditancapkan ke tubuhku.
Datang tamu dari MTS Walisongo, dulu tempat Aisyah mengganggu, bersama prajuritnya, katanya masih banyak kerasukan terjadi, sebenarnya kalau mereka tau, mereka tak akan minta bantuan dukun atau paranormal, yang memang menawarkan diri untuk menolong kerasukan itu, karena jin yang merasuk ke siswa itu adalah jin yang memang malah kirimannya dukun, kalau motif dan tujuan aslinya sendiri aku tak tau apa itu. Tapi kalau menurut pendapatku itu motifnya dukunnya pengen dapat pekerjaan agar dapat uang, atau namanya jadi tenar karena mengobati kerasukan itu, tak tau juga.
“Maaf pak kyai mengganggu…” kata dua orang guru MTS.
“Ada perlu apa bu?” tanyaku.
“Ini pak, kami mau minta solusi, sudah beberapa bulan ini anak didik kami mengalami kerasukan, jadi kami ingin minta solusi pada bapak, bagaimana baiknya?”
“Sejak kapan bu, ada terjadi kerasukan?”
“Sudah ada 3-4 bulan pak..”
“Sebentar ya bu….” ku tarik Aisyah ke mediator. “Ini dulu yang mengganggu anak didik ibu, ini jin yang dulu bertempat di jembatan yang di bangun itu.”
“Maksudnya pak, apa di dalam orang ini ada jinnya?”
“Iya bu guru… bu guru yang sebelah itu kalau mengajar lembut sekali, iya saya yang dulu mengganggu murid ibu, dulu saya bersama teman-teman saya yang tinggal di jembatan yang diperbaiki, karena waktu memperbaiki jembatannya tak minta ijin, jadi raja kami marah, dan membuat murid ibu kami rasuki, maaf ya bu, saya sekarang sudah jadi muridnya pak kyai.” kedua guru itu terbengong-bengong, gak tau paham apa tidak dengan apa yang diucapkan Aisyah, mungkin gak ngerti, apalagi ini soal gaib, sulit dicerna dengan logikanya orang yang masih memakai akal.
“Begini lo bu… jadi dulu saya mendengar kalau sekolah MTS itu banyak kerasukan, maka saya kemudian membantu dari sini, jinnya yang merasuki anak sekolah itu saya tarik, dan saya taklukkan,” kedua guru itu makin senyam senyum, mungkin gak paham atau bagaimana, atau kesengsem sama wajahku yang ganteng. Ealah memang susah menjelaskannya.
“Saya dulu itu yang menganggu murid bu guru, saya itu jin yang ada di tubuh ini bu..” jelas Aisyah lagi karena melihat kedua guru itu makin bingung.
“La kok bisa di dalam tubuh anak ini pak?” tanya salah satu guru.
“Ya kayak di tivi itu lo bu, di acara dua dunia, jadi jinnya dimasukan ke manusia, dimediumisasi.”
“Tapi ini sekarang masih banyak kerasukan kok pak..” kata bu guru satunya, sambil memperbaiki tempat duduknya, mungkin agak mulai paham.
“Ya kalau sekarang yang merasuki itu bukan dari kelompok saya bu.” jelas Aisyah lagi.
“La terus dari mana?” tanya bu guru
“Dari yang sengaja dibawa dukunnya..” jelas Aisyah.
“La kok bisa, kan mereka mau menolong.” kata bu guru heran.
“Begini saja bu… biar jinnya dari sekolahan ku tarik ke sini, ku mediumisasi, nanti bu guru tanya saja sendiri .” jelasku.
“Apa bisa?”
“Ya nanti dilihat saja…” ku tarik salah satu jin, dan ku masukkan ke dalam tubuh mediator. Dia menggereng-gereng mau menyerangku.
“Siapa ini?” tanyaku. Jin diam saja….
“Siapa? Kamu tak mau bicara?” 
Dia menggeleng.
“Benar tak mau bicara?”
Dia tetep menggeleng.
“Baik kalau begitu, ku penggal saja…” kataku lantas mencabut pedang gaib, dan ku tempel ke lehernya.
“Iya… iya ampun jangan bunuh aku.. aku mau bicara.”
“Kamu kenapa, mengganggu di sekolah MTS, kenapa merasuki siswa?”
“Aku disuruh.”
“Disuruh siapa?”
Dia diam.
“Disuruh siapa?” ku ulangi pertanyaan. Tapi dia tetap diam, ku tempel saja pedang yang ku pegang ke lehernya, dia baru mengaku disuruh dua dukun yang biasa dimintai tolong mengeluarkan kerasukan di sekolah.
“Nah ibu tau sendiri kan..” kataku pada kedua guru.
Kedua guru itu masih setengah percaya setengah tidak. Lalu keduanya untuk meyakinkan diri mereka sendiri, menanyakan ini itu. Setelah keduanya ku rasa cukup bertanya, aku mengambil alih pembicaraan.
“Berapa temanmu yang disuruh mengganggu anak sekolah?” tanyaku pada jin.
“Ada 100 orang.”
“Seratus itu apa semua ada di sekolah?”
“Yang ada di sekolah 70, yang lain masih merasuk di tubuh siswa.”
“Apa kamu mau melawanku atau mau menakluk padaku?”
“Aku tak berani melawan… aku menakluk saja…,”
“Apa tak coba melawan dulu, daripada nanti penasaran.”
“Ampun aku tak berani.”
“Coba tanya yang 70 jin itu apa mau melawanku, atau mau takluk?”
“Memangnya kamu bisa menaklukan mereka?”
“Ingin lihat?” tanyaku.
“Hehehe… iya…” dia tersenyum meremehkanku, biasa jin itu seperti itu. Ku panjangkan pedang gaib yang ku pegang, dan sampai tembus langit, (yang baca cerita pasti heran, kok bisa?) yang ingin lihat cerita ini benar atau tidak lihat saja videonya di :https://www.facebook.com/kumpulane.vd.
Setelah pedang ku panjangkan, ku tebaskan ke jin yang ada di MTS, segera saja datang jin masuk lagi ke mediator.
“Siapa kamu menyiksa anak buahku?” tanya jin yang masuk.
“Ada apa? mau melawan?”
“Ya…. ” jawab dia sambil menggeram, dan mau mengeluarkan jurusnya. Pedang ku ganti dengan cambuk, dan segera jinnya ku cambuki, sampai minta ampun.
“Ampuuuun… ampuuun, saya menyerah.”
“Benar menyerah?”
“Coba lagi, cambukmu tak akan mempan.”
Ku lecutkan lagi cambuk dan ku tambah kekuatan, kembali dia menjerit minta ampun.
“Bagaimana?” tanyaku,
“Ya, ampuun, saya menyerah..”
“Bagaimana dengan temanmu di sana, apa mau menyerah semua?”
“Aku tak tau, aku cari selamat sendiri saja..”
“Ku lecutkan lagi cambukku,”
“Yaaa ya… semua ku ajak menyerah.”
“Ada berapa?”
“Ada 70.”
“Mau takluk padaku?”
“Ya kami mau..”
Segera ku ajari mengucap dua kalimat sahadat.
“Nah bagaimana bu, sudah lihat sendiri kan..”
“Iya pak….”
Aku tak tau apa mereka percaya atau tidak, yang penting aku sudah menunjukkan, mau mengatakan ini rekayasa atau bagaimana itu urusan mereka, saya juga tak diuntungkan atas apa yang ku lakukan, mereka berjanji akan membawa yang kerasukan ke rumahku, tapi saat tulisan ini ku tulis, yang kerasukan malah dibawa kerumah sakit akhirnya malah ribut di rumah sakit, menjerit jerit tak karuan.
Ya sudah biarkan saja…. lebih baik tak ku pikirkan, biar saja mungkin Allah mempunyai rencana lain, hanya Allah yang tau.
_________________________________________________
Urusanku bukan hanya Sengkuni, aku sendiri heran apa maunya dia, jika orangnya jujur sebenarnya ingin ku tanya langsung, apa maunya, tapi sayang dia bukan orang yang jujur, jadi jika ku tanya juga akan sia-sia, mungkin orang yang membaca tulisanku ini juga bertanya-tanya siapa sebenarnya Sengkuni itu, kalau ditanya secara pasti, aku sendiri tak kenal dengan jelas siapa dia, Sengkuni itu menjadi murid kyai, aku sendiri tak tau pasti kapan pertama kali, mungkin tahun 2006, atau 2007, aku tak tau pasti, sementara aku sendiri tahun 2006 sampai tahun 2010 sama sekali tak pernah berhubungan dengan kyai, karena aku bekerja di Saudi, dan aku sendiri tipe orang yang tak akan menghadap guru kalau tak dipanggil menghadap, sebagai tanda tawadukku pada guru, karena aku tau urusan guruku sudah banyak sekali, aku tak mau merecokinya, jadi aku tak akan menghadap kalau tak dipanggil kyai, di samping aku sangat takut berbuat kurang tata krama kalau ada di dekat kyai, yang penting bagiku ilmu dari kyai aku jalankan dengan istiqomah, bahkan aku orang yang tak pernah meminta ilmu sama sekali pada kyai, kalau dikasih ya saya terima, sebab bagiku kyai lebih tau, apa yang ku perlukan daripada diriku sendiri. Tapi walau aku tak minta, selalu saja kalau kyai memanggilku berarti akan memberikan ilmu. Satu ilmu diberi maka aku berusaha ku jalankan sampai ku dapatkan buah manisnya ilmu. Baru ilmu itu akan ku berikan kepada orang lain.
Jadi aku kenal Sengkuni tahun 2011, lupa aku kapan tepatnya, tapi selama tahun 2006 sampai 20011, ku rasakan perkembangan jamaah thoreqoh yang ku ikuti kok tak ada sama sekali, malah ku tau mengalami kemunduran, belum lagi kyai Cilik dalam keadaan sakit, aku dipanggil tiap dua minggu sekali, menghadap untuk mengobati beliau, beliau disantet juga diracun, heran juga, kenapa beliau disantet dari segala penjuru demikian rupa, dan waktu itu, aku sendiri baru kenal santet sampai menghadapi 900 tukang santet, hari-hari hanya menghadapi santet, di mana mana, di bus bahkan santet tetap memburu, tidur tak tenang, dan ketika aku diperintah kyai untuk memimpin dzikir, maka santet menyerangku di tenggorokan, sehingga suaraku habis, juga menusuk ke perutku sampai rasanya sakit minta ampun, pernah dulu di majlis Cilegon, aku merasakan sakit yang teramat sangat, di perut sampai sakitnya tak karuan, sampai aku tidur melintir-lintir menahan sakit, anehnya sakitnya mulai jika aku mau berangkat ke Cilegon, dan aku sama sekali tak mengira kalau itu sakit kena santet, ku kira hanya sakit batu ginjal biasa, malah waktu itu mas Bangun ku ajak menemaniku beli batugin, untuk mengobatiku, tapi tetap saja sakitku tak juga sembuh, rasanya mau mati saja, karena teramat sakitnya, dan baru diobati kyai baru sembuh, dan baru belakangan ku ketahui itu santet dari dukun yang dibayar Sengkuni.
Sebab hari-hari belakangan ini, ketika semua telah jelas, apa yang ku rasakan dulu, sekarang hampir tiap hari ku rasakan, cuma sekarang aku bisa menariknya, dan kadang Aisyah yang ku minta mengeluarkannya, sekarang juga kyai Cilik sering menghubungiku, juga kadang ku pantau dari jarak jauh, apa ada santet yang masuk ke tubuh kyai atau tidak, kalau ada ku tarik dari jarak jauh, kadang kyai menghubungiku lewat telepati dan minta santetnya ku keluarkan dari tubuh beliau, yah… memang keadaannya seperti ini, kasihan juga kalau kyai jauh dariku, beliau sering mengatakan tak ada murid yang bisa diandalkan, karena muridnya masih cenderung mementingkan kepentingannya sendiri-sendiri, tak ada yang serius memperjuangkan thoreqoh, kebanyakan masih memikirkan bagaimana saya bisa hidup enak, dari doa kyai, ah entahlah, kadang malas kalau membahas para murid kyai, apalagi kalau yang dikehendaki kepentingan masing-masing, lebih baik ku putuskan memperbesar jamaah dengan caraku sendiri. Itu saja mereka bukannya membantu, malah kebanyakan menjelek-jelekkan di belakang, Seakan tak mau jamaah menjadi besar dan berkembang pesat.
Sepertinya aku sendirian, maka aku harus kuat sendirian, dan Allah hanya yang tak berhianat bila ku jadikan teman, memang aku seharusnya sendirian, sendirian berjuang, dan tak akan berhenti sebelum Allah menghentikanku, dan mencabut nyawaku.
Serangan dari Sengkuni, tak juga berhenti, dengan berbagai cara dia melakukan, yang lebih aneh lagi semua muridku yang ada di rumah, yang tinggalnya di daerahku, sama sekali tak ada sedikitpun perduli, malah menuduhku mengada-ada, ya ini menunjukkan hanya cobaanku, ujianku, dan ujian orang yang dikehendaki maju oleh Allah, maju memperjuangkan thoreqoh yang ku pimpin, dan yang mendukungku malah murid dari internet, makanya kenapa kyai Cilik mengacungkan jempol untuk mereka, walau dari internet yang tak bertemu langsung, ternyata Allah memilih mereka untuk berjuang bersamaku, dan mereka orang-orang yang dipilih dari berbagai kawasan, dan daerah, bukan orang yang asal-asalan, tapi memang orang yang dipilih Allah untuk berjuang bersamaku.
Waktu magrib, keadaan kenapa sepi, aku merasakan ada yang aneh, kenapa biasanya juga Aisyah hadir, ini kok gak ada, biasanya aku mengajari dia berbagai ilmu, dan ku suruh mempraktekkan, tapi ini kok tak muncul, aneh…. ku tarik Aisyah untuk ku masukkan ke mediator. Malah yang masuk latifah adiknya Aisyah,
“Kok Latifah ya….? mana mbak Aisyah…?” tanyaku.
“Huuu huuu….” Latifah menangis, Latifah itu umurnya sekitar 250 tahun, ya sekitar seumuran anak kelas 6 SD untuk seumuran manusia.
“Kenapa nduk, kok nangis?”
“Huuu… huuuu… ” dia malah nangis makin kencang.
Aku jadi kawatir terjadi apa-apa terhadap Aisyah, bagiku semua jin yang sudah masuk thoreqoh adalah keluargaku sendiri, itu ajaran kyai, jadi siapa saja yang sudah masuk thoreqoh adalah saudara kita, kita harus menyayanginya lebih dari menyayangi diri sendiri. Dan aku berusaha menerapkannya benar benar dalam kehidupanku. Apalagi Ratu sudah menitipkan Aisyah padaku, bagiku tanggung jawab, amanah itu akan dimintai pertanggung jawaban di sisi Allah. Akan dipertanyakan nanti di pengadilannya Allah, jika kok aku tak bisa menjaganya, bagaimana aku menghadap Allah nanti.
“Nduk… ndak usah nangis, ada apa dengan mbak Aisyah?” tanyaku menghibur, “Ayo cerita sama kyai, kalau ada apa-apa, nanti kyai akan minta pada Allah untuk minta jalan kelurnya.”
“Huuuhuuu… kyai, mbak Aisyah… ditangkap sama jinnya Sengkuni, dia…. dia dimasukkan kerangkeng, sekarang dia disiksa…” jawab Latifah di sela tangisnya.
“Yang benar nduk?”
“Iya kyai… huuu..”
“Lalu dia dikerangkeng di mana?”
“Di Surabaya.. di rumahnya adiknya Sengkuni.”
Aku menarik nafas, bingung, bagaimana menolongnya? tengak tengok tak tau apa yang harus ku lakukan.
“La tadi bagaimana mbak Aisyah kok bisa ditangkap?”
“Huuu… tadi mbak Aisyah ikut bu nyai jalan-jalan, dia di atas, dan ada diikuti jinnya Sengkuni, dan akhirnya dia ditangkap dan dimasukkan ke dalam kerangkeng, sekarang sedang disiksa… bagaimana ini kyai.. kasihan mbak Aisyah..” 
Wah aku makin panik…
Ku kumpulkan saja jamaah yang ada di majlis ada beberapa orang untuk ku ajak dzikir bersama, dan menolong Aisyah yang sedang dipenjara.
Aku berdoa semoga Allah mengirimkan bala tentara malaikat untuk menolong Aisyah, dan mengembalikan Aisyah, suasana tegang, karena kami tak tau apa nanti hasilnya. Tapi ini juga menjadikanku makin teguh dan yakin untuk selalu berserah dan bertawakal pada Allah, yakin Akan pertolongan Allah.
1 note · View note
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 70
Kami duduk berhadapan….
“Bagaimana kabarnya nyai?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Maaf kyai… saya baru bisa sowan kesini.” jawab Dewi Lanjar halus.
“Ndak papa…. bagaimana nyai Dewi sudah masuk Islam?”
“Alhamdulillah sudah kyai.., sudah diIslamkan sama ratu.”
“Apa masih ingat dengan saya..?”
“Masih kyai, kyai yang pernah ke tempat saya, waktu itu saya sambut dengan rakyat saya berjejer-jejer menyambut kyai.”
“Syukur kalau masih ingat.”
“Iya dulu kyai saya gandeng, saya ajak ke kerajaan saya… tapi kenapa kok sekarang saya takut sekali menghadap kyai, saya sungguh sungguh takut, saya silau sekali menatap wajah kyai, maaf saya kalau saya selalu menunduk, karena saya merasa panas dan perih kalau menatap kyai, padahal dulu kyai tidak seperti sekarang.” kata Dewi Lanjar sambil menunduk.
“Ah mungkin belum terbiasa saja, nanti juga kalau sudah terbiasa akan biasa, gak silau lagi.”
“Kalau kyai mengijinkan, saya ingin menjadi pengikut dan murid kyai..”
“Hm…. tapi saya ada syaratnya, apa nyai Dewi mau memenuhi syaratnya?”
“Saya akan berusaha taat dan tunduk pada yang kyai perintahkan.”
“Syarat saya….. nyai Dewi kan yang mengadakan pesugihan itu, orang pada minta pesugihan pada nyai Dewi, apa benar itu?”
“Iya kyai… itu memang saya.”
“Nah syarat saya, itu harus dihentikan.”
“Tapi kyai, saya sudah membayar orang-orang itu, sudah banyak keluar uang.”
“Nyai kalau hal yang haram ditinggalkan, maka Allah akan mengganti yang halal, seperti sedekah itu, sedekah itu seperti menanam pohon di surga, akarnya di surga, tapi pohon dan buahnya di dunia, siapa yang banyak menanam sedekah maka akan memanen yang banyak di dunia, di surga itu sudah tak butuh lagi panen, yang butuh panen itu di dunia, di surga nanti panennya yang jariyah, jatuhannya buah sedekah, yang tumbuh menumbuhkan pohon sedekah lagi, terus begitu tak akan berhenti, dan akan menjadi hutan sedekah.”
“Ya kyai saya paham..”
“Tapi kyai, saya…. saya sudah pernah punya perjanjian dengan nyai Roro Kidul, diperintahkan untuk mengembangkan pesugihan ini agar yang jadi tumbal bisa dijadikan bala tentara..”
“Segala bentuk perjanjian sesat, di kala sebelum Islam, itu tak berlaku lagi ketika seseorang telah menjadi muslim, misal orang sebelumnya mempunyai perjanjian dengan berhala, maka berhala harus ditinggalkan kala orang itu masuk Islam.”
“Tapi kyai, saya tak berani menyalahi nyai Roro Kidul.”
“Apa nyai Roro Kidul itu tinggi ilmunya?”
“Tidak kyai, beliau biasa-biasa saja..”
“Bagaimana jika diukur denganku ilmunya?”
“Masih tinggian kyai.”
“Nah nyai Dewi sudah menjadi muridku, maka sudah pasti saya melindungi, jika saya tak mampu, maka guru saya, jika tak mampu maka gurunya guru saya, terus sampai nabi SAW, sampai Allah, kurasa sesakti saktinya nyai Roro Kidul tak akan berani melawan Allah.”
“Iya kyai saya siap…. saya siap setia, dan berbakti kepada kyai.”
“Anak buah nyai ada berapa?”
“Ada 270 ribu kyai… yang 70 ribu sudah muslim, yang 200 ribu belum muslim kyai.”
“Nanti saja malam minggu ajak ke sini semua..”
“Iya kyai..”
Tiba-tiba aku merasakan jin jahat di belakangku.
“Ini yang di belakangku siapa nyai Dewi?” tanyaku pada Dewi Lanjar.
“Ada kuntilanak, dia mau mendekat kirimannya Askan. Mau mendekat tapi takut sama kyai.”
“Nyai Dewi bisa menangkapnya?”
“Saya ndak bisa kyai..”
“Aisyah saja bisa kok..”
“Iya kyai saya juga heran, kenapa Aisyah, baru beberapa hari saya tak ketemu dia, ketemu lagi kok dia malah sakti.”
“Nah itulah nyai… kalau mau belajar ilmu,”
“Coba nyai Dewi tangkap kunti itu, ku bantu energi.”
“Iya kyai..” dan Dewi Lanjar menangkap kunti itu dengan susah payah akhirnya bisa.
Setelah bicara panjang lebar, nyai Dewi mohon diri, sambil berjanji akan membawa semua pengikutnya untuk ikut dzikir sambil sebelumnya masuk Islam dulu.
——————————————————————————————-
Hari-hari tak ada cerita dan kisah tanpa canda tawa Aisyah, dalam dunia jin rupanya tak biasa memberi nama pada sesosok jin, seperti Aisyah punya dua adik perempuan, keduanya juga tak diberi nama, maka agar mudah membantu, ku beri nama adiknya Aisyah bernama Aminah, dan adiknya lagi bernama Latifah, sehingga kalau aku mau memanggil siapa akan mudah, dalam dunia jin sebenarnya tak beda dengan dunia manusia, cuma jin itu kebanyakan sering meniru bentuk-bentuk manusia, untuk menunjukkan keberadaannya pada manusia, sebenarnya Aisyah dan saudaranya adalah berbentuk asli burung dara, sedang raja, berbentuk asli ular, ada juga yang berbentuk asli macan, elang, dan berbagai macam bentuk yang lain, tapi mereka cenderung merupakan bentuk manusia, seperti Aisyah berbentuk perempuan berjilbab biru, sedang Dewi Lanjar berbentuk perempuan berkerudung biru.
Berbicara banyak jadi ingat masa laluku saat masih suka meraga sukma, dan menaklukkan kyai Cempli yang dari desa sebelah.
“Aisyah….” panggilku.
“Iya kyai… ada perintah apa?”
“Aisyah kenal dengan kyai Cempli?”
“Iya kyai… tau, itu kyai edan..”
“Coba panggil kesini..”
Sebentar kemudian kyai Cempli sudah masuk ke tubuh Yaya yang ku jadikan mediator, tapi aneh, kenapa berlagak seperti mau menyerangku.
“Kamu kyai Cempli dari Secino Pakumbulan?” tanyaku.
“Iya…. ada apa memanggilku?”
“Masih ingat denganku?”
“Yah…” suaranya sambil menggereng-gereng.
“Hm…. kok kamu galak denganku? Apa tak tunduk lagi denganku.”
“Aku sudah tak tunduk lagi denganmu….”
“Ooo begitu rupanya… pantesan galak, apa mau membangkang denganku rupanya ya..?”
“Ya… aku sudah tak mau tunduk lagi denganmu..”
“Hm boleh,,, ayo serang aku, keluarkan semua ilmu yang kamu punya..”
Dia mulai menyerangku, mencoba menyerangku tapi mental… dan menjerit-jerit minta ampun, tapi kemudian berusaha menyerangku lagi, dan mental dan jatuh lagi begitu berulang-ulang.
“Bagaimana, diteruskan? kalau masih penasaran, ayo diserang lagi, sebelum giliranku yang menyerang.” kataku, dan dia berusaha menyerangku lagi, tapi terjatuh lagi.
“Nah sekarang giliranku yang menyerang…” kataku sambil meremasnya dari jarak jauh, dia langsung melintir, “Ingat lafatdz ini yang dulu ku gunakan untuk menaklukkanmu dulu..”
“Ya saya ingat, saya ingat, ampuuun…, ampuuun..” dia bergulingan, ketika bacakan ‘ya latif’. Karena memang dulu waktu aku menaklukkannya menggunakan ‘ya latif’.
Dia bergulingan, dan minta ampun, tapi ketika seranganku ku kendorkan, maka dia berusaha menyerangku lagi, begitu berulangkali, malah sudah ngaku mau masuk Islam, dan ku ajarkan dua kalimat sahadat, ee malah setelah selesai menirukan ajaran mengucap dua kalimat sahadat, dia mencoba menyerangku dari belakang. Karena ngeyelnya, ku ambil saja botol dan kyai Cempli ku masukkan dalam botol, kebetulan kok Aisyah juga sedang usil, jadi ku masukkan botol jadi satu sama kyai Cempli, tapi sebentar kemudian Raja menghadapku, dan meminta maaf atas kelakuan Aisyah, dan memintaku agar Aisyah dikeluarkan dari dalam botol, dan aku segera mengeluarkan dari botol, Alhamdulillah setelah itu Aisyah makin baik tingkah lakunya.
——————————————————————————————–
Dimana ternyata tak semua teman baik maksudnya, itu sudah jelas, makanya berteman juga harus pilih-pilih teman, salah memilih teman, bukan malah dapat teman, tapi malah menambah musuh, kenyataannya sekalipun kita baik sebaik apapun pada orang lain, juga belum tentu orang lain akan baik pada kita, kita diumpamakan senyum pada orang di jalan, belum tentu juga orang akan baik tanggapannya, bisa jadi kita dibilang “plengehen, kepedean, sawan, sok ganteng, cari perhatian dll..” sebenarnya pendapat orang pada kita, misal kita sudah berusaha baik, apa pendapat orang itu sebenarnya mewakili hati orang tersebut, kotoran manusia maka akan berbau kotoran manusia, kotoran kerbau juga akan berbau kotoran kerbau, kalau tak percaya, coba saja waktu pagi datangi kotoran kerbau yang masih keluar asap, ambil sedikit lalu dioleskan ke lubang hidung, nanti dirasakan bagaimana baunya, bahkan beda dengan kotorannya kucing, kalau masih tak percaya, setelah hidung diolesi, kotorannya kerbau, lalu pergi ke kamar mandi, cuci yang bersih hidungnya, usahakan sampai tak tercium sama sekali bau kotoran kerbau, lalu cari kotoran kucing, sama jejalkan ke hidung, nanti bagaimana baunya, pasti akan beda dengan kotoran kerbau.
Kalau masih belum percaya boleh diulang beberapa kali, sampai percaya. Bukan maksudku untuk menyuruh mempraktekkan, itu hanya perumpamaan saja, jadi hati yang busuk itu akan menimbulkan uap, sebagaimana kotoran itu, hati yang busuk itu tak bisa ditipu, di lisan akan menimbulkan aroma, tingkah laku, dan pembicaraan buruk, jadi keburukan hati itu tak bisa ditipu perwujudannya dalam pergaulan, dan gerak gerik seorang itu dipengaruhi hatinya sendiri.
Di mana saja, termasuk di facebook, kalau dipikir kadang juga tak masuk akal, bagaimana hubungannya, apa perlunya tingkah yang buruk itu mengganggu orang lain, kadang malah tak butuh satu alasan, seseorang tingkah lakunya jelek pada oang lain, jadi kalau dicari alasannya seringnya malah menemukan jalan buntu.
Daftar Blokku di fb termasuk banyak, dan amat banyak karena ternyata banyak sekali pesan yang masuk yang maksudnya apa juga saya gak tau, yang jelas selalu mengajak ribut, bahkan mengirim jin ke rumahku untuk menyerangku. Kalau dipikir-pikir apa juga untungnya mengirim jin untuk menyerangku, itu juga kan bayar dukun, tapi itulah kenyataannya.
Sekali lagi ku tekankan, ceritaku ini bukan untuk dipercaya, anggap saja hanya hayalanku saja, jika kok ada tempat kejadian atau nama yang kebetulan sama, ya nama juga dari A sampai dengan Z, jadi bisa saja sama, dan tak ada larangan nama orang itu sama dan bahkan wajah orang kok sama saja ndak ada larangan, jadi ini bukan untuk menjelek-jelekkan atau membongkar keburukan orang, ini hanya menulis apa yang menurutku ku alami. Anggap saja aku mengalami mimpi, dan di mimpiku ada orang yang kebetulan masuk dalam mimpiku, daripada nanti apa yang ku tulis jadi perdebatan. Jadi, jadikan saja bacaan ringan, yang bermanfaat silahkan diambil yang merugikan jangan ditiru, dan dijadikan contoh melakukan perbuatan yang sama, atau menjadi inspirasi untuk melakukan perbuatan yang sama.
Setelah magrib, padahal aku sudah ada janji pada anak buahnya Dewi Lanjar untuk mengislamkan mereka, tapi malah dari seseorang banyak sekali jin yang dikirimkan, sehingga aku sibuk menangani jin, dan jam perjanjian jadi mundur.
“Siapa?” tanyaku pada jin yang merasuk pada Yaya.
“Aku jin kiriman diperintahkan untuk menggagalkan dzikir malam ini,” jawab jin.
“Berapa temanmu?”
“Ada beberapa ribu.”
“Berapa?”
“Sepuluh ribu..”
“Wah sedikit sekali.”
“Sedikit bagaimana?”
“Ya kenapa tak mengirim yang lebih banyak lagi?”
“Nanti akan dikirim lebih banyak lagi.”
“Lalu kamu perintahan siapa?”
“Saya disuruh Sengkuni.”
“Sengkuni siapa?”
“Sengkuni temanmu, yang juga murid kyai Cilik.”
“Ah jangan ngarang kamu..”
“Saya tak ngarang…”
“Sengkuni itu tak bisa mengirim jin.”
“Dia menyuruh dukun, membayar dukun,”
“Bayar berapa?”
“Membayar 500 juta.”
“Wah makin ngarang lagi kamu,”
“Tidak aku tidak mengarang, memang benar seperti itu. Aku disuruh menghancurkanmu, hemmm, grrrr…..” dia mendengus.
“Coba dulu, pandang aku…., kuat gak?”
“Hm,,, panas…”
“Kamu siapa, kenapa panas sekali tubuhmu..”
“Ya aku kan yang akan kamu serang.”
“Ya kenapa panas sekali, ampuuun….”
“Coba masih ada yang berani melawan tidak..”
“Hm…. ada…”
“Coba saja suruh bergantian menatapku.” jin pun bergantian menatapku.
“Ampun kami tak berani.”
“Sekarang bagaimana, mau melawan atau mau tunduk padaku?”
“Ya kami tunduk, kami tunduuuk..”
“Kalian Islam bukan?”
“Kami kafir semua.”
“Mau ku Islamkan?”
“Mau, kami mau…”
Maka ku ajari mereka semua masuk Islam dengan membaca dua kalimah sahadat. Sementara anak buah Dewi Lanjar sudah menunggu, segera saja ku lakukan mediumisasi, kupakai dua orang, yang satu orang ku masuki Dewi Lanjar, dan satu orang lagi ku masuki panglimanya.
“Nyai Dewi..” panggilku.
“Iya kyai…”
“Ini semua prajuritnya ada berapa yang hadir?”
“Ada 270 ribu,”
“Tolong semua diperintahkan mengikuti saya melafadzkan dua kalimat syahadat.”
“Iya kyai, semua menunggu kyai bimbing,”
Maka ku ajari semua melafadzkan dua kalimat sahadat, dan setelah membaca dua kalaimat syahadat semua ku perintahkan untuk mandi sebagai lepas dari kekafiran, masuk menjadi muslim. Semoga menjadi awal yang baik, dan kedepannya akan makin baik, juga akan disusul oleh jin di manapun berada.
Pas dzikir malam minggu legi berjalan lancar, dan tak ada kendala apa-apa, malah syaikh Ibrohim al-Magrobi berkenan hadir dalam majlis mengikuti dzikir, dia disertai anak perempuannya yang cantik…. sampai orang kampung yang dilewatinya terheran-heran dengan kecantikannya, aku tak sempat memperhatikan kehadirannya, karena sibuk memimpin dzikir.
Besoknya santet yang dikirim Sengkuni padaku makin aktif dan makin sering, bukan hanya padaku juga pada istri, anak, juga murid-muridku, mungkin kebenciannya makin menjadi-jadi, apalagi setelah banyak jinnya yang ku tangkap, dan akhirnya ketahuan kalau selama ini yang mengerjai kyai Cilik adalah dia, membayar dukun-dukun, aku gak tau apa juga motifnya, yang aku kadang timbul greget dan pengen marah, adalah ketika santet dikirim ke anak kecilku, yang baru kelas 3 SD, di kepalanya ditancepi beberapa paku, di matanya, di perutnya, bagaimana itu kalau anak orang lain, aku hanya bilang ke anakku, “Sabar ya nduk, yang sabar, ini cobaan Allah,” itu selalu ku katakan kalau anakku, meminta, “Abah ini di kepalaku ada 5 paku, ini di mataku ada pakunya, ini di perutku ada pakunya.” dan dia minta diambil, kadang aku berfikir sebenarnya Sengkuni itu manusia apa bukan….? kok dia seperti itu.
Hari senin menghadap ke kyai, sebenarnya kyai sudah seminggu memanggilku menghadap, tapi karena tanggung jawabku memimpin dzikir maka aku baru bisa menghadap hari senin. Nyai Ratu, Dewi Lanjar, dan Aisyah ikut menghadap disertai abdul jin yang takluk dari kirimannya Sengkuni, Aisyah sudah mahir mengobati, aku yakin kyai juga sedang dalam keadaan sakit sebagaimana denganku, jadi ku bawa Aisyah agar mengobati kyai, kyai itu sudah tingkatan disakiti orang maka harus menerima, jadi beliau pasti masih dalam keadaan sakit dan ku bayangkan beliau menahan sakit dari santet yang dideritanya.
Aku dan rombonganku naik mobil, dan rombongan ratu dan Dewi Lanjar naik kereta kencana terbang di angkasa, mengiringiku, kadang Aisyah ku panggil turun naik mobil, jika Aisyah turun naik mobil maka dalam mobil akan jadi ramai, dan hidup, apa saja dia tanyakan, tapi dengan gaya yang kocak, kalau dia manusia pastilah dia gadis yang periang.
Perjalanan yang panjang, serasa cepat, dan sampai di tempat kyai, Sengkuni ternyata ada, dia kalang kabut, karena melihatku hadir, dan dalam keadaan sehat, mungkin dikiranya aku sudah tergeletak tak berdaya, sebenarnya aku disantet juga tembus, bukan berarti tak apa-apa, tapi kadang santet masuk semua ku kibaskan, sehingga lepas semua, yang paling sulit di tenggorokanku ditancepi paku, kawat yang ditancapkan melingkar, dan benang yang dijahitkan ke dalam tenggorokan, juga besi tiang antena yang ditancapkan di tenggorokan, ya walau disantet ku ambil dan berulang disantet ku ambil, tetap saja akhirnya tubuhku ada bekas lukanya, luka lain mungkin tak seberapa, yang parah adalah luka di tenggorokanku, karena suaraku jadi tak ada sama sekali, seperti pita suara putus saja rasanya, jadi dari tenggorokan tak keluar suaranya, dan rasanya sakit sekali, padahal aku harus memimpin dzikir di mana-mana, ya memang dia tak ingin dzikir ku pimpin, tak tau apa maksudnya.
Sengkuni ke tempat sepi, ketika mengetahui kedatanganku, dia pergi ke tempat sepi untuk menelpon, dan sms dukun yang diperintah menyantetku, dan ketika aku menghadap kyai di dalam kamar, maka santet dikirim menyerang tenggorokanku, agar aku tak bisa bicara sama kyai, dan tanpa Sengkuni sadari waktu dia nelpon, sopirku ada di dekatnya, menurut sopirku, dia bicara suruh cepat dikerjai, karena dia di dalam kamar dan sebelum cerita ke kyai.
Sementara itu, aku di dalam kamar, kyai dalam keadaan tak berdaya, tubuhnya sakit, dan di tangan kanan kirinya ada kayunya (gaib maksudnya), dan di kepalanya ada beberapa paku, juga ada di matanya, di telinganya di tembus besi dari kanan ke kiri, sehingga kyai tak dengar kalau diajak bicara, Sengkuni itu murid kyai, cuma agar tak mendengar laporanku, apa ada murid tega menusuk telinga gurunya, kalau gak murid yang murtad, dan setan,
“Ini yang mengerjai Sengkuni… kyai…” kataku dengan mata berkaca kaca.
“Bukan, bukan Sengkuni yang mengerjai, cuma yang mengerjai setan yang berupa Sengkuni.” jawab kyai sambil menahan rasa sakit.
Aisyah segera ku transfer energi untuk mengambil segala macam santet yang bersarang di tubuh kyai, anehnya santetnya sama semua bentuknya dengan yang dikirim padaku, dan sama persis, menunjukkan dukun yang sama yang mengirim. Ketika aku dalam mentransfer energi untuk mengobati kyai, tiba-tiba berduyun-duyun jin dikirim menyerangku, dan menguasai Aisyah agar tak bisa mengobati kyai, ada 800 jin yang dikirim, maka aku ajak semua bertarung, dan tak sampai 5 menit Alhamdulillah semua takluk dan masuk Islam, lalu mengobati kyai ku lanjutkan.
“Kemaren di tenggorokanku juga ada benang jahitnya, ku keluarkan.” kata kyai, setelah dapat lancar bicara.
“Ya kyai, sama santetnya yang dikirim padaku..”
“Hehehe kok bisa begitu ya…” kata kyai, kurasa membayangkan kekejaman Sengkuni.
“Yang kirim Sengkuni kan kyai..”
“Bukan dia, tapi setan yang berupa Sengkuni, yang menyuruh tukang santet sebelah rumah, yang jadi RT itu, juga adiknya dari Surabaya, dan nyuruh orang Subang.”
“Lalu bagaimana baiknya kyai?”
“Sudah biarkan saja… jadikan ini gemblengan menempa diri, thoreqoh itu menggembleng lahir batin kita, bukan saja menggembleng secara lahiriyah tapi juga secara batiniah, seperti yang ku ajarkan padamu dulu di Cilegon, sudah nanti gembleng muridmu dengan cara begini agar cepat kemajuannya.”
“Iya kyai…”
Aku keluar kamar, Sengkuni menemuiku, dan dengan agak kikuk tak seperti biasanya, dia bertanya,
“Bagaimana kang, heheheh…. sudah ketemu dan bicara sama kyai?” tanyanya.
“Belum.” jawabku pura-pura, “kyai sedang sakit, jadi aku tak bisa bicara dengannya.” jawabku bohong, sengaja, agar dia tak rikuh.
Dia hanya bertanya itu dan pergi dengan wajah lega, setelah dzikir jamaah selesai, aku menghadap lagi pada kyai, dan lagi-lagi Sengkuni menelpon dukunnya, dan aku diberondong santet di leher lagi, agar tak bisa bicara. Padahal aku mau menghadapkan nyai dewi dan nyai ratu, untuk minta ijin menjadi murid thoreqoh, dan kyai mengijinkan, dan tak banyak bicara lagi, kami segera meminta diri, untuk pulang.
Sampai di Pekalongan, tak ada lagi hari damai, tiap hari aku diberondong santet tiada henti, dia membayar dukun beratus-ratus juta, dan dikirim jin setiap hari tanpa henti selalu dikirim, ada sampai 500 ribu jin, dan ngambilnya sembarangan, ada yang dari tepi laut, ada yang dari telaga, ada yang dari alas roban, ada pernah jin dari alas roban, yang dikirim dari sekian banyak jin.
“Ini to yang namanya kyai Nur?”
“Siapa kamu?” tanyaku pada jin yang merasuk pada mediatorku.
“Aku jin perintahannya Sengkuni, aku dari alas roban,”
“Apa kamu sudah tau denganku?”
“Sudah, walau aku sendiri diambil dari alas roban, di alas roban namamu sudah jadi bahan pembicaraan antar jin, bahkan ada muridmu jin tua yang menyebarkan ajakan untuk masuk Islam pada jin di alas roban,”
“Siapa dia?”
“Aku tak tau namanya, dia itu anak buahnya Dewi Lanjar.”
“Lalu apa keperluanmu? Apa mau melawanku?”
“Ah tidak, aku tak berani.”
“Lalu….?”
“Aku mau kembali saja..”
“Ya kalau begitu keluar sendiri, apa ku keluarkan?”
“Biar saja saya keluar sendiri.”
Maka ku biarkan dia keluar.
“Kyai, tolong kyai….” suara Aisyah ,”Saya lemas..”
“Kenapa Aisyah..”
“Jin yang baru keluar itu mencuri ilmu dan energiku.”
“Lhah kok bisa?”
“Gak tau kyai, ilmu pemberian kyai diambil dia semua.”
“Wah bahaya….”
“Bagaimana ini kyai…. tubuhku tak berdaya….”
