Tumgik
#Kukira kau rumah
mcrbxe · 1 month
Text
Meng.ham.ba—
Tumblr media
Wahai Engkau pemilik semesta, aku yang lemah dan terbatas ini berkeinginan menjelajah dunia-Mu yang fana, menyusuri keindahan alam-Mu, bertemu dengan umat yang hingga kini belum mengenal-Mu, menyapanya kemudian bercerita tentang siapa Engkau.
Wahai Engkau pemilik jiwa dan raga, akankah aku berkesempatan melakukan semua itu? Tak jarang, ada keraguan dalam diri atas segala cita serta harap yang pernah dilangitkan, apa aku bisa?
Wahai Engkau sang pemilik kehidupanku, wahai Engkau sang pemilik dunia serta akhiratku, wahai Engkau sang pemilik apa yang kini kau titipkan padaku; berkali-kali aku menyusun rencana, berkali-kali pula aku ingin menyerah. Jatuh, tersungkur, dan lebur. Aku tenggelam, aku berada di kegelapan, di sini menyeramkan, tapi aku takut untuk kembali.
Wahai Engkau sang pencipta sekaligus pengatur, kukira rancanganku sudah cukup realistis, namun ternyata, realistis tidaklah berpengaruh jika aku tak membawamu dalam tiap-tiap tatanan kehidupanku.
Wahai Engkau sang pengasih, pemilik dunia akhiratku, aku berlepas diri, aku menyerahkan kehidupanku untukmu, aku serahkan segala cita serta harapku pada Engkau sang bijaksana sekaligus pemilik keamanan.
لْ: اللَّهمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كثِيرًا، وَلا يَغْفِر الذُّنوبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِر لي مغْفِرَةً مِن عِنْدِكَ، وَارحَمْني، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفور الرَّحِيم
Di tempat yang kusebut rumah
24 notes · View notes
ceritajihan · 1 year
Text
Tumblr media
Cinta yang kau bawa dengan segala yang kukira baik adalah Fatamorgana yang fatal sekali, aku sudah sangat salah menilai mu sebagai tamu istimewa.
Telah kututup sempurna pintu hati, telah paripurna aku kunci. Tak ada ruang untuk bertamu, tak ada jamuan untuk orang baru.
Semesta baik sekali ternyata, setelah kepergian mu yang buruk sekali aku bertemu dia, petuah akan indah pada waktunya berdengung di telinga semoga ini benar adanya.
Sekali lagi dan kuharap ini untuk yang terakhir kali. Tak ada lagi ragu, tak ada lagi keliru. Aku percaya semesta telah setuju. Dijadikan kamu penghuni tetapku, dijadikan aku rumah terakhirmu.
Tulisan kolaborasi @yustrialubna x @ceritajihan
53 notes · View notes
yustrialubna · 1 year
Text
Tumblr media
Cinta yang kau bawa dengan segala yang kukira baik adalah Fatamorgana yang fatal sekali, aku sudah sangat salah menilai mu sebagai tamu istimewa.
Telah kututup sempurna pintu hati, telah paripurna aku kunci. Tak ada ruang untuk bertamu, tak ada jamuan untuk orang baru.
Semesta baik sekali ternyata, setelah kepergian mu yang buruk sekali aku bertemu dia, petuah akan indah pada waktunya berdengung di telinga semoga ini benar adanya.
Sekali lagi dan kuharap ini untuk yang terakhir kali. Tak ada lagi ragu, tak ada lagi keliru. Aku percaya semesta telah setuju. Dijadikan kamu penghuni tetapku, dijadikan aku rumah terakhirmu.
@yustrialubna x @ceritajihan
51 notes · View notes
Text
Aku Akan Kembali Pulang
Pilauakara | @pilauakara
Tumblr media
Pada akhirnya, aku harus kembali pulang. Sebab alasanmu tak kembali adalah sudah menemukan pengganti. Aku salah, kukira engkau masih mencari. Ternyata tentangku, kau sudah lama mengakhiri. Sedang aku masih setia tinggal di sini.
Betapa bodoh. Selama ini, aku menunggumu tanpa merasa lelah. Namun kau, sudah berkali-kali mengubah arah. Aku bukan lagi rumah.
Aku salah mengira, aku pikir engkau merindukanku setelah perpisahan kita kala itu. Ternyata, sama sekali tidak. Aku tertipu. Engkau sudah bahagia. Bahkan tak lama sesudah aku tiada.
Pada akhirnya, aku harus kembali pulang. Mengingat kau yang sudah bersamanya sekarang, membuatku tersadar. Tidak ada lagi alasan untuk menunggu, tidak ada lagi alasan untuk merindu. Yang harus kulakukan, adalah mengikhlaskanmu, berhenti merindukanmu; mengusir segala kenangan yang terkadang mampir pada ingatan, memulai langkah baru tanpa harus selalu berpikir tentang dirimu lagi.
Selamat tinggal, aku akan kembali pulang. Aku akan berusaha untuk berbahagia meski kau tak ada. Aku akan mencukupkan kesedihanku detik ini. Aku tak akan lagi bersedih sedikit pun.
Aku akan kembali pulang. Akan kembali kutata langkah, dan tumbuh menjadi perempuan hebat dan selalu bersinar terang. Aku akan melakukan yang terbaik.
Ya, aku akan menjadi seperti itu, meski tidak bersamamu.
Bandung, 29 Juli 2022
91 notes · View notes
gndrg · 1 year
Text
Kamu yang datang dengan Sal Priadi - Kita Usahakan Rumah Itu
Dan berakhir dengan aku yang Amigdala - Kukira Kau Rumah
14 notes · View notes
satusatuenam · 8 months
Text
Tumblr media
Terhitung berapa waktu yang sudah berlalu ya hingga akhirnya aku benar-benar bisa mengambil banyak hikmah sambil tersenyum dan tertawa setiap kali mengingatnya.
Saat itu kamu tahu gak sih gimana tercekatnya aku waktu baca sebuah berita kamu mau nikah? Haha. Aku inget banget bahkan sampai saat ini masih jelas rasanya gimana tubuh dan pikiranku beku sesaat saat itu. Padahal aku udah berspekulasi loh kalo kemungkinan besar kita gak akan bersama sih. Tapi meskipun sudah memikirkan kemungkinan itu, tetep aja sakit ya pas tau kenyataannya memang terjadi.
Bahkan pertemuan beberapa minggu setelah kamu nikah aja aku bisa bersikap biasa aja seakan-akan ya emang kita gak pernah ada apa-apa. Eh malah kamu yang mancing, ngomongin soal nyesel lah gak nembak istri kamu dari tahun lalu. Dan bisa-bisanya saat itu aku jalan bertiga sama kamu dan istri kamu. Sumpah sih disitu berasa kambing congek diantara penganten baru wkwkwk. Tapi begitu sampe rumah aku berpikir ulang, kok aku bisa sih kayak gitu, menyakitkan banget tau. Udah sholat isya cuma bisa nangis sambil menertawakan kebodohan diri ini. Tapi kamu harus tau aku bangga sama diri aku karena aku berhasil gak keliatan galau depan kamu yang kayaknya sengaja mau manas manasin aku ya hahaha.
Yah setelah beberapa bulan berlalu, jatuh, patah, sakit dan menyesal sudah aku lalui, akhirnya aku menyadari beberapa hal, kenapa ya skenario Allah gini banget? kita yang satu almet tapi gak pernah ketemu karena beda angkatannya lumayan bisa dipertemukan di tempat yang sangat gak terduga, latar belakang kita yang mirip-mirip, treat dari kamu yang beda dan bikin kita sering banget diceng-cengin satu grup, aku yang dibuat kerja deket tempat kamu tinggal dan banyak hal lain yang kayaknya kalo main cocoklogi tuh kita cocok deh.
Tapi ternyata aku ada untuk jadi pelajaran buatmu dan kamu ada untuk jadi pelajaran buatku. Pertemuan kita hanya untuk saling mengajarkan. Bahwa jangan buat pilihan dengan awalan yang gak jelas. Karena ketidakjelasanmu itu cuma mengundang tanya. Pada akhirnya kamu akan membuang banyak waktu untuk mempertimbangkan pilihanmu sendiri. Padahal akhirnya kamu tetap pada pilihan yang pertama kan?