Wah aku panik sekali, bagaimana ini…
1 note · View note
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 69
Seperti seorang badui yang pergi ke kota, yang asalnya tak pernah sama sekali pergi ke kota, yang hidupnya di tengah hutan, juga teman-temannya tak tau akan kemajuan zaman, ketika si badui kembali ke hutan dan bercerita pada teman-temannya, teman-temannya menganggapnya aneh, padahal dia hanya cerita soal mobil, jalan raya, sepeda, tv, dan apa saja yang ada di kota, yang di pandangan orang kota itu hal yang sangat biasa, tapi bagi orang badui, malah ada yang bilang, “Kau bunuh aku , aku tetap tak percaya dengan ceritamu, sejak kau keluar dari tanah badui, sekarang bicaramu makin ngawur dan kau dijangkiti pernyakit gila, suka menghayal dan berbuat yang aneh-aneh, kalau mandi makai sabun, kalau mau tidur memakai alat yang mengeluarkan buih, kau sudah melanggar kebiasaan nenek moyang kita.” padahal yang diceritakan badui yang baru pulang dari kota itu hal yang biasa dan ada terjadi di keseharian di kota, bukan hal aneh, dan ada nyatanya, tapi bagi badui yang tak pernah ke kota hal itu jadi di jadikan alasan menuduh kalau badui itu mulai terjangkit penyakit gila.
Makanya saya sadar, sesadar sadarnya, kalau yang saya tulis nantinya juga tak selalu dipercaya, dan sekali lagi bagi para pembaca, tulisanku ini bukan untuk dipercaya, malah silahkan saja siapa saja menulis pengalaman pribadinya sendiri, syukur banyak yang mau membaca, jadi jangan mengirimkan pesan padaku, seakan kepercayaannya ku butuhkan, jangan merasa jadi orang penting, lantas mengirimkan pesan, “Aku tak percaya dengan tulisan mas di kisah sang kyai.”
Jika orangnya masih mengirim itu, ya berarti dia bodoh, ndak bisa baca sebenarnya, karena sudah ku bilang berulang kali bahwa ceritaku ini bukan untuk dipercaya kejadiannya. Karena ini hanya pengalamanku saja, bahkan orang yang bareng-bareng denganku saja yang mengalami bareng denganku dengan mata kepalanya sendiri saja belum tentu percaya, apalagi orang lain, istriku saja sering mengatakan, “kok kayak hayalan saja ya?”
Tulisan yang ku tulis ini akan banyak kejadian soal jin, jadi sekali lagi ku tekankan, sebaiknya jangan percaya, daripada mumet, karena membaca kisahku, jadikan saja bacaan ringan. Kalau mumet, hentikan membaca.
Setelah sekerajaan jin masuk Islam dan menjadi muridku, akhirnya banyak kejadian yang bertubi-tubi, kejadian yang awalnya tak terungkap, akhirnya terungkap, kejadian yang sebelumnya aku sama sekali tak memikirkan bahkan tak terlintas dalam pkiranku, akhirnya terbuka. Dan memahami, saya sendiri tak seratus persen mempercayai, karena sebenarnya juga aku tak mengerti dengan benar dunia jin, dan dunia yang gaib, yang kadang kita sangka hijau bisa jadi biru, kita sangka putih ternyata hitam.
Awalnya ratu jin, sebagai pemimpin jin mulai akrab denganku, dan dia siap dipanggil kalau aku ingin memerintahnya, dia dan anak buahnya siap diperintah, aku seperti punya mainan baru, walau tak percaya seratus persen, setidaknya ada bayang-bayang jawaban dari hal yang sebelumnya tak ku mengerti, awalnya ku tes ratu mendeteksi penyakit, dan metode paling simpel mengobatinya, ku cermati, bagaimana dia mendeteksi, ternyata dia masih memakai ilmu hikmah, juga mengobati penyakit masih memakai ilmu hikmah, lalu aku memerintahkan agar dia belajar menjalankan amaliyah thoreqoh, yang bersifah maunah, atau pertolongan Allah, bukan bentuk ilmu hikmah, ku contohkan pada ketika para panglima dan raja , suaminya ratu mau menyerangku dengan ilmu hikmah mereka, mereka semua gagal, alhamdulillah dia mau ku ajari dzikir dengan detail, juga semua prajurit jin yang sebanyak 30 ribu kemudian menjalankan dzikir dan sholat berjamaah, dan dia menceritakan setelah menjalankan dzikir yang ku berikan, tubuh mereka bercahaya, dan serasa tenang, juga raja dan semua pasukannya mengucapkan terimakasih, dan makin ingin mengabdi padaku selamanya, ya pelan-pelan ku didik, dan ku ajari ngaji, khususnya soal membersihkan hati dan ruhani menjadi punya watak terpuji.
Apa yang ku lakukan hanya mencoba meniru apa yang dilakukan Rosulullah SAW, ya setidaknya sedikit meniru, Firman Allah SWT : “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Surah az-Zariyaat, ayat 56) Demikian penegasan Allah dalam al-Quran tentang tujuan-Nya menciptakan jin dan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
Golongan jin dan manusia terbagi dua, yaitu Islam dan kafir.
Jin menyatakan keIslaman mereka yang dijelaskan dalam al-Quran surah Jin artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): Sudah diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya satu rombongan jin sudah mendengar (al-Quran yang aku bacakan), lalu mereka (menyampaikan hal itu kepada kaumnya dengan ) mengatakan: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang susunan (ayatnya) dan menakjubkan. Kitab yang memberi petunjuk ke jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya dan kami tidak sekali-kali akan mempersekutukan sesuatu makhluk dengan Tuhan kami.” (Surah Jin, ayat 1-2)
Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah SAW bersama sahabat sedang melaksanakan shalat Subuh. Ketika itu beliau membaca surah ar-Rahman, ayat 1-78. Dalam surah ar-Rahman ini ada beberapa ayat yang bermaksud: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah kamu dustakan?”
Ketika ayat ini dibacakan, jin yang hadir saat itu langsung menjawabnya dengan kalimat: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala pujian hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat zahir dan batin kepada kami.”
Ibnu Masud menyatakan bahwa ia turut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini.
Rasulullah SAW bersabda: “Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu kami pergi bersamanya dan aku bacakan al-Quran kepada mereka.”
Peristiwa ini terjadi di sebuah masjid yang terletak di Kampung Ma’ala, tidak jauh dari pekuburan kaum Muslim di kota Makkah. Kini masjid itu bernama Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai’ah atau juga Masjid al-Haras. Itu diperbaiki kembali pada 1421 hijrah. Di sini jin berbai’ah atau menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan al-Quran.
Ada mengatakan, di masjid itu Nabi SAW mengislamkan jin kafir. Ada juga menceritakan, dekat Masjidil Haram ada tiang dinamakan tiang jin. Ketika Masjidil Haram sedang dibangun, tidak cukup tiang, kemudian jin mendatangkan tiang dari alam mereka. Mereka yang bisa jumpa tiang ini mungkin bisa nampak alam jin. Ada yang khurafat memeluk tiang jin ini ketika orang lain wukuf di Arafah seharusnya untuk menjadi tuan jin.
Masjid Jin menjadi monumen terpenting antara Rasulullah dan jin. Dijelaskan, jin ketika itu berencana menuju Tihamah. Namun, mereka mendengar bacaan al-Quran. Mereka sangat takjub mendengarnya dan kemudian berdialog dengan Rasulullah, lalu menyatakan keimanan mereka. Kemudian mereka menyampaikan hal itu kepada jin lain. 
Ketika Rasulullah sedang membaca ayat al-Quran, ada beberapa jin. Sebahagian riwayat menyatakan jumlahnya ada sembilan jin dan sebagian lain menyebutkan tujuh jin yang turut mendengarkan bacaan al-Quran dari Rasulullah. Kemudian salah satu dari jin itu mengingatkan temannya dan berkata: “Diamlah, perhatikan bacaannya.” Setelah itu mereka kembali kepada kaum mereka untuk mengingatkan pada jalan yang benar. Salah satu dari jin itu bernama Zauba’ah. Demikian menurut Ibnu Masud.
Dalam kitab Fathul Bari, disebutkan, jin itu berasal dari Nasibain, yaitu sebuah daerah yang terletak di perbatasan antara Irak dan Suriah, yaitu dekat Mosul.
Jin terbagi dua yaitu jin kafir dan jin Islam (mukmin). Jin yang beriman ditempatkan di surga, sedangkan jin kafir ditempatkan di neraka. Rasulullah menggambarkan jin itu terbagi tiga golongan yaitu yang bisa terbang di udara, golongan ular dan anjing serta golongan bermukim dan hidup berpindah-pindah. (Hadits shahih riwayat Ibnu Abi Dunya, dalam Maqasid as-setan)
Seperti manusia dan hewan, jin juga makan dan minum, menikah, beranak dan mati. Menurut Syeikh Abdul Mun’im, jin penghuni dunia yang hidup di tempat sepi dari manusia dan di padang pasir. Ada jin yang hidup di pulau di tengah laut, di tempat sampah dan bersama manusia. Jin memiliki kemampuan yang tidak dimiliki manusia, seperti terbang, naik ke langit, mendengar apa yang tidak bisa didengar manusia dan mereka juga melihat apa yang tidak dapat dilihat manusia.
Aku kemudian melatih jin itu mengobati dengan sistem pengobatan ala thoreqoh, yang perpaduan antara doa, dan penyatuan konsentrasi dan dzikir, dan alhamdulillah mereka cepat bisa, semua sudah menjalankan dzikir pondasi, dan ratu, raja, panglimanya mulai menjalankan amaliyah puasa tingkatan thoreqoh, dan setiap hari terjadi dialog denganku, tentunya dengan cara mediumisasi, dengan memakai perantara orang agar jin bisa bicara ala manusia.
“Pak kyai…” kata ratu jin.
“Ada apa?” tanyaku.
“Kok pak kyai baik, banyak yang memusuhi ya..?”
“Ya itu wajar, nabi SAW saja manusia paling sempurna yang paling baik budi pekertinya saja, banyak yang memusuhi kok, apalagi saya yang orang biasa, tentunya banyak khilaf dan gudangnya dosa.”
“Tapi pak kyai kan gak salah, kok dimusuhi..?”
“Iya gak papa ratu, kadang kita itu oleh Allah mau didekatkan padaNYA, tapi dilihat secara amaliyah ibadah, saya mungkin terlalu sedikit, jadi lantas Allah menurunkan cobaan dan ujian berupa dimusuhi orang, lantas Allah menganugerahkan kesabaran padaku, maksudnya agar aku bisa bersabar, dan dari kesabaran itulah terpetik pahala yang menjadikanku makin dekat dengan Allah, karena innalloha ma’asshobiriin, Allah itu beserta orang yang sabar.”
“Tapi pak kyai, saya tak rela, kyai yang tak bersalah kok dimusuhi.”
“Ya gak rela itu hanya akan mengeruhkan hati, kita harus rela, dan ridho dengan ketentuan Allah.”
“Tapi pak kyai, bukan hanya pak kyai saja yang dibuat sakit,”
“Lalu siapa lagi yang dibuat sakit?”
“Ya anak pak kyai, ya istri pak kyai, istri pak kyai itu ada pocongnya, ada genderuwonya, makanya dia suka marah-marah dan tak nurut sama pak kyai, juga kandungan istri pak kyai ditutup dengan sesuatu, agar tak bisa punya anak lagi, anak pak kyai itu sering muntah dan sering tak doyan makan, karena dalam perutnya diisi beberapa paku, apalagi kalau pak kyai tak ada di rumah, mereka akan mengirimkan santet ke anak istri pak kyai, saya heran dengan tingkah laku mereka, kan pak kyai ndak salah sama mereka.”
“Wah siapa yang berbuat sadis begitu ratu?”
“Itu Askan…”
“Kok Askan lagi…?”
“Iya dia yang selalu memusuhi pak kyai, malah sangat rajin pergi ke dukun, jalan ke rumah pak kyai ditaburi kembang, sehingga tak ada jamaah yang datang, karena jalannya tertutup, dan tak kelihatan, juga orang yang mau ke tempat pak kyai ada saja masalahnya, lalu lagi itu sumur masjid tempat pak kyai ngambil air itu dimasuki jin, untuk diperintah mengaduk aduk, supaya airnya jadi keruh.”
“Yang benar ratu?” tanyaku heran.
“Iya benar.” jawabnya mantap.
“Wah pantesan setelah kejadian soal ribut aku mengambil air di masjid itu, kok air masjid jadi keruh sekali, sampai berwarna kuning, ooo ternyata begitu. Padahal selama ini kan aku sudah 2 sampai 3 tahun ngambil air di sumur masjid itu, dan sumurnya tak pernah keruh, ini kok jadi keruh sekali heran juga.”
“Iya itu sumurnya dimasuki jin, untuk disuruh membuat sumurnya jadi keruh.”
“Begitu ya?”
“Malah istrinya juga yang mengambil laptop milik kyai yang hilang.”
“Hah….!” aku kaget sekali, “Yang benar ratu… kalau tak benar itu namanya memfitnah lo..” jelasku.
“Iya benar…”
Aku heran, karena sekitar tahun 2011 silam, laptopku hilang dalam rumah, aku bingung, la itu alatku satu-satunya kalau mau nulis banyak, nulis Sang Kyai kalau pakai hp juga kan repot, kok hilang, waktu itu laptopku merek BENQ ku beli di Saudi dari keringatku ngumpulkan uang, dan dari ngutang, hehehe…, kebetulan kyai cilik, guruku, mau minjam, mau dipakai ngetik kitab thoreqoh, karena laptopku ada kayboard bahasa arabnya, jadi lebih mempermudah untuk menulis arab, pas mau dipinjam istriku ditelpon, lalu laptop yang ku taruh di meja, ku datangi, dan kok gak ada, yang ada cuma cas casannya, ku tanya istriku mungkin menyimpannya, ee malah istriku gak tau, wah apa mungkin dibawa orang? Rasanya gak mungkin, soalnya tak ada orang yang masuk rumah, daripada aku disalahkan kyaiku, maka aku milih sowan saja, dan bilang kalau laptopku kayaknya hilang, “kayaknya” soale aku masih gak percaya kalau hilang, isi lemari semua ku keluarkan, juga tas laptop ku bongkar, kali saja nyelip, tetap saja laptop gak ada, yang membuat sedih kan banyak file di dalamnya, juga video waktu di Saudi, kenangan-kenangan di sana, tapi mau bagaimana lagi wong hilang. Dan guruku mengatakan, kalau yang mengambil adalah istrinya Askan, bener-bener gak percaya, apa juga perlunya dia ngambil laptopku, dia juga gak bisa laptopan, juga apa motifnya? Bener-bener bingung, tapi tetap saja kyaiku menjelaskan yang mengambil adalah istrinya Askan, malah kyai menyebut detail ciri-ciri istrinya askan bagaimana, sampai jalannya bagaimana, sampai bagaimana mengambil laptopku dijelaskan sampai detail, tapi tetap saja aku tak percaya kalau yang mengambil dia. Karena sama sekali tak masuk logikaku. Aku masih ingat waktu itu, kyai memanggilku, dan yang di tanyakan.
“Bagaimana laptopnya apa sudah di ambil?”
“Dimana kyai?”
“Ya di lemarinya Askan.”
“Wah masak saya ke sana kyai?”
“Ya iyalah, atau selidiki dulu, makai orang siapa gitu.”
“Apa benar dia yang mengambil kyai?”
“Ya masak aku bohong, aku kan gurumu..”
“Bukan gak percaya kyai, cuma gak masuk akal saja, apa perlunya dia mengambil laptopku, wong dia gak bisa makainya.”
“Itu kan karena iri saja padamu,”
“Yang diiri dari saya apa to kyai, saya gak punya apa-apa.”
“Ya iri kan dari setan, gak perlu kamu kelihatan punya apa-apa dulu baru iri..”
“Terus bagaimana ini kyai..”
“Ya diambil, nanti keburu dijual sudah gak bisa diambil lagi.”
Wah soal laptop ko malah mumet, sudahlah, ku ikhlaskan saja, biar saja, semoga Allah memberi gantinya. Eee bertahun sudah berlalu, kok ratu jin mengingatkanku,
“Apa juga perlunya dia mengambil laptoku?” tanyaku pada ratu jin.
“Ya dia iri sama kyai, kyai kok bisa beli apa-apa, padahal gak punya apa-apa, wong gak punya apa-apa, kok bisa apa-apa.”
“Aneh..”
“Apa sekarang kaptopnya masih di dia?”
“Sudah dijual kyai…”
“Dijual dengan harga berapa?”
“Dijual seharga 10 juta,”
“Wah mahal amat, aku beli laptop waktu itu kan sekitar 8-9 jutaan, kok jualnya mahal amat?”
“Ya dia bilang ke yang membeli, kalau laptop itu laptopnya orang pinter, jadi harganya mahal.”
“Walah..”
Tiba-tiba, ratu yang gerakannya lemah gemuai, tiba-tiba frontal…. dan membuat gerakan yang kayak perempuan ganjen…
“Kenapa ratu..?”
“Aku bukan ratu..”
“Lalu siapa?” tanyaku heran.
“Aku adiknya ratu..”
“Siapa namamu ?”
“Aku…… aku tak punya nama.”
“Mau ku beri nama?”
“Mau..”
“Baik ku beri nama….. Aisyah saja ya..”
“Ya… ya…. aku suka nama itu, namanya bagus…”
“Kalau ku panggil Aisyah, langsung kesini ya..”
“Iya siap..” jawabnya dengan lagak ganjen.
“Sekarang nyai ratunya mana?”
“Nyai ratu sudah pulang..”
“Ooo Aisyah… mau belajar denganku?”
“Iya kyai… Aisyah mau belajar sama kyai, Aisyah sudah lama ingin belajar sama kyai.”
“Lhoh memangnya sudah tau soal kyai sejak kapan.”
“Ya sudah lama sekali,”
“Yang benar?”
“Iya, di alam jin, kan kyai dibicarakan, kalau kyai orang baik, orang yang pinter, hebat, jempol, jadi Aisyah jadi ingin belajar sama kyai, sekarang Aisyah kenal dan belajar sama kyai, Aisyah senang sekali.”
“Kalau begitu yang sungguh-sungguh ya..!”
“Ya kyai…, Aisyah akan berusaha sungguh sungguh.”
—————————————————————————————–
Esoknya Aisyah mulai ku ajari mengobati pasien, dan sifat dan lagak kemayunya kental, dan membuat keadaan pengobatan tidak terlihat kaku dan penuh canda tawa, kalau ada Aisyah pasti ramai, pembawaannya menyenangkan, kemajuan Aisyah dalam hal mengobati juga termasuk pesat, dia juga mulai menjalankan puasa thoreqoh tingkat dasar 21 hari, saya juga heran Aisyah begitu cepat belajarnya, ku beri ilmu trawang, juga cepat bisa.
“Pak kyai… top.. top… pak kyai..” katanya di sela-sela mengobati pasien.
“Top apa nduk..?” tanyaku heran, aku biasa memanggilnya nduk, walau secara umur Aisyah sekitar 500 tahun, atau umur manusia sebesar orang seumuran 25 tahun.
“Top… top… milik pak kyai..” jelas Aisyah sambil membuat gambar kotak.
“Ooo laptop..” jawabku baru paham, “Kenapa nduk?”
“Top pak kyai diambil istrinya Askan.”
“Ya biarkanlah nduk, nanti juga pak kyai dapat gantinya.”
Aisyah nyaprut….
“Gak papa to nduk… kadang Allah itu mengambil milik kita, kalau kita ikhlas akan diganti dengan yang lebih baik..”
“Ya tapi dia jelek sekali perangainya, kenapa beda dengan pak kyai.., pak kyai sama bangsa jin saja baik…”
“Ah biasa saja lah nduk, mungkin dia tidak mendalami ilmu batin,”
“Tapi pak kyai… sumur masjid kenapa dia ceburi jin untuk membuatnya keruh, itu kan untuk wudhu orang banyak… “
“Ya ndak papa…., coba tolong bisa ndak kamu nanti nyebur ke sumur masjid, dan jin yang di dalam ditangkap semua, jadi sumurnya jadi bening.”
“Iya.. iya pak kyai, Aisyah nanti malam akan myebur sama prajurit nanti sumur masjidnya biar jadi bening, biar saya tangkap jin yang diperintah Askan.”
Memang esoknya sumur masjid mulai bening, dan perlahan mulai bening sebagai mana sebelumnya.
—————————————————————————————–
Setelah keberadaan Aisyah di majlis, majlis makin ramai, juga banyak orang yang berobat, dan banyak juga yang menanyakan barang yang hilang, dan akhirnya ketemu, yang berobat juga banyak yang disembuhkan, tentunya atas ijin Allah, Aisyah sudah mahir memakai ilmu pengobatan dengan media doa dan energi dzikir. Dia juga rajin dzikir.
Namun tak jarang orang yang berpandangan miring, dan menganggapku bersekutu dengan jin, sebab antipati dengan jin, selalu beranggapan jin itu jelek, setidaknya bagiku para jin itu muridku dan bagiku ini amanah yang dipercayakan Allah padaku. Aku hanya berdoa pada Allah agar diberi kekuatan menjaga amanah dari Allah, untuk mendidik para jin menjadi murid thoreqohku.
“Pak kyai…. anak pak kyai itu ada santetnya..” kata Aisyah.
“Di mana nduk?”
“Di perutnya ada pakunya.”
“Kok bisa.. siapa yang mengirim?”
“Askan yang mengirim pak kyai..”
“Kok Askan lagi..”
“Iya pak kyai… istri pak kyai juga, saudara dan anaknya saudara pak kyai juga, semua ada santetnya, anak pak kyai sering muntah-muntah kan, juga sering tak doyan makan, dia menginginkan anak pak kyai mati.”
“Ah jangan begitu nduk, kalau ndak benar itu namanya memfitnah, di alam manusia itu apa-apa harus ada buktinya nduk, ndak asal menuduh begitu.”
“Tapi benar kok pak kyai, saya mengatakan apa adanya, kalau anak saudara pak kyai itu juga disantet dikirim kunti sama pocong, anak saudara pak kyai itu pasti suka menggigit orang, karena di mulutnya ada jinnya yang berbentuk kera.”
“Kok ke anak saudara istriku juga to Aisyah?”
“Ya soalnya itu persaingan dagang.”
“Wah jelek amat dia.”
“Terus nyantet banyak orang begitu apa dilakukan sendiri, atau dia memakai jasa dukun?” tanyaku iseng saja.
“Dia memakai jasa dukun dari Kajen,”
“Wah bayar berapa sama dukunnya?”
“Kalau nyantet ke pak kyai dia bayar 150 juta, kalau nyantet ke keluarga saudara kyai dia bayar 60 juta.”
“Wah gak mungkin lah nduk dia punya uang sebanyak itu.”
“Punya pak kyai.”
“Uang dari mana?”
“Dari istrinya jaga lilin.”
“Jaga lilin? Jualan lilin maksudnya.”
“Ah masak pak kyai gak ngerti?”
“Ya gak ngerti lah nduk.”
“Itu pak kyai…… nanti istrinya jagain lilin di atas baskom, yang ada airnya, nanti suaminya keluar memakai pakaian, lalu jadi babi…”
“Ah jangan sembarangan menuduh, dia kan juga kyai, masak melakukan itu.”
“Iya kyai, memang benar.”
Aku jadi ingat mimpiku, kalau pernah aku melihat dalam mimpi, istri Askan menunggui lilin, dan Askan sendiri jadi babi, lalu ku tembak pakai senapan, tapi cuma mimpi. La kok ini ada cerita yang dibuat Aisyah…
“Nduk kalau di alam manusia itu, segala hal harus ada buktinya, kalau tak ada namanya menfitnah, jadi fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan, coba panggil ratu menghadap padaku, masuk pada mbak Sun, biar ku tanya dia.”
Aisyah pun memanggil ratu, dan ratu segera masuk ke tubuhnya mbak Sun.
“Assalamualaikum….” ratu mengucap salam dengan lembut.
“Waalaikum salam.” jawabku.
“Ada apa kyai?”
“Ini mau menanyakan apa yang disampaikan Aisyah, apa memang benar begitu?”
“Iya kyai memang kenyataannya begitu, dia sering mengambil uang di bank BRI Pekajangan, dan kemarin pas ada orang yang mau walimahan juga yang mengambil dia, dengan memakai ilmu hitam, menjadi babi.”
“Tapi itu malah akan jadi fitnah saja kalau tidak terbukti.”
“Iya kyai, saya akan membantu menangkapkan, kalau memang kyai memerintahkan, tapi setiap saya coba siagakan prajurit, seperti dia tau, dan tak melakukan kegiatannya, jadi saya masih mencari akal, sebenarnya sudah sering dia mau ketangkap orang kampung yang siaga, dan sudah mencurigainya, tapi sepertinya ada yang memberitahu, kalau ada yang mau menangkapnya, jadi ngepetnya dibatalkan.”
“Begini saja ratu, tolong ditempatkan prajurit di sekitar rumahnya, ya kalau dia keluar, nanti ditangkap saja, kalau dia tau tak keluar untuk ngepet, ya setidaknya kan dia gak ngepet, jadi gak ada orang yang uangnya hilang.”
“Siap melaksanakan kyai, akan saya perintahkan beberapa pasukan untuk mengawasi rumahnya, mohon ijin dan doa kyai.”
“Ya nyai, semoga bermanfaat untuk banyak orang, beramal saja berbuat kebaikan yang kita bisa, dan seikhlasnya nanti Allah akan memberikan balasan yang berlipat ganda.”
“Insa Allah kyai, saya dan anak buah saya mohon selalu dibimbing.”
“Ya insaAllah.”
“Oh ya, ratu kenal dengan Dewi Lanjar.”
“Kenal sekali kyai, dia itu masih saudara beda ayah denganku.”
“Lhoh dia itu bukannya manusia yang masuk alam gaib?”
“Bukan kyai, dia masih saudara saya, dari bangsa jin,”
“Oooo, jadi cerita yang beredar selama ini tak benar?”
“Ya kyai….”
“Lalu apa dia itu bukan perempuan cantik yang suka memakai kerudung biru, karena saya pernah ke tempatnya dia, dia berwujud seperti itu.”
“Itu cuma penyamaran saja kyai.”
“Lalu wujud aslinya apa?” tanyaku penasaran.
“Dia berwujud ular kyai… sama juga dengan nyai blorong, dan nyai roro kidul, semua berwujud asli ular.”
“Lhoh dalam cerita nyai roro kidul itu dari penjelmaan putri Pajajaran, itu bagaimana?”
“Ah itu hanya mitos dan cerita yang dibuat-buat orang.”
“Apa nyai ini kenal sama nyai roro kidul?”
“Kenal akrab kyai.”
“Kenal sebagai bawahan, apa sebagai sahabat?”
“Saya bersahabat dengannya kyai,”
“Ooo….” aku terheran-heran, “Apa sering kesana?”
“Sering kyai..”
“Dia agamanya apa?”
“Dia masih Hindu.”
“Apa dia galak?”
“Tidak kyai, dia baik, cuma kalau ada orang yang minta yang tidak-tidak, dia biasanya galak.”
“Agamanya apa?”
“Hindu kyai..”
“Kalau nyai blorong?”
“Nyai blorong dulu Islam, lalu murtad.”
“Kalau nyai dewi lanjar,”
“Dia Hindu kyai.”
“Hm…. begitu…” aku tenger tenger… dalam pikiranku, apa gak ada yang mengislamkan ya, bukannya ulama’ dari dulu sampai sekarang kan banyak.
“Apa kyai berkehendak mengislamkannya?” tanya ratu.
“Hm apa mungkin.”
“Kalau kyai mau menjadikan mereka murid, saya akan senang hati menjadi duta mereka, dan mengajak mereka, atas ijin kyai..”
“Ya saya sih silahkan saja, kalau ratu mau,”
“Ya besok saya akan berangkat.”
——————————————————————————————–
Baru bangun tidur, hari sudah siang, jam 12 siang, di majlis sudah ramai tamu, biasa Aisyah lagi dikerubuti tamu.
“Pak kyai…. pak kyai baru bangun ya..” celoteh aisyah.
“Iya Aisyah… kok Aisyah sudah di sini.”
“Iya pak kyai soale di rumah sepi, ndak ada nyai ratu, nyai ratu sedang pergi.”
“Kemana perginya?”
“Ke laut.”
“Ke Dewi Lanjar?”
“Iya.”
“Kapan kembalinya?”
“Kembalinya nanti malam minggu kalau ada dzikir bersama.”
“Hm,,, masih seminggu lagi kalau begitu..” kataku sambil berlalu, mengambil air wudhu untuk melakukan sholat dzuhur.
Di majlis masih ramai… sementara waktu sudah sore… Aisyah masih di kerubungi banyak orang, dan aku mendekat.
“Kyai… nyai ratu sudah kembali..”
“Lhoh kok cepat, katanya hari sabtu malam minggu.”
“Iya sudah kembali..”
“Kalau begitu suruh menghadap padaku.”
“Baik kyai..” sebentar nyai ratu sudah masuk ke tubuhnya mbak Sun, dan mulai mengucap salam,
“Ya kyai saya menghadap..” kata nyai dengan suara lembut.
“Katanya ratu dari tempat Dewi Lanjar, bagaimana hasilnya?”
“Iya kyai, saya sudah bicara banyak tentang kyai pada dia, dan dia memang sudah lama kenal sama kyai, kyai juga sudah pernah ke kerajaan dia.”
“Iya lalu apa dia mau masuk Islam.”
“Alhandulillah kyai, dia mau masuk Islam, dan minta ijin untuk menjadi murid kyai.”
“Ya boleh saja… kalau dia mau menerima syarat yang ku berikan.”
“Dia ada di rumah saya kyai, apa kyai berkehendak dia menghadap?”
“Boleh, suruh dia menghadap.”
Mbak sun mengejap sebentar pertanda sudah ganti jin yang masuk… tapi tetap diam, lalu terdengar Aisyah menceloteh. “Kyai, nyai Dewi tak mau bicara kalau ada orang banyak, beliau malu kyai…”
“Ooo ya sudah… ke sana saja..” kataku sambil ku ajak ke ruangan lain.
———————————————————————————
1 note · View note
hubbaibulloh · 10 years
Text
Sang Kyai 68
Setelah sholat dzuhur ada tamu perempuan diantar oleh dua lelaki, karena habis dzuhur aku sudah menebak, pasti orang Pekalongan saja, bukan orang jauh, memang orang Pekalongan sendiri.
“Ada keperluan apa?” tanyaku.
“Ini mas, saya mau mengantar adik saya yang selama ini merasakan keanehan.” jawab lelaki yang agak hitam.
“Keanehan apa?”
“Ini setiap dia tidur, di bawah tubuhnya, di ranjangnya, banyak ditemukan singgat dan belatung.”
“Kok aneh, sejak kapan itu ?”
“Sudah ada 3 mingguan ini.”
“Apa tak ada yang dirasakan sakit?”
“Tidak mas…, hanya saya merasakan mudah marah, emosi tak terkontrol, dan suka malas kalau ibadah.” jawab perempuan.
“Ini begini mas ceritanya,” jelas salah satu lelaki yang tubuhnya agak hitam. “Adik saya ini kan punya pacar, sudah sekitar dua tahun pacaran, nah pacarnya itu memutuskan untuk memutuskan hubungan, dan tak mau menikah dengan adikku ini, maka adikku akan dinikah oleh mas ini,” jelasnya sambil menunjukkan lelaki yang satunya. “Nah kok pacarnya yang sudah memutuskan hubungan itu tak terima dengan rencana adikku mau meikah itu, lantas dia mengancam tak akan membiarkan adikku ini menikah, dan akan mengganggunya, lantas kok kejadian kemudian di tempat tidur adikku ini tiap malam banyak sekali belatungnya, sudah dibersihkan juga ada ada terus, jadi saya kawatir ada apa-apa dengan adikku ini, jadi saya minta bantuan sama mas..”
“Oo jadi pacarnya mengancam?” tanyaku.
“Iya, padahal dia itu orang thoreqoh mas..”
“Hm… tharekat juga banyak yang gak bener kok…, tharekat atau tidak kalau jahat dan berbuat dengan menggunakan santet juga tetap sama namanya juga sesat, karena bersekutu dengan jin dan setan.” jelasku.
“Iya mas, tolong dibantu bagaimana adik saya ini..”
“Ya insaAllah..” jawabku sambil mengambil air, ku tiup dan ku suruh minum, dan baru juga minum, perempuan itu langsung pingsan.
“Siapa ini..?” tanyaku.
Jin dalam tubuh gadis itu diam saja, hanya bersuara lirih…
“Kamu kiriman kok ada di dalam tubuh perempuan ini?” tanyaku lagi.
“Ya… aku kiriman,”
“Dikirim siapa?”
“Dikirim pacar gadis ini.”
“Dikirim makai dukun atau dikirim sendiri?”
“Dikirim sendiri…”
“Kamu keluar ya..”
“Tak mau,” jawab jin dalam tubuh si gadis.
“Hm, kamu berani denganku, kok ku suruh keluar gak mau?”
“Tak berani, saya panas, saya takut..”
“Kok gak mau keluar?”
“Saya takut dengan yang mengirim saya.”
“Lebih takutan denganku atau dengannya?”
“Lebih takut denganmu.”
“Coba pandang aku.”
“Tak berani.”
“Kenapa?”
“Panas, silau.”
“Keluar ya..”
“Aku tak bisa keluar.”
“Ku keluarkan ya..”
“Ya.”
“Kamu di mana tinggalnya?”
“Saya di kaki.”
Lalu ku tarik jinnya dari kakinya.
Sebentar kemudian sudah ganti jin lain, menggereng-gereng, seperti ganas, dan mau menunjukkan keganasannya.
“Kamu siapa..?”
“Aku tak mau jawab.” jawab jin dalam tubuh si gadis.
Ku tempel tanganku di tubuh si gadis, dan jin dalam tubuhnya menjerit kepanasan.
“Kamu ingin melawanku?”
“Ampun, tak berani..”
“Lalu kamu kiriman siapa?”
“Saya kiriman ayahnya pacar gadis ini.”
“Kok bisa dia..?”
“Iya dia dukun, sering dimintai orang untuk mencelakai orang lain.”
“Apa yang membawa belatung itu kalian?”
“Iya.”
“Ada berapa teman kamu di dalam?”
“Tinggal saya, tadi ada dua, yang satu sudah kamu keluarkan..”
“Kamu mau ku keluarkan atau keluar sendiri?”
“Saya tidak bisa keluar.”
“Tempatmu di mana?”
“Saya di punggung.”
Segera ku tarik jin dari punggung si gadis, aku berpesan sebaiknya mereka berhati-hati, karena bisa saja lelaki pacar si gadis akan mengirim lagi, ee malah besoknya aku sendiri yang dikirim banyak belatung, pagi-pagi depan kamarku banyak sekali belatung, di lemari dan pakaian, jaket, juga di mana-mana banyak sekali belatung sebesar kelingking pada merayap, ya begitulah resikonya kalau menolong orang kena santet, pasti akan diserang oleh dukun santetnya, kalau menolong 10 orang juga akan dikeroyok dukun santet 10, jadi jangan dikira orang yang berurusan dengan hal seperti ini, hanya enak-enakan, hal seperti ini kalau lengah sedikit akan celaka, dan bisa saja saya celaka, kalau tidak dalam lindungan Allah, apalagi sebenarnya saya ini tak punya apa-apa yang bisa diandalkan, hanya berserah saja pada Allah.
————
Merenungi perjalanan yang terjadi, sebelum terjadi kadang sama sekali tak terbersit setitik pun, perjalanan akan terjadi seperti ini, kadang yang akan terjadi kemudian sama sekali tak kita duga sebelumnya, yang kita duga banyak melesetnya, yang kita rancang bisa juga akan terjadi, tapi tak sedikit yang meleset dari perkiraan, apa juga yang terjadi sebenarnya bukanlah masalah jika kita masih tetap teguh berjalan di kaidah keimanan dan ketaqwaan, sama sekali tak lepas dengan tali aqidah, dan selalu bersikukuh menjalankan amaliyah.
Banyak kejadian sehari-hari terjadi, kejadian-kejadian yang aku rasa sangat bermanfaat sekali ku jadikan pelajaran, untuk diriku sendiri, momen-momen berharga kadang amat sayang dilewatkan untuk menyimpannya dalam suatu data atau file, bisa berupa video atau foto, karena kejadian yang sama juga belum tentu juga terulang terjadinya. Mungkin bagi orang lain tak sebegitu berharga, tapi bagiku sangat berharga, makanya selalu ingin ku simpan dalam bentuk video, foto dan tulisan, kadang video dan foto masih belum bisa menjelaskan secara panjang lebar, momen yang terjadi, sehingga membutuhkan uraian kata, rasa menulis sebenarnya tak terbendung, tangan dan jari terasa tergelitik geli, ingin sekali menulis yang banyak, sebanyak-banyaknya, tapi kadang baru mau nulis sudah ada tamu, dan kalau sudah ada jadi tak henti, silih berganti, ya sudah nulis terpaksa ditunda.
Ketika ada kesempatan saja jadinya tulisan dapat ku tulis, dan karena waktu mepet, jadi tulisan juga mana saja yang dapat ku ingat paling cepat, tak ada runtut-runtutan cerita, tulisan ini kadang ku tulis waktu senggang, misal waktu tamu lagi makan, kan senggang itu, nah tulisan lalu ku tulis, tamu selesai makan, tulisan ku lanjutkan lagi.
Mbak Sun sms istriku, isinya, minta ijin adiknya katanya ada jinnya ketika disuruh melihat fotoku lantas menangis, dan ada jin di tubuhnya, yang sudah semalaman dikeluarkan tapi kok masih banyak saja jin dalam tubuhnya jadi minta ijin untuk dibawa ke majlis, adiknya bernama Yaya, perempuan, padahal baru juga sebulan dua bulan ini pulang dari kerja di Indomaret di Semarang, kok sudah tak kerasan, dan akhirnya pulang, aku juga masih ingat, perasaan sebelum diterima di Indomaret di Semarang minta air doa kepadaku, dan esoknya sudah dapat panggilan kerja.
Paginya Yaya dibawa ke rumahku dalam keadaan digotong, karena tidak sadar tapi jerit-jerit, “Pak Kyai… pak Kyai… tolong aku pak, tolong dikeluarkan..” begitu jeritnya sambil nangis, segera ku suruh menidurkan dan mulai ku tangani, segera ku tempel dengan tangan, langsung saja menjerit kepanasan dan jadi orang lain, yang mengaku adalah jin kiriman, dan setiap satu ku keluarkan, maka berganti dengan jin lain, dan dari satu jin dengan jin lain itu tak kenal, karena masing masing dikirim oleh orang yang berbeda, anehnya itu adalah yang dikirim dari permasalahannnya orang yang saingan dengan Mbak Sun soal dagang, setelah seharian ku keluarkan, entah berapa puluh, jin ada di tangan dan kaki ku tarik keluar, setelah selesai, maka berganti jin yang dalam bentuk kelompok, kebanyakan mereka dari kuntilanak, dan pocong, dan semua ku tanya dikirim oleh satu orang, banyaknya sampai 1000 jin, sehingga aku sendiri kelelahan mengeluarkannya, sehingga ku suruh muridku untuk bergantian mengeluarkannya, Yaya sendiri sampai 3 hari sudah sama sekali tak sadar, dan jika jin 1 dikeluarkan maka akan berganti jin lain, anehnya, jin itu antrian minta dikeluarkan, jadi mereka di dalam sudah tak tahan ingin dikeluarkan, karena di dalam mereka merasa panas, dan merasa panasnya itu karena Yaya ini semenjak menjalankan amalan dzikir pondasi yang ku berikan, itu menurut kata jinnya.
Jika ku tulis dalam bentuk dialog, akan amat panjang penulisannya, makanya ku tulis dalam bentuk simpelnya saja, kalau ingin tau kisahnya dengan lengkap, waktu kejadian mungkin bisa datang langsung ke rumahku membawa usb driver, atau memory card, agar bisa ku beri video lengkapnya, sebab setiap jin selalu ada saja dialognya, kok dialognya sama, maka akan cepat ku keluarkan sehingga dengan dialog baru. Sampai memori Hp istriku yang 16 giga penuh untuk merekam video, ternyata jinnya belum setengahnya ku keluarkan.
Aneh juga jin bisa sebanyak itu di dalam tubuh, dan mereka cenderung yang terbanyak itu tinggal di hati, dan latifah yang lain, seperti latifah ruh, akhfa, kalau di punggung dan tempat lain paling yang tinggal satu dua, tapi kalau di hati sampai yang tinggal 3000 jin, jin itu ku tanya katanya di dalam sangat luas, jadi masih banyak tempat bisa dipakai tinggal.
Yang membuatku heran juga ribuan jin itu dikirim dari pengamalan ilmu pelet seperti pelet semar mendem, semar mesem, jaran goyang, dan pelet mahabbah, ya anehnya walau peletnya beda-beda atau pengamalannya adalah unsur Al Qur’an yang dipakai, kok ya sama jinnya tetap yang masuk itu sebangsa pocong, kunti, gendruwo, ular, kera, anjing dan lain-lain, ternyata apa juga ilmu peletnya, sebenarnya sistem kerjanya sama saja.
Ini beberapa dialog yang mungkin agak penting sekedar baca saja;
“Kamu siapa?” tanyaku pada jin.
“Saya pocong.” jawabnya.
“Kok pocong?”
“Ya bentukku pocong.”
“Bentuk memang asli pocong apa bagaimana?”
“Pura-pura jadi pocong.”
“Ooo sebenarnya hanya pura-pura ya?”
“Iya..”
“Kok pura-pura, lalu bentuk aslimu apa?”
“Gak tau..”
“Lalu pakai putih-putih itu diambil dari mana?”
“Ya dari kain kafannya orang mati.”
“Untuk apa kok mengambil bentuk serupa pocong?”
“Ya agar orang takut, hi hi hi…”
“Masih banyak yang di dalam yang berupa pocong?”