Dan buatku, kamu itu pelajaran berharga yang berhasil menyadarkan aku kalau nanti di depan aku berjumpa lagi dengan sosok macam kamu lagi yang gak bisa to the point, yang ngedeketin aja tanpa ngasih kejelasan di saat aku masih punya keinginan berpetualang, aku harus berani nanya, maksud kamu apa? Kamu punya tujuan apa memperlakukan aku kayak gini? Aku punya banyak hal yang masih ingin dilalui, kamu mau nemenin aku gak?
Kalau seandainya kamu gak bisa ya kita cut aja dari sekarang, supaya aku gak ngerasa digantung dengan harapan yang sebenarnya cuma bayangan aja, dan kamu gak dibuat menunggu sama pilihan kamu yang gak pernah dikasih kejelasan.
Jadi kalau kata Bernadya "Sinyal-sinyal darimu tak jelas, atau mungkin aku kurang cerdas"
Terus kalau kata Tulus "Ku kira kita akan bersama, begitu banyak yang sama latarmu dan latarku. Ku kira tak akan ada kendala, kukira ini kan mudah, kau aku jadi kita. Kau melanjutkan perjalananmu, ku melanjutkan perjalananku"
Kata Juicy Luicy " Kata kau utara kan berbeda dengan laju kapalku yang mengarah tenggara"
Satu lagi yang relate dari Daun Jatuh "Tapi setidaknya kau telah mengubahku dari resah menjadi luka"
Lalu pada akhirnya kalau kata Hal "Terima kasih atas segala rasa, pada hari itupun aku turut bahagia"
Tapi kalau kata aku " Terima kasih atas segala tanya, pada hari itu teka-tekiku terjawab"
HAHAHA
Ketika kisahnya udah bisa ditertawakan dan diceritakan seperti lelucon itu tanda aku sudah baik-baik saja. dah~
Waterenough, 23 Agustus 2023
1 minggu menjelang resign kerja
5 notes · View notes
sajaksesak · 2 years
Text
Rumah, aku merasa aku berada di rumah setelah apa-apa yang dunia suguhkan kala aku dibuat jatuh, tidak cukup, dan sendiri.
Aku merasa di rumah ketika kau andil bersamaku 'tuk menata runyamnya dunia, merasa di rumah ketika lelah dihempas obrolan yang bukan tentang kita.
Maka saat kakiku dipaksa melangkah keluar, saat kau tak lagi merupa tempat bernaung kabar:
Aku. Tak ada lagi dimana-mana. Tak merasa sedang dimana-mana. Tubuhku terhuyung hampa menuju yang antah-berantah. Menoleh lalu, belum damai aku tentangmu.
Entah. Aku pernah merasa di rumah. Kukira Kau Rumah.
— Arief Aumar Purwanto
(Inspired by Amigdala — Kukira Kau Rumah)
36 notes · View notes
aksara-rasa · 1 year
Text
Tapi cinta yang menuntumu kembali padaku—
Kalau aku tidak pernah merasakan betapa pedih hati yang tersakiti, mungkin selamanya aku tidak pernah bisa belajar dari kisah yang mendewasakan kita berdua meski lewat luka.
Kukira semuanya selesai sampai disana, tapi ternyata belum siap aku kehilangan dirimu, sewindu sudah. Membawa serta perasaan yang sulit sekali digambarkan.
Tidak mau tergesa, kusarankan kau simpan dendammu, jangan sampai terhina dina, menangkan hati milik mentari, niscaya ia takkan menjadi-jadi. Dan barangkali kalian bisa saling kembali?!
Tapi kenapa, tanya itu justru kembali ada di antara kita?Akankah hati yang hancur berkeping satu lagi?
Seperti menemukan titik balik dihidupku—dimana selalu jatuh berulang kali, berulang kali pada orang yang sama.
Saat tanya berubah menjadi seru,
Saat keyakinan menjadi penuh tanpa ada lagi kata ragu,
Yang terjadi kini kuhanya rumah persinggahanmu.
Berkali-kali ke trigger dengan terluka menangis tapi kuterima.
Akan adakah lagi yang sepertimu?
Tanya itu kembali ada di kepalaku.
Sebab nyatanya, hanya kamu yang mengerti gelombang kepala ini.