“Masih banyak…”
“Berapa?”
“Masih terlalu banyak, aku tak bisa menghitung.”
Ku tarik keluar saja jinnya, karena sudah tidak ada dialog yang bisa diambil pelajaran.
Ganti lagi jin baru,
“Kamu siapa?” tanyaku.
“Saya kuntilanak..” jawab nya jin yang ku ajak bicara.
“Perempuan kalau begitu?”
“Ya saya perempuan.”
“Kok kamu sampai masuk di dalam?”
“Saya dikirim, saya sendiri tak tau kenapa saya dikirim di dalam tubuh gadis ini.”
“Apa untuk menaklukkan hati gadis ini?”
“Ya…”
“Memakai amalan?”
“Ya, yang mengirimku dukunnya, tapi anaknya disuruh mengamalkan amalan.”
“Amalan apa?”
“Tak tau.” jawab kuntilanak.
“Apa jaran goyang?”
“Ya seperti itu.”
“Trus kamu asalnya tinggal di mana?”
“Saya tinggal di bambu di pinggir sungai, dekat jembatan.”
“Daerah mana?”
“Warung asem.”
“Bagaimana prosesnya kok kamu dikirim ini?”
“Saya ditangkap sama dukunnya, saya dimasukkan botol, banyak juga teman-teman saya dari tempat-tempat angker yang diambil oleh dukun itu dari segala penjuru mana saja yang dianggap angker, lalu dimasukkan ke dalam botol, nanti kami akan dikirim kalau ada orang yang minta pada dukun itu untuk dikirim pada seseorang.”
“Kamu muslim?”
“Saya muslimah.” jawab kuntllanak.
“Coba baca fatekhah…”
Dia mulai membaca fatekhah sampai selesai.
“Kamu muslim kok mau dikirim untuk menjahati orang?”
“Saya tidak berdaya.”
“Jadi kamu tak bisa menghindari untuk tidak ditarik ke dalam botol, dan dikirim?”
“Ya saya tak bisa menghindar, karena saya diberi makan.”
“Apa makanmu?”
“Kembang.”
“Apa semua temanmu, makan kembang semua?”
“Tidak, ada yang makan pasir, tanah, lumut.”
“Kok pakaianmu itu warnanya putih, ngambil dari mana kok gak warnanya merah?”
“Hihihihi dari kain kafan orang yang meninggal.”
“Dijahitkan di mana?”
“Ya gak dijahitkan lah…”
“Apa gak lepas kalau dipakai, jadi dipakai kemulan saja begitu.”
“Kok wajahmu pakai bedak tebal begitu, bedak dari apa? apa dari kapur?”
“Ya tidaklah, masak dari kapur, nanti perih, ya dari tepung singkong,”
“Nyuri ya singkongnya?”
“Hihihi… tau saja..”
“Kok memakai wajah yang rusak ada darahnya begitu? Maksudnya apa?”
“Ya saya kan dari orang yang meninggal ketabrak mobil di jembatan, perempuan hamil, yang melewati jembatan, lalu ketabrak mobil dan mati.”
“Coba pandang wajahku..”
“Ampun panas, maaf… ampun, saya bohong, itu cuma serita akal-akalan yang saya buat, agar orang mengira saya arwah penasaran.”
“Jangan bohong di depanku..”
“Ya saya tak berani. Saya dikeluarkan saja.”
Maka kuntilanak itu saya keluarkan, dan berganti dengan jin yang lain, sampai 3000 jin, sehingga sampai seminggu lebih Yaya harus menginap di majlis.
Walau memakan waktu lama, akhirnya pengeluaran jin pun sampai tuntas, yang heranku, kenapa jinnya ada yang masuk pada sebuah batu kerikil di kamarku, pernah aku heran waktu guruku pernah memberiku batu kerikil kecil sebesar jempol tangan, batu itu tak ada bagusnya sama sekali, karena sebagaimana batu kerikil biasa, tapi karena pemberian guruku, ya batu kerikil itu ku simpan, sebagai rasa takdzim pada guruku, pas banyak jin ada di tubuh Yaya, ku ambil batu, karena aku sendiri tak tau sama sekali soal batu, entah batu untuk bangunan atau batu mulia, di mataku tetap sama, walau secara lahiriyahnya satu batu biasa dan yang satu batu mulia, yang warnanya menurut sebagian orang ada keindahannya, ya di mataku gak ada yang indah.
Aku ingat kadang di saat-saat tertentu, guruku sangat menyukai batu, dan suka membuat mainan batu, batu dikumpulkan yang indah dan aku sama sekali tak ada ketertarikan ingin tau, karena memang tak tertaik dengan batu, batu ku tunjukkan pada salah satu jin yang ada di dalam tubuh Yaya.
“Ada yang tau soal batu tidak jin yang di dalam?” tanyaku, dengan nada rendah, karena kami walau mereka yang di dalam adalah jin, kami sudah seperti teman saja.
“Sebentar saya tanyakan.”
Lalu ku tunggu Yaya yang tengah dikuasai jin terdiam, mungkin jin di dalam pada mencari yang tau soal batu,
“Saya tau…” suara salah satu jin.
“Coba lihat batu ini…? Apa isinya, ada gak isinya?” tanyaku.
“Wah berat sekali batu ini.”
“Apa ada isinya?”
“Iya ada… hah kenapa teman-temanku yang kemarin di dalam tubuh ini dan sudah keluar, kenapa ada di dalam batu ini..”
“Yang benar?”
“Iya benar… mereka pada berpegangan pada besi.”
“Besi? Besi apa?”
“Besi penjara… di dalam ada penjaranya, dan mereka semua di dalam penjara,”
“Apa benar seperti itu?”
“Benar kyai, saya tak berani membohongi kyai..”
“Jadi teman-temanmu di dalam?”
“Iya.”
“Apa kamu mau ku masukkan ke dalam?”
“Jangan kyai… saya dikembalikan saja pada yang mengirim saya..”
“Untuk apa?”
“Ya biar saya hajarnya biar kapok.”
“Ya sudah, ku keluarkan..” maka jin ke keluarkan.
Kejadian ribuan jin ini, banyak sekali ku ambil manfaat, dan pelajaran, juga sangat baik ku pakai mengetes murid-muridku yang baru menerima kunci doa, setelah menyelesaikan puasa 41 harinya, sehingga bisa tidak ilmunya dipakai, ku tes dengan ku suruh menarik jin dalam tubuh, dan alhamdulillah semua yang ku tes memuaskan, dan ilmunya dapat dipakai.
Setelah pengeluaran jin selesai, dan Yaya sudah sehat seperti sedia kala, dia mulai pulang, dan bekerja di pabrik lagi, tapi baru bekerja di pabrik, dia sudah kemasukan jin kiriman lagi, padahal rumah Mbak Sun sudah dipagar, cuma karena magarnya ditancap di dinding, jin yang di dalam ditanya, kenapa bisa masuk? Mereka menjawab, bahwa masuk lewat bawah tanah.
Lagi-lagi ku keluarkan jin yang masuk, sekali waktu ku tanya, kadang ku suruh melihat ada tidaknya jin di dalam tubuh tamu yang datang, juga kadang jika jinnya bisa ilmu urat, ku suruh mengobati orang yang salah urat, sebelum ku keluarkan, jinnya sendri sebenarnya gak mau dikirim, tapi mereka tak berdaya, bahkan dukunnya sebenarnya kata jinnya tak mau mengirim, tapi karena di bayar mahal, dan jika tidak bekerja jadi dukun, yang dimakan tidak ada, ya terpaksa tetap saja dijalankan profesi dukun, kata jinnya, sebenarnya si dukun sudah terlentang, tak berdaya, dan berulangkali muntah darah, dan badannya sakit, tapi ya karena butuh obat terpaksa nerima dibayar dan menjalankan tugas mengirim jin lagi.
Aku mengambil hikmahnya saja, pada kejadian yang terjadi, ambil manfaatnya, berpikir tentang manfaat, ada kejadian kesurupan massal di MTS Wali Songo, awalnya begini, anak MTS ada kegiatan biasa, setiap jum’at mengadakan pembacaan sholawat di salah satu siswa, nah kebetulan pas saat itu ada sebuah jembatan yang diperbaiki, yang dekat dengan sekolah, orang awam juga tak tau kalau di jembatan itu ada kerajaan jinnya, karena jembatannya diperbaiki, dan otomatis kerajaan yang di jembatan itu ambruk, maka jinnya pada marah, dan merasuki pada anak sekolah yang kerasukan.
Pas kerasukan terjadi di tempat rumah siswa yang dipakai baca sholawat bersama, maka terjadilah ramai orang kampung menonton, biasa setiap ada kejadian orang yang merasa punya ilmu, ingin menunjukkan punya ilmu, lantas eksien, ya ada yang kyai, guru silat, sesepuh desa, bahkan para dukun ramai ingin menunjukkan kebisaannya mengeluarkan jin, ada yang dengan main pencak dulu seperempat jam, baru mengeluarkan jin, ada yang mengambil air, lalu duduk bersila membaca yasin, ditiupkan air, lantas air disemburkan ke yang kerasukan, ada juga yang sholat dulu, lalu mengeluarkan jin, semua memakai cara-cara masing-masing bahkan ada yang menyembah-nyembah ke arah utara, baru mengeluarkan jinnya, ya namanya juga bermacam orang yang mengeluarkan, jadi bermacam-macam juga cara yang dipakai. Tapi tak satupun membuahkan hasil.
Suasana jadi ramai, karena jinnya menjerit-jerit, yang kerasukan dipegangi orang banyak, aku bercerita ini dari cerita kang Slamet, yang memang rumahnya bersebelahan dengan kejadian, jadi aku tak tau sendiri, kang Slamet sendiri, karena rumahnya dekat dengan kejadian maka dia pun datang, melihat orang pada kerasukan, dia juga langsung mempraktekkan apa yang ku ajarkan, dan dua anak bisa dikelauarkan jinnya, yang kerasukan ada 5 anak, jadi masih 3, dukun yang melihat kang Slamet mengeluarkan dengan mudah, merasa gak enak mungkin, maka mereka melarang kang Slamet mengeluarkan jin yang masih di 3 siswa, ya kang Slamet mundur, karena si dukun ingin tampil mengeluarkan jinnya, kerasukan terjadi jam 9 pagi, dan sampai jam 10 malam, 3 siswa yang kerasukan masih belum juga bisa dikeluarkan, sudah dibanting, dipiting, digeleng-gelengkan kepalanya, dipencet jempolnya, dipencet hidungnya, dibolak balik, juga dikitik-kitik, tetap saja jin gak mau keluar, dan bertahan di dalam. Akhirnya siswa dibawa pulang, dalam keadaan masih kerasukan.
Besok-besoknya kerasukan makin parah saja, makin banyak yang kerasukan, sehingga sampai terjadi pembicaraan di pasar, di toko, di warung lesehan Megono, semua membicarakan kerasukan yang menimpa siswa MTS Wali Songo, ada guru yang bicara mau dibawa ke rumahku, tapi ku tunggu tak juga ada yang datang, sampai sekolah diliburkan, tiap hari hanya para dukun dan paranormal dari segala penjuru didatangkan untuk menyelesaikan kejadian kerasukan itu, tapi tak juga ada hasilnya apa-apa, malah masing-masing ingin manunjukkan kalau merekalah yang mampu, walau akhirnya sama sekali tak ada hasil apa-apa, yang ku dengar terakhir ada yang cerita sampai di telingaku, sebulan sudah berlalu, dan kerasukan masih juga tetap terjadi, dan yang terakhir ku dengar yang kerasukan ditangani dengan diulekkan bawang dan dikeceri jeruk nipis, prihatin juga. Tapi masak aku datang menawarkan diri menolong, kok rasanya kayak cari nama dan ketenaran saja.
Sementara Yaya, yang ketika itu ku tinggal memimpin dzikir di Jepara, dia yang sudah sembuh dibawa pulang oleh mbaknya, ee ada kabar pas waktu aku di Jepara, kalau Yaya dikirim lagi, setelah ditanya katanya karena kyainya pergi ke Jepara, jadi dukunnya berani mengirim jin lagi, wah wah rupanya nyari peluang kepergianku, setelah aku pulang dari Jepara, malamnya ku suruh kerumahku, biar ku bersihkan lagi.
Jadi ingat dengan MTS Wali Songo yang siswanya kerasukan, maka ku tanya jin yang di dalam.
“Tau MTS Wali Songo?” tanyaku, “Yang sedang terjadi kerasukan masal.”
“Iya tau,” jawab jinnya, “Itu jin dari kerajaan jin yang tinggal di jembatan, karena jembatannya diperbaiki, jadinya jinnya pada marah, dan merasuki anak sekolah.”
“Ooo begitu rupanya..?”
“Ya..”
“Kalau kerajaan berarti ada raja dan ratunya?”
“Ya ada..”
“Bisa kamu memanggilkan raja dan ratunya.”
“Wah saya tak berani.”
“Ya kalau bisa rakyatnya, atau punggawanya..”
“Ya kalau itu saya berani, sebentar saya panggilkan..”
“Ya..”
Sebentar jin yang ada di tubuhnya Yaya memejamkan mata… kemudian…
“Ada apa memanggil saya?”
“Kamu siapa?” tanyaku yang tak tau yang datang masuk ke tubuhnya Yaya ini siapa.
“Saya punggawa kerajaan.” jawab jin.
“Yang pada memasuki anak-anak sekolah itu?”
“Iya…”
“Kamu bisa memanggilkan ratumu ke sini?”
“Bisa… akan saya panggilkan…”
Sebentar Yaya memejamkan mata, tak sampai 2 menit ganti lagi suara.
“Siapa yang memanggil saya?”
“Saya..”
“Kamu siapa?”
“Saya orang biasa..” jawabku.
“Kenapa memanggilku?” tanyanya.
“Karena saya ingin tau masalahnya apa kok anak sekolah MTS Wali Songo pada kerasukan, apa itu ulah kalian?”
“Iya itu ulah anak buahku.”
“Alasannya apa?”
“Karena kerajaanku yang ada di jembatan itu dirusak.”
“Kan mereka hanya mau memperbaiki jembatan.”
“Tapi kenapa tak minta ijin?”
“Mau minta ijin pada siapa, kan mereka tak ada yang tau kalau di jembatan itu ada kerajaanmu.”
“Kan bisa dari para kyai minta ijin.”
“Wah kyai di sini juga gak ada yang tau alam gaib.”
“Kalau begitu, anak sekolah itu akan saya suruh rasuki terus oleh anak buahku.”
“Kamu muslimah?”
“Ya saya muslimah.”
“Kok begitu dengan muslim lain?”
“Ya karena kami diganggu…”
“Lah kalau saya yang mengatasi kerasukan massal itu apa akan kamu lawan?”
“Saya tak berani..”
Tiba-tiba Yaya ada tanda adanya jin yang masuk lagi, tubuhnya mengejang, lalu diam.
“Siapa yang memanggil-manggil istriku.”
“Saya…”
“Kamu siapa?”
“Coba dipandang saya..”
Dia menatapku, “Ah ilmumu kecil, tak ada apa-apanya.” katanya meremehkan,
“Ya memang saya tak punya apa-apa.., apa kamu yang memerintah anak sekolah itu dirasuki?”
“Ya saya yang memerintah.”
“Bagaimana kalau kita adu kesaktian, biar kita saling kenal..”
Dia mulai menyerangku, namun berulang kali menyerang serangannya hanya mental akhirnya dia pergi keluar dari tubuh Yaya.
“Suamiku sudah pergi..”
“Bagaimana.. apa urusan sekolah itu keputusannya bagaimana?”
Sebentar Yaya diam dan mengejang, tanda kalau ada jin lain yang masuk.
“Siapa?”
“Aku, aku anaknya yang memimpin merasuki anak sekolah itu.”
“Lalu bagaimana, apa akan terus dirasuki?”
“Ya akan terus ku rasuki ku obrak abrik semua.”
“Bagaimana kalau kita adu kesaktian dulu?”
“Ya..!”
“Serang aku, kalau kamu merasa punya ilmu apapun, silahkan dikeluarkan semua.”
Dia mulai menyerangku dari segala penjuru, tapi tak satupun serangannya bisa mengenaiku, malah secara batin membuatnya terlempar dan terlempar lagi.
“Bagaimana, masih dilanjutkan?” tanyaku, melihatnya berhenti menyerangku.
Dia mencoba menyerang lagi, tapi tetap saja tak berdaya melawanku,
“Ya aku menyerah..”
“Lalu bagaimana, apa masih dilanjutkan merasuki anak sekolah?”
“Ya..”
“Kok iya, berarti mau melawanku?”
“Tidak berani.”
“Kalau saya yang mengurusi kerasukan itu, apa kamu mau melawanku?”
“Tidak..” lalu jin itu pun pergi…
Yaya mengejang,
“Saya punggawanya..” dia menangis.
“Kenapa kamu menangis?”
“Ratu disiksa suaminya…”
“Lhoh kok begitu..?”
“Iya kasihan ratu..”
“Coba panggil suaminya kesini..” kataku.
“Ya.” dia terdiam, dan Yaya mengejang.
“Ada apa lagi memanggilku?”
“Apa benar kamu suka menyiksa istrimu?”
“Ya urusanku, mau menyiksa istriku, itu istriku sendiri.”
“Tidak bisa begitu.., aku yang melarang..”
“Apa urusanmu melarangku?”
“Karena kerajaanmu ada di wilayah kekuasaanku, aku penguasa Jawa Tengah, semua gaibnya, jadi urusanmu itu jadi urusanku.”
Dia mendengus marah.
“Ayo kita adu ilmu lagi.”
“Tidak, aku tak bisa melawanmu,”
“Lalu apa kamu tetap akan menyiksa istrimu?”
“Ya aku akan tetap meyiksa.”
“Apa kamu Islam?”
“Tidak…, saya kafir.”
“Hm, pantas..”
Kami terdiam.
“Jadi tak mau ku larang untuk tak menyiksa istrimu?”
“Ya aku akan tetap menyiksanya.”
“Apa kamu harus ku tebas dengan pedang.” aku malah terbawa emosi.
“Silahkan.”
Ku cabut pedang gaib, lalu ku tebaskan padanya, dia terjengkang…
“Ah pedangmu tak mempan padaku..” katanya.
Lalu pedang ku arahkan ke lehernya…
“Ampuun.., ampun.. iya.. iya aku tak akan meyiksa istriku.”
“Benar…?”
“Benar.”
Pedang ku tarik baru ku masukkan dia sudah ngoceh lagi.
“Aah pedangmu tak mempan padaku..”
Pedang ku cabut lagi dan ku acungkan pada lehernya, dan dia minta ampun lagi, dan tak berdaya. Lalu pedang ku masukkan.
“Bagaimana?”
“Ya aku taat, aku tunduk,”
“Masih mau menyiksa istrimu?”
“Tidak.. saya ingin masuk Islam..”
“Benar?”
“Benar.. angkat aku jadi murid..”
“Tapi kamu harus taat dan tunduk padaku juga semua anak buahmu dan kerajaanmu.”
“Ya saya siap tunduk dan taat..”
“Ikuti bacaan sahadat yang ku ajarkan.”
“Ya..”
Lalu ku ajarkan dia dua kalimat sahadat, dan setelah itu lukanya ku obati, dan dia mohon diri.
Yaya mengejang lagi tanda ada jin masuk lain.
“Siapa?”
“Saya, Ratu..”
“Apa suamimu sudah tak menyiksamu?”
“Iya sudah tidak, saya rela kok disiksa, tak papa..”
“Ya tak bisa seperti itu..”
“Siapa namamu…?”
Dia menyebutkan nama…
“Bagaimana sekarang soal tinggal anak buahmu?”
“Ya tak tau, karena istana kami sudah rusak.”
“Tinggal di rumah sebelahku itu mau.”
“Di mana?”
“Di rumah sebelah itu.”
“Ya mau..”
“Nah rakyatnya semua diajak ke rumah sebelah itu ya..”
“Ya..”
“Jadi muridku yang taat..”
“Ya.”
“Jaga tempat sekitar rumahku, dan kalau ada pengajian ikut ngaji ya..”
“Ya..”
“Kalau ku panggil, harus datang..”
“Ya kami semua siap sedia , tunduk dan taat pada kyai..”
“Rakyatmu yang belum Islam, di-Islamkan..”
“Ya insaAllah, kyai doakan kami..”
“Ya… ingat yang taat padaku.”
“Kami akan tunduk dan taat, apapun kyai butuhkan kami siap memberikan bantuan.”
“Nah begitu..”
Alhamdulillah semua permasalahan kerasukan masal di sekolah semua selesai.
“Besok ke sini lagi, saya akan ajari dzikir yang benar, nanti diamalkan, ajak sholat berjamaah rakyatmu yang muslim.”
“Ya kyai, kami berterimakasih sekali.”
Malam jam 9, suasana hening, ada tamu juga dan aku sedang mengajari ratu untuk menjalankan dzikir pondasi, Alhamdulillah sekali ku ajarkan caranya semua langsung bisa melakukan, gak kebayang, banyak punya murid dari bangsa jin, yang bukan hanya seribu dua ribu, bahkan sampai ratusan ribu…. ini amanah dari Allah, semoga saja aku kuat menjaga amanah yang dibebankan di pundakku, aku yakin, Allah maha bijak, dan aku yakin Allah akan memberikan kekuatan untuk menjaga amanah ini, sehingga memberikan amanah ini, sebab aku sendiri adalah hamba yang daif, tak berdaya, tiada daya upaya apa-apa, kecuali hanya atas pertolongan Allah semata.
0 notes
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 67
Ketika kejadian soal anaknya pak Sutono itu ada banyak juga pasien di rumahku yang kebanyakan adalah soal serangan gaib dan soal jin, ada yang bertanya, kenapa kok orang tasawuf, atau orang thoreqoh itu selalu bersinggungan dengan klenik dan soal gaib dan jin? Sebenarnya secara pribadi, saya sama sekali tidak tau soal jin, dan aneka klenik, jadi memberi pertolongan semata mata bersandar pada Allah, jadi jangan dikira lantas saya sendiri tau soal jin, apalagi soal isi senjata, kalau dideteksi dengan ilmu trawang atau ilmu teropong, ya jelas akan gak ada apa-apanya, karena memang orang thoreqoh itu hanya belajar bagaimana membersihkan ruhani, sehingga ruhani itu pantas diisi oleh Allah sifat ikhlas, ridho, sabar, qonaah, menerima taqdir Allah, jadi kok kemudian ada kelebihan apapun dalam diri maka itu sama sekali saya sendiri tak tau, taunya setelah dipraktekkan, ooo ternyata saya diberi atau dianugerahi Allah kelebihan seperti ini… orang yang sudah menjalankan amaliyah dariku juga akan tau kalau yang dijalankan oleh orang thoreqoh itu sama sekali ndak ada unsur mempelajari ilmu gaib, dan mempelajari ilmu hikmah, semua hanya membersihkan diri dari budi pekerti tercela dan mengganti dengan budi pekerti terpuji, jadi kok kemudian ada orang yang minta pertolongan ini itu, sebenarnya secara hakikatnya juga tak tau, apa ini nanti bisa menolong apa enggak, ya pasrah saja pada pertolongan Allah.
Datang seorang ibu-ibu, setengah baya, aku seperti pernah melihatnya tapi di mana lupa.
“Apa ada yang bisa saya bantu bu?” tanyaku, setelah duduk di depan ibu yang kurus kering tubuhnya.
“Saya ini sakit kyai…” jawabnya lirih…
“Sakit apa?”
“Sakit disantet orang..”
“Disantet…?” tanyaku heran.
“Iya.” jawabnya masih dengan nada lirih.
“Iya saya disantet sudah sejak 5 tahun silam, dan sudah saya obatkan kemana-mana, tapi tak sembuh juga..”
“Boleh diceritakan bagaimana awal mulanya?”
“Saya bekerja membuat rengginang (kalau Jawa Timur namanya krecek, makanan dari ketan yang ditanak, dikeringkan dan diberi rasa trasi, atau rasa gula merah), saya usaha meningkat pesat sampai saya titipkan ke Matahari, atau mall, juga Indomaret, banyak pesanan dari mana-mana, sampai saya punya banyak karyawan, dan bisa untuk menyekolahkan anak saya sampai tingkatan kuliah, namun 5 tahun yang lalu, awalnya di rumah kayak ada pasir yang ditaburkan, atau terdengar ledakan berkali-kali tiap malam, dan anehnya kemudian beras ketan yang saya masak jadi berwarna seperti warna batu bata yang dihancurkan, sehingga tak bisa saya jadikan rengginan, lama-lama usaha saya bangkrut, dan saya juga sakit, sakit saya ini seperti ada yang berjalan di dalam tubuh, ya seperti kelabang gitu, sehingga rasanya sakit sekali, tapi anehnya ketika saya ke rumah sakit kok gak ada apa-apa, tak ada penyakit di tubuh saya, sementara sakit saya makin parah saja, akhirnya saya bawa ke pengobatan orang pinter dan dari tubuh saya dikeluarkan ada paku, benang, rambut.” kisahnya memelas.
“Lalu bagaimana setelah dikeluarkan, apa sembuh?” tanyaku.
“Ya sembuh, tapi cuma sekali.., besoknya malah kambuh lagi malah semakin sakit dari sebelumnya, perut seperti ditusuk-tusuk… bahkan nafas rasanya sampai tak bisa, saya hanya tidur tak berdaya, anehnya kalau saya pakai sholat ada saja gangguannya..”
“Gangguannya bagaimana itu bu?”
“Pernah saya sedang berdiri sholat, tiba-tiba di tempat saya sujud ada pocong yang sedang tiduran, ya saya kan jadi gak bisa sujud, saya mundur, pocong itu mengikuti merubah duduknya, saya akhirnya kabur, dan tak jadi sholat, saya sudah lelah berobat, sampai tetangga saya mengajak dzikir di majlis kyai ini..”
“Ooo ibu pernah ikut dzikir di majlis to? Pantesan kayaknya saya pernah lihat, cuma saya lupa di mana, lalu bagaimana?”
“Nah waktu dzikir ke sini kemarin kan saya membawa air yang ditaruh di tengah jamaah itu, air itu saya pakai mengepel rumah, dan saya pakai mandi.”
“Lalu bagaimana kelanjutannya?”
“Ya waktu rumah saya pel, terjadi banyak ledakan, entah di dalam tanah atau di atas genteng, suaranya seperti petasan sampai rumah saya bergetar, ya saya yakin saja, juga saya pakai mandi, dan alhamdulillah sakit saya berkurang banyak..”
“Syukur kalau begitu.”
“Juga saya sudah mulai membuat rengginang lagi, tapi dua hari yang lalu, kok sakit saya kembali lagi, bahkan beras ketan yang saya mau buat rengginang bukan hanya berwarna merah, tapi berwarna hitam seperti pasir aspal.., ini bagaimana kyai, tolong saya dibantu.”
“Ya insaAllah saya akan bantu ibu ini, semoga Allah menolong kita dari orang-orang fasik, coba ibu minum air yang ku beri, biar yang dalam tubuh saya keluarkan dulu, kalau di rumah, itu harus dipagar, kalau ndak dipagar juga diobati, misal sembuh dihantam lagi juga akan kena karena tak dipagar, insaAllah nanti ku beri pagaran untuk rumahnya, semoga nanti akan selamat, dan usahanya berkah.” kataku menghibur.
Setelah ibu itu meminum air yang ku doakan, dan ku suruh menempelkan jari di fotoku, sebentar kemudian pingsan, dan ku tarik satu persatu apa yang dikirim orang, setelah semua keluar dia sadar, dan ku berikan pagaran untuk rumahnya, dan setelah merasa tubuhnya enakan dia pamit pulang.
Sebenarnya lelah juga walau kelihatannya dalam praktek tidak banyak melakukan gerakan atau kerjaan berat, mengeluarkan penyakit atau jin, sangat menguras tenaga dan energi, tapi pengalaman sekian waktu sedikit banyak akhirnya tau bagaimana agar ketika mengeluarkan jin atau kekuatan jahat dari tubuh seseorang tapi tak banyak menguras energi. Aku juga masih selalu belajar dan belajar, mengartikan anugerah Allah ini agar bermanfaat untuk menolong sesama, walau jika menolong orang yang kena jin kiriman, atau menolong orang yang kena santet, aku akan disantet atau diserang dukun yang mengirim jin, jika menolong 10 orang maka akan dikeroyok dukun 10, ya itu resiko, masak ada orang minta tolong lantas ku tolak, Allah sudah menggerakkan mereka datang kepadaku, artinya juga Allah pasti memberikan kekuatan padaku yang kenyataannya tak punya kelebihan apa-apa.
Seperti biasa, setelah mimpin dzikir rizqi, aku duduk selonjoran di teras rumah, untuk menyelonjorkan kaki biar tidak kena farises karena dipakai duduk bersila, sekalian sambil buka pesan yang masuk di pesan fb, tengah santainya, ada dua mobil berhenti, dan seorang penumpang turun, ternyata tetangga belakang rumah yang juga muridku, namanya kang Ridwan.
“Bersama rombongan, dari mana kang?” tanyaku setelah kang Ridwan duduk di depanku, dia tertawa-tawa, ku tunggu saja selesai tertawanya.
“Kenapa tertawa?” tanyaku, karena dia makin senyam senyum penuh rahasia.
“Ini habis menyidangmu…”
“Kok menyidangku, maksudnya apa?” tanyaku heran.
“Lhoh kamu gak ngerti to kalau telah dibuat ribut di masjid?” tanyanya makin membuatku bingung.
“Lhoh dibuat ribut soal apa? Aku kan gak urusan sama masjid. Apa salahku?”
“Biasa dari Askan yang memusuhimu…”
“Wah apalagi masalahnya? Coba ceritakan..” aku makin penasaran.
“Begini ceritanya, kemaren Askan kan mengumpulkan para pengurus masjid, untuk diajak menyerangmu, ya maksudnya kamu kan menyalur air dari masjid, jadi para pengurus diajak untuk mengobrak abrik paralon yang kamu pasang.”
“Lhoh itu kan sudah 3 tahunan, selama ini tak apa-apa kok..”
“Ya pengurus masjid ada yang terpancing, ada juga yang tidak terpancing, soale Askan bilang yang kamu lakukan mengambil air di masjid itu haram, tidak boleh mengambil apa yang di masjid termasuk air, itu kata dia..”
“Kok aneh, kan saya ijin pada pengurus to kang, dan bagaimana orang yang berwudhu di masjid itu, bukannya mereka semua mengambil air di masjid, malah Masjidil Haram kan orang dari seluruh dunia datang mengambil air zam-zam, kalau itu salah kan Masjidil Haram itu sudah melarang orang mengambil air zam-zam, bagaimana itu?”
“Kami orang bodo, makanya kami bingung atas pernyataan dari Askan itu, ya lantas kami tadi menghadap ke kyai Sofwan, meminta pertimbangannya, tadi kami semua pengurus masjid menghadap kyai Sofwan.”
“Lalu apa kata kyai Sofwan?” tanyaku.
“Ya malah kyai Sofwan, malah bilang tak apa-apa… apalagi air yang kamu pakai kan untuk keperluan jamaah, bukan untuk kepentingan diri sendiri, air masjid itu milik Allah, jadi bebas dipakai siapa saja, asal bukan listriknya, kan kamu tak memakai listrik masjid.”
“Lalu bagaimana ini kelanjutannya?”
“Ya kamu boleh mengambil air masjid, tak papa….”
“Ya Askan itu selalu berusaha mengerecoki aku, biarkan saja, satu masalah selesai, mencari masalah baru untuk dijadikan masalah, entah mau membuat saingan mendirikan majlis tandingan, ya aku malah seneng saja, kan makin banyak orang yang mendakwahkan Islam, Islam makin subur, tapi seharusnya gak pakai mengerecoki diriku, bikin saja jamaah sendiri kan beres. Oh ya kalau dia ngajar ngaji di masjid itu yang pakai sepeker itu yang datang berapa orang?”
“Ya yang datang paling 4 orang.., orang juga malas datang kalau datangnya selalu malah dijelek-jelekkan di depan jamaah yang lain..” jawab kang Ridwan.
“Ya udahlah kang, gak usah diperdulikan, biarkan saja apa yang dilakukan…”
“Iya… tapi ini soal air sampai diadakan sidang berkali-kali oleh pengurus masjid, ya voting gitu, apa saluran paralonmu dibongkar atau bagaimana, ya gak ada dicapai kesepakatan.”
“Ya kalau nantinya bikin ribut, biarlah nanti ku bongkar.”
“Ya gak usah, semua pengurus masjid gak papa, juga sudah dijelaskan sama kyai Sofwan, kalau yang kamu lakukan boleh gak papa…”
“Ya nanti kalau misal jadi masalah, lebih baik ku bongkar saja,”
“Sudah jangan dipikirkan, kami siap membela…” jelas kang Ridwan, sambil berdiri dari kursi duduk, dan minta diri.
Soal masalah orang diriku mengambil air di masjid makin ramai, walau sudah dimintakan batsul masail, dan keputusan menunggu kyai Sofwan menyiarkan di hari Senin, sampai akhirnya hari Senin tiba, para jamaah pengajian banyak yang datang, untuk mendengar pengumuman yang akan disiarkan, sekaligus dalil apa yang akan dipakai di keputusan batsul masail, dan orang semua menunggu dengan dag dig dug, sementara dari pertama diriku diributkan, malah aku sendiri tak tau menahu kalau diributkan, ya karena di rumahku sendiri tiap hari banyak tamu, juga karena aku sudah disibukkan mengurusi pengajian di Pekalongan, Banten, kadang Jepara, malah mau ditambah Bogor.
Kesibukanku mengurus jamaah, memberi makan ketika jamaah sedang mengadakan dzikir bersama, sudah menyita pikiran dan tenagaku, otomatis aku harus wira wiri, dan tak ada waktu lagi mengurusi soal apa yang diributkan oleh Askan.
Kyai Sofwan mengumumkan dengan jelas dan gamblang, di saat pengajian masjid, juga kitabnya juga disebut dari mana diambil, bahkan kitab cetakan dari mana, dan kapan mencetaknya disebut juga, menurut cerita orang yang mendatangi pengajian, karena aku sendiri tak pernah datang ke pengajian, karena urusanku beda, urusan pengajian di masjid desaku kan hanya sebatas, sedesa saja, kayak Askan saja kalau mengajar di masjid juga paling yang ikut 5 orang, sementara kalau aku memimpin dzikir di majlis Banten yang datang sampai dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, Pandeglang, Serang, sampai ke Subang, sedang jamaah yang datang sampai 500-600 orang, kalau hanya urusan iri dengki seseorang lantas aku terseret kepikiran, dan mengenyampingkan jamaah yang ku urusi, kok rasanya aku ini harus belajar lagi menjadi orang yang bisa dipercaya guruku.
Dan keputusan yang diumumkan, berdasarkan batsul masail, bahwa apa yang ku lakukan, sangat boleh dilakukan, dan tak ada dalil manapun yang melarang, sebab masjid adalah milik umum, siapa saja boleh mengambil manfaat untuk umum, dan tak ada yang melarang, ini bukan soal Kyai Sofwan mengenalku, bahkan kyai Sofwan bahkan sama sekali tak mengenalku, jadi dia tak memihak padaku sama sekali atas keputusan yang diambil, akhirnya permasalahan jelas, semua jamaah pun bernafas lega, yang asalnya pengurus karena terprofokasi oleh Askan, dan menyalahkanku, kemudian lantas tak mempermasalahkan.
Paginya kyai Sofwan, menyiarkan keputusan, sorenya Askan mengundurkan diri dari menjadi imam masjid, aneh juga kedengarannya, imam masjid kok ada yang mengundurkan diri, kayak jabatan presiden saja, dan itu disiarkan lewat pengeras suara, ya biarlah, yang penting aku bisa berusaha selalu istiqomah mengurusi murid, dan jamaahku, semua diurus masing-masing.
Kadang menulis itu timbul kekambuhan, dan tidak bisa ditahan rasa ingin menulis, tapi kadang jangka waktu lama tidak menulis lantas timbul kemalasan untuk menulis, apalagi menulis hanya dengan dua jari, sudah malas, ee setengah jadi juga malas lagi meneruskan, jadi heran kadang kalau melihat betapa banyaknya hasil karya Syaikh Nawawi, atau Imam Syafi’i, atau Imam Ghozali, heran juga kok mereka bisa menulis begitu banyaknya karya, apalagi karya mereka haruslah jauh dari kesalahan, tak seperti karya Kho Ping Ho, atau Wiro Sableng, atau Harry Potter, asal tulis juga gak akan ada yang komplain, beda dengan karya Imam Syafi’i atau Imam Ghozali yang penuh sarat dengan muatan ilmu, kayak tulisanku yang acak acakan ini, juga gak akan ada yang komplain aku mau nulis apa juga.
Jaman dulu sebelum ada internet, atau internet belum begitu buming kayak jaman sekarang, jadi ingat waktu dimintai karya tulis di majalah al-Kisah, aku diminta tulisan dikirim lewat email, saat itu mau bilang terus terang email saja itu apa, aku gak tau, aku gak berani, takut dibilang katrok, padahal itu tahun 2002 an, ya belum lama, ya aku iyakan saja, nanti karya akan ku kirim lewat email saja. Saat itu, aku pergi ke warnet, masih ingat saat itu warnet juga masih pakai komputer kotak besar model lawas, la megang komputer saja gak pernah, sampai di warnet tengak tengok, tolah toleh kayak orang nyari jarum, padahal gak kehilangan jarum. Nyalain komputer saja gak bisa.
“Ini nyalainnya bagaimana mbak…” kataku pada penjaga warnet, lalu penjaga warnet mendekat dan power komputer dipencet, setelah nyala, aku makin bingung, lah mau ngapain, apa yang dipencet, walah makin bingung saja, akhirnya klak klik sana sini, gak karuan juntrungnya, dalam hati menggerutu, kenapa juga majalah al-Kisah kok minta hasil karyaku dikirim pakai email segala, la ini terus bagaimana kelanjutannya, email itu juga apa… akhirnya hanya bingung saja, dan pulang dengan tangan hampa.
Sekarang, jaman sudah serba internet, dan sudah lazim malah sudah basi kalau main internet gak dipakai bisnis, bahkan di facebook, komunitas bermacam-macam, dan internet juga dipakai berbuat baik, juga akan menghasilkan kebaikan, dipakai berbuat jahat juga pintu gerbangnya terbuka lebar, lahannya juga subur, BERDAKWAH lewat internet, dulu aku mulai di tahun 2007, setidaknya sampai tulisan ini ku tulis sudah 6 tahun berjalan, awalnya para teman seperguruanku sangat menyalahkanku, ya yang menyalahkan tentu saja mereka yang sudah beranggapan duluan kalau internet itu porno, internet itu tak bener dll, sehingga awalnya juga guruku melarang, sehingga aku sendiri berjalan dengan inisiatifku sendiri, dan ternyata sambutannya sangat bagus, setelah guruku tau juga akhirnya cara dakwahku juga didukung, apalagi setelah kemajuannya kedepan, murid-murid internetku lebih unggul dari murid biasa, malah dukungan dari guruku makin kuat, sampai beliau sendiri menekankan dengan tertulis, murid internetku adalah sudah diakui sebagai murid guruku.
Sekian lama waktu, tentu saja banyak kejadian-kejadian, apalagi orang di internet adalah bersifat umum dan bisa dari kalangan mana saja, sehingga hampir tiap hari, ada saja orang internet yang datang ke gubukku, dari mana saja, tapi aku sendiri yakin, sekalipun murid dari internet, itu tak lepas dari kehendak Allah memilihkan mereka menjadi muridku, karena aku sendiri berdo’a pada Allah untuk memilihkan murid-murid pilihan yang bisa ku andalkan berjuang di jalan Allah, walau di satu kesempatan berbondong-bondong murid datang, dan nanti akan disortir oleh alam, mereka yang tak seharusnya menjadi muridku akan perlahan mundur, dan patah di tengah jalan, dan ada yang bertahan yang ku yakin akan memetik buah manisnya ilmu, dan akan mempunyai kelebihan sebagaimana kelebihan yang dianugerahkan Allah padaku, mereka hanya perlu menjalankan amaliyah yang memang sudah ku paket dalam bentuk lelaku bertahap.
Dari berbagai macam orang yang datang dan ingin menjadi muridku, banyak juga yang awalnya hanya ingin keluar dari masalah yang dihadapi atau ingin mencari kebahagiaan hidup, atau alasan alasan lain yang dibawa oleh masing-masing orang, juga banyak latar belakang kehidupan yang mereka lalui. Sehingga ketika bertemu denganku kemudian memunculkan berbagai cerita dan kisah, sebenarnya akan banyak jika ku tulis, dan akan memakan waktu yang lama. Akan ku tulis beberapa semoga ini bisa menjadi pembelajaran juga bisa diambil hikmah di balik kejadian yang terjadi.
Maaf jika nama nama mereka mungkin bukan yang sebenarnya, untuk menjaga rahasia masing-masing orang mungkin saja tak mau dipublikasi.
Hari masih pagi, sebenarnya kalau pagi, waktuku tidur, kalau orang sekitar rumahku biasanya tak akan bertamu ke rumahku, karena tau waktu pagi aku pasti tidur, karena semalam suntuk gak tidur, dan waktuku tidur adalah pagi, tapi pagi sudah ada tamu, istriku membisikiku, kalau ada tamu dari Semarang, mau ditemui atau nanti setelah sholat dzuhur, sebenarnya mata juga baru terpejam, jelas perih, ah mending ku temui dulu, mungkin setelah ku temui sebentar, baru aku bisa tidur dengan nyenyak.
“Dari mana?” tanyaku
“Semarang mas…, saya Ibeng mas… yang ada di Facebook.” jawab pemuda berpakaian rapi, ala pegawai negeri.
“Ada perlu apa?”
“Ya pertama silaturahmi, kedua saya ingin minta dibersihkan dari gangguan jin yang ada di tubuh saya.”
“Sudah mengamalkan dzikir pondasi dariku?” tanyaku, karena selama ini sepengalamanku, kalau orangnya belum menjalankan dzikir pondasi, pengeluaran jin, biasanya akan lebih menguras tenagaku, karena jin di dalam tubuh orang yang belum mengamalkan pondasi dariku biasanya di dalam masih kerasan karena di dalam tak panas sama sekali, jadi kalau mau dikeluarkan harus menggunakan melulu tenagaku, dan kalau jinnya sampai 40 atau 50, aku cukup lelah.
“Alhamdulillah sudah mas…, tapi anehnya tiap mengamalkan amalan dzikir pondasi kayak ada yang berjalan di dalam tubuhku, kayak ular gitu, juga di punggungku kayak diglayuti sesuatu, jadi tubuh serasa berat..”
“Ooo begitu..”
Ku ambil air lalu ku tiup doa minta jin dikeluarkan dari tubuh orang itu, dan ku suruh menempelkan jari di fotoku, selang beberapa saat tubuhnya mulai mengejang dan menggereng-gereng seperti suara macan, ku biarkan saja, lalu ku dekati ku tempel tanganku di punggungnya, dia mulai mengeluh panas, panas dengan suara yang bukan lagi suara lelaki itu tapi sudah berubah suara berat, tanda jin dalam tubuhnya sudah menguasi sebagian kesadarannya.
Berulangkali ku tanya, jinnya menjawab dia tak tau kenapa dia sampai ada di dalam, karena tak ku dapat jawaban jelas, lantas saja ku tarik keluar, daripada kelamaan karena mataku juga lagi ngantuk-ngantuknya, setelah 3 jin ku keluarkan ku rasa sudah tak ada lagi,
“Dulu pernah mengikuti pengisian?” tanyaku pada Ibeng.
“Iya mas kyai…, tapi sudah lama sekali..”
“Pengisian pakai apa?”
“Saya disuruh menelan pelor oleh orang yang mengisiku, ya waktu itu lagi musim ada ninja ninja itu, jadi untuk jaga-jaga, saya diajak teman untuk mengikuti pengisian. “
“Oo begitu rupanya?’
“Iya mas, apa sekarang sudah bersih..?”
“Sepertinya sudah,”
“Rasanya bagaimana”
“Ya rasanya sudah entengan mas kyai, juga rasa berat di punggung juga sudah tak ada.”
“Ya sudah, silahkan dipakai istirahat dulu, saya tinggal tidur, soalnya saya belum tidur.”
“Saya mau sekalian mohon diri saja mas kyai, maaf sudah mengganggu..”
“Lhoh gak istirahat dulu?” tanyaku.
“Tidak mas, soalnya saya juga ada perlu lain..”
“Ooo ya sudah kalau begitu…, kalau kesini waktu habis dzuhur saja…, soalnya kalau pagi saya biasanya masih tidur.” kataku sambil mengantarnya sampai pintu,
0 notes
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 66
Dan memberi penjelasan itu tak mudah, apalagi menjelaskan kepada orang yang belum tau sama sekali apa yang akan kita jelaskan, dan dalam pikiran orang itu lepas menuju pemahaman yang bebas, akan makin sulit menjelaskannya, bisa bisa yang kita jelaskan akan mengalami kebingungan akhirnya setelah dijelaskan, bukannya akan paham, tapi malah bingung. Apalagi syaitan juga menghalangi kebaikan itu disampaikan, kebenaran itu dibuka, malah makin sulit lagi, yang kita jelaskan malah ngantuk, dan gak sabar mendengar penjelasan kita karena kata-kata kita yang tak menarik dan ndak ada hadiahnya kalau mendengarkan. Mengajak orang sampai orang itu ikut dan menjalankan yang kita arahkan, menurutku suatu keindahan dan kenikmatan tersendiri, apalagi sampai meneguhkan hati orang, dan merubah pandangan hidupnya, berubah total pada ke arah kebaikan, dan kebahagiaan kekal di sisi Allah.
Tapi bagiku kita mengajak saja ke arah kebaikan, orang perduli apa tak perduli, itu bukan urusan kita, kita lakukan saja dengan ikhlas, Allah pasti sudah mencatat amal ikhlas kita mengajak ke jalan kebaikan, menjadi amal ibadah, ikut atau tak ikut orang yang kita ajak, ndak usah memaksakan kehendak wong hidayah itu miliknya Allah, kita hanya menuruti saja perintah Allah semampunya, wa’mur bil urfi, mengajak ke dalam kebaikan, wanha anil mungkar, dan mencegah kemungkaran. Semampu kita.
Nyatanya makin banyak orang yang kita ajak, akan makin banyak pahala yang kita petik, seperti manager bos perusahaan yang mengajak pada orang banyak untuk ikut bekerja di pabriknya, makin banyak orang yang bekerja, berarti makin banyak produksi dibuat.
Pak sutono dan anaknya yang kerasukan menginap di rumahku berhari-hari, banyak juga yang ku petik pelajaran dari orang setengah baya ini, selama bicara denganku, banyak yang diceritakan, kisahnya bermacam-macam, yah dari kisah seseorang itulah kita kadang memetik hikmah, dan pelajaran, tak mesti kita melakukan kesalahan sendiri, untuk memahami arti hidup dan kehidupan, sekecil apapun kita jadikan pelajaran.
“Maaf pak… apa ini musholla?” tanya pak Sutono padaku sambil menunggui anaknya yang sudah tenang setelah ku keluarkan jinnya.
“Bukan pak… ini majlis…” jawabku singkat.
“Dzikir apa pak…?” tanyanya lagi.
“Bapak lihat sendiri apa yang tertulis di dinding itu?” jawabku singkat lagi sambil mengambil rokok dan ku nyalakan. Aku berusaha menghadapi tamu senyaman mungkin, agar tamuku juga merasa nyaman di depanku, ku tawarkan rokok pada pak Sutono.
“Oh ya… dzikir thoreqoh, apa ini sama yang Suryalaya itu?” tanyanya lagi.
“Ya bisa dikatakan sama, tapi juga beda.”
“Apa kita ini perlu to pak berthoreqoh ?” tanya pak Sutono.
Ku pandang wajah pak Sutono, dan ku angan-angan selama beberapa hari di rumahku, sebab percakapanku ini setelah beberapa hari pak Sutono ada di rumahku, jadi ku ketahui kalau pak Sutono tak pernah sama sekali menjalankan sholat selama tinggal di rumahku, tapi aku juga tak akan memerintahkannya, sebab bisa saja dia berkeyakinan lain, atau beragama lain, aku tak perduli, pertama aku menolong orang sebatas yang bisa ku tolong, entah agamanya apa, itu urusan masing-masing punya keyakinan.
Tapi aku merasa kesulitan juga mau menjelaskan bagaimana menjelaskannya…. setelah lama berfikir, dan rokok ku hisap berkali-kali aku buka suara, walau sekalipun pertanyaan pak Sutono padaku sekedar iseng saja atau bukan.
“Kalau orang Islam, bertharekat itu tidak harus, seperti sebagaimana makan, orang itu tak harus makan, tapi makan akan jadi butuh kalau perut lapar, juga makan tak harus makanan yang bersih, tapi kalau kemudian karena makan lalu sakit, dan berbagai sakit dalam tubuhnya bersarang, dari sakit perut sampai jantung, komplikasi dll, ya menurutku akhirnya juga harus menjaga pola makan yang bersih, agar dirinya sehat wal afiat, seperti bapak ini seumuran bapak tentu punya pengalaman yang banyak, nah masak di pengalaman itu bapak sendiri tidak timbul pertanyaan, kenapa saya kok hidup begini, apa bapak hidup tenang di saat ini?” tanyaku.
“Ya saya memang banyak pengalaman dan berbagai warna hidup ku jalani pak, dari pengalaman hidup saya, saya sendiri belum bisa memetik sedikitpun pelajaran.” jawab pak Sutono.
“Ya itu bisa dilihat dari keadaan bapak yang maaf, masih ku katakan hidup kelihatannya penuh kesengsaraan dan sepertinya lelah dan penuh kekecewaan dan kegagalan.”
“Bener sekali pak, saya memang orang yang sangat-sangat gagal… kalau boleh saya cerita…” kata pak Sutono sambil wajahnya menunggu persetujuanku.
“Ya silahkan pak…” kataku sambil menyalakan rokok, karena kurasa kisahnya akan lama….
“Dari dulu.. tahun 80an, saya sudah bekerja, sebelum saya punya istri dan masih muda, dan saya bekerja di Pekalongan, kerja serabutan, apa saja saya jalani asal dapat bekerja, sampai saya menemukan kerja saya yang sekarang ini sebagai penjual bubur kacang hijau, di antara kerjaan saya sebagai seorang penagih hutang, dulu, kalau nagih hutang, saya sering ke dukun, untuk minta syarat agar kerjaan nagih hutang saya lancar tanpa kendala, ada seorang dukun yang saya andalkan, namanya dalang Waskito, dipanggil ki Waskito, memang dari sarat ki Waskito saya sering mendapat sareat darinya sehingga waktu menagih hutang itu saya menjadi gampang, karena sering ke rumah ki Waskito, kami akhirnya seperti keluarga, ki Waskito tinggal di daerah Krapyak, suatu malam saya dan teman saya namanya Junaidi seperti biasa meminta sareat pada ki Waskito, dan malam itu jam baru saja habis magrib, sedang kami dalam keadaan ngobrol, tiba-tiba ada tamu yang datang, seorang berpakaian hitam-hitam, aneh pak, saya kok merinding melihat orang itu padahal ya orang biasa, otomatis pembicaraan saya, Junaidi dan ki Waskito terhenti, sementara ki Waskito mempersilahkan tamu itu untuk masuk, tapi tamu itu tetap berdiri tak mau duduk.”
“Ki…. sampean saya minta untuk datang, ndalang di rumah saya..” kata orang itu sambil berdiri, aku merasakan nada yang membuat bulu kuduk saya berdiri, padahal yang diucapkan kata biasa.
“Kapan?” tanya ki Waskito.
“Malam ini.” jawab orang itu singkat.
“Wah kok mendadak sekali?” tanya ki Waskito.
“Ya karena anak perempuanku menikah, sudah ada rencana nanggap wayang, kok dalangnya sakit, sehingga pertunjukan gagal, jadi Aki ku minta menggantikan dalangnya, apa aki bisa?” ki Waskito menerawang, sebentar memandangi orang yang datang.
“Di mana daerahnya?” tanya ki Waskito.
“Di desa Keling.”
“Desa Keling kedung ombo?”
“Di mana itu tempatnya?” tanya ki Waskito, setelah mikar mikir desa yang disebutkan tak ada dalam ingatannya, aku saja yang wira wiri, biasa nagih hutang juga gak tau di mana ada desa seperti itu di ingatanku juga tak ku temukan.
“Berapa sampean minta, akan ku bayar ki, sebutkan saja…” kata orang itu.
“Ya… ya… saya akan siap, lalu bagaimana saya kesana, karena kok saya asing dengan nama desa itu?” tanya ki Waskito.
“Sekarang juga barengan saya ki, saya antar.”
“Oh ya.. ya.. saya siap siap dulu.. silahkan sampean duduk, minum dulu..” jawab ki Waskito sembari mempersilahkan tamunya yang terus berdiri itu, ku lihat orang itu tinggi besar, dengan pakaian hitam seperti pakaian jawara orang jaman dahulu.
“Tidak ki, biar saya menunggu di luar saja..” kata orang itu tanpa menunggu persetujuan dan berbalik keluar rumah.”
Setelah orang itu keluar rumah, Junaidi pamit ke kamar kecil, tak tau kenapa dia ingin kencing, sementara tinggal ki Waskito duduk bersama saya.
Ku lihat kerutan yang dalam di jidat ki Waskito, dia seperti memikirkan hal yang sangat berat nampak dia mengelus-elus kumisnya dan jenggotnya yang sudah sebagian memutih.
“Pak Sutono, bagaimana ini, anak ikut saja denganku ya, untuk ikut ke orang yang sedang hajatan mantu itu.” kata Ki Waskito padaku.
“Wah ramai tentu saya mau ki, wong saya juga tidak buru-buru, sekalian nyari hiburan.” jawabku enteng.
“Eh tapi nanti kalau di sana kalau diberi makan, jangan dimakan..” kata ki Waskito
“Lhoh kenapa pak?”
“Ya pokoknya jangan dimakan…, aku ganti baju dulu.” kata Ki Waskito sambil beranjak dari tempat duduknya.
Sebentar kemudian Junaidi telah kembali dari kamar kecil, Junaidi adalah teman akrabku kemana aku berada selalu saja ada dia menemaniku.
“Jun… ini Ki Waskito mengajak kita untuk ikut menemaninya ndalang di daerah Keling kedung ombo, bagaimana Jun?” tanyaku pada Junaidi yang menyalakan rokoknya.
“Wah kebetulan kang, kita ada hiburan gratis, siapa tau di desa itu ada ceweknya yang cantik, dan nyantol ke kita, heheheh… ” jawab Junaidi sambil menyalakan rokoknya.
Sebentar kemudian Ki Waskito sudah keluar dari dalam rumah dengan pakaian ala dalang plus keris yang terselip di pinggangnya bagian belakang. Dan kami segera berangkat, rupanya di luar ada kereta kuda, yang di atas kaisnya sudah ada orang yang tadi menjadi tamu, tanpa banyak bicara kami segera naik di kereta kuda, atau dokar, di Pekalongan disebut gelinding, juga tak ada yang aneh, atau saya sendiri yang tak tanggap, yang menurut saya aneh, kok sepengetahuan saya jalan di daerahnya Ki Waskito itu gak baik, tapi ini selama perjalanan seperti kereta berjalan dengan mulus tanpa ada goncangan, seperti layaknya mobil mewah saja, sebentar perjalanan sudah sampai di tempat keramaian di mana pertunjukan wayang di adakan… kami segera turun, dan berjalan di antara orang ramai untuk mencari tempat duduk, sementara Ki Waskito sudah diminta maju ke depan untuk memulai tampil sebagai dalang, saya dan Junaidi duduk di antara para tamu, di atas meja aneka makanan tersedia, sangat lezat-lezat dan mengugah selera, aku duduk terpisah dengan Junaidi karena biasa kami berdua kan masih muda jadi mencari perempuan di area pertunjukan, melihat makanan yang lezat rasanya ingin makan, tapi saya ingat pesan ki Waskito kalau ndak boleh makan makanan yang disajikan, wah saya sampai lupa memberi tau pada Junaidi, semoga saja tak terjadi apa-apa…, sampai pertunjukan wayang selesai.
Mata terkantuk-kantuk, perut lapar, karena tak boleh makan makanan yang di sajikan, akhirnya pertunjukan wayang usai, akan pulang kami dibekali aneka makanan dan juga diberi amplop berisi uang, waktu mau pulang, kami bertiga dibilangi supaya pulang sendiri, dan disuruh jalan saja lurus jangan nengok, aneh baru beberapa langkah berjalan kami keluar dari dalam hutan Roban, bertemu dengan orang kampung yang sedang buang hajad di pinggir hutan, yang menatap kami dengan pandangan heran, apalagi melihat ki Waskito yang berpakaian dalang.
“Wah ini dari alam lelembut to ki? Pantesan semalem ramai dalam hutan ada suara pagelaran wayang…” kata orang itu ditujukan kepada ki Waskito.
“Ini hutan mana?” tanya ki Waskito.
“Ya ini alas roban to ki..”
“Walah benar juga perkiraanku..” dengus ki Waskito yang segera berjalan di antara pepohonan, sambil kami berdua ikuti.
“Waduh ki perutku mual…!” suara Junaidi, disusul dengan muntah-muntah, dan yang dimuntahkan adalah beraneka ulat, singgat, kelabang, dan aneka binatang menjijikkan, ada cacing, kecoak, ada yang dalam keadaan mati ada juga yang masih hidup. Saya segera membuka daun pisang pembungkus makanan yang diberikan pada saya, dan isinya tak beda dengan yang dimuntahkan Junaidi, segera saya campakkan.
Sementara ki Waskito mengurut-urut punggung Juanaidi agar apa yang dimakan bisa dimuntahkan semua, wajah Junaidi pucat pasi.
“Sampean gak ikut makan kan dek Sutono?” tanya ki Waskito.
“Tidak ki…, maaf ki saya lupa mengingatkan pada Juanidi, sehingga dia makan di sana tadi, jadi semalam itu kita di alam lelembut ya ki?”
“Ya begitulah… coba keluarkan uang yang diberikan padamu.” kata ki Waskito.
Saya segera mengeluarkan uang yang diberikan padaku, ternyata hanya daun kering, segera ku buang, sungguh pengalaman yang aneh, kami akan selalu mengingat pengalaman itu…..” pak sutono mengakhiri ceritanya.
“Aneh juga sampean pengalamannya pak..” kataku…
“Ya pengalaman orang itu aneh-aneh pak yai..” jawab pak Sutono, “Saya juga pernah ketika menjual bubur kacang hijau, karena jualannya malam, jadi banyak juga bahkan sering pas jualan ada saja misal kuntilanak, yang menyerupai manusia yang ikut beli.”
“La sampean ndak takut pak, ada kuntilanak beli bubur kacang hijau yang sampean jual?”
“Ya gak takut lah wong ndak tau..”
“Lhoh… katanya tadi ada kuntilanak yang beli, kok gak tau?”
“Ya taunya kan setelah pulang, banyak uang yang jadi daun kering.”
“Ooo begitu rupanya…?”
“Ya pak yai..”
“Ya kalau dengan memedi saya ndak begitu takut pak yai, kalau lebih takut itu sama orang jahat, mereka kan bisa membunuh orang beneran.”
“Memangnya pernah punya pengalaman itu pak?”
“Pernah juga pak yai..”
“Bagaimana itu pengalamannya?”
“Begini ceritanya, saya pernah bekerja di pengantaran barang, jadi sopir truk, Jakarta Surabaya, untuk mengantarkan barang antaran, saat itu tahun 86, di mana Alas Roban masih banyak bajing loncat, dan pas kebetulan mobil truk yang saya bawa diserang bajing loncat, saya tidak berdaya, dan digiring ke dalam hutan, barang kiriman saya dipindah ke truk mereka, dan saya mau dibunuh, akan dilemparkan ke dalam jurang, saya sudah pasrah, wong diikat dan diseret ke dalam hutan, ada grombolan bajing loncat, yang ditugasi membunuh saya, ketika saya mau dibunuh, kok kalau Allah belum menghendaki mati ada saja cara Allah menyelamatkan saya.”
“Bagaimana itu kok bapak bisa selamat?” tanyaku penasaran.
“Ya saat itu saya mau dipenggal, dan mayat saya mau dilempar ke dalam jurang, tapi ketika pedang mau diayunkan ke kepala saya, ada salah seorang yang menahan.”
“Ee sebentar… sebentar dulu Jo..! Kok saya seperti pernah melihat orang ini.” kata orang itu sambil menyenterkan senter yang dibawanya ke arah saya.
“Wah benar saja ini kang Sunoto, tetanggaku Jo..” kata orang yang mengarahkan cahaya senternya ke arahku, sambil mengangkat wajahku yang menunduk pasrah.
“Dah lepaskan lepaskan…” kata bajing loncat yang mengenaliku, yang wajahnya masih tertutup dengan kain penutup wajah.
“Ini saya kang, tetanggamu.. Wugiri.” kata pemuda di depanku yang membuka penutup wajahnya.
Aku hanya bengong “Wah kok bisa begitu kamu Wu? kok jadi garong begitu?”
“Ya tuntutan utang kang..” jawab Wugiri.
“Ya memang kalau Allah mau menyelamatkan orang ya akan diselamatkan, misal kok tetanggane sampean itu kok gak jadi salah satu bajing loncatnya, mungkin nyawane sampean juga sudah pergi ke akherat, jadi segala sesuatu itu disyukuri saja, juga ndak perlu menyalahkan Wugiri itu, bisa saja dia awalnya menanggung banyak hutang, lantas kemudian masuk menjadi group bajing loncat, sebenarnya maksud Allah adalah agar dia dijadikan Allah jalan waktu sampean dirampok, maka sampean bisa diselamatkan, Allah itu mengatur segala sesuatu dengan rantai berantai, sambung menyambung.” jelasku.
“Iya kyai, saya selama ini malah menyalahkan Wugiri, kenapa kok dia jadi rampok begitu…. iya benar juga kata pak kyai, kalau Wugiri tak jadi perampok, bisa saja sekarang saya sudah mati.” kata Sutono, matanya menerawang jauh, mungkin membayangkan Wugiri yang telah menolongnya, tapi malah selalu dia salahkan karena telah menjadi perampok.
Pak Sutono dan anaknya beberapa hari tidur di majlis, sehingga banyak waktu dia pakai mengobrol denganku, selama ku lihat di majlisku juga tak pernah ku lihat pak Sutono menjalankan sholat, tapi aku biarkan saja, walau banyak komplain dari para jamaah dzikirku, dan timbul antipati dari mereka, rasa kasihan yang awalnya ada pelan-pelan terkikis, rasa simpati juga mulai tipis melihat anak bapak itu tak melakukan sholat, tapi ku biarkan saja, setiap orang punya keyakinan masing masing.
“Dzikir di majlis ini dilakukan kapan saja pak kyai?” tanya pak Sutono di sela pembicaraan kami berdua.
“Tiap hari ada, tapi kalau mau ikut yang banyak orang ikut saja di malam minggu legi sama minggu kliwon..” jawabku dengan setengah menjelaskan.
“Kok malam minggu legi sama malam minggu kliwon? Seperti ada unsur kejawennya?” tanyanya dengan enteng.
“Itu hanya penempatan waktu, untuk mempermudah saja, sebab cabangnya yang banyak, sehingga agar tidak bertabrakan dengan jadwal dzikir di cabang yang lain, dan bila dikehendaki kumpul bersama di majlis pusat, semua cabang tak meninggalkan jadwal dzikirnya.” jelasku.
“Ooo tak berkaitan dengan itungan jawa?”
“Tidak.”
“Saya dan teman-teman saya kemaren berembug, itu teman-teman yang kemaren menghantar kami kesini, mereka ingin ngajak kita ikut majlis dzikir ini, apa diperbolehkan?”
“Ya boleh saja, silahkan saja datang…, waktu ada jadwal dzikir.”
“Apa syaratnya?”
“Ndak pakai syarat, pakai saja pakaian putih kalau punya, kalau ndak punya juga gak usah pakaian putih, pakai pakaian biasa aja asal rapi, dan bawa air untuk diisi doa, nanti untuk keperluan masing-masing.”
“Itu apa air bisa untuk keperluan kami yang kebanyakan jualan bubur kacang hijau.”
“Ya insaAllah akan berkah dan laris jualannya, dipakai saja nanti dibuktikan sendiri, kalau saya bicara muluk-muluk nanti juga apa gunanya kalau ternyata tak ada efeknya apa-apa, kan sama saja saya menipu, jadi ikut saja dzikir, bawa air, nanti airnya dido’akan sendiri untuk agar jualan bubur kacang hijaunya laris, nah dibuktikan sendiri, nanti laris apa gak?”
“Apa dipungut biaya?”
“Wah endak sama sekali, sama sekali gak pakai biaya, malah di sini yang ikut dzikir itu dijuluki BAJINGAN.”
“Lhoh kok dijuluki bajingan pak kyai?”
“Iya soalnya BAr ngaJI maNGAN, itu bahasa jawa, artinya habis ngaji langsung makan.”
“Ooo begitu…”
“Jadi boleh ya kami ikut?”
“Boleh.” jawabku singkat, ya karena aku juga tau, pembicaraan kami hanya basa basi semata, seperti orang gak ada bahan pembicaraan jadi bicara yang bisa dibicarakan, karena pak Sutono juga tak pernah datang pada pertemuan pengajian sama sekali, itu hal yang wajar, dan mengajak seseorang pada kebaikan juga tak semudah itu, hidayah itu hanya Allah kehendaki pada orang yang Allah kehendaki mendapatkannya, kadang jauh juga dapat kadang dekat juga tak dapat.
Yang kadang aneh malah jamaah dzikirku kadang yang datang dari Jakarta, Bogor, Sukabumi, Bandung, Purwokerto, Semarang, Jogya Solo, Surabaya, tapi malah tetangga kanan kiri jarang ada yang mau ikut, nah itu yang kadang aku sendiri merasa aneh.
“Maaf pak yai, saya boleh bertanya?”
“Boleh… bukannya dari tadi kita tanya jawab?”
“Ini soal istri saya.”
“Kenapa dengan istrinya?”
“Istri saya itu suka kerasukan juga dari dulu.”
“Maksudnya pak?”
“Ya istri saya itu suka sekali kerasukan, kalau anak saya ini yang kerasukan, orang 5 masih kuat memeganginya, tapi kalau istri saya yang kerasukan, orang 8 juga masih dilempar.”
“Kok kuat begitu..?”
“Iya kalau kerasukan itu suka menggereng-gereng seperti macan.”
“Begitu ya… coba dibawa kesini.”
“Sudah saya ajak kesini kyai, tapi gak mau…”
“Apa istrinya punya ilmu, maksudku pernah mempelajari ilmu yang aneh?”
“Iya kyai…. ayah istri saya kan dukun, yang biasa juga mengobati orang.”
“Ooo la kok kenapa ndak mengobati anaknya sampean yang mau dikorbankan orang yang mengambil pesugihan.”
“Sudah berusaha tapi langsung kalah, dan sakit, jadi tak berani lagi,”
“Apa yang dipelajari istri sampean?” tanyaku.
“Itu kyai, ini menurut kyai benar apa salah?”
“Bagaimana itu?”
“Saya biasanya kalau sama istri, misalkan saja kami mau pulang ke Cirebon, sedang kami sama sekali ndak punya ongkos, kami tetap saja naik bus, dan nanti di bus mantra istri saya dibaca, dan anehnya kami kemana saja tak akan ditarik ongkos.”
“Wah itu ya salah, gak benar seperti itu.”
“Tapi kami kepepet saja, tak kami pakai tiap hari kok kyai.”
“Ya kalau tiap harinya gak punya ongkos dan tiap hari kepepet ya kan dipakai tiap hari, malah tiap jam..”
“Iya juga ya, hehehhe..”
“Itu kan kasihan sopir busnya gak dapat uang, la misal semua penumpang itu punya kebisaan seperti istri sampean, la semua bus di Indonesia akhirnya gulung tikar, gak ada yang operasi, sebab gak ada yang dapat uang, padahal sopir bus itu juga kondekturnya kan juga punya anak bini yang harus dihidupi, ini misal saja sampean, jualan bubur kacang hijau, la semua yang beli memakai ilmu kayak ilmu yang dipakai istri sampean, apa sampean gak bubar sehari dua hari jualan, soale bubur habis, tapi ndak ada sama sekali uang yang masuk, semua makan gratis.”
“Jadi ndak boleh ya pakai ilmu seperti itu?”
“Ya boleh gak sampean bubur kacang hijuanya dimakan banyak orang tapi gratis semua?”
“Ya gak boleh, nanti bagaimana makan anak istri saya.”
“Nah tau begitu, jadi sebenarnya kebaikan itu sangat mudah mempelajarinya, orang punya budi pekerti mulia dan baik itu mudah, lihat saja, kalau orang lain itu melakukan sesuatu perbuatan pada kita, kita gak mau, maka jangan lakukan perbuatan itu pada orang lain, ilmu itu bermanfaat kalau bisa bermanfaat untuk orang lain, apapun ilmu kok bermanfaat untuk banyak orang, maka itu dikatakan ilmu manfaat, kalau merugikan orang lain, sekalipun ilmu, ya tidak dikatakan bermanfaat, namanya merugikan, dan merugikan orang lain itu tetap dicatat oleh Allah, akan dimintai pertanggung jawaban, sekecil apapun, la kok mempelajari sesuatu kok yang nantinya akan menyusahkan diri sendiri, kalau mempelajari sesuatu itu kalau menurutku yang menguntungkan di dunia juga di akherat, sekalipun menguntungkan di dunia, tapi kok merugikan di akherat, ya tetap saja itu namanya merugikan diri sendiri, misal pinter korupsi, sampai gak ketangkep, atau jagoan nyopet, tapi gak pernah ketangkep, atau jago menghamili anak orang dan gak pernah ketangkep, ya tetap saja nanti ada hukumnya Allah yang akan menghisap, memperhitungkan, malah di sana lebih hebat hukumannya,” jelasku panjang lebar, gak tau paham apa enggak.
Lanjutku, karena melihat pak Sutono terdiam,
“Sbenarnya apa saja keilmuan yang bersandarnya pada selain Allah itu merugikan, misal ilmu yang memakai khodam jin.”
“Maksudnya memakai khodam jin pak? Soale saya pernah mengikuti gemblengan, kata gurunya itu khodamnya malaikat.”
“Ya memakai tidak khodam jin bisa dilihat dari bentuk menjalaninya.”
“Ada berbagai ilmu, ilmu itu ada yang dipelajari ada juga yang diberikan langsung oleh Allah, ilmu yang dipelajari itu berasal dari hasil laku manusia atau warisan dari bangsa jin, segala ilmu yang dipelajari untuk memperoleh kelebihan atau kesaktian terntentu itu semua berkhodam jin, entah ilmu hikmah, ilmu kejawen, ilmu karuhun, aji-aji kesaktian…”
“Lhoh masak begitu to pak kyai? Apa ndak khodamnya malaikat juga ada? Misal saya itu berdzikir dari asma Allah apa saya juga dapatnya khodam jin, bukan malaikat?”
“Nah itulah yang perlu dipahami dan dimengerti, bisa jadi malah syaitan yang masuk menjadi khodam kita tanpa kita sendiri tau dan memahaminya, malah mengira syaitan itu adalah pertolongan Allah, “Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.”
Setan jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya. Sedangkan urat darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu bertujuan supaya dari hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia. Supaya manusia terhindar dari tipu daya setan, maka manusia harus mampu menjaga dan mengendalikan nafsu syahwatnya, padahal manusia dilarang membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan nafsu syahwat manusia tumbuh dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong untuk menjalankan ibadah.
Dengan melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping dapat menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia dapat menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga dari tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah perwujudan pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara keseluruhan, baik dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu merupakan sarana yang sangat efektif bagi manusia untuk mengendalikan nafsu syahwat dan sekaligus untuk menolak setan. Allah s.w.t berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)
Yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.
Jadi, berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa kepada-Nya, di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati seorang hamba cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur ma’rifatullah. Selanjutnya, ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang asalnya Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (30) Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)
Firman Allah s.w.t : “Kami adalah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk dijadikan khodam-khodam baginya.
Jadi, bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang dilakukan benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam malaikat. Seandainya orang yang mempunyai khodam Malaikat itu disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun pengembara yang pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya, maka mereka akan mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu ternyata setan maka pengembara itu dinamakan walinya setan. Jadi Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin (Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:
“Dan orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang mengeluarkan dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS.al-Baqoroh.2/257)
“Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak percaya.“ (QS. Al-A’raaf; 7/27)
Seorang pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah lelaku, kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam yang diingini. Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapat­kan khodamnya ayat kursi.
Sebagai pemburu khodam, mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan Jin. Artinya, bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai yang diminta oleh khodam-khodam tersebut, bahkan dengan melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t. Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang yang dimaksud khodam adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawam­kan manusia. Namun, apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.
Apabila khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikian­lah yang dinyatakan Allah s.w.t:
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya (untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak terduga.” (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)
Khodam-khodam tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.
Di luar itu, orang-orang yang dengan sengaja menjalani laku untuk memperoleh keilmuan itu sudah dipastikan akan mendapat khodam jin, orang yang menjalankan laku dengan keikhlasan menjalani saja masih akan didatangi jin, untuk sekedar ingin menjadi khodam, apalagi yang menjalankan lelaku yang ada kehendak maksud tujuan pada selain Allah, yaitu kesaktian, kelebihan dalam hal tertentu, pasti jin sudah akan mendatangi, cuma orang yang menjalankan lelaku secara ikhlas, ketika dirinya didatangi jin untuk menolong membantunya, lantas dia tidak perduli, maka dirinya akan naik ke tingkatan level yang lebih tinggi, lantas para malaikat akan didatangkan Allah untuk menjadi khodamnya, dengan menjalankan apa yang menjadi kehendak dan keperluan orang itu, ketika orang itu tidak perduli, maka dia akan naik ke level yang lebih tinggi lagi sampai dirinya itu diijabah langsung oleh Allah tanpa harus dengan perantara atau sebab yang menjadikan hal itu terjadi.
“Jadi walau misal saya menjalankan wirid atau menjalankan laku dzikir itu tetap saja khodamnya adalah dari jin?”
“Ya itulah proses yang sudah ku sebutkan.”
“Lalu bagaimana mengetahui khodam itu jin atau bukan?”
“Kalau jin itu jelas, mudah diketahui, sebab jin itu juga punya nafsu, kehendak dan kepentingan, sekalipun dia itu adalah jin muslim.”
“Bagaimana cara mengetahuinya?”
“Ya kan kalau amalan itu memakai ada kemenyan, kembang, sesajen, penyediaan minyak wangi atau ugo rampe persyaratan, jelas itu tak bisa dipungkiri itu adalah unsur khodam jin.” jelasku.
“Lalu apa menulis rajah rajah, itu juga sama?”
“Ya sama itu juga jin, cuma bukan jin penghuni bumi ini, tapi dari jin penghuni tuju bintang.”
“Jadi bukan malaikat?”
“Bukan…, malaikat itu hanya tunduk kepada Allah, tidak tunduk kepada manusia manapun, jadi khodam malaikat misal punya itu dari yang Allah anugerahkan, bukan dari belajar ilmu tertentu, dan yang jelas malaikat itu tak doyan makan, juga tak doyan sesembahan, atau sesajen apapun, la kalau malaikat itu doyan makan, akan terjadi cerita aneh, karena ada malaikat maut yang nongkrong di warung bakso, ketika mau mencabut nyawa seseorang yang rumahnya dekat warung bakso, karena mencium bau bakso jadi ngiler, dan ingin mencicipi, ndak pernah kan mendengar cerita seperti itu?”
“Wah kyai bisa saja…”
“Lalu bagaimana dengan orang yang mengamalkan hizib? dan dzikir yang macem-macem, apa juga khodamnya khodam jin?”
“Ya itu tadi, awalnya seseorang itu akan tetap didatangi khodam jin, sekalipun orang tarekat juga sama, yang menjalankan amaliyah thoreqoh, juga akan didatangi khodam jin, ya pertama untuk menjadi khodam kita, nah kita di saat itu kepincut tidak?”
“Wah kalau begitu ya harus hati-hati, dan sulit juga membedakan mana yang khodam malaikat atau khodam jin.”
“Makanya sebaiknya menjalankan lelaku mendekatkan diri kepada Allah itu butuh guru pembimbing, sebagaimana orang mau ke Jakarta naik bus butuh sopir bus yang sudah tau jalannya, sehingga orang tak salah jalan, dan kesasar kemana-mana, seorang sopir itu tak harus orang hebat, asal dia sudah hafal jalannya karena sudah biasa melewatinya, sekalipun seorang penumpang lebih pintar menyetir malah sebagai pilot pesawat, kalau dia tak tau jalan yang dituju, ya harus tetap jadi penumpang, ndak usah ngeyel jadi sopir, karena merasa pinter nyetir, jika naik bus juga harus mau dibawa belok kanan atau ke kiri oleh sopir, jangan komplain, karena bus dibelokkan ke kanan, atau bus dibelokkan ke kiri. Seorang guru pembimbing spiritual itu tak perlu orang hebat atau sakti mandraguna, asal orang itu sudah hafal jalan dan biasa melewatinya, maka sudah pantas dijadikan sopir.”
Ku lihat pak Sutono sudah ngantuk… ku suruh saja dia tidur.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 65
Ku tunggu sampai jam 11 lebih, kenapa tak juga datang, padahal jarak mushola yang dimaksud dengan rumahku juga paling sejarak 1 KM, kenapa tak juga datang? Heran, padahal yang mengantar katanya ada 1 orang muridku. Tetap saja ku tunggu, akhirnya mobil yang membawa perempuan kecil yang kerasukan itupun datang, dan awalnya ku lihat pas datang sebelum masuk rumahku, dipegangi orang, segera ku tatakan tempat untuk tiduran yang nyaman, dan anehnya yang kerasukan kenapa anteng saja, dan diam saja seperti tiduran tak bergerak.
“Katanya tadi ngamuk-ngamuk?” tanyaku pada semua orang yang membawanya ada 9 orang.
“Iya pak, tadi ngamuk, malah di mobil juga ngamuk-ngamuk. kami kuwalahan.” jawab salah satu orang yang memakai peci hitam.
“Kok sekarang anteng?”
“Ya ngamuknya kalau ada yang memegang pak..” jelasnya, “Tadi juga sudah dipanggilkan kyai dan orang yang bisa mengobati, ee malah orangnya ditendang, dan dipanggilkan orang yang membacakan al-qur’an, malah dibilangin, sudah berapa kali kamu khatam qur’an kok berani-beraninya membacakan padaku? Juga pas di mushola tadi nantang-nantang, siapa yang punya ilmu ditantang mau diajak duel…”
“Wah kok sampai begitu?”
“Iya pak… saya ayahnya, nama saya Sutono, iya pak memang kejadiannya begitu…” jawab lelaki setengah baya yang mengaku sebagai ayah si anak yang kerasukan.
“Sebentar….” ku ambil air dan ku suruh minumkan ke gadis kecil yang kerasukan.
Susah juga memasukkan air, karena bibirnya menutup rapat dan tak terbuka sama sekali, ku tempelkan saja tanganku di punggung gadis itu, sehingga konsentrasi jin biar ke tanganku, dan mulutnya bisa terbuka dan air bisa masuk ke mulutnya, Alhamdulillah mulutnya terbuka dan air pun bisa masuk.
Kontan terjadi reaksi, tubuh gadis itu menggeliat, dan mencoba berontak dia berusaha mencekikku, tapi tak sampai cekikannya ke leherku, berusaha menyerangku tapi seperti serangannya ada yang menahan. Ku tanya siapa di dalam? Tapi tak juga ada jawaban, berulang kali ku tanya tetap saja mulutnya terkatup rapat.
Karena merasa tak ada manfaat yang bisa ku ambil, maka jin segera ku keluarkan. Dan gadis kecil itu pun sadar.
“Ini ceritanya bagaimana pak, awal mulanya seperti ini?” tanyaku kepada pak Sutono.
“Ini begini kyai awalnya… anak saya mau dikorbankan jadi tumbal pesugihan.” jawab pak Sutono.
“Tumbal pesugihan?” tanyaku heran, walau dalam kenyataannya saya belum pernah mengalami sendiri bagaimana sebenarnya tumbal pesugihan itu, tapi kalau cerita apalagi cerita di Pekalongan ah cerita itu sepertinya sudah makanan sehari-hari dari mulut ke mulut, cuma secara prakteknya saya sendiri belum mengalami secara pengobatan maupun kejadian. Aneh juga dan hm masuk akal atau bukan ya sudah ikuti saja cerita yang terjadi.
“Bisa diceritakan lengkapnya pak?” tanyaku.. “Bagaimana awalnya dan bagaimana sampai dibawa kesini ini.”
Pak Sutono mulai bercerita.
“Awalnya terjadi kerasukan masal di sekolah SMA di daerah saya sana pak pas kejadian ada acara upacara, di mana anak saya ini sekolah, juga awalnya anak saya ini tidak ikut kerasukan, jadi dia yang malah mau bantu menolong kerasukan, eee malah anak saya yang kemudian kerasukan, dan yang lain sudah pada sembuh, anak saya malah yang gak ikut sembuh, sampai dibawa pulang juga gak sembuh, lantas saya carikan obat kesana kemari, untuk mengobati anak saya yang kerasukan gak sembuh-sembuh, saya sampai kemana-mana mencari obat agar anak saya sembuh dari kerasukan, berapa uang saja saya keluarkan agar anak saya sembuh, tapi tetap saja berganti-ganti orang kerasukan anak saya gak sembuh-sembuh, malah ada yang ditendang sampai pingsan, ada yang dicakar sampai berdarah-darah, juga ada yang disembur pakai darah, sama anak saya ini… saya sampai kuwalahan, bagaimana lagi, dan kemana lagi mencari obat, sampai akhirnya anak saya sudah saya kira mati, karena nafasnya sudah gak ada, sudah tiga hari, semua tubuhnya juga sudah dingin, jadi saya menganggapnya sudah meninggal, maka akan saya kuburkan, ee ada datang seorang kyai yang datang ke rumah, gak tau juga siapa yang ngundang saya gak tau. Tau tau saja dia datang ke rumah saya, mencegah saya menguburkan anak saya ini.
“Jangan kuburkan anakmu, dia belum meninggal, sukmanya sedang ditawan.” kata kyai itu.
“Lalu bagaimana ini pak… anak saya sudah ndak ada nafasnya begitu..” jawab pak Sutono.
“Gak papa biar saya bantu menarikkan, sebentar saya akan memanggil teman-teman saya..”