14 notes · View notes
mayweblue · 2 years
Text
aku dan rekan lembaga persku pernah meliput tempat prostitusi.
oh, kukira mestinya tulisan ini diawali dengan bagaimana seseorang (yang kala itu tengah dekat-dekatnya denganku) marah karena tahu aku bakal ke tempat lokalisasi lima menit sebelum aku berangkat. dia mendiamkanku beberapa saat hingga akhirnya mengirimiku pesan dan meminta agar aku berhati-hati. dia bilang, segala sesuatu soal seks selalu berbahaya.
aku menjawabnya cuma dengan, that's why.
setelahnya, karena malas ribut lagi, aku mematikan data seluler ponselku. sebab ketika aku sampai ke kawasan prostitusi itu, alih-alih halang rintang jalur curam seperti bahaya yang ditakutkan seseorang itu, yang kulihat hanyalah... perempuan.
perempuan-perempuan dengan tanktop dan rok pendek. mereka menyalakan kesepian di malam hari semakin menjadi-jadi. mereka semua berjajar, duduk di kursi yang disusun seri di depan rumah bordil masing-masing, menggoda siapapun yang lewat. kami terdiam melihat pemandangan itu sebelum melirik jam. pukul sembilan malam, rasanya kami semua tepat waktu.
kami berenam, dua lelaki dan empat perempuan. memutuskan buat duduk di warung tak jauh dari pintu masuk yang kakek penjualnya menawari kami bir bintang. setelah membagi pertanyaan dan mengatur strategi, kami memutuskan buat membagi tim jadi dua. satu berkeliling ke arah timur, dan satu ke barat. buat menghindari perhatian massa, terutama karena jumlah kami yang mencolok.
aku dan dua orang temanku berdiri di depan warung, mengincar seorang perempuan yang duduk di serambi rumah bordilnya sambil menggoda siapapun yang lewat. aku meminta teman lelakiku buat maju lebih dulu, pura-pura hendak menggunakan jasanya dan menyembunyikan kartu pers. waktu akhirnya kami sudah sepakat menggu akan cara itu, dia tiba-tiba berkata, "kayanya gue nggak sanggup deh nawar-nawar perempuan."
dan kamipun termenung lagi.
kukira, ada banyak yang bisa kami tulis hasil meliput tempat prostitusi. tapi nyatanya kami cuma menggapai kesedihan yang digantung di langit-langit atapnya. tentang seorang pekerja seks yang menunggu pelanggan dengan pandangan kosong. sebab sudah setengah jam kami mengamati, kami jadi menyadari satu hal: wajah senyum itu hanya muncul di depan pelanggan, tapi tidak ketika dia sendirian.
perempuan yang kami awasi berambut lurus sepundak. menggunakan tanktop warna pink dan rok jeans. bibirnya merah menyala dan pipinya bersemu entah karena riasan atau karena ia sedang muak karena tak buru-buru dapat pelanggan. tiap seseorang mampir ke tempatnya, dia segera berdiri dan menggoda. berbicara dengan suara yang dibuat semanja mungkin dan senyum yang semenggoda mungkin. tapi, hingga pelanggan kelima, tak kunjung mereka sepakat. perempuan itu lantas kembali duduk, kembali memandang jalanan yang redup dengan tatapan malas.
aku memutuskan mendekatinya.
saat aku sampai, aku bertanya, "mba, saya boleh duduk di sini?"
dia melirikku, memindai kaus dilapis cardigan dan jeans panjang yang menyelimuti tubuhku, sebelum menemukan kartu pers tergantung di leherku. aku mengumpat dalam hati karena lupa melepas benda ini.
"jangan," katanya tanpa menatap mataku. "nanti kamu dikira lagi jualan juga."
aku terdiam mendengar jawabannya, tapi juga tidak terkejut karena sudah kuperkirakan tidak mungkin aku diterima semudah ini. jadi aku mengangguk, tanpa meninggalkannya. kedua temanku di seberang sudah mulai memintaku kembali dan mencari narasumber lainnya biar kami tak buang-buang waktu. cuma aku mau mencoba dengan perempuan ini lebih dulu.
"mba asli sini?" tanyaku sambil berdiri.
"saya nggak ngobrol sama wartawan," ujarnya dingin. "mending cari yang lain aja, saya lagi kerja."