Kata kyai itu sampil bergegas pergi dan kembali dengan membawa sepuluh orang.
Kemudian sepuluh orang itu menjalankan lelaku ritual, menarik sukma anak saya. Setelah setengah harian menjalankan lelaku, maka alhamdulilah tangan anak saya bergerak gerak, dan akhirnya bisa bergerak dan sadar, tapi aneh, seluruh tubuhnya menghitam.
Saya kasihan sekali melihat keadaan anak saya, kata kyai tersebut anak saya mau dikorbankan pada pesugihan, sebenarnya awalnya juga saya tak tau pak bagaimana kok ada tumbal pesugihan segala, tapi setelah dicermati memang ada orang yang bernama Bowo yang sebagai donatur sekolah dia kaya raya, usahanya di mana-mana, vila, hotel, dan berbagai usaha ditekuninya, secara logika ya tak heran kalau orang itu kaya, karena memang banyak usahanya, tapi apa mungkin, tapi memang di sekolah tempat anak saya sekolah ini memang sudah banyak anak sekolah yang meninggal, ya ada saja sebabnya kebanyakan karena terjadi kecelakaan, misal ada yang kemaren yang ada anak tiga dilindas truk pasir, lalu ada yang ditabrak kereta api padahal palang kereta sudah ditutup, herannya anak itu menerobos palang kereta, dan ditabrak kereta api, ada juga yang naik motor cuma nabrak spion angkot lantas begitu saja jatuh mati, pokoknya aneh-aneh lah pak kejadiannya, sampai tak masuk akal, dan kalau dihitung sudah korban kejadian itu ada 37 orang, jadi maunya 40 orang maka tinggal 3 orang, nah anak saya inilah yang nomer 38 pak.”
“Wah panjang juga ceritanya.”
“Nah setelah kyai yang menolong anak saya untuk sembuh itu selesai menyadarkan anak saya, anak saya pun cerita bahwa selama tiga hari itu dia dibawa ke kerajaan jin, ke rumahnya ibu Ratu Dewi, di Paliman, menurut anakku ini dia ditunjukkan nantinya tempatnya, yang akan ditempati setelah menjadi korban ini.., setelah mengetahui itu, saya dengan kyai, temannya dan para aparat desa, kami bersama-sama mau mendatangi rumahnya Bowo, malam-malam kami datang pak, karena siangnya Bowo itu tidak ada, jadi kami datang malam, anehnya pak, rumah mewahnya yang luas sekali berhektar-hektar itu gak ada sama sekali, kami semua tak melihat rumahnya di mana, padahal jelas di sebelah jembatan, jadinya sebelah jembatan malah gak ada rumah, adanya hanya kebon semua, lalu kami pun meminta tetangganya yang dekat supaya mengantar agar kami bisa menemukan rumahnya, dan aneh tetangganya itu malah masuk ke kebonan, ya kami kehilangan dia, dan dia kembali-kembali sudah di ujung, lalu kami panggil katanya dia sudah masuk ke rumahnya sama saya, dan juga rombongan saya, padahal saya sama rombongan tidak ikut masuk, lalu keputusan kyai yang beserta saya, rumahnya sangat kuat perlindungannya jadi tidak bisa di tembus.”
“Aneh juga…” kataku.
“Ya begitulah pak…, nah setelah kejadian itu kami berusaha mendatanginya di siang hari, karena di rumah tak ada maka kami berusaha mencari kesempatan pas dia si Bowo itu ada di sekolah, dan saat di sekolah di hari-hari tertentu, pas hari itu kami dan aparat desa mendatanginya, maunya untuk meminta pertanggung jawabannya, dan anehnya ketika kami di depan dia semua mulut kami seperti terkunci kami tak kuasa berbuat apa-apa, kami diam mematung, malah diam saja ketika dia menanyakan keperluan, yang asalnya kami mau marah-marah ya seperti lulut saja kayak kerbau dicocok hidung, malah dia menunjukkan kalau dia bisa membaca qur’an, padahal kata semua guru bahkan kata istrinya Bowo itu ndak bisa baca qur’an sama sekali.”
“Lalu selanjutnya bagaimana?” tanyaku.
“Ya begitu pak, setelah kejadian itu dia malah berkata pada saya, soal sakit anakmu itu berapa biayanya, semua saya ganti, begitu katanya, ya saya gak mau sambil saya minta jangan mengganggu anak saya, eee malah akhirnya bukan anak saya saja yang kemudian jadi kerasukan istri saya pun akhirnya kerasukan, malah lebih ganas lagi, sampai sebelumnya kyai yang menolong anak saya sadar, awalnya mereka sanggup membantu, akhirnya mereka semua angkat tangan gak sanggup, dan menyerah. Maka saya kembali mencari orang pintar untuk mengobatkan istri saya, kemana mana saya cari, sampai saya putus asa rasanya, kalau anak saya sebelumnya kerasukan kan dipegang orang delapan saja masih kuat, kalau istri saya yang kerasukan kok orang delapan yang memegangi saja gak kuat, semua dimentalkan, sampai suatu malam saya bermimpi, yang bisa menyembuhkan anak saya itu orang yang rumahnya di Jogya, di suatu daerah dan saya pun berangkat mengikuti isyarat mimpi saya, seharian di Jogya saya tanya kesana kemari, sampai akhirnya sampai di daerah yang saya tuju. Saya ketemu orang namanya pak Giman, dia orang yang tubuhnya lumpuh separo, dan berjalan memakai tongkat.
“Ada apa?’ tanya pak Giman,
“Ini pak saya mau minta tolong, soal istri saya yang kerasukan, sudah saya obatkan kemana-mana gak sembuh, bagaimana pak apa bapak mau membantu? Apa syaratnya?”
“Sudah bapak di sini saja…” jawab Pak Giman.
“Maksudnya pak?”
“Ya biar saya yang kesana..”
“Ke rumah saya bareng saya saja pak.”
“Gak saya kesana sekarang..”
Lalu pak Giman masuk kamar, dan setengah jam kemudian menemui saya lagi.
“Sudah istrinya sudah sembuh, silahkan bapak pulang.”
Saya heran, dan saya pulang, memang istri saya sudah sadar dari kerasukannya, dan menurut yang saya serahi nunggu di rumah, memang pak Giman datang dan menebas-nebas istri saya dengan daun sampai istri saya sadar, aneh memang pak, tapi itulah yang terjadi.”
“Setelah istri saya sadar dan seminggu kemudian ternyata anak saya kerasukan lagi, dan saya bingung karena seperti semula anak saya tidak bisa diobati, sampai akhirnya saya mencari kyai yang dulu pernah membantu menyadarkan anak saya, dia dan teman-temannya tak sanggup. Dan hanya memberikan cincin, setelah anak saya memakai cincin, memang lantas tak kerasukan, dan saya disarankan untuk mencari orang yang bisa mengobati di daerah Pekalongan, katanya yang bisa mengobati orangnya adanya di Pekalongan, maka saya bawa anak saya ke Pekalongan, saya mencari kontrakan, sambil mecari siapa yang bisa mengobati katanya di Pekalongan tinggalnya, soalnya petunjuknya gak jelas pak… orangnya muda saja … begitu kata kyai itu..”
“Selanjutnya bagaimana?” tanyaku.
“Ya begitu, setelah seminggu ngontrak, ndak juga saya temukan mencari orang yang bisa mengobati yang katanya muda, sudah beberapa orang saya datangi semua kalah sama jin yang ada di tubuh anak saya, saya kan makin bingung. Sampai malam ini, anak saya kambuh, sudah banyak jin yang datang kata anak saya, akan mengeroyok dan menguasai, maka saya bawa anak saya ke musholla, di mushola malah semua orang ditantang, mau diajak tarung, jadi ramai, nah ternyata salah satu yang di mushola adalah murid bapak, lantas saya dianjurkan dibawa saja ke tempat bapak ini…”
Setelah selesai bercerita, akhirnya ku tangani anak yang bernama Ningsih itu, ku beri mimun air, dan tanganku ku tempel ke punggungnya, sebentar lantas tak sadar, dan setelah ku usahakan ku tanya ternyata tak mau jawab sama sekali jinnya, diam membisu, kadang hanya menatapku, kadang tak berani menatap tapi tetap diam seribu bahasa, akhirnya, jin yang tak bisa memberikan informasi apa-apa ku keluarkan, karena kurasa tak ada manfaat di dalam lama-lama.
Semalaman gonta ganti jin, ku keluarkan tapi sama sekali tak satupun memberikan informasi, sebenarnya kalau bicara paling tidak akan ada informasi yang bisa digali. Akhirnya di malam pertama walau sudah beberapa jin ku keluarkan hasilnya nihil tak ada informasi yang bisa ku dapat.
Siangnya Bapak dan anak itu pulang, dan malamnya datang lagi karena biasanya memang malam jum’at kliwon atau malam sabtu kliwon, korban itu akan diambil sebagai persembahan, dan malamnya setelah datang ke tempatku, ku langsung beri minum air isian doa, dan ku tempel tanganku di punggungnya, sebentar kemudian sudah tak sadar dan satu dua jin seperti kemarin tak mau bicara, dan hanya diam seribu bahasa, akhirnya ku keluarkan, setelah 5-6 jin ku keluarkan, Alhamdulillah jin yang ke tujuh, ternyata menangis, wah ini bisa diajak komunikasi.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Saya Bunga.” jawab jin dalam tubuh gadis itu sambil masih terus menangis.
“Kamu dikirim?”
“Ya.”
“Sama siapa?”
“Bowo..”
“Untuk apa?”
“Untuk menjemput anak ini.”
“Kamu muslimah?” tanyaku karena terdengar suaranya perempuan.
“Bukan.”
“Lalu apa agamamu?”
“Seperti Bowo.”
“Apa Hindu ?”
“Bukan.”
“Budha..?”
“Kristen?”
“Bukan.”
“Kafir?”
“Ya…”
“Kamu tak kasihan dengan anak ini? Kok mau kamu ambil jadi korban?”
“Kasihan…., tapi saya tak bisa menolak perintah Ratu?”
“Ratu siapa?”
“Ratu dewi.”
“Siapa itu?”
“Yang punya perjanjian dengan Bowo..”
“Perjanjian apa?”
“Perjanjian pesugihan.”
“Sudah berapa korbannya?”
“Banyak.”
“Banyak berapa?”
“Ya ada 37 orang, termasuk ayahnya Bowo sendiri.”
“Ayahnya dikorbankan?”
“Ya.”
“Yang lain dari mana yang dikorbankan?”
“Dari sekolah yang didanai.”
“Jadi anak sekolah itu dikorbankan?”
“Iya..”
“Apa yang merasuki teman sekolah anak ini kemaren itu juga ulahnya Bowo?”
“Iya…”
“Yang merasuk itu semua teman-temamu?”
“Iya semua temanku, atas perintah Bowo.”
“Berarti di sekolah itu banyak sekali jinnya?”
“Banyak…”
“Ada berapa?”
“Ratusan.”
“Kamu sendiri tinggal di mana?”
“Saya tinggal di pohon asem, tapi ditebang, jadi saya pindah ke mushola sekolah.”
“Kamu keluar ya…!”
“Gak mau..”
“Kenapa?”
“Ya gak mau..”
“Sekarang kamu di sebelah mana tinggal di tubuh anak ini?”
“Saya di kaki.”
Lalu aku menuju ke kaki gadis itu dan ku tarik keluar, lantas gadis itu sadar. Dan ku lihat sangat kelelahan, jadi ku biarkan saja agar istrirahat. Sampai besoknya malam akan ku selesaikan.
Besoknya setelah magrib gadis itu datang diantar lagi oleh ayahnya, sebenarnya aku sudah lelah sekali, karena disamping gadis itu aku seharian harus mengeluarkan jin yang ada di tubuh dua orang lagi tamuku, bahkan yang satu di dalamnya ada sampai hampir seratus jin dalam tubuhnya, energiku terkuras, maka ku putuskan memanggil murid-muridku membantu, agar bebanku agak berkurang, ku suruh murid-muridku mengeluarkan jin yang kapasitasnya ringan, sekalian mengajari mereka memakai ilmu yang ku berikan, sehingga kalau ada masalah yang sama jadi mereka sudah bisa.
Sampai saat jin yang bernama Bunga itu yang kemaren ku keluarkan yang ternyata ada di dalam, tandanya dia menangis, ku segera menanyakan, karena rupanya jin ini lumayan ramah menurut pendapatku.
“Kamu Bunga?” tanyaku.
“Iya.”
“Kenapa ada di dalam lagi, bukannya kemaren sudah saya keluarkan?”
“Iya saya disuruh masuk lagi..”
“Sama siapa?”
“Sama Bowo..”
“Apa waktu di tempat lain, yang mencakar wajah orang yang mengobati, juga waktu ngamuk di mushola itu juga kamu Bunga?”
“Iya…”
“Kenapa di tempat lain ngamuk, sedang di sini tidak?”
“Saya dilarang melawan?”
“Sama siapa?”
“Sama gurunya Bowo.”
“Dia bilang apa?”
“Ya saya dilarang jangan melawan.”
“Kenapa?”
“Karena gurunya Bowo takut.”
“Takut dengan siapa?”
“Takut denganmu.”
“Kenapa takut denganku?”
“Tak tau..”
“Apa bentukmu Bunga.”
“Saya perempuan cantik.”
“Sudah punya pacar “
“Ya belum…”
“Kenapa belum?”
“Karena umur saya baru 100 tahun.”
“Loh umur 100 tahun kok belum punya pacar?”
“Ya kan jin umur 100 tahun masih kecil.”
“Sebesar apa?”
“Sebesar anak kelas 1 SMP.”
“Oooo begitu?”
“Ya…”
“Lalu kenapa kamu menangis kalau muncul.”
“Karena saya sakit.”
“Sakit karena saya ini tidak bisa apa-apa.”
“Maksudnya?”
“Ibu saya ditawan Ratu, dan saya dipaksa mengambil anak ini jadi tumbal, kalau saya tak melaksanakan ibu saya disiksa,”
“Kenapa ibumu tak kamu bebaskan?”
“Saya sudah tak punya kekuatan, kekuatan saya diambil Ratu.”
“Kamu kasihan gak sama anak ini?”
“Kasihan..”
“Kalau kasihan kenapa gak kamu lepaskan?”
“Tidak bisa, karena saya kalau tidak mengambil anak ini ibu saya disiksa terus.”
“Disiksa bagaimana itu?”
“Ya dirantai sama dicambuki,”
“Kasihan..”
“Kamu lepaskan anak ini ya..”
“Ya tapi saya ditolong melepaskan ibu saya ya..”
“Iya… saya insaAllah akan bantu.”
“Iya saya tak ganggu anak ini, anak ini akan saya bantu lepas dari menjadi tumbal.”
“Nah begitu..”
“Kamu saya Islamkan?”
“Ndak mau.”
“Kenapa ndak mau.”
“Saya sudah pernah masuk Islam, diIslamkan oleh kyai yang mengislamkan saya, tapi saya kembali kafir.”
“Kenapa kembali kafir?”
“Karena saya disiksa Ratu, diperintah jadi kafir.”
“Bagaimana kalau masuk Islam, tapi tinggal di sini, kan dalam perlindungan saya, jadi ibu Ratu itu gak berani ngapa-ngapain.”
“Tak bisa, ibu saya kan disiksa.”
“Ya kalau begitu, kamu keluar dulu ya…. kasihan anak ini, kita ngobrolnya di luar saja, kamu sekarang di tubuh anak ini di sebelah mana?”
“Saya di punggung..”
Ku arahkan tanganku ke punggung, dan ku tarik Bunga keluar, gadis itu pun sadar. Anak itu pun duduk, dan sebentar kemudian dia nangis lagi..
“Ini Bunga?” tanyaku.
“Iya…” jawabnya pendek.
“Kok kamu masuk lagi?”
“Saya tak masuk..”
“Lalu di mana?”
“Saya di belakangnya anak ini,”
“Duduk apa berdiri?”
“Duduk., saya hanya meminjam mulut anak ini untuk bicara.”
“Ooo begitu.”
“Bunga…”
“Iya..”
“Kenapa kamu kok jadi pengikutnya Ratu?”
“Saya diajak teman-temanku.”
“Apa kerajaannya luas Ratu itu?”
“Iya.”
“Apa dia sakti.”
“Ya.”
“Sakti mana sama dengan ratu pantai selatan?”
“Sama-sama saktinya.”
“Saya dibantu ya..”
“Bantu apa?”
“Di dalam tubuh gadis ini ada berapa jin?”
“Saya tidak bisa melihat mereka.”
“Kenapa?”
“Saya dihalang-halangi penglihatan saya.”
“Sama siapa?”
“Sama mereka.”
“Lhoh bukannya mereka temanmu?”
“Bukan.”
“Lalu mereka siapa?”
“Mereka kiriman orang yang diarahkan untuk mencelakai anak ini.”
“Ooo begitu, jadi bukan temanmu?” tanyaku.
“Bukan.”
“Saya bantu melihat ya..” kataku sambil menempelkan tangan ke kening gadis yang kerasukan.
“Ya… ada 7.”
“Apa saja bentuk mereka?”
“Bentuknya macam-macam..”
“Yang mengirim siapa?”
“Yang mengirim, orang yang rumahnya di pinggir laut.”
“Kenapa mereka sama sekali tak menyerangku?”
“Semua takut,”
“Yang takut siapa?”
“Yang takut jin dan juga dukun yang mengirim.”
“Aneh… kenapa mereka takut padaku?”
“Tak tau, gurunya Bowo, dan ratu juga takut.”
“Denganku?”
“Ya.”
“Apa kamu juga takut denganku, coba pandang aku.”
Lama Bunga terdiam tak menjawab….. “Bagaimana?”
Dia diam saja..
“Aku tak akan mengapa-apakanmu kok, jangan takut.”
“Ya..”
“Kamu mau di sini saja, jadi muridku?”
“Mau… tapi saya kasihan sama ibu bapakku, yang ditawan ratu.”
“Sudah dulu ya Bunga… kasihan anak ini lelah, kamu pinjam lisannya..”
“Iya..”
“Jangan masuk lagi ke tubuh anak ini ya..”
“Iya…”
0 notes
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 64
Setelah dzikir harian berjamaah, mbak Sun dan suaminya yang memang biasa mengikuti zikir harian, menghadap padaku, mas Slamet yang duduk di sampingku menjelaskan,
“Iya mas… saya sekarang kok jadi benci kalau melihat mas… ya salah mas apa kok saya jadi benci..” tambah mbak Sun.
“Hm, aneh juga… coba ambilkan air zikir yang kemaren..” kataku menyuruh mas Slamet Kliwon.
Air kemudian ku tiup, dan ku suruh minum mbak Sun, dan ku suruh melihat dan memegang foto profilku, yang ada di tablet. Selang sepuluh menit kemudian, mbak Sun tiba-tiba menangis, menangis sekerasnya seperti anak kecil… aneh juga, aku sendiri heran, bukan aku tau apa masalahnya, masalahnya aku sendiri tak tau kenapa kok menangis.
“Ampun pak, ampuni aku… ampuni aku pak…” begitu kata-kata yang diucapkan.
Aku sendiri masih tak ngerti apa sebab dan minta ampun dari apa…? Sampai akhirnya dia ingin muntah, dan muntah-muntah di depan rumahku, dipegangi suaminya, sampai akhirnya jatuh pingsan. Bingung juga menghadapi hal seperti itu… ku suruh mas Slamet menggotong istrinya ke tempat yang lebih bersih.
Tiba-tiba mbak Sun sadar dan muntah-muntah lagi, lalu pingsan lagi, begitu berulang-ulang, kasihan juga melihatnya, maka ku suruh saja bawa pulang, besok saja dilanjutkan.
Besoknya setelah dzikir ku coba seperti semalam, ku kasih air dan ku suruh menempelkan jari di foto, dan sekali tempel, langsung saja, tubuhnya lemas seperti orang pingsan, dan ketawa cekakak cekikik sebagaimana orang yang kerasukan.
“Ini siapa?” tanyaku, melihat jin yang ada di tubuh mbak Sun berulah, menendang-nendang suaminya yang mencoba memegangi, sehingga suaminya berkali-kali kena tendang.
“Sudah biarkan saja tak usah dipegangi..”
Mbak Sun menatapku…. dan dia memalingkan wajah.
“Hii takut… siapa kamu wong bagus, wajahmu menakutkan…” katanya.
“Kamu sendiri siapa?” kataku balas bertanya.
“Aku gak mau mengaku, kecuali kamu mau memenuhi syarat yang ku ajukan.”
“Apa syaratnya?” tanyaku.
“Syaratnya kamu mau menikah denganku.”
“Kalau aku tak mau..?”
“Ya aku tak mau mengaku siapa aku.”
“Ooo begitu, kalau begitu aku paksa mengaku.”
“Paksa pakai apa?”
“Paksa pakai ini..” lalu ku tempelkan tanganku ke tubuh mbak Sun.
“Aduuuuh panas, panasss… iya… iya aku mengaku, aku mengaku..”
“Kamu siapa?”
“Saya dikirim orang.”
“Siapa yang mengirim?”
“Ya saingan dagangnya perempuan ini.., aku dikirim diperintahkan untuk menghancurkan perempuan ini..”
“Siapa yang mengirim?”
“Dewi…”
“Punya saingan bernama Dewi kang Slamet?” tanyaku pada kang Slamet.
“Iya, orangnya jualan sebagaimana aku dan istriku.” jawab kang Slamet.
“Dikirim dengan dukun dari mana?”
“Dukun dari Jogya, malah Dewi membayar dengan memberikan tubuhnya dan membayar 10 juta untuk mengirimkan diriku.” kata jin yang ada di dalam tubuhnya mbak Sun.
“Bayar sama siapa?” tanyaku heran.
“Ya bayar melayani perantara dan dukunnya..”
“Ya sama perantara dan dukunnya.”
“Hm begitu…” kataku heran.
“Iya… hihihi..” jawab jin itu sambil cekikak cekikik.
“Kamu keluar ya…” kataku sambil menatap wajahnya yang berusaha menghindari tatapanku.
“Jangan menatapku begitu aku takut…, kamu siapa kok bagus bener wajahmu, tapi menakutkan..?”
“Aku gurunya orang yang kamu masuki ini..” jawabku tandas.
“Aku takut..” kata jin itu.
“Ya kalau takut keluar..”
“Aku ndak berani keluar nanti aku disalahkan dukun yang mengirimku…, aku nanti dihajar.”
“Takut mana denganku apa dengan dukun itu?”
“Ya takut denganmu…, badanku panas semua…, rasanya semua tulangku lepas.”
“Makanya keluar… jangan sampai aku marah nanti malah aku hancurkan kamu..”
“Iya iya…. saya keluar, tapi saya minta ijin dulu sama dukun yang mengirimku..”
“Ya kalau begitu ku bakar saja kamu…” kataku sambil mengulurkan tangan untuk memegang mbak Sun, dan dia menghindar, tapi kupegang kakinya, dan seketika tubuhnya lemas, tanda jin sudah keluar, dan mbak Sun sadar.
Selang beberapa saat, ku biarkan mbak Sun istirahat, karena ku lihat kelelahan. Lalu setelah ku rasa cukup, ku suruh lagi minum air isian, dan air segera dibuang,
“Air apa ini…?” katanya dengan suara orang lain lagi, pertanda sudah ada jin lain lagi.
“Dengan siapa ini?” tanyaku dan jin dalam tubuh mbak Sun melihat dengan mata nanar, dan ketika tatapan wajahnya melihatku, dia seperti silau dan berpaling.
“Kamu siapa?” tanyaku.
“Aku jin yang dikirim…”
“Dikirim siapa?”
“Aku tak mau menyebutkan…”
Ku tempel tanganku di tubuh mbak Sun….
“Aduh panaaasss, iya iya aku mengaku..”
“Dikirim siapa?”
“Dikirim Tobil…. yang mengirimku dulu suka sama orang ini tapi tidak diterima, jadi dia mengirimkan jin, agar orang ini mau dinikahi..”
“Orang mana?”
“Orang yang di daerah Kretek…”
“Sekarang kamu keluar atau ku paksa keluar?”
“Kamu siapa? Punya apa kok mau memaksaku keluar?”
Ku tempel saja tanganku ke tubuh mbak Sun dan ku tarik jinnya keluar, dan jin pun keluar.
Ku suruh lagi meminum air isian, dan sekali lagi air baru ditenggak, mbak Sun sudah lemas, dan berubah suara lagi menjadi suara lain.
“Siapa ini?”
“Kenapa nanya nanya?”
“Ya aku ingin tau kenapa kamu di dalam?”
“Saya dikirim…”
“Dikirim siapa?’
“Dikirim kyai Juki.”
“Kyai Juki itu siapa?”
“Itu Kyai yang sering jadi penceramah di masjid Agung sana…” jelas Taufik yang memang kenal kyai Juki.
“Ooo.. ” aku heran, kyai juga main jin.
“Iya dia di luarnya juga alim,” tambah Taufik.
“Wah wah… dunia, kalau begini kan ketahuan jadinya..” kataku.
“Untuk urusan apa kamu dikirim kyai Juki?” tanyaku pada jin yang ada di tubuh mbak Sun.
“Memangnya kau ada urusan apa? Kok nanya nanya?” jawab jin itu.
“Ya dia ini muridku… jelas jadi urusanku.”
“Kamu berani denganku..?” tanya jin itu. “Aku ini sakti.”
“Sakti..? Kalau sakti coba tatap aku.” kataku.
Dia menatapku tapi segera berpaling… “Ih takut, kau menakutkan, matamu menakutkan, panasss..”
“Bagaimana kau berani denganku sekarang?’ tanyaku.
“Kau ini siapa? Mengapa ilmumu tinggi sekali, kau muridnya siapa?”
“Aku murid syaikh Nawawi..” jawabku.
“Jangan sebut nama itu, panas,”
“Bagaimana mau melawanku.?”
“Tidak, tidak, aku tak berani, biar aku keluar saja…”
“Keluar sendiri atau ku keluarkan?”
“Aku keluar sendiri saja…” katanya dan mbak Sun pun lemas.
Malam itu entah berapa jin yang sudah ku keluarkan silih berganti jin ku keluarkan, karena malam sudah larut, maka ku sarankan untuk dilanjutkan besok paginya saja.
Dan siangnya mbak Sun datang lagi sambil diantar suaminya, di Facebook yang memakai Id Slamet Kliwon itu, segera saja ku suruh minum, dan aku lupa memberinya minum pakai gelas kaca, jelas gelas langsung dibanting pecah… dan mbak Sun sudah berubah menjadi orang lain.
“Siapa?” tanyaku.
“Aku kirimannya Siswoyo…”
“Siapa itu Siswoyo?”
“Siswoyo ya mertuanya Sun ini.”
“Itu mertuanya yang dulu mas..” jelas kang Slamet.
“Ooo…. begitu, lalu untuk apa kamu dikirim?”
“Dulu Sun ini tak mau dinikahkan dapat anaknya , jadi tubuhnya diisi jin, biar mau..”
“Jadi sudah lama kamu di dalam?”
“Ya sudah lama.., tapi sejak Sun ikut ngaji thoreqoh itu, tubuhku panas, aku gak kuat di dalam, aku kepanasan, ngaji di mana itu kok panas sekali..”
“Ya ngaji di sini, aku gurunya..”
“Hah takut aku, aku dikeluarkan saja, aku tak kuat..”
Segera jin ku keluarkan, dan ku suruh minum air isian lagi, dan langsung saja berubah menjadi suara lain.
“Dengan siapa ini?”
“Aku jin dikirim oleh Supeno dan Supeni.”
“Siapa itu?”
“Dukun suruhannya Siswoyo..”
“Ooo… kamu keluar ya..”
“Saya tak bisa keluar.”
“Kenapa?”
“Saya harus minta pertanggung jawaban pada Supeno dan Supeni.”
“Ya sana meminta pertanggung jawaban.”
“Tak bisa.”
“Kenapa.”
“Orangnya sudah meninggal semua..”
“Ya nanti minta pertanggung jawaban di akherat, sekarang kamu keluar.”
“Ya ya saya keluar tapi saya biarkan di tubuh perempuan ini sebentar, saya kasihan padanya, dia orang baik kok dikirimi jin.”
Aku tak sabar menunggu lantas saja jin ku keluarkan, tapi segera berganti jin baru…
“Siapa ini?” tanyaku.
Dia menggeleng.
“Kamu siapa?”
Dia menggeleng lagi… dan memberi isyarat kalau dia tak bisa bicara. Ku suruh ambilkan spidol dan kertas. Dan ku sodorkan di depannya.
“Kamu siapa?”
Dia menulis, ‘saya kiriman’,
“Sudah berapa lama di dalam?”
Dia menulis, ’20 tahun’.
Heran juga aku, tapi karena susah berkomunikasi, maka ku keluarkan saja jinnya.
Karena melihat keadaan mbak Sun kelelahan maka pengeluaran jin ku hentikan beberapa saat, dan setelah ku rasa cukup istirahat, ku suruh lagi mbak Sun minum air isian dan langsung saja berubah gerak geriknya,
“Dengan siapa ini?” tanyaku.
“Saya jin yang disuruh orang menyerang pada ayahnya anak ini.”
“Lhoh kenapa kok masuk ke anak ini?”
“Karena ayahnya berisi, jadi saya tak bisa masuk ke ayahnya, jadi saya masuki raga anaknya.”
“Wah kok begitu?”
“Ya…”
“Sudah berapa tahun di dalam?”
“Saya sudah 20 tahun lebih..”
“Banyak tidak yang di dalam?”
“Tak ada, semua sudah pada keluar.”
“Benar?’
“Benar.”
“Kamu keluar ya.., mau keluar sendiri, atau ku keluarkan?”
“Ya saya mau keluar, karena di dalam sudah tak ada teman ngobrol.”
“Lhoh memangnya di dalam juga nyangkruk ngobrol sama teman-teman?”
“Ya… sekarang saya tak ada temannya..”
“Kalau begitu keluar..”
“Kamu siapa? Aku takut denganmu, jangan menatapku seperti itu, aku takut.”
“Kamu kan jin, masak penakut.”
“Ya aku takut denganmu..”
“Nah kalau takut keluar sana…”
“Sebentar aku masih mau di dalam..”
Ku tarik saja jinnya keluar karena pembicaraan ku anggap sudah tak ada manfaatnya.
Jin itu kebanyakan pembohong kelas berat, ketika dikatakan di dalam tak ada lagi, aku tak lantas percaya, dan ku suruh mbak Sun minum air isian lagi, dan benar saja, masih saja ada jin di dalam.
Sekalian ku suruh kang Slamet melatih ilmunya mengeluarkan jin dari tubuh istrinya, ketika jin dipegang, jin berontak, dan kang Slamet kuwalahan.
“Konsentrasi pada lafadz Allah kang..” kataku.
Kang Slamet pun konsentrasi dan memegang istrinya, baru istrinya kuwalahan dan tak berdaya, lalu ditanya.
“Siapa ini?” tanya kang slamet.
“Aku jin muslim,.”
“Jin muslim?” tanyaku.
“Ya..”
“Berarti hafal fatekhah.”
“Hafal…” lalu jin itu membaca fatekhah dengan lancar.
“Kenapa di dalam?”
“Saya dikirim orang, tapi saya lupa dikirim untuk apa… saya di dalam sudah hampir 30 tahun..”
“Wah lama juga, tolong siapa saja orang yang menonton ini, siapa saja yang ada jinnya, kamu bisa menunjukkan?”
“Ya saya bisa..”
Lalu jin itu menunjukkan siapa saja orang yang hadir yang ada jinnya, dan juga menunjukkan siapa saja nama-nama keluarganya orang itu, apa kerjaannya dan lain-lain, heran juga jin bisa tau sedetail itu tiap orang, gak tau bagaimana cara dia mengetahui, apa dengan cara menanyakan jin yang ada di dalam tubuh orang itu atau bagaimana.
Setelah berdialog panjang lebar, akhirnya jin itu ku suruh keluar, dan setelah itu, ku suruh minum dan memegang fotoku tak ada reaksi apa apa, ku rasa jinnya sudah bersih.
Cerita soal jin ini masih panjang dan sekali lagi ini hanya pengalaman, sebenarnya siapa saja bisa mempunyai apa yang ku punyai bisa sepertiku jika mengamalkan sebagaimana yang ku amalkan, jadi bukan karena mengamalkan sebuah ilmu untuk mengeluarkan jin atau sejenisnya, cukup mendekatkan diri pada Allah, berusaha selalu istiqomah dalam menjalankan laku amaliyah, nanti akan Allah anugerahkan berbagai ilmu, ilmu dari sisi Allah, bukan ilmu yang dipelajari, bukan dengan khodam jin atau malaikat. Sebab kita tak butuh jin juga tak butuh malaikat, para malaikat itu sudah sejak penciptaan Adam, malaikat tugasnya adalah melayani Adam, makanya diperintah sujud pada Adam, jadi tak perlu kita meminta, malaikat itu akan melayani kita, membagikan rizqi, membagikan hujan, mencatatkan amal perbuatan kita, tak usah kita repot menyediakan berlembar-lembar kertas, dan berliter-liter tinta, malaikat sudah mencatatkan amal kita, juga kita mau mati saja malaikat itu akan dengan suka rela mencabutkan nyawa kita, kita tak usah repot-repot membetot nyawa sendiri, sudah ada malaikat yang akan mencabutkan nyawa kita, malah ndak usah kita bayar dengan nyicil atau kontan, mereka akan melakukannya.
Jadi yang kita butuhkan bukan khodam, yang kita butuhkan adalah penyesuaian penghambaan kita kepada Allah, meletakkan diri sesuai dengan kodrat kenapa kita diciptakan.
Kejadian yang kita alami, adalah cara Allah menunjukkan keberadaannya dan agar kita bisa mengetahui keagungan dan kebesaranNya, seandaipun kita tak mengakui selamanya Allah itu Maha Agung dan Maha Kuasa, kekuasaan dan kebesaranNya tak tergantung atau bersandar pada apapun yang DIA ciptakan, Allah maha satu dan maha sendirian, tak bergantung pada tempat atau suasana. Kita manusia hanya bisalah mengambil manfaat dari pelajaran yang Allah berikan dari kejadian setiap hari, itu seperti qur’an yang dijelaskan dengan kejadian nyata.
Juga pengalaman yang ku alami, seperti menaklukkan jin, sama sekali bukan berarti aku ini ahli dalam jin, atau dalam pengalaman yang ku alami soal aku ini mengobati santet, sama sekali lantas aku ini orang yang tau seluk beluk soal santet, kita kembalikan saja pada Nabi kita, Muhammad SAW, beliau itu bukan jebolan sekolah manapun, bukan jebolan universitas ternama, juga bukan jebolan universitas Trisakti atau universitas Indonesia, tapi sampai sekarang Nabi kita itu dianut seluruh orang Islam di seluruh dunia, kurasa juga beliau tak pintar dan faham betul soal santet, atau ilmu sihir manapun, tapi beliau adalah sumber segala ilmu dari Allah karena wahyu melewati beliau, jadi bukan juga saya ini tau soal santet, atau soal jin, malah sama sekali saya tak tau, saya hanya menjalankan dan berusaha mengamalkan yang diwariskan nabi, bukan hanya mendialogkan atau membicarakan, tapi mengamalkan, karena saya yakin apa yang dibawa Nabi itu hal yang haq dan benar, lalu kok kemudian saya bisa mengeluarkan jin, sebenarnya juga tak saya ketahui sama sekali, kok bisa? saya tak mengambil pusing kenapa kok bisa atau tidak, dijalani saja yang seharusnya dijalani, sebagaimana Nabi itu bukan seorang yang pintar baca tulis dan pintar baca, kok bisa menyampaikan Al-qur’an dengan benar bahkan bahasanya yang sangat tinggi tak satupun yang salah? dan bisa mengarahkan orang dari dulu sampai sekarang dengan petunjuk yang dibawanya, karena ada campur tangan Allah di dalamnya.
Pengalaman yang saya alami juga saya sendiri tak meributkan bagaimana saya kok bisa, ya menurut saya juga siapa yang mengamalkan seperti yang saya amalkan juga akan bisa, dan kenyataannya banyak murid saya juga yang bisa mengobati sembarang penyakit dan juga bisa mengeluarkan jin dari tubuh seseorang, kok bisa? ya kenyataannya bisa, jika mau membuktikan kenapa tak mengikuti apa yang saya amalkan, kan lebih mudah mencari buktinya, daripada hanya menyangka nyangka, dan kan bisa tau apa yang saya amalkan itu melenceng tidak dari agama? misal membaca qur’an itu apa melenceng dari agama? menjalankan puasa sunnah itu apa melenceng dari agama? nah agar tau, kenapa tak mencari tau masuk dalam lingkunganku?
Kembali soal pengalaman, ini juga namanya pengalaman, kejadian yang sama sekali tanpa direncanakan, tak seperti sinetron atau film tv, jadi ending ceritanya kadang tak bisa ditebak, termasuk saya sebagai orang yang mengalami.
Habis isya’ ada tamu dari Tegal, biasanya jam delapan, ada dzikir harian di majlis, tapi karena ada tamu, masak ku tolak, kalau dzikir sudah mulai ya ku biarkan saja tamu menunggu sampai dzikir selesai, karena dzikir belum mulai maka ku temui tamu,
“Ada apa?” tanyaku pada dua tamuku.
“Saya dari facebook mas…” jawabnya.
Lalu ku tanya Id nya dia, karena aku tak tau semua tamu yang datang, setelah menjelaskan baru aku ingat paling tidak sedikit, sebab sehari pesan yang masuk ke inboxku ada 200an pesan kalau pesan terjawab lantas terjadi dialog, ya sehari sampai ada 300-400 pesan masuk, dan setiap pesan yang masuk, aku tak bisa mengetahui setiap orang perorang, apalagi kalau jawab pakai opera mini, tak ketahuan fotonya, apalagi kalau orangnya memakai foto bukan foto asli, maka makin sulit lagi, hampir tiap hari ada saja teman facebook datang ke rumahku, bahkan ada yang jauh jauh datang naik pesawat, malah pernah ada yang sudah bela-belain datang naik pesawat, dan sudah sampai di rumahku, aku sendiri sedang dalam menjalani kholwat tidak menemui siapapun, makin susah kan, ya kenapa juga gak kasih kabar kalau mau ketemu.
“Ada keperluan apa?” tanyaku.
“Saya ingin minta dilihat apa saya ada jinnya..” kata satu orang, sebut saja namanya Rohman.
“Kenapa tak lewat facebook saja? kan bisa lewat dari facebook.” kataku.
“Ya biar makin mantep ketemuan sama mas…”
“Ooo ya ndak papa…, coba minum air ini..” kataku setelah mengambil air, dan ku tiup.
“Dia lantas meminum air…”
Lantas ku sodorkan fotoku di depannya, “Ini jarinya ditempelkan.”
Lalu ku lihat dia menempelkan jari telunjuknya di tengah dada foto… sebentar sebentar dia menggelengkan kepala.
“Wajah mas berubah-rubah..” katanya sambil menggelengkan kepala.
Biasanya, ini biasanya, saya sendiri juga tak tau bagaimana kok bisa begitu, jadi ini ku ambil dari kebiasaan saja, sebenarnya aku sendiri juga tak tau kenapa kok jadi seperti itu, biasanya kalau di dalam tubuh seseorang tersebut ada beberapa jin, misal 10 jin maka fotoku akan berubah menjadi 10 wajah, wajah jin yang ada di dalam tubuh orang tersebut.
Benar saja suara pemuda yang di depanku sudah berubah, menjadi suara orang lain.
“Siapa?” tanyaku.
“Hmmm… aku jin…”
“Muslim?”
“Ya aku muslim..”
“Assalamualaikum..” ucapku.
“Waalaikum salam..”
“Kenapa kamu di dalam?”
“Saya dikirim.”
“Atas perintah siapa?”
“Atas perintah perempun yang disakiti pemuda ini..”
“Lalu maksudnya?”
“Maksudnya ya saya diminta menghancurkan kehidupan pemuda ini.”
“Lhah kamu kan jin muslim, antara muslim dengan muslim yang lain kan saudara, bagaimana kamu kok bisa dan mau dikirim untuk menghancurkan pemuda ini?”
“Saya ditaklukkan orang yang mengirimku.”
“Wah hebat berarti yang mengirimmu itu..?”
“Ya…”
“Lalu kenapa kamu ndak keluar dan lari?”
“Saya tak bisa keluar..”
“Kenapa?”
“Karena saya diancam dan saya tak tau bagaimana saya harus keluar.”
“Hm begitu,….?”
“Aduh tubuhku ini kamu apakan ustad…?”
“Kenapa? Aku tak mengapa-apakan.”
“Tapi tubuhku sama sekali tak berdaya, seperti ditindih gunung..”
“Ya aku tak tau, aku kan tak mengapa-apakanmu.”
“Berapa jin di dalam tubuh pemuda ini?”
“Banyak…”
“Berapa?”
“Ada 20 an jin..”
“20? wah banyak juga.”
“Iya, tapi mereka semua jin fasik.., dan semua sudah kabur, ketika masuk kesini tadi, semua takut pada ustad?”
“Takut padaku?”
“Ya..”
“Apa mereka semua bentuknya?”
“Ada yang berbentuk macan, ada yang berbentuk ular, kera dan lain-lain, pokoknya macam-macam, tapi mereka cemen semua, masak sama ustadz takut, hahahaha…”
“Wah wah.. mungkin mereka merasa kalah ganteng sama aku sehingga keder, hehehe…”
“Ustad bisa saja, hehehe…, ustad tau apa bentukku?”
“Aku tak tau, wong aku ndak bisa melihat jin..”
“Bentukku naga, hahahaha…”
“Wah naga besar kalau begitu?”
“Ya sebesar pohon kelapa…”
“Wah ngeri juga bentukmu, hhehehe..”
“Aduuuh… aku ustad apakan, kok semua badanku sakit begini?”
“Aku tak mengapa-apakan kamu.”
“Ustad tau… aku ini umurku berapa?”
“Ya mana aku tau.., umurmu berapa?”
“Umurku sudah ribuan tahun, aku dulu murid Sunan Gunung Jati, yang mengislamkanku Sunan Gunung Jati, aku juga sebenarnya menjaga makam Sunan Gunung Jati.”
“Wah senang berkenalan denganmu.., siapa namamu?” lalu dia membisikkan namanya di telingaku, dan karena yang melihat banyak maka dia membisikkan lagi sesuatu padaku.
“Kamu keluar ya dari tubuh orang ini.”
“Ya saya mau ustad, mau sekali, apalagi ustad yang memerintahkan, ustad adalah murid syaikh Abdul Qodir Jailani, semua bangsaku takut dan tunduk pada kewalian beliau, jadi saya ustad perintahkan, dengan senang hati saya akan keluar..”
“Lalu kenapa ndak keluar?”
“Saya tak bisa keluar ustad.”
“Kenapa?”
“Ya saya tak tau..”
“Ustad…! Boleh saya meminta ijazah ilmunya..?”
“Untuk apa, bukankah ilmumu sudah banyak?”
“Masih banyakan ustad..”
“Ilmu apa yang kamu minta?”
“Angkat saja saya jadi murid, nanti saya akan bisa keluar.”
“Ya gak papa… ku terima kamu jadi murid.”
“Kobiltu, saya terima jadi murid ustad.”
“Ya.. keluar ya..”
“Ya ustad, saya dibantu..”
“Ya saya bantu…”
Jin itupun keluar, dan pemuda itupun sadar.
0 notes
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 63
Melanjutkan cerita yang lalu…. membahas tentang latifah, jadi jika satu saja latifah kita terbuka maka akan mengucur kekuatan dari Allah ke tubuh kita dari lubang latifah itu, lhoh bagaimana kok bisa di dalam tubuh kita, ya ndak beda dengan kita gali tanah kok tanah lantas ada airnya.
Seperti matahari yang mengeluarkan energi, mengeluarkan cahaya menerangi jagat, kita tak percaya juga matahari tetap akan menerangi jagat, tak menunggu kita percaya dulu baru matahari itu akan menerangi jagat, akal kita tak nyampai dari mana keluarnya energi matahari tetap saja matahari akan menerangi jagad dan tak habis energinya walau dipakai oleh orang seluruh dunia….
Yang ku tulis juga tidak ingin dan sama sekali tak ada maksud agar siapapun supaya percaya dengan ceritaku, dan penulisanku juga tak menunggu orang percaya baru aku menulisnya.
Ketika latifah itu sudah terbuka, maka dengan sendirinya jika dikonsentrasikan akan mengalir kekuatan dari Allah, dan itu bisa dites dan dibuktikan, ketika ada jin merasuk ke tubuh seseorang atau orang kerasukan, dan dipegangi banyak orang, jin itu akan mementalkan siapa saja yang memegangnya maka cukup dengan seorang yang latifahnya terbuka itu menempelkan jarinya ke orang yang kerasukan itu, maka jin di dalam tubuh orang itu akan tak punya daya, seperti ditindih sebuah gunung, padahal hanya ditempeli jari.
Memang aneh, tapi itulah kenyataannya, dan siapa saja bisa mempraktekkannya, jika sudah tertembusi latifahnya, lalu bagaimana tanda seseorang itu tertembusi latifahnya, yaitu ketika dia mengkonsentrasikan dzikir pada titik latifah, maka akan merasa ada aliran dingin dari titik latifah itu mengaliri seluruh urat di tubuh, seperti layaknya bendungan yang dibuka dan airnya mengaliri parit dan sungai sungai.
Bahkan bukan hanya itu, saat kita konsentrasikan titik latifah dengan zikir yang biasa kita zikirkan maka jika ada jin yang merasuk pada seseorang, nantinya tak akan tahan melihat wajah kita atau dada kita, karena pancaran nur ilahi yang menyelimuti kita, jadi bukan kita yang sakti sampai jin takut, tapi karena nur ilahi yang memanar itulah yang membuat jin takut, ingat ini bisa dilakukan siapa saja, jadi jangan sekali-kali beranggapan saya hebat, wong murid saya juga banyak yang bisa.
Kita hanya perlu memproses diri dengan cara yang benar dengan amaliyah yang benar sehingga menghasilkan hasil yang benar dan bermanfaat. Jadi tak ada sakti atau hebat, yang sakti dan hebat hanya Allah.
Ini pengalaman, ada yang membuatku heran, dan aneh… kenapa setiap jin di rumahku lantas jin itu tidak berdaya, padahal contoh, ada seorang yang banyak jin di tubuhnya dia datang ke rumahku minta jinnya dikeluarkan, kata dia yang banyak jinnya itu dia cerita, kalau sudah dicoba dikeluarkan di beberapa orang yang bisa juga kyai yang bisa, mereka pada tak sanggup kebanyakan dibanting semua sampai tidak berdaya, ada yang dicekik dan ada yang diajak adu ilmu sampai muntah darah….. heran juga dan merinding juga mendengar cerita muntah darah begitu…. tapi aku madep mantep saja, kalau Allah di belakangku tempat aku bertawakal, masak lah kalah sama jin….
Singkat cerita orang itu ku suruh minum air untuk mendorong jinnya keluar, dan ku suruh menempelkan jari di fotoku, dan sebentar kemudian dia sudah menggereng gereng seperti macan, dan bergaya mendekam….
“Assalamualaikum, siapa ini?” tanyaku.
“Waalaikum salam….”
“Kamu siapa?”
“Saya bangsa jin….”
“Kok di tubuh orang ini?”
“Saya dikirim, “
“Siapa yang mengirimmu?”
“Saya tidak tau…..”
“Kok tidak tau….?”
“Ya saya ditaklukkan…. dan dimasukkan….”
“Kamu kok gereng gereng gitu apa kamu macan…?”
“Ya… bentuk saya macan…”
“Coba duduk yang bener, kok ndekem gitu….”
“Ya saya kan macan, ya duduk saya kayak begini….” ketawa juga dengar jawabannya…
“Apa kamu muslim.?”
“Ya saya muslim….”
“Sampean muslim kok mau dikirim ke tubuh orang ini?” tanyaku lagi dengan heran.
“Ya kan sudah ku katakan saya ditaklukkan.”
“Ada berapa jin temanmu di dalam?” tanyaku menyelidik.
“Ya banyak… saya tak tau semua…”
“Kalau yang bentuknya macan sepertimu ada berapa?” tanyaku lagi.
“Ada 7 sampai 10 tepatnya aku ndak tau…”
“Kamu keluar ya….”
“Ya saya mau keluar, tapi saya tak bisa.”
“Lhoh bagaimana kamu kok ndak bisa keluar, apa kamu sengaja mau bangkang sama aku?”
“Ndak saya tak berani, saya kamu apakan kok saya tak punya daya seperti ini..”
“Saya ndak mengapa -akan kamu, wong megang saja enggak..”
“Ya tapi tubuh saya linu semua, tubuhku sakit semua…”
“Kamu ajak ya teman-temanmu keluar…” kataku dengan nada perintah.
“Aku tak berani… mereka lebih kuat dariku.”
“Bagaimana kalau kamu ku pinjami kekuatan, apa kamu mau memaksa yang lain untuk keluar?”
“Ya aku mau…”
Ku tempelkan tangan ke tubuh orang yang dikuasai jin di depanku dan ku salurkan energi dengan konsentrasi…
Terasa guncangan di tubuh orang yang di depanku yang dikuasai jin….
“Sudah… sudah aku tak sanggup, mereka semua mengeroyokku…” kata jin macan yang tadi ku ajak bicara.
“Bukankah sudah ku bantu dengan kekuatan….”
“Iya tapi mereka mengeroyokku, aku kalah… mereka mencakarku, aku terluka..”
Karena sudah tak bisa ku harapkan bantuannya maka jin itupun ku keluarkan.
Kemudian ganti jin yang lain, ku lihat gayanya membungkuk…
“Assalamualaikum…” kataku.
“Waalaikum salam…”
“Saya bicara dengan siapa?”
“Saya semar…”
“Semar? Semar siapa? Apa semar yang seperti di pewayangan itu?”
“Iya benar.”
“Wah aneh, bagaimana simbah ini bisa di dalam? Apa simbah ini juga dari golongan jin?”
“Benar saya dari golongan jin.., dan saya tinggal di kayangan..”
“Kayangan itu di mana?”
“Ya di planet bukan di bumi ini..”
“Wah aneh juga, sampean muslim?”
“Saya beragama tauhid..”
“Sampean umurnya berapa?”
“Saya sudah ribuan tahun.”
“Kok sampean ada di tubuh orang ini bagaimana?”
“Tak tau… saya tau tau ada di dalam, seperti ditarik kekuatan sampai saya masuk kedalam.”
“Jadi tak tau siapa yang memasukkan?”
“Ya saya tak tau..”
“Di dalam sudah berapa lama?”
“Sudah lama juga saya juga tidak tau, saya taunya diperintah menghancurkan orang ini, tapi saya kasihan dengan orang ini, dia kan orang benar, masak saya hancurkan.”
“Lalu kenapa sampean tak keluar saja dari tubuh orang ini?”
“Ya karena saya tak berdaya pada orang yang mengirim saya, saya kalah..”
“Kalau saya perintah keluar kamu mau?”
“Mau, tapi saya ndak bisa keluar, tolong saya dikeluarkan gus..”
“Ya saya keluarkan, kamu tempatnya di bagian mana?”
“Saya di punggung bagian bawah..” jawabnya sambil menunjukkan tempat keberadannya.
Lalu ku arahkan tenaga ke tempat itu, lumayan susah mengeluarkannya, walau akhirnya keluar juga, setidaknya membuatku keringetan juga.
Selanjutnya jin yang lain pun memunculkan diri, ada berupa anjing atau ular, tapi aku sudah tak tertarik mengorek keterangan dari mereka, yang membuatku heran adalah kenapa jin walau tak ku apa-apakan mereka lantas tak berdaya jika di rumah?
Sebab jika mengeluarkan jin di luar rumahku, ada sedikit melakukan perlawanan, walau akhirnya juga tak berdaya, yang jelas mereka tak berani memandang wajahku, dan merasa silau, tapi yang membuatku heran adalah kenapa jika dalam rumahku jin itu merasa kesakitan malah ada yang merasa dirantai ketika berhadapan denganku walau aku sendiri tak mengapa-apakan, setelah sekian waktu ku pelajari, aku mengambil kesimpulan ini mungkin karena pagaran rumah yang ku tanam, sehingga membuat mereka tak berdaya.
Memang sering kali pengalaman itu terjadi tanpa kita merencanakannya sekalipun, setidaknya kemudian itu menjadi tambah keyakinan pada Allah karena mengalami pengalaman yang dijalani, dan banyak sekali pengalaman dari pengalaman itu didapat dari hal yang tak disangka-sangka sama sekali.
Dan sebenarnya aku sendiri juga tak tau ketika pengalaman itu terjadi dan ku alami, bagaimana kok bisa begitu, jadi bukan aku tau, tapi pengalaman itu terjadi begitu saja, kemudian ku ambil sebagai pelajaran. Misal pengalaman yang terjadi ketika orang yang chating denganku kemudian banyak yang muntah, ketika di tubuh orang itu ada jinnya.
Awalnya setengah taun yang silam, ada teman facebook yang ingin muntah ketika sedang chat ngobrol di facebook, aku heran, apa wajahku menjijikkan? atau ada hal lain, sampai orang itu bener-bener muntah, aku makin heran, bagaimana bisa begitu, karena tidak hanya satu orang, kenapa yang interaktif denganku kok ingin muntah?
Kenapa? Apa ada yang salah?
Aku coba menyelidiki dengan bertanya pada yang mengajakku ngobrol itu.
“Iya ini kyai… saya muntah sampai banyak..”
“Apa kamu jijik melihatku?” tanyaku heran.
“Ya ndak lah kyai, masak saya jijik, ya gak berani.”
“La kok muntah?”
“Gak tau ini kenapa.., kenapa tiap chating sama kyai saya muntah..”
“Apa chat sama orang lain gak muntah?”
“Tak pernah kyai… hanya chat sama kyai saja saya muntah..”
“Kok aneh ya?” aku terheran heran… ya memang juga saya tak tau sama sekali kenapa kok bisa seperti itu.
“Apa yang dirasakan lagi?”
“Kepalaku pening, dada sakit, juga perut sakit sekali..” jawab teman chatku itu.
“Aneh..” tulisku terheran-heran.
“Hm.. dulu pernah mengamalkan apa?” tanyaku menyelidik.
“Saya sendiri pengamal thoreqoh kyai, dari jalur suryalaya..”
“Kalau jalurnya sama denganku ya gak akan lah muntah-muntah gitu, kalau pengamal thoreqoh masak ada jinnya?”
“Ya gak tau juga kyai…, tapi di samping saya mengamalkan thoreqoh, saya juga banyak mengamalkan ilmu hikmah..”
“Wah kalau itu bisa jadi.., mungkin di tubuhmu ada jinnya, setelah muntah bagaimana rasanya?”
“Ya badan enteng kyai, sampai rasanya lega, tapi tubuh pada pegel semua.”
Maka ku ambil kesimpulan kalau orang yang di dalam tubuhnya ada jinnya jika chat denganku, dia akan muntah, karena berkali-kali terjadi, dan kejadian itu kemudian ku tes dan ku buat mengobati orang yang dalam tubuhnya ada jinnya, dan berulang-ulang ku pakai mengeluarkan jin dari tubuh orang lewat jarak jauh dengan lewat chating, dan ini sama sekali tak ku pelajari, Allah saja yang memberi anugerah, dan secara jujur aku sendiri tak tau kenapa kok terjadi seperti itu, jadi itu pengalaman saja, bukan mistik atau ada unsur magis, gaib, terus terang aku sendiri tak mempelajari ilmu jin atau ilmu soal cara mengeluarkan jin, apalagi ilmu perdukunan, bahkan yang terjadi kenapa kok terjadi seperti itu, saya sendiri tak tau.
Dan pengalaman itu berlanjut, ingat saya sendiri mengalami pengalaman ini sama sekali bukan tak ku rencanakan, dan saya sama sekali tak punya kelebihan apa-apa, tak ada yang bisa dibuat kebanggaan, dan pengalaman ini ku tulis juga bukan untuk menunjukkan kelebihan diri, yang kenyataannya sama sekali saya tak tau kok bisa terjadi seperti itu, jadi jika ada yang menganggap salah, ya silahkan, namanya juga pengalaman, bukan pegangan hidup, siapa saja boleh menulis pengalaman hidupnya, tak ada yang melarang, lebih baik menjelek-jelekkan diri sendiri daripada menjelek-jelekkan tetangga atau orang lain.
Mungkin banyak teman facebook yang berteman denganku sudah banyak yang tau soal ini, yaitu kejadian SIAPA SAJA YANG MEMANDANG FOTO PROFIL FACEBOOKKU JIKA DI DALAM TUBUHNYA ADA JINNYA MAKA ORANG ITU AKAN MUNTAH KARENA JIN DALAM TUBUHNYA KEPANASAN DAN INGIN KELUAR.
Aneh? ya saya sendiri merasa aneh, apalagi orang lain, mungkin orang berprasangka kalau itu karena aku punya kelebihan, kelebihan apa? la aku sendiri gak tau kenapa kok terjadi seperti itu.
Awal kejadian ada beberapa pesan masuk ke inbox ku, yang isinya, banyak laporan, banyak orang yang muntah-muntah karena memandang foto profil facebookku…. terus terang aku sendiri heran, masak bisa begitu? aku sendiri yang punya foto gak tau kenapa bisa begitu, tapi makin hari makin banyak laporan yang masuk, bukan hanya laporan di facebook, tapi juga laporan dari tetanggaku yang menjadi muridku, padahal selama ini sudah 1 tahun tetanggaku itu juga tak merasakan apa-apa selama itu menjadi muridku, ya anteng anteng saja, ee kok belakangan melihat foto profilku kok jadi pening kepala dan mau muntah. Heran juga aku dibuatnya.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 62
Tapi walau dalam keadaan lebaran ada saja tamu yang mencariku dan salah satunya dua orang yang mencariku disertai anak usia sekelas 4 SD, aku segera menemui tamu seperti biasa, aku tak banyak basa basi.
“Ada keperluan apa pak ?” tanyaku.
“Ini pak ustadz, soal anak saya..” jawabnya.
“Anaknya kenapa?”
“Ayo dik cerita sendiri..” kata si bapak anak itu sambil menyuruh anaknya.
“Ini pak, saya sering kerasukan…” kata anak itu sambil membetulkan letak duduknya.
“Kerasukan?” tanyaku mengulang.
“Iya pak ustadz, sudah setahun ini sering kerasukan.” jelas ayahnya. “Malah dia juga merasakan kalau mau kerasukan…, dia biasanya manggil aku kalau di rumah mau dirasuki, ini pak…. ini pak aku mau dirasuki, begitu ustadz, dan biasanya saya datang dia sudah menggereng gereng dengan mata merah…”
“Hm… bapak pernah kerja di Bogor?” tanyaku.
“Lhoh pak ustadz kok tau?”
“Jadi pernah kerja di Bogor?” tanyaku mengulang pertanyaan.
“Iya dulu mengirim barang pakaian tapi sebulan dua bulan ini sudah tidak kerja di sana…”
“Apa pernah mimpi atau melihat bayangan di rumah seorang anak kecil cebol dengan tubuh warna merah..? jadi seluruh badannya berwarna merah.”
“Lhoh kok ustadz tau, iya saya sering mimpi di rumah saya ada anak kecil berwarna merah..”
“Nah itu yang sering merasuki anak bapak..” kataku, rasanya malah kayak dukun main tebak tebakan. “Mungkin efeknya kalau masuk ke tubuh orang, atau anak kecil, anak itu akan terasuki dan tubuhnya terasa panas.”
“Wah benar ustadz kalau anak saya kerasukan memang selalu mengeluarkan hawa panas dari tubuhnya, apakah ini bisa ditolong anak saya, bagaimana ustadz kasihan anak saya…”
“Insa Allah bisa, semoga saja nantinya tak lagi kerasukan…” kataku sambil berdiri untuk mengambil air dan meniupnya, “Ini nanti diminumkan anaknya dan dipakai mandi, juga dipakai ngepel rumahnya.., semoga nanti tak kerasukan lagi.” jelasku, dan mengantar ketiga orang itu pamit pulang, dan Alhamdulillah beberapa hari kemudian mereka datang lagi, menceritakan kalau anaknya tak kerasukan lagi.
Memang kadang kala kalau lagi musim urusan jin maka urusannya jin melulu, ya ada orang kerasukan karena melewati tempat angker, atau ada orang yang dikirim orang jin, atau ada juga yang mempelajari ilmu tertentu, misal ilmu hikmah, atau ilmu kejawen, kemudian lantas dikuasai jin, dan selalu dalam pengaruhnya, dikendalikan oleh jin yang menguasai.
Memang jin yang menjadi anak buah syaitan itu selalu ingin menyesatkan manusia agar tersesat, jika kita tak hati-hati maka bisa saja tanpa kita sadari kita sudah dalam pengaruh jin, atau dikuasai jin tapi tak kita sadari. Karena tak berarti kita dikuasai jin lantas berprilaku yang aneh, kadang juga sama sekali tak berprilaku aneh sama sekali, tapi memang kebanyakan kalau dikuasai jin ya selalu berprilaku yang tak wajar, setidaknya ada yang aneh, keluar dari kewajaran, pertanda itu bisa berupa apa saja, tapi ada ciri-ciri tertentu.
Di antara tanda seseorang yang dikuasai jin diantaranya, pusing-pusing sebagian atau keseluruhan, leher berat/kaku, bahu, pundak selalu berat pegal nyeri, panas atau terasa berat pada bagian-bagian tertentu entah punggung atau pundak, atau kaki berat untuk melangkah, sakit pada perut atau ulu hati, dada sesak atau panas, gangguan sekitar rahim, prostat, ginjal, pandangan mata sering kabur tanpa sebab tertentu, mendengkur sangat keras ketika tidur atau suara gigi bergesekan bergeretukan, makan minum berlebihan, dan mudah lapar, tapi lama kenyangnya walau sudah makan banyak, karena sari makanan yang dimakan, dimakan oleh jin, sehingga kadang makannya banyak tapi orangnya lemes dan kurus, memiliki kekuasaan fisik yang di luar kemampuan umumnya manusia, sakit yang sangat pada jam-jam tertentu, sakit yang berpindah-pindah, sakit yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba hilang.
Ada juga tanda-tanda secara prilaku misal mudah menjadi marah-marah, walau dengan sebab yang remeh atau kadang tanpa sebab sama sekali, dan wajah selalu diliputi aura suntuk dan sumpek, juga suka marah dan mudah sekali tersinggung, sering bingung tanpa sebab dan sulit konsentrasi, sebentar mau berkata apa, sudah lupa ketika mau mengatakannya, atau menaruh barang di mana baru sebentar sudah lupa sama sekali di mana menaruhnya, sehingga hidup jadi semrawut tidak teratur dan terkontrol. Sering bermimpi yang menakutkan misal soal kuburan, tempat-tempat angker, dan yang menakutkan atau sering bermimpi didatangi binatang buas, Sering bermimpi dengan orang yang sama atau bermimpi jatuh di tempat yang tinggi, bermimpi berada di tempat yang bau busuk sekali, resah, gelisah, takut, minder, sulit tidur, kalau mau tidur susah sekali, tapi kalau sudah tidur juga susah sekali dibangunkan, malas beraktifitas dalam kebaikan, sering berprasangka buruk, was-was, tak tenang, tak krasan duduk di satu tempat, apa-apa membosankan, mood tidak stabil, merasa ada bisikan-bisikan di hati atau di telinga, pernah atau sering  mendengar suara letusan di atap atau di sekitar rumah khususnya malam hari, bisa melihat sesuatu (makhluk halus atau benda) yang umumnya tidak terlihat oleh orang lain, merasa selalu ada yang mengikuti, tidak bisa mengontrol gerakannya sendiri, seringnya tangan atau kaki tak sadar bergerak sendiri, merasa ada yang bergerak dalam tubuh, tubuh serasa sering merasa hal yang tak wajar seperti kesemutan tanpa sebab pasti.
Ada juga tanda-tanda seseorang itu ada atau tidak jin di dalam tubuhnya bisa dirasakan dan ketahui dari sering lupa pada jumlah rakaat shalat, terasa berat/mengantuk setiap berzikir atau membaca Al-Quran atau ketika hadir di pengajian.
Sering sulit bangun malam(Tahajjud), sering batal ketika wudhu sering tidak yakin ketika berwudhu sehingga mengulang-ulang wudhu, mandi janabah atau was-was ketika sholat, sering timbul mual ingin muntah, pusing, ketika dipakai dzikir, badan terasa berat dan malas. Sakit anggota badan hanya di waktu tertentu seperti kaki setelah waktu asar. Ada terasa benda bergerak di bawah kulit. Sayang dan suka yang kelewatan pada orang yang baru dikenal. Pikun ketika usia lanjut. Panas baran atau panas kayak kena cabai. Sikap berubah-ubah secara mendadak. Gelisah dan panas di tengkuk bila dengar al-quran. Suka melakukan tabiat buruk dan cenderung berprilaku buruk yang merugikan diri sendiri juga orang sekitar, sering sendawa bila mendengar al-quran. Jika perempuan sering keguguran ketika mengandung. Gagal melakukan hubungan kelamin. Mengantuk bila dengar al-qur’an juga mengantuk jika diajak pada kebaikan dan semangat jika diajak pada kejahatan. Jika perempuan darah haid turun lebih 15 hari dan berulang-ulang. Batuk berkepanjangan. Selalu ditindih ketika tidur, atau sering mengigau, kuat berangan-angan kosong. Terlalu rasa rendah diri dan tidak percaya diri. Mempunyai nafsu seksual yang melampaui. Mandul. Sering mendengarkan sesuatu bisikan. Melihat jin secara langsung. Sakit mental atau gila suka ngomong sendiri, suka melakukan perbuatan tanpa alasan yang bisa dimengerti misalkan pergi ke suatu tempat karena merasa diperintah ke tempat itu oleh bisikan.
Dan dalam kehidupan sehari-hari orang yang dalam dirinya itu ada jinnya biasanya terhalang rezekinya, sering gagal dalam usaha mencari nafkah, usaha apapun sifatnya merugi saja, bukan malah mendapat laba tapi malah rugi dan rugi, atau terhalang jodohnya, kadang sudah mau menikah sudah undangan disebar, tapi tidak jadi, dan itu terjadi berulang-ulang, dijauhi/dibenci rekan-rekan, semua orang seakan melihat sangat tak suka.
Pertanda diri dikuasai jin beda dengan rumah yang ada jinnya, atau tempat usaha yang ada jinnya, atau yang ditinggali ada jinnya walau ada kesamaan di hal-hal tertentu kalau rumah itu ada jinnya biasanya rumah akan terasa angker, atau orang akan merasa aneh di rumah itu. Kadang-kadang rumah membuat perasaan jadi gelisah atau atmosfernya terasa tebal dan berat. Atau, anda merasakan ada perubahan suhu di beberapa ruangan, menjadi lebih dingin daripada di ruangan lain. Hal ini disebabkan jin menyerap energi di sekitarnya untuk mewujudkan dirinya.
Sering kali orang juga merasa tidak sendirian di rumah itu. Mereka merasa sedang diamati, tapi mereka tidak melihat apa pun di sekitarnya. Kadang-kadang ada bayangan berkelebat. Meskipun ini tidak otomatis membuktikan kehadiran hantu atau jin, Anda perlu memperhatikannya untuk mengetahui apakah ada fenomena lain di sekitar Anda. Suara-suara yang aneh, seringkali ada suara ketukan di dinding dalam tiga seri, seperti tiga kali, enam kali, atau sembilan kali. Orang juga bisa mendengar suara orang berjalan, seperti langkah-langkah, mendengarkan suara lemari atau laci di dapur membuka atau menutup, musik, gelas pecah, atau suara orang mandi, bel berdering. Bau-bauan yang tidak biasa, aromanya bisa seperti parfum atau bunga-bungaan, melati, kenanga atau bunga lain atau bau menyan yang keras, baunya sangat manis, atau bau-bau yang busuk. Biasanya, mereka ini jin yang negatif dan mereka mengganggu. Benda-benda yang bergerak, kadang-kadang ada barang, seperti peralatan makan dari perak, yang jatuh gemerincing entah di mana. Atau, batu-batu yang beterbangan di rumah. Lampu terus-menerus menyala dan padam. Rumah dan perabotannya bergoyang-goyang, seolah anda mengalami gempa bumi seorang diri. Jika ada anjing, perilaku anjing menjadi aneh, anjing akan menggonggong atau tiba-tiba meringkuk. Jika tidur dalam rumah sering mengalami, kayak ditindih atau dicekik, bayi juga sering menangis dengan tangisan yang tidak wajar sampai susah didiamkan, mimpinya orang yang dalam rumah itu juga buruk, di dalam rumah hawanya panas, antara penghuni satu dengan yang lain sangat mudah sekali cek cok, saling marah saling menyalahkan, bahkan jika suami istri maka akan sering cekcok sampai banting gelas piring, anak anak yang di dalam rumah ada jinnya juga akan sulit sekali diatur, perkembangan emosi mereka labil, malas belajar, dan jika meminta sesuatu tak dituruti bisa sampai marah-marah yang diluar kendali.
Penampakan, nah ini gambaran yang paling jelas. Hal itu bisa berupa bola berkabut dan berkilauan atau sosok yang tampak melayang di udara. Sebagian orang melihat cahaya berkelap-kelip dalam warna biru, oranye, atau amber. Ada juga yang melihat beberapa bagian tubuh dalam wujud lengan atau kaki. Hal ini akan terlihat padat, seperti daging. Bukti paling meyakinkan bahwa sebuah rumah berhantu adalah jika anda bisa merekam gambar dari hantu itu, bahkan merekam suara-suaranya.
Yang jelas di dalam diri ada jinnya, atau dalam rumah ada jinnya itu sangat tak baik buat kita sebagai orang yang beriman kepada Allah, dan hanya berharap Allah lah sebaik-baiknya penolong, Alloh lah sebaik-baiknya tempat bersandar dan bertawakal. Siapa yang bertawakal pada Allah maka Allah akan menanggungnya.
Dan sering juga kadang dalam tubuh manusia itu sama sekali tak dapat diketahui ada jinnya apa tidak, dan itu juga sama sekali tak disadari oleh orang yang mengalami.
Ini akan kuceritakan beberapa cerita dari orang yang datang ke rumah karena dalam tubuhnya ada jinnya, mungkin itu bisa saja terjadi pada siapapun yang membaca kisah ini, ini hanya berdasar pada yang ku alami, seperti saat itu hari sudah sore baru juga selesai sholat, dan baru selesai dzikir pondasi, biasa mertuaku kalau ada tamu ribut, pengennya tamu segera ditemui, biasanya akan menyuruh anakku untuk terus terusan memanggil, ya kalau kulanjutkan dzikir pasti ndak akan tenang, segera saja ku temui tamu, seorang pemuda yang seumuran denganku.
Ku lihat dia berusaha menghindar menatap wajahku, seperti orang silau di kegelapan yang terkena cahaya lampu mobil, aku tetap duduk di depannya, walau dia miring miring menghindari menatapku, dan menutup wajahnya dengan tangannya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Ya seperti ini, kalau saya berhadapan dengan orang yang ada isinya…” jawabnya.
“Ooo begitu..? Apa yang bisa saya bantu?” tanyaku lagi.
“Ada jin dalam tubuh saya, mohon dikeluarkan…”
“Sudah berapa lama?”
“Sudah dua tahunan..”
“Awalnya bagaimana?”
“Saya sendiri tak tau awalnya bagaimana? Tiba-tiba ya begini.” Aku terdiam, dia masih berusaha tak menatap ke tubuhku…..
“Sudah pernah diobatkan kemana saja?” tanyaku setelah memilih pertanyaan yang tepat.
“Sudah, bukan hanya ke dokter tapi juga ke kyai dan paranormal, dan di mana ada orang memberitahu saya soal orang yang bisa mengobati maka saya akan berusaha datang, tapi hasilnya nihil, kadang ada yang bisa mengeluarkan jin dari tubuh, dan malah mereka yang muntah darah, atau kalah dengan keroyokan jin di dalam tubuh saya…., anehnya saya tak tau kenapa ada jin di tubuh saya, tau tau ya ada di dalam tubuh saya, malah saya mau kesini tadi, harus tarik tarikan dengan jin dalam tubuh saya, sehingga saya harus melangkah setindak demi setindak, selangkah kalau ada pohon, saya pegangan pohon.”
“Kok bisa begitu?”
“Iya karena jin dalam tubuh saya tau kalau mau saya obatkan…, dan jika yang saya mau datangi orang yang benar-benar isi, mereka akan berusaha menahanku, dan berusaha menguasai kaki dan tanganku…, tapi alhamdulillah setelah tarik tarikan dari jam tiga tadi waktu masuk gang ini, sekarang sampai juga…”
“Sebentar ku ambikan air dulu.” kataku sambil mengambil air dari dzikir malam minggu kliwon, lalu air ku tiup doa agar jin dalam tubuh lelaki di depanku ini dikeluarkan. Setelah ku tanya nama dan nama ayahnya, maka air ku tiup dan ku berikan untuk diminum.
Ku lihat tangan yang satu mencoba menahan agar air tidak terminum, tapi tangan yang satunya lagi berusaha agar air terangkat dan bisa diminum, rupanya dia dikuasai separo, separo dikuasai jin, dan separo masih dalam kendali kesadarannya, akhirnya air bisa diminumnya, dia segera menggeleng gelengkan wajahnya, kayak orang sedang mengibarkan sesuatu, lalu mulai menggereng gereng seperti suara macan, ku tanya..
“Assalamualaikum, ini dengan siapa..?” tanyaku.
Dia tak menjawab hanya menggereng-gereng, karena ku tanya berulang kali tak menjawab, maka ku keluarkan saja jinnya, dan berganti masuk jin yang lain, dengan suara cekikikan kayak suara perempuan, setelah ku salami dan ku tanya tak menjawab, maka ku keluarkan lagi, begitu berulang-ulang, entah sudah ada berapa jin yang sudah ku keluarkan, tapi tak satupun yang menjawab pertanyaanku, ada yang seperti suara kucing, meliuk seperti ular, dan lain lain…. sampai ada yang juga jin yang membuka percakapan.
“Assalamualaikum…. gus…”
“Waalaikum salam, jawabku, dengan siapa ini?”
“Saya… saya jin muslim..” jawabnya, “Aduh saya diapakan gus, kok tubuh saya panas semua…?”
“Saya tak mengapa-apakan…”
“Tapi tanganmu itu berat sekali gus…”
Ku lepaskan tanganku dari menempel di tubuhnya…
“Bagaimana kamu ada di dalam tubuh orang ini?”
“Saya tak tau, tiba tiba saya ada di dalam tubuh orang ini…”
“Apa kamu dikirim orang?” tanyaku menyelidik.
“Tak tau gus, saya ndak tau, benar saya tak tau..”
“Ya sudah kalau tak bisa menunjukkan, ini mau saya keluarkan, apa keluar sendiri?”
“Biar saya keluar sendiri…. Assalamualaikum..” katanya lantas dia keluar dari tubuh orang di depanku.
Tapi lantas ada lagi jin yang menunjukkan eksistensinya, yang agak keras, dia mengeluarkan jurus untuk menyerangku, ada sedikit tekanan ke arah tubuhku, ku hanya perlu konsentrasi sedikit pada lafadz Allah di dadaku, dan tanpa aku harus melakukan gerakan segera jin itu pun sudah tertolak serangannya, sebenarnya teori seperti ini teori yang sederhana, jika kita sudah menembusi latifah kita, maka dengan sendirinya kita akan terhubung dengan Allah.
Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Di setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu, Ibn Mubarak mengatakan bahwa Khalid bin Ma’dan berkata kepada sahabat Mu’adz bin Jabal RA, “Ceritakanlah satu hadits yang kau dengar dari Rasulullah SAW, yang kau menghafalnya dan setiap hari kau mengingatnya lantaran saking keras, halus, dan dalamnya makna hadits tersebut. Hadits manakah yang menurut pendapatmu paling penting?”
Mu’adz menjawab, “Baiklah, akan kuceritakan.” Sesaat kemudian, ia pun menangis hingga lama sekali, lalu ia bertutur,
“Hmm, sungguh kangennya hati ini kepada Rasulullah SAW, ingin rasanya segera bersua dengan beliau..”
Ia melanjutkan, “Suatu saat aku menghadap Rasulullah SAW. Ia menunggangi seekor unta dan menyuruhku naik di belakangnya, maka berangkatlah kami dengan unta tersebut. Kemudian dia menengadahkan wajahnya ke langit, dan berdoa, “Puji syukur kehadirat Allah, Yang Maha berkehendak kepada makhluq-Nya menurut kehendak-Nya.” Kemudian beliau SAW berkata, “Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu yang apabila engkau hafalkan, akan berguna bagimu, tapi kalau engkau sepelekan, engkau tidak akan memiliki hujjah kelak di hadapan Allah SWT.”
“Hai, Mu’adz! Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu, dan tiap-tiap pintu langit itu dijaga oleh malaikat penjaga pintu sesuai harga pintu dan keagungannya. Maka, Malaikat hafazhah (malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang) naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan cahaya matahari. Ia, yang menganggap amal orang tersebut banyak, memuji amal-amal orang itu. Tapi, sampai di pintu langit pertama, berkata malaikat penjaga pintu langit itu kepada malaikat hafazhah, “Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat, aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang mengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya.”
Keesokan harinya, ada lagi malaikat hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal shalih seorang lainnya yang cahayanya berkilauan. Ia juga memujinya lantaran begitu banyaknya amal tersebut. Namun malaikat di langit kedua mengatakan, “Berhentilah, dan tamparkan amal ini ke wajah pemiliknya, sebab dengan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini, jangan sampai lewat hingga hari berikutnya.” Maka seluruh malaikat pun melaknat orang tersebut sampai sore hari.
Kemudian ada lagi malaikat hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal hamba Allah yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa, dan bermacam-macam kebaikan yang oleh malaikat hafazhah dianggap demikian banyak dan terpuji. Namun saat sampai di langit ketiga berkata malaikat penjaga pintu langit yang ketiga, “Tamparkanlan amal ini ke wajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah memerintahkanku untuk tidak menerima orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah-tengah orang lain.
Kemudian ada lagi malaikat hafazhah yang naik ke langit keempat, membawa amal seseorang yang bersinar bagaikan bintang yang paling besar, suaranya bergemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, shalat, naik haji, dan umrah. Tapi, ketika sampai di langit keempat, malaikat penjaga pintu langit keempat mengatakan kepada malaikat hafazhah, “Berhentilah, jangan dilanjutkan. Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga orang-orang yang suka ujub (membanggakan diri). Aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk amal tukang ujub. Jangan sampai amal itu melewatiku untuk mencapai langit yang berikutnya, sebab ia kalau beramal selalu ujub.
Kemudian naik lagi malaikat hafazhah ke langit kelima, membawa amal hamba yang diarak bagaikan pengantin wanita digiring kepada suaminya, amal yang begitu bagus, seperti amal jihad, ibadah haji, ibadah umrah. Cahaya amal itu bagaikan matahari. Namun, begitu sampai di langit kelima, berkata malaikat penjaga pintu langit kelima, “Aku ini penjaga sifat hasud (dengki, iri hati). Pemilik amal ini, yang amalnya sedemikian bagus, suka hasud kepada orang lain atas kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Sungguh ia benci kepada apa yang diridhai Allah SWT. Saya diperintahkan agar tidak membiarkan amal orang seperti ini untuk melewati pintuku menuju pintu selanjutnya.. “
Kemudian ada lagi malaikat hafazhah naik dengan membawa amal lain berupa wudhu yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, haji, dan umrah. Tapi saat ia sampai di langit keenam, malaikat penjaga pintu ini mengatakan, “Aku ini malaikat penjaga rahmat. Amal yang seolah-olah bagus ini, tamparkanlah ke wajah pemiliknya. Salah sendiri ia tidak pernah mengasihi orang. Bila ada orang lain yang mendapat musibah, ia merasa senang. Aku diperintahkan agar amal seperti ini tidak melewatiku hingga dapat sampai pada pintu berikutnya.”
Kemudian ada lagi malaikat hafazhah naik ke langit ketujuh dengan membawa amal seorang hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, shalat, jihad, dan kewara’a. Suaranya pun bergemuruh bagaikan geledek. Cahayanya bagaikan malaikat. Namun tatkala sampai di langit yang ketujuh, malaikat penjaga langit ketujuh mengatakan, “Aku ini penjaga sum’at (ingin terkenal / Riya). Sesungguhnya orang ini ingin dikenal dalam kelompok, kelompok, selalu ingin terlihat lebih unggul disaat berkumpul, dan ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin.. Allah memerintahkanku agar amalnya itu tidak sampai melewatiku. Setiap amal yang tidak bersih karena Allah, itulah yang disebut Riya. Allah tak akan menerima amal orang-orang yang riya.”
Kemudian ada lagi malaikat hafazhah naik membawa amal seorang hamba: shalat, zakat, puasa, haji, umrah, akhlak yang baik, pendiam, tidak banyak bicara, dzikir kepada Allah. Amalnya itu diiringi para malaikat hingga langit ketujuh, bahkan sampai menerobos memasuki hijab-hijab dan sampailah kehadirat Allah.
Para malaikat itu berdiri dihadapan Allah. Semua menyaksikan bahwa amal ini adalah amal yang shalih dan ikhlas karena Allah SWT.
Namun Allah berfirman, “Kalian adalah hafazhah, pencatat amal-amal hamba-Ku. Sedangkan Akulah yang mengintip hatinya. Amal ini tidak karena-Ku. yang dimaksud oleh si pemilik amal ini bukanlah Aku. Amal ini tidak diikhlaskan demi Aku. Aku lebih mengetahui dari kalian apa yang dimaksud olehnya dengan praktek itu. Aku laknat dia, karena menipu orang lain, dan juga menipu kalian (para malaikat hafazhah). Tapi Aku tak’kan tertipu olehnya. Aku ini yang paling tahu akan hal-hal yang ghaib. Akulah yang melihat isi hatinya, dan tidak akan samar kepada-Ku setiap apapun yang samar. Tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apapun yang tersembunyi. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku akan apa yang akan terjadi. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah lewat sama dengan pengetahuan-Ku atas apa yang akan datang. Pengetahuan-Ku kepada orang-orang terdahulu-Ku sebagaimana pengetahuan-Ku kepada orang-orang yang kemudian. Aku lebih tahu atas apapun yang tersamar dari rahasia. Bagaimana bisa amal hamba-Ku menipu-Ku. Dia bisa menipu makhluk-makhluk yang tidak tahu, sedangkan Aku ini Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib. Laknat-Ku tetap kepadanya. Tujuh malaikat hafazhah yang ada pada saat itu dan 3000 malaikat lain yang mengiringinya menimpali, “Wahai Tuhan kami, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami kepadanya.” Maka, semua yang ada di langit pun mengatakan, “Tetapkanlah laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat kepadanya.” tahanlah mulutmu, Mu’adz pun kemudian menangis terisak-isak dan berkata,
“Ya Rasulullah, bagaimana bisa aku selamat dari apa yang baru engkau ceritakan itu?”
Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Mu’adz, ikutilah nabimu dalam hal keyakinan.!”
Mu’adz berkata lagi, ‘Wahai Tuan, engkau adalah Rasulullah. Sedangkan aku ini hanyalah si Mu’adz bin Jabal, bagaimana aku dapat selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?”
Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya dalam amalmu ada kelengahan, tahanlah mulutmu, jangan sampai menjelek-jelekkan orang lain, dan juga saudara-saudaramu sesama ulama. Apabila engkau hendak menjelek-jelekkan orang lain, ingatlah pada dirimu sendiri. Sebagaimana engkau tahu dirimu pun penuh dengan aib. Jangan membersihkan dirimu dengan menjelek-jelekkan orang lain. Jangan mengangkat dirimu sendiri dengan menekan orang lain. Jangan Riya dengan amalmu agar diketahui orang lain. Janganlah termasuk golongan orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik-bisik dengan seseorang padahal disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik. Jangan takabur kepada orang lain, nanti akan kadaluarsa bagimu kebaikan dunia dan akhirat. Jangan berkata kasar dalam suatu majelis dengan maksud supaya orang-orang takut akan keburukan akhlaqmu itu. Jangan mengungkit-ungkit ketika berbuat kebaikan. Jangan merobek-robek (pribadi) orang lain dengan mulutmu, kelak kamu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka jahannam, sebagaimana firman Allah, “Wannaasyithaati nasythaa.” (Di neraka itu ada anjing-anjing perobek badan-badan manusia, yang mengoyak-ngoyak daging dari tulangnya.)
Aku (Mu’adz) berkata: “Ya Rasulullah, siapa yang akan kuat menanggung penderitaan semacam ini?” Jawab Rasulullah SAW, “Wahai Mu’adz, yang kuceritakan tadi itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah SWT. Cukup untuk mendapatkan semua itu, engkau menyayangi orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri, dan membenci sesuatu terjadi kepada orang lain apa-apa yang engkau benci bila sesuatu itu terjadi kepadamu. Bila seperti itu, engkau akan selamat, terhindar dari penderitaan itu.”
Khalid bin Ma’dan (yang meriwayatkan hadits itu dari Mu’adz RA) mengatakan, “Mu’adz sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya ia membaca Al-Qur’an, mempelajari hadits ini sebagaimana ia mempelajari Al-Qur’an dalam majelisnya.”
Seseorang siapapun itu tidak akan bisa mengendalikan dirinya atas hatinya, atas jasmaninya, atas ruhnya, karena arrukhu min amri robbi, ruh itu urusannya Allah, hati itu urusannya Allah, ruh itu urusannya Allah, dalam diri manusia itu ada tujuh latifah, sebagaimana ada pintu tujuh langit, latifah itu adalah latifah qolbi, latifah sir, latifah khofi, latifah akhfa, latifah ruh, latifah nafsi, dan latfah kullu badan.
Kalau manusia itu membersihkan latifah dalam tubuhnya, maka sama saja dia membersihkan diri dari 7 kekotoran yang menjadi sebab tertolaknya amal sampai menembusi 7 langit, dengan sendirinya kalau tujuh latifahnya bersih dari sifat tercela maka sama saja dia telah membuka 7 pintu langit, ini sebenarnya teori sangat sederhana, tapi mungkin jarang orang yang berfikir ke sana.
Jika 7 latifah kita terbuka bersih dari batu dan kekotoran yang menutup sumur fadzilah, maka air fadzilah dari Allah akan memancar, memancar tanpa harus kita mengupayakan agar air keluar, sebagaimana sumur yang telah ketemu sumbernya yang ada 7, sumur itu akan menyumber terus tanpa kita mengupayakan agar airnya keluar, nah saat pembersihan dan penggalian 7 pintu latifah itu, dan saat pembersihan soal ruhani itu jelas bukan urusan kita, atau penyedot debu dari manapun, juga bukan urusan cleaning servis manapun, tak ada pembersih atau sabun apapun yang bisa membersihkan, tak bisa itu dilakukan manusia, kecuali oleh Allah yang bisa membolak balikkan hati, penguasa alam ruh, alam sir dan akhfa.
Maka tak ada solusi paling cerdas, melebihi solusi mendekatkan sang maha membersihkan yaitu Allah agar ruh kita qolbu kita dibersihkan, dan pendekatan itu dengan memperbanyak dzikir mengingatNya. Sebab Allah itu beda dengan mahluq, Dia tak butuh disogok atau membutuhkan makanan enak, atau diberi parcel agar kita menjadi dekat, tapi Dia didekati dengan pendekatan kehambaan kita, maunya kita menghamba, mengingatNya… dalam tidur, duduk, berdiri, menunjukkan kecintaan kita.
Nah ini juga sebenarnya juga kemudian berhubungan dengan urusan jin itu, kok bisa?
Sebenarnya ini pengalaman saja, jadi kejadian yang terjadi sebagaimana pengalaman yang kualami, lalu aku mengambil kesimpulan, dan siapa saja nanti bisa mempraktekkan dengan apa yang akan kuceritakan ini.
2 notes · View notes
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 61
Agar tak lama berhenti tulisan ini akan ku tulis cerita dari sisi pengalamanku sendiri lagi, jika setiap manusia hidup itu ditanya, pernahkah bermimpi dalam tidur? Tentu semua akan menjawab pernah, jika ini mau jujur, tak lepas juga diriku pernah bermimpi, dan setiap mimpi itu adakalanya dari syaitan, dan adakalanya dari isyarat Alloh, memberitahukan akan apa yang akan terjadi.
Mungkin sebagian teman yang membaca akan mengatakan, wah mimpi saja kok dibicarakan, ya itu wajar, dan aku sendiri sebenarnya juga bukan orang yang suka mempercayai mimpi, tapi bagi sebagian orang mungkin mimpi itu amat ditunggu-tunggu, contohnya orang yang mengejar nomer judi yang akan keluar, selalu sukanya mengutak-atik mimpi.
Terlepas dari itu semua, memang dunia bawah sadar kita banyak sekali isyarat-isyarat, tak perduli orang lain akan berpendapat apa, kisah ini akan ku tulis dengan seadanya, seperti isyarat yang sering ku alami, dari mimpi yang kulewati dalam tidur, contoh ketika aku menolong orang Jakarta yang kesurupan, mendapat kiriman jin yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, sebelumnya aku telah bermimpi, bahwa akan datang ke rumahku seorang perempuan yang diantar beberapa orang, dan dalam mimpi itu perempuan itu dipegangi, dan anehnya kemudian mimpi itu berlanjut ke suatu persawahan dan kulihat seorang lelaki tua yang berlari di parit sawah, yang dikejar orang kampung dan diteriaki pembunuh, dan orang itu berjalan timpang, waktu mengalami mimpi itu, akupun tidak berprasangka apa-apa, tapi setelah kemudian datang perempuan yang di mimpiku itu, dan dari cerita dia, setelah jin yang dalam tubuhnya ku tanya, ternyata jawabannya sama dengan mimpiku itu, yaitu tentang lelaki yang berjalan timpang itu, sebagai orang yang mengirimkan jin dan teluh ke dalam tubuh perempuan yang ku tolong itu, maka aku makin yakin, tentang isyarat mimpi yang diberikan oleh Alloh, entah itu apa namanya, setidaknya aku kemudian tau apa yang akan terjadi, bahkan aku tau maksud larinya orang itu di pematang sawah, adalah orang itu bekerja di sawah, dan jalan timpang itu memang asli jalannya orang itu karena cacat tubuhnya, dan dikejar penduduk itu memang sama persis dengan cerita masa lalu orang itu yang pernah dikejar massa mau dibunuh, karena dituduh sebagai tukang santet.
Sebenarnya sebelumnya sering sekali aku mengalami mimpi yang kemudian ada jawabannya setelah mimpi itu berlalu, rasanya akan terlalu panjang dikisahkan, mengisahkan mimpi-mimipi tiap malam, maka akan ku ceritakan kisah mimpi di waktu dekat ini saja yang kemudian mimpi itu menjadi suatu cerita nyata. Sebenarnya aku sendiri juga tidak berusaha menerjemahkan mimpi-mimpiku, karena aku sendiri tak tau soal tafsir mimpi, dan yang jelas aku sendiri tak pernah punya sanad ilmu ijazah dari seorang guru tentang mimpi dan tafsirannya, jadi aku tak pernah berusaha menterjemahkan mimpi yang ku alami, ku biarkan diriku tau setelah mengalami jawaban kenyataan kejadian di dunia nyata.
Romadhon kemaren aku mimpi, dalam mimpiku itu aku mendapati, ada kera di rumahku, dia tidak masuk rumah tapi di atas genteng, lalu ada anak kecil seumuran kelas 1 SMP dia diikuti kera itu dan ada ular berwarna hijau kecil yang menggeliat di aliran air rumahku, sementara kera hitam berbulu lebat, sebangsa kutug itu, yang ada di atas genteng, berloncatan, lantas di mimpi itu dia ku panggil dengan lambaian tangan, dan kera itu turun di pundakku, dan ku suruh tidur di ranjang, dia menurut saja, mimpi itu sampai di situ saja, tidak ada kelanjutannya, dan aku tak berusaha untuk mengartikan apa maksud mimpiku itu sampai pada malam setelah mengimami taraweh, datang beberapa orang yang membawa seorang anak kecil seumuran kelas 1 SMP, dalam keadaan kerasukan, yang membawa ada beberapa orang, karena anaknya dibawa ke rumahku dalam keadaan digotong, yang ku tanya lelaki yang agak tua,
“Kenapa anak ini pak Sarip..?” tanyaku, sambil melihat anak kecl itu yang bengong, dan diam seribu bahasa, hanya matanya jelalatan seperti takut.
“Ini tak tau mas kyai, kerasukan atau apa, yang jelas dia tidak makan, juga tidak minum selama 5 hari,” jawab lelaki yang bernama Sarip itu.
“Lalu awalnya bagaimana kok bisa sampai seperti itu?” tanyaku.
“Awalnya, dia ini kan anak yatim… kyai, jadi ayahnya sudah meninggal, dan ayahnya punya istri dua, satu ibu aslinya dia, dan satu lagi ibu tirinya, sekarang ini dia dirawat oleh ibu tirinya, dan di sekolahkan di daerahnya sana, nah ini dia baru sekolah di sekolah SMP baru, dan waktu mengalami ini, dia duduk di belakang sekolah, di belakang sekolah kan ada WC nya, ya semacam penampungan gitu, dia duduk di situ, menurut cerita guru sekolahnya, dia tidak masuk ke kelas, dan dicari-cari, sudah dalam keadaan bengong duduk di penampungan, sepiteng WC itu, dan disuruh masuk kelas tetep bengong, bahkan ketika digelandang tubuhnya kaku, lantas digotong ramai-ramai, dan berusaha disadarkan, tapi tetap saja ya seperti ini, waktu itu dipulangkan ke rumah ibu tirinya oleh gurunya juga dalam keadaan seperti ini.” jelas pak Sarip.
“Apa tidak berusaha diobatkan?” tanyaku.
“Ya sudah kyai, sama ibu tirinya sudah dibawa ke dokter, tapi dokter juga tak bisa apa-apa, bahkan itu kan giginya merapat terus, dokter juga tidak sanggup membukanya, giginya merapat terus seperti lengket dan dilem dengan lem super.”
“Apa tidak berusaha dibawa ke orang pinter, misal dukun?”
“Sudah kyai, tapi dukunnya juga tak bisa apa-apa, malah oleh ibunya sudah dibawa ke rumah beberapa dukun, tapi tetap saja tidak bisa apa-apa, bahkan memasukkan makanan dan air saja tidak bisa, makanya ini sudah 5 hari tidak makan, kami minta mas kyai tolong dia, kasihan dia, dia anak yatim,”
“Iya pak, saya cuma berusaha, soal bisa enggaknya saya sendiri juga tidak tau, semoga Alloh memberi kekuatan pada saya untuk bisa menolong dia, coba bawa ke sini.” kataku.
Beberapa orang segera memegangi anak itu, ada sekitar 5 orang, tapi semuanya kuwalahan, anak itu tak mau didekatkan denganku, dan 5 orang itu ditolak semua terpental, dan tak kuat menahan anak itu, kalau dinilai secara teori, 5 orang dewasa dikalahkan oleh tenaga anak kecil yang sudah 5 hari tak makan, memang sangat tidak wajar, tapi itulah kenyataannya, dan berusaha memegangi selalu dipentalkan, maka aku mendekat sendiri, dan ketika tanganku memegang tangannya dan kedua tangannya di genggamanku, maka anak kecil itu lantas tak bertenaga, bahkan dia mau berontak seperti ada kekuatan maha dasyat menindihnya, ketika aku dalam hati berdoa, supaya dia jangan berontak, maka seketika tubuhnya tak bergerak, seperti ada puluhan orang yang memeganginya, maka aku hanya menyentuhnya dengan satu jari, ku tekan, maka anak kecil itu tubuhnya langsung terkapar, tanpa daya sama sekali, bahkan tak mampu untuk bangkit, terus terang secara logikaku, aku sendiri tak bisa berpikir, kenapa kok seperti itu, sebenarnya aku hanya ketika jariku ku arahkan ke tubuh anak itu lantas anak itu seperti ditekan suatu beban yang menindihnya, maka aku pun yakin di jariku ini ada kekuatannnya, jadi aku sendiri terus terang tak tau menahu soal kekuatan itu, aku hanya mengambil pelajaran dari efek kejadian yang ada di depan mata, kok ku tempeli jari, lantas anak itu tak berdaya, maka lantas ku yakin kalau jariku itu ada kekuatannya. Tak perlu aku melihat bentuk kekuatan itu bagaimana, yang jelas kekuatan itu dirasakan oleh anak yang ada di depanku, dan anehnya setiap jari ku tempelkan di manapun tubuh anak itu, anak itu seperti merasa kesakitan.
Setelah anak itu ku buat tak berdaya, lantas aku minta air di gelas, lantas ku isi dengan do’a, sementara tanganku masih menahan anak itu, sehingga anak itu sama sekali tak bisa bergerak dalam keadaan terlentang tiada daya dia juga sudah tidak berontak, mungkin jin yang ada dalam tubuhnya merasa jika berontak dia sudah memastikan tak mampu, maka dia memilih diam, dan pasrah, lantas seseorang ku mintakan meminumkan air dengan sendok, tapi memang giginya merapat, walau bagaimanapun dibuka maka tak bisa membuka, lalu ku salurkan energi do’a lewat tanganku, yang isinya meminta pada Alloh agar mulut anak itu dibuka, dan aneh, seperti ada kekuatan yang maha dasyat, dan tak bisa dilawan oleh anak itu dan jin yang ada di dalamnya, yang membuat mulutnya terbuka, maka mulut anak itupun terbuka, dan satu dua sendok air pun lantas dimasukkan ke mulut anak itu, dan satu gelas pun akhirnya habis, ku lepaskan tanganku dari badannya, dan lantas anak itu mulai tenang, dan ku minta dibawa pulang, alhamdulillah setelah 3 kali ke rumahku, anak itu sudah beraktifitas seperti biasa, malah makin gemuk.
___________________________________________________________
Masih di bulan romadhon, aku mimpi aku merasa berjalan di suatu daerah, dan aku sampai di suatu pemakaman umum, lantas aku berjalan di jalan yang ada di tengah pemakaman, menyusuri jalan setapak di tengah pemakaman, lantas aku sampai di sebuah tempat wudhu yang ada di tengah pemakaman, aku merasa aneh juga, kenapa kok tempat wudhu ada di tengah pemakaman, selesai wudhu lantas aku berjalan lagi, sampai di pinggir pemakaman ada sebuah warung, di mana belakang warung itu pas pemakaman, aku bertemu dengan pemilik warung, dan anehnya pemilik warung itu seperti menunjukkan makam di belakang warung, salah satu makam itu milik orang yang jalannya ngesot, seorang lelaki, lalu aku berkata (namanya juga mimpi, jadi jangan dinilai dengan logika)
“Suruh ke sini orang yang lumpuh itu, suruh dia bangun dari kuburnya.” kataku. Lalu pemilik warung itu pergi ke belakang warungnya, dan membangunkan orang yang ada di dalam kubur, kubur pun terbuka, maka keluarlah seorang lelaki tua, yang ubanan, dan kemudian dia berjalan dengan ngesot ke arahku, sesampainya di depanku lantas ku tanya.
“Kamu itu siapa?” tanyaku dalam mimpiku itu.
“Aku ini hanya pembuat ketupat dari daun kelapa, dan juga sempritan daun kelapa,” jawab orang yang berjalan ngesot yang baru bangkit dari kuburnya. “Aku ini cuma diperintah orang untuk mengganggu keluarga ini.”
Aku sama sekali tak tau maksud pembicaraannya, tapi aku juga bukan orang yang selalu ingin mengerti urusan orang, karena tanda seseorang yang tak disukai oleh Alloh, ialah orang itu dibiarkan melakukan hal-hal yang sangat tidak ada manfaatnya, jadi sekalipun dalam mimpi, aku tak banyak bicara untuk tau permasalahan yang tidak ada manfaatnya bagiku.
“Aku ini dikirim orang, dan aku tak bisa apa-apa, jadi mohon jangan saya dimusuhi, dan ini dia yang mengirimku.”  katanya lantas ada 4 orang yang datang ke tempat itu, tapi aku tak tau maksudnya.
“Ya sudah kalau begitu, sana kembali ke dalam kuburmu,” kataku, lantas dia berjalan ngesot kembali ke dalam kuburnya, dan kuburnya menutup kembali.
Beberapa hari kemudian, datang suami istri ke rumahku, dan keduanya sakit kakinya, ku tanya.
“Apa bapak ini yang tinggal di rumah, yang belakangnya ada pemakaman umumnya?” tanyaku, sekenanya aja.
“Iya benar, kami tinggal di rumah yang belakangnya ada pemakaman umum, kok mas yai tau, pasti diberitahu menantu saya ya…” jawab lelakinya.
“Iya, tau sedikit…” jawabku . “Lalu keperluannya apa ke sini?”
“Ini mas yai, saya sama istri itu kok sakit di kaki, sudah bertahun-tahun, mungkin ada lima tahunan, sudah diobatkan ke dokter mana saja kok tetap saja kaki ini sakit, malah kaki saya ini tidak bisa lagi dipakai duduk, jadi kalau sholat ya serba repot, dipakai berdiri bisa, tapi ditekuk dipakai duduk tidak bisa,” jawab lelakinya yang bernama pak Amat.
“Apa di rumah sering ada penampakan seorang lelaki yang berjalan ngesot?” tanyaku.
“Iya mas yai, di rumah memang sering terjadi penampakan, dan memang salah satunya yang berjalan ngesot.” jawab pak Amat.
“Ya itu hanya perlu rumahnya perlu dibersihkan, dipagar gaib, insaAlloh peyakitnya akan dengan sendirinya sembuh,” jelasku.
“Kalau begitu tolong dipagar rumah saya mas kyai…”
“Iya nanti akan saya buatkan pagar untuk memagar rumahnya, dan mengusir, jin fasik yang di dalam rumah,” kataku meyakinkannya.
Dan alhamdulillah setelah dilakukan proses pembersihan rumah, dan pemagaran, orang itu dan istrinya perlahan tapi pasti sembuh, dan rumahnya tak angker lagi, dan maksud air wudhu di tengah makam itu ternyata di tengah pemakaman itu ada mushola, untuk para penziarah melakukan sholat lima waktu.
___________________________________________________________
Masih di bulan romadhon, di bulan akhir, aku bermmpi , berjalan di suatu daerah yang tak ku kenal, sampailah aku di sebuah masjid, yang bentuknya panggung, dan lantainya dari kayu, jadi lantai itu berjarak sekitar satu meter dari tanah, aku pun naik ke masjid itu lewat undakan tangga dari plesteran yang sudah setengah rusak, dan banyak yang kelihatan batu batanya, dan di dalam masjid ada banyak orang yang melakukan sholat berjamaah, dan entah kenapa perhatianku tertuju pada dua orang gadis yang juga sedang mengikuti sholat berjama’ah, namun mereka berdua masih memakai mukenanya, aku pun dengan sendirinya melewati ke arah gadis itu, dan dengan sendirinya pakaiannya bersentuhan dengan pakaianku, tiba-tiba salah satu gadis itu terjengkang, dan tertawa terkekeh-kekeh, yang jelas bukan lagi tertawanya gadis itu, tapi tertawanya nenek-nenek tua yang entah jin atau apa, yang ada di tubuh gadis itu, lantas aku pun sigap berusaha mengeluarkan nenek-nenek yang ada di tubuh gadis itu, dan kemudian bisa ku keluarkan.
Tapi lantas sebentar kemudian, mimpiku pindah ke suatu tempat, ku lihat anak kecil, yang diikuti oleh jin kecil pendek, berwarna merah, dengan telinga lancip dan wajah seperti orang kerdil, lantas aku melompat, dan jin itu ku tangkap dan ku cengkeram lehernya, ku angkat ke udara, dia meminta-minta ampun.
“Kau siapa!? ” bentakku.
“Ampuun…, ampuun, namaku baranang, ampuun, lepaskan aku…”
“Kau ini darimana?”
“Aku ini baranang, makanya warnaku merah, seperti bara, aku dari Bogor, dikirim orang… ampun lepaskan aku, aku dulu tingal di daerah Bogor, nama terminal itu diambil dari namaku, karena aku sering keluar di siang hari…” jelas jin yang lehernya masih ku genggam. Ah tak tau bener apa tidak penjelasannya. Jawaban mimpiku itu kemudian baru ku ketahui setelah hari raya.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 60
Kisah ini baru minggu kliwon kemaren, sebelum bulan puasa romadhon, sebenarnya kisah ini berawal dari seorang lelaki yang mengikuti pengajian di majlis dzikirku, sebagaimana biasa tiap yang mengikuti majlis dzikirku, kebanyakan tiap selesai dzikir, maka pada meminta amalan, dan begitu juga lelaki itu yang bernama Arifuddin, dia meminta amalan dariku lalu ku beri, sebagaimana biasa selesai meminta amalan, ku jelaskan cara menjalankan amalan dzikirnya, dan menjalankan lelakunya, entah sengaja atau tidak, pas lelaki itu meminta amalan aku mengatakan, “mungkin sebentar lagi dia akan mengalami kecelakaan, setelah mengamalkan amalan dariku, tapi insaAlloh tak apa-apa.” kataku. Dan ternyata setelah menjalankan amaliyah, kejadiannya benar-benar terjadi, Arifuddin mengalami kecelakaan, pas di sebuah tikungan, sedang dia mengendarai motor, motornya ditabrak motor lain, pas di tengahnya, Arifuddin terpental ke aspal, dan anehnya dia sama sekali tak lecet sedikitpun, sedang yang menabrak sampai luka sangat parah, malah selesai kecelakaan dia datang kerumahku, untuk menceritakan pengalamannya itu.
Tentu saja kejadian itu membuat Arifudin makin yakin dengan ikut dzikir aktif di majlisku, dan bukan itu saja Ibunya yang tinggal di lain kabupaten dengan majlisku, dimintanya juga ikut pengajian dzikir di majlisku. Dan kemantapan itupun dirasakan oleh ibunya, Ibunya Arifudin juga punya anak perempuan yang tinggal di Jakarta, dan di saat-saat terakhir, dia selalu mimpi buruk, dia mimpi anak perempuannya itu diikat dengan rantai oleh seorang lelaki tua, sehingga anak perempuannya itu tak bisa apa-apa, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dia sangat kawatir dengan mimpinya itu, maka dia menghubungi anak perempuannya yang ada di Jakarta, jangan-jangan telah terjadi apa-apa yang tidak diinginkan.
Tapi anak perempuannya yang bernama Aisyah itu tak mau cerita tentang apa yang terjadi, sementara Aisyah sendiri sebenarnya selama setahun ini telah mengalami hal yang dia sendiri tak mengerti, dia jadi begitu malas menjalankan sholat, dia malas mengaji, dia malas menjalankan ibadah, bahkan dia merasa benci bila melihat suaminya, tapi Aisyah sendiri tak tau kenapa dia sampai menjadi seperti itu, sampai akhir-akhir ini dia muntah darah, dan cepat-cepat dia periksakan diri ke dokter, tapi setelah diperiksa, ternyata sama sekali tak ditemukan penyakit di dalam tubuhnya, sehingga membuat Aisyah dan suaminya bingung, seharusnya kalau sampai muntah darah pastilah ada penyakit di dalam tubuhnya, tapi ternyata menurut dokter Aisyah sehat-sehat saja
Sampai ibunya menelponnya untuk mengikuti pengajian dzikir di majlisku,
“Cobalah Ais… kamu ikut pengajian di tempat yang kakakmu ikut pengajian, kakakmu saja setelah ikut pengajian di sana, kecelakaan saja dia tak lecet,” kata ibunya di telpon.
“Tapi aku sibuk di Jakarta bu. Mana Pekalongan Jakarta jauh, dan aku tak bisa meninggalkan pekerjaan.” jawab Aisyah.
“Ya disempatkanlah Is, ya ikut sekali atau bagaimana, kamu kan masih muda, ibu sih sudah tua, kamu masih banyak perjalanan yang harus dilewati, jadi masih butuh banyak bekal.” kata Ibunya.
“Iya deh… nanti ku usahakan datang..” jawab Aisyah setelah didesak ibunya.
Sementara itu, sebelum Aisyah datang ke rumahku, malamnya aku mimpi, aku melihat perempuan, ya Aisyah itu datang ke rumahku, dan ku dapati banyak jin di tubuhnya, dan jin itu dikirim oleh seorang tua yang kerjanya di sawah. Aku tak memperdulikan mimpiku itu, sampai besoknya, sore hari Aisyah datang ke rumahku untuk mengikuti pengajian rutin tiap minggu kliwon, aku heran karena Aisyah ini perempuan yang ada di dalam mimpiku, ketika bertemu denganku, Aisyah bercerita tentang muntah darahnya, dan apa yang dialami selama setahun belakangan ini. Ku pinta dia mengulurkan pergelangan tangannya, dan ku pegang, dan langsung saja dia merasa ingin muntah, pertanda interaksi jin yang ada di dalam tubuhnya kontak, cepat-cepat ku lepaskan tangannya, karena waktu sudah sore, karena ku perhitungkan tak akan banyak waktu untukku mengeluarkan jin di dalam tubuhnya.
“Udah besok saja ku obati, sekarang dipakai istirahat saja.” kataku.
“Iya.” jawab Aisyah, yang kemudian pergi ke rumah kakaknya.
Malamnya Aisyah mengkuti pengajian dan dzikir bersama, tapi dia merasa lemas di tengah-tengah dzikir, dan ku biarkan saja, sampai besoknya dia datang lagi dari rumah kakaknya, dan bertemu denganku, dan minta ku obati, sekalian mau meminta amaliyah agar bisa dijalankan, lalu aku ambilkan amaliyah dasar dzikir pondasi yang biasanya ku berikan pada orang yang meminta amalan kepadaku.
Ku katakan dzikir pondasi, sebab itu bagiku adalah dzikir permulaan sebelum seseorang menjalankan dzikir tingkatan dalam thoreqoh, dzikir itu tak bedanya membangun rumah, diawali dengan pondasi, dan diusahakan pondasi itu kokoh dan kuat, makin kuat pondasi seseorang maka jika rumah itu makin tinggi dan bertingkat, maka tidak akan ada bahaya bagi orang yang menjalankan dzikir, yang sering terjadi, seseorang itu menjalankan dzikir dan wirid selalu diambil pokoknya, tanpa pondasi lebih dulu, maka makin tinggi dzikir yang dijalankan, hampir bisa dipastikan kemudian akan terjadi masalah, kalau tidak orangnya yang tak kuat, kemudian menjadi gila, ya kebanyakan kemudian dikuasai jin, dan disesatkan.
Awalnya aku juga tak berprasangka apa-apa, kertas tulisan dzikir pondasi ku serahkan kepada Aisyah, tapi setelah Aisyah itu memegang kertas dzikir, tiba-tiba tangannya bergetar tak bisa dikendalikan, kedua tangannya bergetar tak karuan, dia juga heran.
“Eee kenapa tanganku ini tak bisa ku kendalikan …!” jerit Aisyah,
Aku sendiri heran, kenapa kok jadi seperti itu, tiba-tiba tubuhnya terjengkang dan dia mengalami kesurupan, seketika suaranya berubah.
“Hiihiiiihihihi… kau ingin mengeluarkanku…, tidak bisa, aku tak mau keluar.” kata suara Aisyah yang menjadi suara nenek-nenek.
Wah dia kesurupan, pikirku. Lalu aku bertanya.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Aku yang menghuni tubuh ini,” jawab nenek tua yang ada di tubuh Aisyah.
“Lalu kamu siapa?” tanyaku lagi
“Aku jin yang ada di tubuh ini…” jawabnya.
“Jin kiriman atau jin yang masuk sendiri?”
“Aku jin kiriman.”
“Siapa yang mengirim?”
“Mau tau saja…”
Karena ku tanya tak mau menjawab, maka segera jin ku keluarkan, tapi baru saja jin ku keluarkan, sudah berganti dengan jin yang baru, wah banyak juga jin yang di dalam, pikirku. Maka ku keluarkan lagi jin yang kedua, dan kembali lagi, ada jin lagi yang di dalam, sampai tiga kali ku keluarkan jin yang di dalam, ku lihat Aisyah lelah, maka ku suruh saja istirahat dan mandi di rumah kakaknya dulu, tapi baru saja dia pulang mandi di rumah kakaknya, aku dipanggil kakaknya, karena lagi-lagi Aisyah kerasukan, kali ini jin yang lain lagi. Dan untuk lengkapnya pas jin ini merasuk dan saat ku keluarkan, sudah ada videonya, karena saat itu banyak yang melihat dan yang menonton, pas kebetulan ada yang bawa HP sehingga kejadian pas bisa direkam, dan untuk melihatnya bisa dibuka di youtube:http://www.youtube.com/watch?v=bZmaEU…ture=g-upl
Setelah jin yang di video itu mencoba menyerangku, lalu tangan Aisyah ku tempelkan ke dadaku dan kepanasan, juga ilmunya musnah, maka sampai besoknya dia tak kerasukan lagi, sampai besoknya dia datang lagi ke rumahku, ingin ku cek masih ada tidak jin di dalam tubuhnya, maka ku arahkan tapak tanganku ke arah dadanya berjarak 15 cm, dan seketika yang ada di dalam tubuhnya bereaksi. Kali ini bukan tertawa-tawa seperti suara nenek-nenek, tapi menggerung-gerung dengan suara lelaki,
“Tau juga lu di mana aku sembunyi..” kata suara Aisyah yang sudah berubah dengan suara lelaki.
“Siapa ini?” tanyaku,
“Aku yang mengirim jin-jin masuk ke tubuh perempuan ini.” jawab lelaki di tubuh Aisyah.
Aku heran juga, berarti ilmu orang ini lumayan tinggi, pasti dia memakai ilmu raga sukma, tapi aku tak perlu gentar, maka ku serang dia, dan juga videonya bisa disaksikan di youtube, bagaimana lelaki yang dalam tubuh Aisyah itu menyerah dan tak sanggup melawanku, sebenarnya juga bukan aku ini orang yang sakti, tapi karena bagiku orang yang bersandar pada Alloh, maka Alloh itu lebih sakti dari jin manapun, dan ilmu manapun, jika kita bersandar pada Alloh kurasa sejauh mana kita bersandar dan tawakal maka Alloh pasti akan memberikan pertolongan.
Sampai akhirnya ilmu orang itu ku cabut, dan aku lupa, tidak berpikir, kalau ilmu orang itu ku cabut maka pasti dia akan susah keluar dari tubuh Aisyah, dan benar saja, ketika ku suruh keluar dan ku usahakan keluar aku sampai kuwalahan dan kehabisan akal, orang itu tetap tak bisa ku keluarkan, sampai dia mengatakan, “Ayo bantu keluarkan aku, aku tak bisa keluar, bantu aku, aku sudah tak kuat lagi, di dalam sangat panas,”
Sementara aku sendiri sudah mengarahkan segenap tenaga, tetap saja tak mampu ku keluarkan, sampai aku sendiri bingung, harus bagaimana, sampai ada bisikan di hatiku untuk meminta kekuatan semua karomah guruku, sampai bersambung kepada Nabi, lalu ku pegang tangan Aisyah, dan ku berdo’a supaya Alloh membersihkan tubuhnya dari kekuatan jahat orang yang ada di tubuhnya, dan Alhamdulillah Aisyah terbebas, dan sembuh dengan total. Dua hari kemudian kembali ke Jakarta.
_____________________________________________________________
Kalau lagi urusannya santet dan jin, maka biasanya urusannya kembali yang datang juga seperti itu, setelah masalah Aisyah selesai, datang lagi perempuan setengah baya, dia bercerita kalau mengalami sakit sudah lama, tapi begitu juga jika diperiksakan ke dokter maka tidak ditemukan sakit sama sekali, dia bercerita kalau sudah kemana saja mencari obat, tapi tak juga ada kesembuhan didapat, namanya bu Maslahah, menurut ceritanya, di tubuhnya sering ada dirasakan sesuatu yang berjalan, tak tau apa itu, dan sakitnya sampai ke sekujur tubuh, dari kepala, dan mata tak bisa melihat, sampai gigi juga rasanya copot semua, dan dadanya sesak katanya sulit bernafas, juga jika berdiri kemudian limbung, dan yang aneh di bagian-bagian kulitnya ada bundaran selebar gelas menghitam, dan gatalnya minta ampun.
Kucoba pegang pergelangan tangannya, dia langsung ingin muntah, wah kayaknya seperti penyakitnya Aisyah, pikirku. Tapi setelah ku coba deteksi, aneh tak ku rasakan getaran apa-apa, juga dia tidak mau muntah lagi, cuma tubuhnya merasa kepanasan, dan yang aneh setengah jam kemudian di pergelangan tanganku ada warna hitam, sebesar kelereng, aku heran, dan ku pegang rasanya nyeri.
Maslahah hanya ku beri air, dan alhamdulillah besoknya dia sms katanya penyakitnya sudah tak dirasakan lagi dan tubuhnya sudah enakan, tapi dua hari kemudian dia datang lagi, katanya penyakitnya dirasakan lagi, dan ku coba beri air lagi, belum tau bagaimana perkembangannya selanjutnya, semoga saja dia sembuh, dan tak kambuh lagi penyakitnya.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 59
Sebaiknya seorang itu memang harus mempersiapkan diri, dan selalu mempersiapkan diri, sehingga ketika terjadi ujian itu datang, segala persoalan itu akan tenang dihadapi, dan dengan ketenangan segala sesuatu itu akan mudah dicari solusi terbaik.
Seringkali karena tanpa persiapan, dan hidup cenderung menuruti kesenangan, ketika ujian itu menimpa, maka seakan di dunia ini hanya kita sendiri yang mengalami perihnya cobaan itu, tak ada orang lain yang mengalami keperihan cobaan serupa kita, sehingga tangis sedih, seumpama mengeluarkan air mata darah belum cukup menuntaskan dan menjelaskan sakit yang kita derita, padahal tidak seperti itu, setiap manusia itu punya urat, dan punya rasa sakit yang sama, hanya orang yang sebelumnya mempersiapkan diri, dan orang yang selalu waspada yang akan memetik buah manis perjalanan hidupnya.
Jum’at kliwon, di tempat guruku di Banten selalu berkumpul para murid-murid lama yang masih punya waktu untuk saling mempererat jalinan silaturahmi, kadang aku juga selalu berusaha menyempatkan diri untuk datang kepada guru, sungkem dan menuang kerinduan dengan guru juga teman seperjuangan, dan saling bertukar kisah, ada saja kisah yang aneh di antara kami untuk diceritakan yang selalu mengiringi perjuangan kami.
Duduk mengitari kopi, kadang satu gelas diminum bareng-bareng, bukan karena tak ada kopi, sebab nilai kebersamaan itu lebih mempererat ikatan hati, ada si Amir yang tubuhnya kurus seperti lidi, padahal tiap hari juga porsi makanan juga sama, jadi heran kenapa tubuhnya kurus sekali juga tinggi, mungkin setiap makan langsung dibuang di kamar kecil, sehingga pengeluaran sama pemasukan jauh berbeda, ada si Ahsin, yang tubuhnya kurus lebih tipis dari triplek, memandangnya saja seperti merasa kasihan, sering dikasih uang orang karena dikira anak yatim piatu, atau si Lanang yang lebih suka memanjangkan jenggotnya, kali aja apa yang dimakan masuk semua dikonsumsi jenggotnya, sehingga untuk gizi tubuhnya tak kebagian, dan banyak teman-teman yang lain, yang semuanya mengambil tempat duduknya masing-masing, aku juga tak banyak yang kenal, karena kami murid dari angkatan di masa dan kurun berbeda-beda, kali ini yang banyak bercerita si Petruk, aku sendiri sampai lupa nama aslinya, karena banyak yang memanggil begitu, dia dari Bogor, si Petruk bercerita:
“Wah ini sudah mulai dekat bulan romadhon, jadi ingat dulu sama kyai waktu bulan romadhon..” kata si Petruk sambil menyalakan rokok Djisamsoe kesukaannya.
“Memang ada cerita apa?” tanya Lanang.
“Dulu pas di gunung putri, sama kyai, kita semua mau buka, tapi ndak ada yang mau dipakai buka, kyai nanya sama kita semua, ada beberapa orang,
“Ini enakan buka pakai apa?” tanya kyai.
“Enakan buka pakai sarden ikan kyai…” jawab Mang Sanip.
“Yang lain sukanya makan pakai apa?” tanya kyai pada yang lain.
Yang lain ditanya juga bingung, karena memang tidak ada apa-apa untuk dimasak, atau dimakan, tapi kami jawab bareng, “Sarden juga boleh kyai.”
“Baik tunggu sebentar.” kata kyai, lalu kyai masuk ke dalam kamar, dan sebentar kemudian keluar kamar, dengan memanggul berkaleng-kaleng sarden, masih hangat.
Semua heran dan bertanya. “Wah banyak banget kyai, sarden dari mana?”
“Ini sarden dari pabriknya, ayo dimasak,” kata kyai, dan yang tugas masak pun masak, sementara aku sama Mang Sanip.
“Mang Sanip, minumannya ini belum ya…?” tanya kyai.
“Iya kyai..” jawab Mang Sanip.
“Wah enakan kalau puasa itu minumnya pakai es kelapa.” kata kyai. “Sana ambil kelapa di pohon.” perintah kyai sama mang Sanip.
“Wah tak enak kyai, kalau tidak ada sirupnya.” jawab Mang Sanip.
“Enaknya pakai sirup apa?” tanya kyai.
“Paling enak pakai sirup marjan kyai, yang rasa strawberri.” jawab mang Sanip mantap.
“Petruk…, coba ambilin lilin merah di pojokan itu.” kata kyai memerintahku. Dan aku segera mengambil lilin besar berwarna merah yang ditaruh di pojokan ruangan yang biasanya untuk penerangan kalau lagi PLN mati.
Sama Kyai lilin merah yang ku berikan kemudian diserut dengan pisau, menyerupai botol, dan setelah menyerupai botol, lalu kyai berkata.
“Sini mang Sanip, udah jadi ini, coba dipegang ini,” kata kyai, menyerahkan lilin yang menyerupai botol sirup, kepada mang Sanip, dan mang Sanip seperti orang bodoh saja mengikuti memegang apa yang diperintahkan kyai,
“Nah sekarang mang Sanip tutup mata.” perintah kyai,
Mang Sanip pun menutup mata, dan tubuhnya yang sedang duduk bersila itu diputar sama kyai, dan aku sendiri memperhatikan, jadi heran karena lilin yang dipegang mang Sanip sudah berubah jadi sirup marjan yang rasa strawberri.
“Sudah buka mata.” kata kyai. Mang Sanip lebih heran lagi, melihat apa yang dipegangnya, karena lilin telah berubah menjadi sirup dalam botol,
“Udah sana, kelapanya diambil, dibuat minuman,” kata kyai.
“Ah tak mau kyai, ini bukan sirup, ini lilin,” kata mang Sanip benar-benar tak mau, sampai sudah dibuat sirup dan diminum sama yang lain, mang Sanip sama sekali tak mau meminumnya, karena dia yakin dia pegang kuat-kuat, kalau lilin itu bukan sirup, dan tak mungkin berubah menjadi sirup, walau kenyataannya berubah menjadi sirup.
Begitulah cerita dari Petruk soal sang kyai, cerita itu masih banyak dan akan selalu ku tulis, tapi kyai selalu mengatakan, itu bukan karomah, itu adalah anugerah Alloh… Alloh selalu memberi anugerah kepada hamba yang diinginkannya, tak siapapun bisa menolaknya.