"saya bukan wartawan kok," aku melepaskan kartu pers itu dan menyelipkannya di saku, meski aku tahu betapa konyolnya aku saat itu. "cuma mahasiswa biasa."
"apalagi mahasiswa," dia masih belum berekspresi. "berisik, saya nggak suka. wartawan, mahasiswa, pemerintah kota, sama aja. banyak ngomongnya."
saat akan bertanya lagi, tiba-tiba sebuah motor lewat di depan kami. perempuan itu hendak menghentikannya tapi sang pengemudi pergi begitu saja.
"kamu mending pergi aja," katanya, sambil menoleh kali ini. "nanti nggak ada yang berhenti."
tanpa mengindahkan ucapannya, aku bertanya lagi, "emang kenapa sama orang yang banyak bicara, mba?"
"ya seperti kamu ini," dia tersenyum sinis. "merugikan banyak orang."
aku sudah ingin pulang. tapi aku tidak ingin kembali dengan tangan kosong.
kulihat ia meraih ponsel dari tasnya. aku mencuri pandang ke arah layar ponselnya yang terbuka dan betapa kurasakan peredaran darahku berhenti bekerja. perempuan itu kelihatannya tak menyadarinya. karena ia mengembalikan ponselnya dan menoleh ke arahku yang membeku.
"mending tanya aja ke ketua asosiasi di sini," ujarnya lebih lunak kali ini. "rumahnya lurus, belok kanan, nanti rumah paling ujung, ada mobilnya di depan. dia pasti mau ditanya-tanya."
perempuan itu tiba-tiba menunjuk ke arah jendela rumah di belakangnya. aku terkejut menemukan seseorang tengah mengawasiku. waktu aku kembali melihat ke arah perempuan di sebelahku, dia menghela napas.
dia berbisik, "maaf." sebelum mengusirku sekali lagi. dan aku menurut kali ini.
aku biasanya mencintai liputan lapangan. karena aku tak perlu banyak riset dari internet lagi sebab semuanya murni empiris. tapi, buat pertama kalinya, aku merasa liputan ini jauh lebih melelahkan dari yang aku bayangkan. terutama ketika aku berhasil bertemu dengan ketua asosiasi cuma untuk memahami kalau pekerja seks di sini, semuanya, tak lebih dari sekumpulan perempuan yang kehilangan harapan dan berakhir dimanfaatkan.
aku berkata pada ketua asosiasi itu kalau kami ingin menyampaikan apapun yang ingin disampaikan oleh pekerja seks itu. tapi dia cuma tersenyum dan berkata, "mungkin mereka sudah tidak ingin menyampaikan apa-apa."
barangkali karena dua hari lagi tempat lokalisasi ini ditutup. dan mereka sudah kelewat lelah untuk meminta banyak hal.
di jalan menuju warung tempat kami berkumpul tadi, kami bertiga merenungi hasil wawancara itu. entah apakah tulisan yang keluar akan berkisah soal apa, tapi kami tahu kami lelah sekali.
memuakkan, karena sepanjang melewati lampu remang-remang itu, ada musik yang diputar kencang. terlalu bising dan membuat pusing. bagaimana bisa orang-orang di dalam sana menikmatinya?
mungkin, karena kami baru saja menemukan sisi lain kenyataan. dan betapa kami semua selama ini cuma orang-orang naif yang mengaku idealis. bahkan ketika tulisan ini keluar pun, kami ragu apakah kami bisa mengubah sesuatu.
sebab, sekali lagi, kisah ini bukan perihal orgasme yang diperdagangkan, atau tentang glorifikasi kehidupan malam yang dipuja orang-orang. kisah ini adalah tentang perempuan.
tentang perempuan dan uang, tentang perempuan dan tubuhnya, tentang perempuan dan eksploitasi, tentang perempuan dan seks, tentang perempuan dan orgasme.
kami duduk di warung, tapi kali ini tak lagi ditawari bir bintang. aku memesan teh hangat dan mengambil seplastik keripik. mengisi perutku yang rasanya kosong, entah karena belum makan sejak siang atau mual karena kisah yang baru saja kudengar.
ada banyak pesan yang masuk waktu data ponselku kembali kunyalakan. satu yang kubuka pertama adalah dari seseorang yang tadi ribut karena aku pergi tanpa berpamitan dengannya. masih enggan kubalas, tapi aku berniat akan pulang ke tempatnya malam ini. karena aku tidak ingin tidur sendiri.
tim yang lain datang dengan terengah-engah. waktu ditanya kenapa, mereka bilang, "kami dikejar anjing."
ah, betul-betul amatiran.
sekarang hampir pukul setengah dua dan kami memutuskan kembali. mengumpulkan hasil liputan masing-masing dan menyimpan salinannya sebelum pulang. waktu berhenti buat makan di angkringan yang buka sampai pagi, salah seorang seniorku bilang, "mereka semua nggak ada yang bantuin waktu kita dikejar anjing."
sambil mengunyah sate kerang, rekanku yang lain menjawab, "emang kita ada yang bantuin waktu mereka nggak punya uang sampai harus jual diri?"
"kita semua cuma bakal memakan dan dimakan," temanku kali ini ikut berseloroh. "nggak usah kiri-kiri kalau kita aja baru tahu mereka dieksploitasi."
"tulisan ini bakal bisa keluar nggak, ya?"
"nggak tahu juga," aku lupa waktu itu siapa yang bicara. tapi aku ingat setelahnya dia berkata, "yang penting sekarang kita tahu harus nulis apa."
sampai hari ini, hasil investigasi tempat lokalisasi itu tak pernah dimuat karena tidak mendapat izin. susunan kata-kata yang telah kami rangkum hanya membusuk di laptop tanpa pernah dibaca siapa-siapa. bahkan sampai tempat lokalisasinya sudah tutup dan aku tidak mendengar apapun lagi dari sana. cuma tentang kenangan yang asing, memori yang perlahan lenyap, dan mimpi yang entah apakah bisa dikabulkan.
kukira, aku ingin kelak nanti ada yang bisa membaca tulisan ini. tulisan yang kata pihak kampusku menyeramkan, karena bicara perihal perempuan.
ngomong-ngomong, setelah liputan, aku betulan pulang ke tempat seseorang itu. memeluknya dan berkata maaf. lalu dia balas mengusap punggungku dan berkata, "nggak apa."
kukira, mestinya sepadan. atau tidak, justru. karena ketika kami berangkat ke tempat prostitusi, kami cuma ingin menulis tentang sisi lain kota. tentang sudut pandang dunia yang bisa dilihat dari kacamata seorang pekerja seks. tapi, pada akhirnya, kami cuma jadi sekumpulan orang pengecut yang terkejut. karena dunia bekerja dengan lebih kejam daripada yang kami bayangkan dan kami bahkan tak punya kuasa untuk memberitakan itu kepada manusia lain; di sisi kota yang lain. kami membiarkannya, kami menyimpannya, kami semua takut.
dan lewat tulisan ini, kukira, aku ingin menebus rasa bersalahku. juga menebus ketidakberdayaanku melawan pihak atas yang mengira kami pro-prostitusi. meski kami tidak pernah mengarah pada apapun. meski kami hanya ingin bercerita soal perempuan.
tentang perempuan dan uang, tentang perempuan dan tubuhnya, tentang perempuan dan eksploitasi, tentang perempuan dan seks, tentang perempuan dan orgasme.
hari itu, aku bercinta dengan seseorang sampai pagi. tanpa membayar apa-apa, tanpa dibayar apa-apa, pula. tapi aku tidak merasa bebas. aku tidak merasa lebih baik. aku cuma merasakan rasa sepi yang menghajarku hingga malam dijemput pagi dan aku harus mengucapkan selamat tinggal pada rasa sakit di pundak, di kepala, di mana-mana.
tapi ia bercokol di dalam jiwaku. membentuk sebuah hampa yang berkepanjangan—karena tidak satupun dari kita yang betul-betul bisa jadi manusia merdeka. meski seks yang kulakukan tidak harus membayar apa-apa, pun dibayar oleh siapa-siapa.
karena hidup ini punya lebih dari sejuta warna alih-alih cuma sekadar hitam putih. dan kita manusia cuma titik dari spektrum yang sebetulnya tidak tahu apa-apa, tapi berani buat mengaku punya mimpi dan punya cita-cita.