____________________________________________________
Setahun silam, tepatnya sebelum puasa, ada seorang yang membawa anaknya yang lumpuh anak umur 8 tahunan, dibawa ke rumahku untuk dimintakan supaya dido’akan supaya sembuh, alhamdulillah anaknya sembuh, di cerita ini sudah pernah ku tulis, dan ceritanya dia orang tuanya juga mengeluhkan kalau rizqinya susah, maka dia ku tawari untuk ikut dzikir berjama’ah di majlisku, tapi dia menjawab kalau dzikir dan duduk lama-lama dia suka semutan dan tak kuat duduk berlama-lama, makanya dia tak mau, setelah dia menjawab tak mau itu, lama dia tidak kelihatan datang ke rumahku, sampai akhirnya istrinya datang minta air kepadaku untuk suaminya, istrinya menceritakan kalau suaminya tertangkap polisi, karena mengikuti judi TOGEL, dan dalam cerita istrinya dia akan dihukum 7-8 bulan, dan ternyata baru 4 bulan di penjara dia sudah bebas dari tahanan, dan cepat-cepat datang ke rumahku, dan menceritakan kisahnya.
Ceritanya dia: saya sebenarnya hanya membelikan nomer dititipi untuk membelikan nomer togel, sehingga saya ditangkap, ketika pertama saya masuk penjara, saya bingung sekali, makanya ketika istri saya menjenguk saya menyuruh istri memintakan air ke mas, dan setelah minum air dari mas saya jadi tenang, kemudian saya mulai aktif dzikir, amalan yang mas berikan.
Saya hanya menghabiskan waktu di mushola penjara, dan anehnya kok semua orang ku rasakan sangat baik padaku, sampai semua orang memanggilku pak De, di penjara ada banyak macam orang, ada perampok, ada pembunuh, koruptor, pemerkosa, dll, suatu kali aku berkenalan dengan seorang pemuda yang dia masuk penjara karena merampok, dan anehnya ketika dia bersalaman denganku, dia begitu penurut padaku dan berniat bertaubat, dan ingin aku mengeluarkan semua ilmu hitam yang dimilikinya, dia merasa kalau bersamaku serasa semua tenaganya lemah, dan dia merasa kalau aku ini adalah seorang yang berilmu tinggi, pernah suatu hari di penjara terjadi ada yang kerasukan, karena memang penjara termasuk daerah yang angker, dan banyak orang yang melihat ada berbagai macam hantu menampakkan diri, tapi aku tak pernah melihat sekalipun.
Saat ada kerasukan itu, aku dimintai tolong, untuk menyembuhkan, aku bingung juga, karena mas tak pernah mengajariku bagaimana menolong kerasukan, tapi aku ingat selalu pesan mas, asal diri dimintai tolong konsentrasi, dan sebenarnya terjadinya orang minta tolong itu tak lepas dari kehendak Alloh, lalu aku konsentrasi saja, ku bacakan segelas air dengan dzikir yang mas berikan, dan ku suruh minumkan, dan Alhamdulillah yang kerasukan langsung sembuh,
Karena kejadian itu, aku makin disegani di penjara, tapi ada juga yang merasa punya ilmu tinggi ingin mencoba, ada seorang yang mempunyai ilmu macan putih, dia menantangku duel, ya aku ndak menerimanya, dan dia menyerangku begitu saja, anehnya dia mental sendiri, sambil mengaor-ngaor, bertingkah seperti macan, dan berusaha menerkamku tapi berulang kali dia berusaha menerkam, maka berulangkali juga dia terpental, tak bisa menyentuhku. Padahal aku sendiri tak mengamalkan ilmu apa-apa selain dzikir dari mas…
Maka setelah itu aku makin disegani saja di penjara, selalu menjadi imam mushola, malah banyak yang meminta amalan dan ilmu, tapi aku makin malu dengan mas, kenapa dulu ndak nurut, padahal ilmu yang mas berikan dengan tanpa imbalan apa-apa, dan hanya untuk kepentinganku, alhamdulillah setelah sidang yang sebelumnya aku akan di hukum 7-8 tahun, aku akhirnya hanya di hukum 4 bulan..
Ini sekelumit kisah dari tamuku hari ini…. aku hanya merubahnya dalam bahasa indonesia. dan dia hanya mengamalkan ya latif dariku 6641,
“Ya itulah Alloh membuat orang percaya, kadang harus dimasukkan ke penjara dulu baru percaya dan yakin, dan itu salah satu cara Alloh menyadarkan seseorang, mungkin jika tidak dimasukkan ke penjara, tapi tidak sadar juga kan mending dimasukkan ke penjara tapi kemudian mendapat hidayah, dan tau kegunaan hidupnya, yang penting diri harus bisa mengambil hikmah dari semua kejadian, jangan kendor menjalankan amaliyah, baru bisa seperti itu jangan lantas menyombongkan diri, pakai untuk menolong orang lain, agar ilmu itu makin tajam dipakai,” jelasku.
“Iya mas, sekarang saya akan mengikuti apa saja yang mas sarankan, dan tak akan berani berani lagi membantah,” jawab pak De.
____________________________________________________
Sebulan yang silam, waktu kliwonan ada seorang jama’ah baru, ketika yang lain telah pulang, seorang ini, tak juga beranjak, ku lihat wajahnya menyiratkan rasa gundah yang amat sangat.
“Ada masalah apa?” tanyaku, yang sudah tau karena melihat dari wajahnya yang menyimpan rasa gundah sekali.
“Maaf mas kyai, saya akan bercerita, kalau diperkenankan.” kata lelaki itu.
“Cerita saja, kalau memang mau diceritakan, jika saya bisa membantu, insaAlloh akan saya bantu, jika punya masalah..”
“Saya ini sebenarnya ditimpa masalah yang sangat berat.”
“Masalah apa itu?”
“Saya ini sebelumnya seorang pengusaha, tapi sekarang saya bangkrut total, dan hutang saya menumpuk di mana-mana, saya jadi bingung, saya harus bagaimana, sementara saya sudah tak punya sumber penghasilan untuk membayar hutang saya.”
“Hutangnya sampai berapa?” gayaku seakan mau melunasi hutangnya, hehehe..
“Hampir semilyar mas…”
“Oo masih kecil..”
“Kecil mas…?’
“Ya kecil menurut Alloh… hehehe, menurutku, hutang seribu perak, sama semilyar itu sama saja, karena aku sendiri belum pernah punya hutang segitu, ya moga saja tidak pernah, yang penting hutang itu jangan menjadi beban di dalam hati, dan ada niat untuk berusaha mengembalikan, daripada seribu perak juga tak ada niat mengembalikan, maka akan dimintai pertanggung jawaban di akherat,”
“Lalu solusinya bagaimana mas kyai?”
“Masuk dan amalkan saja thoreqohku.”
“Lhoh saya ini sudah orang thoreqoh kok mas…”
“Oo sudah orang thoreqoh to?”
“Iya, saya sudah mengamalkan thoreqoh sudah sepuluh tahun lebih, malah sebelum saya menikah.”
“Oo lama juga ya?”
“Iya mas…”
“Bagaimana kalau menjalankan thoreqoh dariku?”
“Wah, ndak tau mas… lalu bagaimana dengan thoreqohku sebelumnya?”
“Begini saja, ini ku kasih amalan thoreqoh dariku, sambil dipikirkan bagaimana selanjutnya, mau diamalkan atau tidak ya silahkan, terserah sampean.”
Maka lelaki itu pulang…. tapi tiga hari kemudian dia datang ke rumahku, lelaki yang punya hutang hampir satu milyar itu datang, kita sebut saja namanya Hamzah biar gampang,
“Bagaimana? ” tanyaku langsung ke poin masalah.
“Iya saya sudah menjalankan amalan dari mas, setelah beberapa hari ini saya uji…” jawab Hamzah.
“Kok diuji?”
“Begini ceritanya mas… pertama saya besok malamnya menjalankan amalan pondasi, saya jalankan di tanah lapang, karena pekerjaan saya menjadi pembantu mantri Alas/kepolisian hutan, maka saya sering ikut menjadi penjaga hutan, nah waktu saya menjalankan amalan pondasi itu, seperti ada angin dan ada berbagai mahluk mengitari saya, saya tak tau apa itu, lalu saya besoknya diperintah atasan untuk melakukan tugas ke kampung.”
“Tugas apa itu?” tanyaku.
Itu tugas meneliti, dan memata-matai, jika saja ada kayu yang dicuri di desa-desa pedalaman.”
“Ooo… mata-mata gitu?”
“Iya mas kyai…, nah saat tugas itu, saya harus melewati jalan yang tanjakkannya sangat curam, saya pernah melewati jalan itu, dan motor saya terbalik, sehingga saya trauma tak pernah berani melewati jalan itu, padahal jalan itu jalan terdekat, kalau lewat jalan lain harus memutar, apalagi waktu habis hujan, tapi saat itu saya nekat, saya pejamkan mata, dan berdo’a, ya Alloh jika ilmu baru yang saya terima dari guruku itu benar, saya ingin ditolong diselamatkan melewati tanjakan ini, lalu saya mulai menjalankan motor, dan subhanalloh, motor seperti tak menginjak tanah, tanjakan yang jauhnya ratusan meter, dan penuh batu licin, dan lumpur, tak butuh waktu lama untuk sampai di atas, saya sampai heran,”
“Wah kok ada pengalaman seperti itu ya…?”
“Setelah itu saya makin mantap, dan biasanya saya itu kalau melakukan expedisi ke kampung-kampung, pasti tanggapan orang kampung tak enak, karena saya seperti musuh bagi mereka yang mencuri kayu, saat itu ketika saya berangkat, saya tidak punya uang bensin, dan saya ngutang orang 20 ribu, untuk beli bensin, di kampung yang akan saya datangi, saya sudah membayangkan akan disambut dengan buruk, tapi sebelum masuk kampung, saya berdo’a, ya Alloh berilah bukti padaku, jika ilmu yang ku terima dari guruku ini lebih baik, maka tolonglah diriku, maka saya masuk kampung, dan subhanalloh, semua orang kampung berjejer di tepi jalan menyambutku, seperti kedatangan pejabat penting, aku mengira mereka menyambut orang lain, ternyata mereka menyambutku, dan aku dijamu dengan mewah, dan bensin motorku diisi dengan penuh, dan pulangnya aku diberi amplop tebal, wah malah seperti seorang da’i saja… makanya aku makin yakin dengan ilmu dari mas…, dan sekarang saya kesini ingin minta solusi bagaimana soal hutang saya itu mas, bagaimana solusinya, dan sekalian saya mau minta ijin menjalankan amalan puasa,”
“Syukur kalau sudah mantep, solusinya untuk hutang itu, amalkan saja dzikir rizqi, nanti ku beri bukunya, dan untuk puasa silahkan saja diamalkan, aku ijinkan, yang semangat.”
Minggu legi kemaren si Hamzah juga ikut dzikir jama’ah, dia pulang menunggu yang lain pulang, baru mengutarakan maksudnya padaku.
“Terimakasih mas… puasa dan dzikir rizqi sudah saya amalkan, dan hasilnya subhanalloh, saya yang tak punya pemasukan yang bisa untuk membayar hutang, Alhamdulillah istri mendapat pekerjaan baru, menawarkan tanah dan rumah, untuk dibeli orang, di awal dzikir rizqi, istri mendapat 5 penawaran, yang jika dihitung jika mendapat komisi 1 juta, berarti sudah jelas dapat 5 juta, dan setelah seminggu menjalankan, istri sudah mendapat 12 penawaran, yang sudah bisa dipastikan, artinya, sebulan ini saya sudah bisa menutup tagihan di bulan ini untuk hutang saya, malah masih lebih, saya sangat berterima kasih sekali, karena sudah diberi jalan keluar dari masalah saya, yang terus terang bagi saya masih tak masuk akal, tapi benar-benar saya alami…”
“Nah sekarang, yang harus di-tes keistiqomahan diri, jalankan dengan istiqomah, sebab banyak orang yang kemudian, ketika susah mau menjalankan amaliyah, ketika berhasil amaliyah ditinggalkan, nanti kalau nol lagi, minta lagi amaliyah, jangan seperti itu, itu namanya kayak kerja di pabrik, dapat gaji, sudah tak mau kerja lagi, ya mana mau pabriknya gaji di bulan depan.”
“Do’akan saya bisa istiqomah mas…”
“Ya jangan minta do’a saja, supaya istiqomah itu diri sendiri harus ijtihad, bersunguh-sungguh, menjalankan,” jelasku.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 58
Apa yang disebut sifat dengki?
“Menginginkan hilangnya kenikamatan dari orang lain/pemiliknya, baik kenikmatan (yang berhubungan dengan) agama maupun dunia.”
Dari pengertian di atas kita dapat memahami bahwa iri dengki tidak hanya menyangkut capaian-capaian yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan awam. Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan da’i. Seorang da’i atau mubalig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau mubalig lain. Seorang yang mengikuti kepada kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenangan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”.
Tapi bagaimana ini bisa terjadi?
Imam al-Ghazali r.a. menjelaskan, “Tidak akan terjadi saling dengki di kalangan para ulama. Sebab yang mereka tuju adalah ma’rifatullah (mengenal Allah). Tujuan seperti itu bagaikan samudera luas yang tidak bertepi. Dan yang mereka cari adalah kedudukan di sisi Allah. Itu juga merupakan tujuan yang tidak terbatas. Karena kenikmatan paling tinggi yang ada pada sisi Allah adalah perjumpaan dengan-Nya. Dan dalam hal itu tidak akan ada saling dorong dan berdesak-desakan. Orang-orang yang melihat Allah tidak akan merasa sempit dengan adanya orang lain yang juga melihat-Nya. Bahkan, semakin banyak yang melihat semakin nikmatlah mereka.”
Al-Ghazali melanjutkan, “Akan tetapi, bila para ulama, dengan ilmunya itu menginginkan harta dan wibawa mereka pasti saling dengki. Sebab harta merupakan materi. Jika ia ada pada tangan seseorang pasti hilang dari tangan orang lain. Dan wibawa adalah penguasaan hati. Jika hati seseorang mengagungkan seorang ulama pasti orang itu tidak mengagungkan ulama lainnya. Hal itu dapat menjadi sebab saling dengki.” (Ihya-u ‘Ulumid-Din, Imam Al-Ghazali, juz III hal. 191.)
Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas/ketenaran, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut itu. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat kenikmatan pasti didengki).
Penyakit dengki sangat berbahaya. Tapi bahayanya lebih besar mengancam si pendengki ketimbang orang yang didengki. Bahkan realitas membuktikan, sering kali pihak yang didengki justru diuntungkan dan mendapatkan banyak kebaikan. Sebaliknya, si pendengki menjadi pecundang.
Di antara kekalahan-kekalahan pendengki adalah sebagai berikut.
Pertama, kegagalan dalam perjuangan.
Perilaku pendengki sering tidak terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendeskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibelitas, dan daya tarik orang yang didengkinya dan sebaliknya mengangkat citra, nama baik, dan kredibelitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Jabir dan Abu Ayyub al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang Muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan-Nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang Muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ath-Thabrani)
Kedua, melumat habis kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R. Abu Dawud).
Makna memakan kebaikan dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, ‘Ia merugi dunia dan akhirat’.” (‘Aunul-Ma’bud juz 13:168)
Ketiga, tidak produktif dengan kebajikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat(terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut melainkan mencukur agama.” (H.R. At-Tirmidzi)
Islam yang rahmatan lil-’alamin yang dibawa oleh orang yang di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan nikmatnya oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar memberi senyum atau, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apa lagi untuk membantu dan mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam yang dibawanya tidak membawa kebaikan alias gundul.
Keempat, menghancurkan harga diri.
Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata terhadap realitas/kenyataan, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah “satu watak” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang mencoba melakukan tabayyun, mencari informasi pembanding, dan berusaha berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata tidak senang dengan fitnah, isu murahan. Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik dan tidak mengundang keberpihakan.
Orang yang banyak melakukan provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat akalnya suka cara-cara seperti itu?
Kelima, menyerupai orang munafik.
Di antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan prilaku itu sebagai prilaku orang munafik. Abi Mas’ud al-Anshari r.a. mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat mulai memberikan infaq. Ketika ada orang Muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang Muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Al-Bukhari dan Muslim)
Keenam, gelap mata dan tidak termotivasi untuk memperbaiki diri.
Pendengki biasanya sulit melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak lain. Akibatnya pula jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam tertutup mendung kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang dilakukan dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya dia tidak dapat melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Az-Zumar 39: 18)
Di sisi lain, pendengki —manakala mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan— cenderung mencari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi). Semakin larut dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang didambakannya.
Ketujuh, membebani diri sendiri.
Iri dengki adalah beban berat. Bayangkan, setiap melihat orang yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Nikmatkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki. “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (Q.S. Al Baqarah 2: 10)
Kiranya cukup ku lanjutkan cerita, sebab ada sebagian pembaca yang mengatakan aku ini hanya membela diriku sendiri, dan menyudutkan kyai lain, padahal sampai-sampai kyai Askan menuduhku nantinya jama’ahku akan ku suruh memegang kemaluanku, sungguh kata-kata seorang yang jika aku tak sabar, niscaya aku marah, tapi aku tau jika Alloh di belakangku, membelaku, maka kata seperih apapun ku diamkan saja, jika aku layani maka aku sama saja gilanya, seperti orang waras yang dituduh gila sama orang gila, lalu balik menuduh gila kepada orang gila itu, sehingga saling tuduh tak berhenti, dan saling otot-ototan dan sulit dibedakan sebenarnya siapa yang gila.
Askan menyebar undangan, agar semua orang diajak unjuk rasa, dia sangat sunguh-sungguh berusaha agar tower itu tak sampai berdiri, karena dalam anggapannya aku ini mendapat uang dari tower itu, padahal sama sekali tidak, dan apa yang dianggap itu dinyalakan sendiri, wamro’atuhu khamalatal khatob, dan perempuannya membawa kayu bakar membakar kesana-kesini, dan berusaha membakar hati siapa saja yang ditemui, bahkan dalam pemikirannya, aku membangun majlis adalah uang dari tower itu, la apa urusanku dengan tower, maka Askan mengumpulkan orang di masjid, diberi undangan untuk diajak bersama-sama unjuk rasa, padahal tower tinggal berdiri, dan semua besi sudah ada di tempatnya, pengecoran tanah pembuatan pondasi sudah selesai tinggal nunggu keringnya, tapi ketika orang-orang pada berkumpul memenuhi undangan Askan, dan Polisi, camat juga datang, malah Askan bersembunyi tak datang, malah dia sama sekali tak kelihatan batang hidungnya, aku cuma ketawa, jadi ingat seorang calo bis di Pulo Gadung, kalau bis belum berangkat, dia paling ribut, tapi pas bus berangkat, si calo malah tak ikut menumpang.
Aku sendiri sudah mengira akan hal itu, karena aku tau betul siapa itu Askan, walau Askan sendiri tiap hari menjelek-jelekkanku selama ini juga tak berani bicara apa-apa jika di depanku, itu kan namanya jago katai, beraninya lempar batu sembunyi tangan, karena sudah membuat resah dan dia sendiri tak muncul, lalu Polisi datang kerumahnya, dan memberikan peringatan, kalau dia tetap memprofokasi warga, maka akan ditangkap, dan jika tower tak jadi maka uang yang telah dibagikan ke warga sekitar tower sebagai konpensasi, dan biaya pembangunan akan dimintakan ganti rugi Askan, di depan Polisi, dia jawab iya, iya… tapi selanjutnya apa dia diam, sama sekali, tidak, Askan kembali melakukan gerilya, dari rumah ke rumah, agar orang-orang berunjuk rasa, dan agar tower tak jadi dibangun, padahal kalau dia tau, dan mau bertanya dengan sebenarnya, kalau aku sama sekali tak mendapat uang apa-apa, mungkin dia akan berhenti untuk menyuruh dan meminta orang untuk unjuk rasa, tapi Askan itu selalu mengukur sesuatu dengan pandangan dan pendapatnya sendiri, dan tak pernah mau menerima pendapat orang lain, aku ingat ketika menegur dia, karena memerintah orang-orang agar pasang susuk, jawabannya juga: la emas-emasku sendiri, yang disusuk juga aku sendiri, apa urusanmu melarang, sehingga ketika waktu harga minyak mau naik, dia menimbun berbaler-baler minyak tanah, aku diamkan saja, ya biarlah dosa ditanggung sendiri.
Malah ketika Askan tau, kalau aku akan membangun majlis, dan orang yang membicarakan, dibilang, mengeluarkan kotoran dari mulut, dalam bahasa Jawa : ojo kebangeten nek ngetokne tai ko cangkem.., orang miskin mau bangun majlis dari mana? Begitu selalu kata-kata yang diulang-ulangnya, itulah kenyataan dunia, betapa pentingnya merawat hati, dari penyakit hati, dan penyakit hati itu timbul dari makanan yang kita konsumsi, makanan itu masuk ke mulut dan diproses di perut diambil saripatinya, dan sebagian menjadi zat-zat yang diperlukan tubuh, dan juga menjadi asupan bagi hati, maka hati yang diberi makan enak sekalipun tapi dari makanan haram, dijamin hati akan nifak, dan dipenuhi kepalsuan dan penyakit, yang sebenarnya penyakitnya itu bukan hanya menyusahkan diri sendiri tapi juga akan menyusahkan orang lain.
Semoga Alloh memberi kekuatan bagiku, diriku yang masih muda, dan belum tahan banting, lemah tak berdaya, tiada sandaran siapapun, hanya Alloh tempatku bersandar, dan Alloh insaAlloh akan selalu menjadi penolong bagiku, selama aku selalu dalam ruang lingkup kebenaran, aku ini seperti panglima tanpa tentara, sendiri, dan robbi la tadarni fardan, wa-anta khirul warisiin, wahai Alloh Tuhanku, jangan biarkan aku ini sendiri, dan Engkaulah sebaik-baiknya pewaris. Itu yang selalu ku yakini, Alloh maha mengetahui dan maha melihat hati, segalanya tak lepas dari kuasa dan pengaturanNya, jika aku tak lulus dengan cobaan ini, maka aku juga akan diberi cobaan yang sama bentuknya, aku selalu meminta pada Alloh, agar aku diberi kekuatan untuk sabar, dan mengalah, diberi kekuatan untuk menerima, dan teguh pendirian.
Sampai di sini cerita ini ku tulis, saat cerita ini ku tulis, dan saat tanganku memencet huruf, jam menunjukkan jam 12 malam kurang 5 menit (5-6-2012), sore tadi unjuk rasa di balai desa atas prakarsa Askan ramai sekali, aku hanya melihat dari kaca jendelaku, karena aku sendiri tak ada urusan, karena juga aku sedang menjalani tak ketemu manusia, dan tak bicara, bahkan sama keluargaku, atau istri dan anakku, memang itulah keseharianku, kadang depan rumah sekalipun seharian tak kulihat sama sekali, aku hanya mengungkung sendiri di dalam kamarku, seperti orang lumpuh yang tak kemana-mana…. (karena tak menerima tamu, maka tak ada cerita yang ku tulis, jadi nanti insaAlloh, kyaiku memanggilku ke Banten, insaAlloh aku diminta menyaring cerita orang yang punya pengalaman sepertiku, nanti akan ku kumpulkan, dan ku tulis di cerita ini, sehingga bisa dijadikan sekedar bacaan, atau pelajaran, bagi yang mau menilai hidup dari sisi kenyataan, karena bagaimanapun hidup ini kenyataan….). Sekali lagi ku katakan ini tak seluruhnya cerita nyata, dan jika dikatakan hayalanku juga boleh… jadi boleh siapa saja menilai dengan penilaiannya masing-masing karena ini sekedar cerita.
1 note · View note
hubbaibulloh · 11 years
Text
Sang Kyai 57
“Lalu siapa nama kakak orang yang kamu hutang padanya itu?” tanyaku pada Suhandi yang masih kelihatan bingung dan takut karena akan diciduk Polisi.
“Namanya Ahmadi, kata orang daerahnya dia itu ilmu kejawennya tingkat tinggi.” jawab Suhandi.
“Iya mas, akan saya penuhi semua dzikirnya, tapi kadang saya ndak sadar tidur sendiri kalau lagi dzikir.”
“Seseorang itu kalau punya kemauan kuat ya tak akan tidur, sebab keinginan kuatnya mengalahkan kantuknya, kenapa keinginan kuatnya bisa mengalahkan kantuknya, karena keinginan kuatnya punya landasan alasan yang kuat, contoh seorang petani, yang pergi berpanas-panasan ke sawah, untuk nyangkul sawahnya, walau panas dia tetap saja menyangkul, bukannya lihat hari akan sawah lantas membatalkan pergi ke sawah, jika kok dia tiap panas membatalkan pergi ke sawah, dan tiap hari panas kan sawahnya jadi tak pernah dicangkuli, dan berarti sawahnya tak akan pernah ditanami, kenapa dia panas-panas memaksakan diri pergi ke sawah, dan tak memperdulikan panas tetap saja menggarap sawahnya, karena dia mengharap sawah yang ditanamnya nantinya akan panen, panen itu kan tak terlihat ketika si petani itu menyangkul sawah, tapi kenapa dia tetap menyangkul dan menggarap sawahnya, walau panen belum kelihatan sama sekali, sebab dia punya keyakinan kalau akan panen nantinya, sama dengan orang yang menjalankan amaliyah, kenapa seseorang itu jadi semangat dan tak perduli kantuk dan kaki kesemutan untuk menjalankan amaliyahnya? Karena dalam diri ada keyakinan kalau nantinya akan memetik buah manis dari tanaman amaliyah yang dia panen, dan dirinya yakin kalau Alloh itu la yukhliful mi’aad, tidak mengingkari janji.”
“Iya mas saya paham, saya akan menjalankan apa yang mas perintahkan.”
“Ini tergantung dirimu sendiri, kalau kamu meninggalkan, ya aku sendiri percuma mendo’akan, ya nanti dijalani saja hidup di penjara.”
Hari itu, Suhandi pulang dengan keseriusan ingin menjalankan amalan, sementara jama’ah majlisku yang lain mendapat tawaran tanahnya disewa mendirikan tower seluler, ada dua orang yang ikut majlisku yang mendapat tawaran tanahnya disewa untuk pendirian tower seluler senilai 200 juta masa sewa sepuluh tahunan, cuma yang satu laporan padaku dan yang lain tak laporan, yang laporan padaku minta ku do’akan agar prosesnya lancar, tanpa gangguan apapun, dan jika berhasil, dia menjanjikan akan memberangkatkanku umroh sekalian dengan istriku. Aku hanya tertawa, karena hal seperti itu biasa, biasa kadang ada orang sakit datang lalu bilang, nanti kalau aku berdo’a dan penyakitnya ternyata sembuh, aku akan dikasih motor, atau dibelikan mobil pokoknya janji-janji, tapi setelah sembuh uang seperak pun tak keluar, orang itu selalu mudah memberikan janji kalau lagi butuh tapi akan mengingkarinya kalau kebutuhannya sudah terpenuhi.
“Ah ndak usah janji yang muluk-muluk, pasti saya do’akan, ya kalau mau bantu, bantu saja uang secukupnya dan seikhlasnya untuk pembangunan majlis, karena ini soal bisnis, jadi sekalian diperjelas, maunya bantu berapa, kalau towernya sukses?” tanyaku.
“Baik akan ku beri 5 juta.” jawab jamaahku itu.
“Ya ndak papa, kalau ikhlasnya segitu, insaAlloh akan ku do’akan agar prosesnya lancar.”
Dan tower ku do’akan dan sekarang sudah tarap pembangunan, tapi memang apa yang dijanjikan padaku akan tak diberi, ya aku sendiri tak mempermasalahkan itu, dan jama’ahku yang satunya yang juga mendapat tawaran pendirian tower di tanahnya jadinya gagal, jika Alloh berfirman almu’minatu bil mu’minati, assholikhatu bissholikhati, alqonitatu bil qonitati, azzaniyatu bizzaniyati, kata gampangnya orang yang jahat itu akan kumpul dengan orang jahat, orang baik cocoknya akan kumpul dengan orang baik, orang ikhlas akan kumpul dengan orang ikhlas, dan kumpulan orang-orang itu akan sesuai dengan masing-masing kecocokannya sendiri, malah tanah dan rumah yang sebelumnya oleh orang mau diwakafkan untukku, sekarang ku tanya malah dimintai membayar artinya aku harus beli 350 juta, padahal sebelumnya sudah mau diwakafkan untuk kepentingan majlisku, ya mungkin ini cobaanku dan Alloh menunjukkan yang terbaik bagiku, daripada nantinya sudah ku dirikan majlis kemudian disuruh bayar atau tanah diminta kembali, memang lebih baik dibeli, walau uang serupiah pun sebenarnya aku tak pegang, karena memang aku sendiri tak punya pekerjaan yang diandalkan, kerjaku hanya memimpin majlis dzikir dan jika ada yang minta tolong ku tolong do’akan, walau aku tak diberi apa-apa, juga tak papa, asal bisa berguna untuk orang lain, dan ternyata Alloh belum selesai mencobaku dengan masalah pendirian majlis, Askan sudah gembar-gembor ingin menggagalkan soal pendirian tower, dia menghasut semua orang yang di sekitar tower agar tak menyetujui, tentang pendirian tower, dia mengatakan kalau tower itu berbahaya, bisa mengakibatkan tumor otak, air dalam tanah akan berubah, bahkan bisa merobohi orang, dan siapa yang akan nanggung, anehnya aku yang dibawa-bawa, dibilang kalau aku ini orang miskin yang tak punya apa-apa tak sekolah mau merusak, karena diikuti, terjadilah ribut, sampai diadakan sidang di balai desa menghadirkan Polres dan camat setempat, dan masalah pun diselesaikan, tapi setelah itu, Askan kemudian menghasut dan memprofokasi orang-orang agar pendirian tower gagal, dan tower tak jadi berdiri, padahal rumah Askan dengan tower itu berjarak satu kilometer, dan dia bukan warga desa yang ku tempati tapi desa lain, tapi tetap saja Askan mengusahakan agar tower tak jadi dibangun, dengan meminta orang-orang unjuk rasa, padahal semua orang yang di sekitar tower sudah memperoleh dana konpensasi, dan akhirnya Askan mengajak orang yang rumahnya jauh dari tower, mau diajak unjuk rasa, dan saat tulisan ini ku tulis, oleh desa Askan akan dilaporkan Polisi, karena memprofokasi warga, malah semua pengurus masjid diadu, terjadilah perpecahan dalam kepengurusan masjid, sebagian memihak Askan dan sebagian memihak tower bisa didirikan, karena tower ada di belakang masjid, tapi anehnya balik-balik Askan menjadikanku alasan dalam permasalahan tower, padahal aku sendiri tak ikut ngurus apa-apa, sementara aku lebih memilih menyibukkan diri dalam urusan majlis dzikirku.
Rupanya Alloh akan menunjukkan rahasia lain dalam urusan pembangunan majlisku, di antara cercaan Askan, dan tanah yang akan dibangun majlis dimintai pembayaran, Alloh mendatangkan orang-orang yang hatinya sebening embun datang berbondong-bondong mentrasfer uang ke rekeningku, dalam rangka pembangunan majlisku, teman-teman internetku, aku jadi terenyuh haru, begitu indahnya Alloh membuat bukti kebesarannya, walau masih jauh dari kebutuhan, setidaknya itu sudah membuatku terhibur, Alloh masih memperhatikanku dengan perhatian yang sangat indah, mendatangkanku orang-orang yang hatinya bening, ikhlas dan tanpa ragu-ragu mencurahkan sebagian dananya untuk membantu pembangunan majlisku, memang Alloh mengumpulkan orang ikhlas hanya dengan orang ikhlas, orang mukmin, dengan orang mukmin, dan bantuan anehnya terus mengalir, dan terus mengalir, semoga dalam waktu dekat semua tanah yang akan ku dirikan majlis cepat terbeli, dan majlis segera terbangun, aku yakin kalau Alloh itu memilihkan aku jalan terbaik dan teman-teman terbaik, dan memberikan jawaban bahwa perjuanganku nanti tak akan sia-sia.
Malam ini aku akan menyelesaikan urusan Suhandi, tengah malam aku berangkat ngeraga sukma ke rumah Ahmadi, aku melesat menuju Kajen, di suatu pemakaman yang dikeramatkan aku berhenti, sebelumnya ada pondok putri, sebenarnya secara pribadi aku sendiri tak tau kenapa aku melesat ke arah sebuah pemakaman, yang dipagar bambu yang disigar-sigar, aku berhenti di antara gundukan tanah, karena memang pemakaman itu jalannya naik turun, ku lihat seorang pemuda keluar dari pemakaman, dia membawa seekor ular kecil yang sudah dipotong kepalanya, entah untuk apa, ku ikuti pemuda itu, mungkin ini pemuda yang bernama Ahmadi, ku ikuti terus pemuda itu berjalan melewati gerumbul semak perdu dan menuju ke arah sungai, sungai yang lumayan besar, dan banyak pohon rindang dan besar di sekitar sungai, aku ikuti terus pemuda itu, aku ingin tau apa maksudnya pemuda itu di malam-malam yang sudah larut kok pergi ke sungai, sementara aku bebas melayang di antara ujung daun, tanpa kawatir pemuda itu mengetahui keberadaanku, karena aku dalam bentuk sukma yang tak terlihat, aku masih memperhatikan pemuda yang ku yakin bernama Ahmadi. Pemuda itu lalu menyalakan menyan, dan membakar ular yang dibawanya di bawah sebuah pohon besar, dan dia sendiri bersemedi, samar-samar dari dalam pohon keluar bayangan, awalnya hanya berupa asap putih, lalu membentuk perwujudan seorang perempuan, perempuan yang cantik, tapi aku merasa itu hanya bentuk buatan yang dicipta jin itu, lalu antara wanita jin dan pemuda itu saling menyalurkan hasratnya, aku masih melihat dari puncak pohon, lalu setelah kedua mahluk berlainan jenis dan alam itu selesai menumpahkan nafsunya, nampak jin perempuan itu memberikan sebuah buah mirip buah jambu kepada pemuda itu dan menyuruhnya memakan, lalu kedua mahluk berlainan jenis itu berpisah, sedang jin yang berbentuk perempuan itu melayang kembali ke atas pohon tua, aku segera melesat menghadangnya.
“Siapa kau…!?” kata jin perempuan itu kaget, karena aku tiba-tiba ada di depannya.
“Seharusnya aku yang bertanya siapa kau….?” tanyaku.
“Kau panas…, menjauh dariku…,” katanya sambil mundur.
“Kau pasti jin fasik, apa yang kau lakukan dengan pemuda dari manusia itu?” tanyaku.
“Apa urusanmu….”
“Baik kalau kau tak mau menjawab… itu terserahmu.” kataku, sambil membatin lafad Alloh di dadaku, dan dari dada memancar cahaya yang menyambar jin itu, dia terlempar sampai daun pohon berhamburan karena diterjang tubuhnya yang terlempar oleh sambaran cahaya dari dadaku, dan nampak tubuhnya hangus dan mengeluarkan bau daging terbakar.
“Aduuuh…. ampun… ampuuuun…, panaaas.., panaaas, ampuuun…!,” dia mengaduh-aduh tiada henti, dan tubuhnya tergeletak tanpa daya di bawah pohon, tempat tadi dia berhubungan badan dengan pemuda.
“Bagaimana? Apa sekarang kau mau merasa sok-sokan di hadapanku? Atau menjawab saja apa yang ku tanyakan, atau lebih memilih ku cairkan menjadi cairan minyak?” bentakku dengan suara tetap pelan.
“Aduh ampuun…, tuan ini manusia atau malaikat…?”
“Kalau malaikat hanya menuruti perintah Alloh, tapi aku punya amarah dan kehendak.., bisa saja aku menghancurkanmu, jika kau tak menjawab pertanyaanku,”
“Iya-iya, aku akan jawab…”
“Siapa pemuda yang kau ajak berbuat zina itu?”
“Dia meminta ilmu dan perjanjian denganku.”
“Paling kau hanya menyesatkannya, siapa namanya dia?”
“Dia bernama Ahmadi, dia sudah lama meminta ilmu dan kesaktian padaku, dan imbalannya dia mau bersetubuh denganku, dan selama ini dia mendapatkan ilmu dan kelebihan yang aneh-aneh dariku.”
“Kalau begitu sekarang ku perintahkan, kau cabut semua ilmumu dari pemuda yang bernama Ahmadi itu..”
“Mana bisa seperti itu.., ilmu itu sudah ku berikan, dan dia juga memberikan kepuasan padaku.”
Ku konsentrasikan lafad Alloh di dada lagi, segera sambaran cahaya, menyambar seperti sambaran kilat menghajar jin perempuan itu, dia menjerit melengking, mencoba kabur, tapi sambaran cahaya dari dadaku seperti begitu saja memenuhi perintahku, langsung mengurung jin perempuan itu dalam diameter yang makin sempit dan mengecil, jin perempuan itu menjerit-jerit melengking tapi tak berani sama sekali bergerak, karena cahaya itu jika tersentuh oleh kulitnya, maka kulitnya langsung mengeluarkan asap dan tercium bau hangus daging menyengat, aku tau banyak jin di sekitar yang memperhatikan, tapi tak berani berbuat apa-apa, malah berusaha menjauh.
“Bagaimana apa kau masih tak mau mencabut kembali ilmu hitam yang kau tanam di tubuh pemuda itu, maka akan ku biarkan kau terkungkung dalam cahaya itu,”
“Iya… iyaaa… aku mau, aku mau mencabutnya, tolong hilangkan cahaya ini, aduuuh panasss, paanaaas…!”
“Baik, besok kalau ku lihat dia masih punya ilmu hitam di tubuhnya, maka kau tak akan selamat…, ingat itu..!”
Aku berlalu, dan cahaya yang mengelilingi jin itu hilang, dan ternyata jin itu telah berubah menjadi rupa nenek-nenek yang teramat jelek, wajahnya dipenuhi benjolan, dan kerutan tak karuan. Aku melesat lagi, mengikuti tarikan tenaga takdir yang membawaku, bagaimana saja Alloh menghendaki aku ikuti, seperti angin yang dibawa aliran hembusannya, dan seperti air yang mengalir selalu melewati alirannya, sampai di persawahan, tiba-tiba seorang perempuan setengah tua menyapaku, dia berpakaian seperti orang Jawa zaman dulu, dengan sanggul di kepalanya, dia melayang di atas padi dan sepertiku, aku merasa orang ini sudah berupa ruh, dia berhenti di depanku, dan mengucapkan salam, lalu ku jawab salamnya.
“Maaf siapa ibu..?” tanyaku.
“Saya ibunya Ahmadi.”
“Tapi ibu….”
“Ya saya sudah lama meninggal, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih karena anak ini sudah menolong anakku dari jeratan jin fasik itu, sekali lagi terima kasih, jika anak ini ingin ke rumah anakku, dan ingin tau rumah anakku, mari silahkan, biar saya antar.” kata perempuan itu yang mendahuluiku, melayang ke arah desa di depan, dan jalanan menurun.
Aku mengikuti dari belakang, perempuan itu menceritakan keluarganya sambil jalan, dan menceritakan pekerjaan anaknya yang menghabiskan kekayaan keluarga, sehingga kemudian terseret mengamalkan ilmu sesat, ibu itu merasa prihatin tentang nasib anaknya, tapi tak mampu berbuat apa-apa, aku hanya sebentar sampai di rumah ibu itu dan kembali pulang, karena aku rasa tak banyak kepentingan bagiku mengurusi kehidupan rumah tangga orang.
Beberapa hari kemudian Suhandi menelponku katanya dipanggil kepolisian, karena masalahnya, tapi sorenya sudah nelpon lagi katanya kakak orang yang dia punya hutang pada orang tersebut sudah tidak menagih hutang padanya, dan mencabut tuntutan, dia bilang merasa aneh, kok sebelumnya si Ahmadi ngotot-ngotot, ingin memenjarakannya, tapi kok sekarang sudah tidak lagi.
Sementara itu Askan sudah ribut membakar orang kampung untuk diajak unjuk rasa agar pembangunan tower digagalkan, padahal pembangunan tower sedang berlangsung, dan pembangunan pondasi tengah dijalankan, Askan membuat undangan untuk mengumpulkan orang di masjid, untuk diajak menggagalkan pembangunan tower, dia mengatakan tower itu milik orang Kristen, tak boleh berdiri di belakang masjid, hukumnya haram, padahal dalam urusan pekerjaan orang Islam itu sah berdagang dengan agama manapun, yang tidak boleh itu dalam urusan beribadah, setiap agama mempunyai keyakinan, tempat ibadah, dan cara ibadah masing-masing, tapi kalau soal urusan pekerjaan maka tidak ada hukum yang melarang seorang muslim bekerja dengan selain muslim, sebab di dunia ini kehidupan manusia itu majmuk, Nabi sendiri pernah melakukan dagang dengan orang yang bukan Islam, yang dilarang adalah mencampur adukkan cara ibadah dan tempat ibadah, juga pengamalan ibadah, dan keyakinan, kalau soal pekerjaan, maka siapapun asal cara bekerjanya benar, maka boleh diajak bekerja sama.
Orang-orang pada meributkan soal pembangunan tower, juga Askan sudah berhasil memecah belah pengurus masjid menjadi dua kelompok, satu kelompok, menantang, jika tower berdiri, maka kelompok itu tak akan menginjakkan masjid lagi, juga kelompok yang lain, mengancam jika tower tak berdiri, maka kelompoknya tak akan menginjakkan kaki di masjid lagi, aku hanya melihat saja, menurutku, memang Askan jika termasuk sukses jika menjadi syaitan yang bisa memecah belah umat, dan aku hanya ketawa, karena tau betul apa hasil akhirnya, walau Askan masih aktif menjelek-jelekkanku.
2 notes · View notes