seperti perempuan di tempat prostitusi yang memasang fotonya dan seorang anak kecil sebagai wallpaper layar ponselnya. hal yang diam-diam kuketahui kala mengintip tampilan ponselnya di malam aku bertemu dengannya.
aku tidak tahu siapa nama perempuan itu, juga siapa anak kecil yang ada di layar ponselnya. tapi, aku selalu berdoa agar mereka berdua bahagia. merdeka atau tidak merdeka, mereka selalu pantas atas segala yang baik. halal atau tidak, kukira bukan tempat kita untuk menghakimi. karena seringnya kita juga tidak punya cukup tenaga untuk peduli.
menghadapi dunia sendiri pun sudah riuh sekali.
35 notes · View notes
nonaabuabu · 2 years
Text
Kau bukan rumah.
Berdua, dalam ruangan pengap ini kau dan aku sibuk dengan pemikiran masing-masing. Berteman lagu amigdala, ada yang terasa benar sekaligus menyakitkan.
Kutanya, apalagi yang bisa kita usahakan jika kau memilih mendua? Kau diam dan bagiku itulah jawabannya.
Namun sebelum hari ini berakhir, meski diselimuti sepi aku ingin kita masih ada meski dalam hening.
25 notes · View notes
kidungdoa · 1 year
Text
Kura-kura Pengeras Suara
Tumblr media
Hari ini seekor kura-kura sedang bersiap di jalur marathon dengan membawa pengeras suara. Tanpa menunggu waktu lama, lomba berlangsung, sambil lari melaju di jalur maraton, dia mengomentari seekor kelinci di cabang olahraga balap sepeda. Lalu tak lama berselang lanjut meneriaki seekor lumba-lumba di cabor renang.
Hari yang aneh dan perlombaan yg tidak biasa, setiap cabang olahraga hanya ada satu peserta.
Kelinci dan lumba-lumba terlihat murung, sedih dan rendah diri karena ucapan kura-kura.
Melihat hal itu, seekor beruang kutub segera menghampiri kura-kura kemudian menegurnya.
"Berbeda jalan, berbeda jalur lomba, berbeda jenis olahraga, kenapa bisa mengomentari jalur lain dan bukannya sibuk dengan perlombaanmu sendiri?", Ujar Beruang dengan wajah marah. Kukira dia adalah tetua atau ketua panitia lomba, mungkin(?).
"Kelinci itu bisa berlari, lalu kenapa dia menaiki sepeda? Lalu lumba-lumba itu berenang gaya dada dan gaya punggung. Anehnya. Hahaha.", Ujar kelinci menertawai.
"Lalu kamu lomba marathon dengan menggendong rumah, membawa pengeras suara dan mengomentari hewan di jalur lain?. Kamu lebih lucu tapi sibuk dengan orang lain."
"Masing-masing dari kita berlomba di jalurnya sendiri, tak perlu sibuk membandingkan diri dengan hewan lain. Pun menertawai hewan lain tidak lantas membuat kamu memenangi lomba, karena lawanmu adalah dirimu sendiri. Tertawakan dirimu sendiri!. Berusaha menjatuhkan hewan lain malah menunjukan bahwa mereka diatas dan kau dibawah sedang berusaha menjatuhkan.", Lanjut beruang kutub disertai urat leher yang tegang.
Kura-kura terdiam, bukan termenung. Melainkan melihat kearah langit, terkaget.
"Biawak terbangg?!!", teriak kura-kura dari pengeras suaranya.
.......
7 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Kebaikan Tak Terlihat
Kejadian beberapa hari terakhir membuat aku realized kalau ternyata manusia payah ini terlalu jauh melihat kedepan hingga banyak potensi kebaikan disekitar, yang teramat sangat dekat, luput terlihat.
Kebaikan-kebaikan yang kalau benar-benar ditekuni, berpotensi besar meningkatkan kontribusi diri secara eksponensial atau bahkan lebih. Sesuatu yang awalnya kukira hanya bisa dilakukan bila telah bersamamu (entah siapa itu).
Ternyata ada 8 orang adik-adik mahasiswa dengan semangat juang aktivisme dan dakwah yang masih harus di nurture selama setahun kedepan di rumah da'i muda. Tentu saja ada tenaga dan materi tak sedikit yang perlu ku korbankan.
Sesuatu yang pastinya tak bisa atau mungkin sangat sulit kulakukan jika telah bersamamu (entah siapapun itu).
Ada pula organisasi yang hidup segan mati tak dan mau tak mau memanggilku untuk memberikan kembali perhatian dan pikiran lebih padanya setahun kedepan, meskipun telah usai masa ku.
Sesuatu yang pastinya akan mengurangi perhatianku untuk mu dan membuat dirimu cemburu jika aku telah bersamamu (entah siapapun itu).
Juga teman-teman dekat, yang dahulu bersama berjuang di jalan yang sama, belajar di tempat yang sama, pun juga bernasib yang sama, sama-sama terjatuh di jalan yang tak lagi lurus kemudian bingung dengan cara untuk kembali.
Ini baru kusadari semalam, ketika sedang mendengarkan video nasihat para asatidz di sosmed, pertanyaan itu kembali muncul:
"Kenapa ya dulu temen-temen gue ga ada yang se-frontal itu ngingetin untuk beramal shaleh ketika gue khilaf dan melakukan kesalahan?"
Pertanyaan yang baru kusadari setelah bertemu dengan mu, lebih tepatnya setelah dirimu menjadi orang pertama yang berani menasehatiku secara langsung saat salah.
Lantas kenapa aku tidak jadi seperti mu saja, mengambil peran yang kau mainkan padaku dulu, kenapa aku yang harus menuntut nasehat? Bukankah bisa sebaliknya, aku yang mulai menasehati, mengingatkan, mengajak teman-temanku ke surga. Seperti dirimu padaku dulu.
Lingkaran ku memang unik, mungkin rasanya enak kalau memiliki teman-teman yang sama-sama baik dan Sholeh, bisa saling mengingatkan untuk meningkatkan kebaikan.
Tapi berbeda rasanya jika ternyata lingkaran kita ialah orang-orang yang pernah baik dan sholeh , yang dulu pernah menghafal berbelas-belas juz, berperan besar sebagai ketua pergerakan, seorang anak dari ulama kibar, dan sangat dan lebih paham tentang agama. Saling mengingatkan untuk kembali baik itu ternyata tak mudah ya, tapi barangkali disitulah letak pahalanya jika kita ingin mengambil peran sebagai seorang sahabat sejati.
"Seorang sahabat sejati, mereka-mereka yang memaksamu untuk shalat dan terus bertaubat karena tak rela bila kelak mereka tak jumpai dirimu di surga."
-Nasehat seorang kawan.
Kembali lagi, ternyata banyak potensi kebaikan yang aku luput darinya, karena aku melihat terlalu jauh, melihat bahwasanya hanya bersama mu (entah siapapun itu) lah, aku baru bisa meningkatkan kebaikan-kebaikan itu.
Mungkin beginilah cara Allah mengingatkan, aku yang luput, buram, dan buta mata. Melalui penolakan yang baik, sehingga aku bisa kembali melihat, berbagai macam amal kebaikan yang teramat sangat dekat ternyata. Alangkah celakanya diri ini, sebab selama ini perhatianku hanya tertuju padamu, sehingga kebaikan-kebaikan ini tak pernah terlihat bernilai.
"Lihatlah ladang amal ini, garaplah, tumbuhkanlah, dan panenlah. Hingga suatu saat buahnya tak lagi bertambah dan lahannya tak lagi meluas. Di saat itu barulah akan ku pertemukan lagi engkau dengan seseorang pemilik ladang yang sama denganmu, sama-sama tak lagi bertambah buahnya dan meluas lahannya, sama-sama sudah maksimal amalnya, lalu bersama kalian kembang tumbuhkanlah lagi ladang milik kalian berdua, sehingga menjadi suatu ladang yang lebat buahnya tak pernah sekalipun ada di dunia ini."
Begitulah pesan halus Sang Illahi yang aku coba tangkap saat ini, dengan akalku,hatiku, dan imanku yang sekecil debu.
Terimakasih atas kehadiranmu yang telah mengubah hidupku, meski dalam diam, meski hanya dalam pandang, dan sekadar tulisan.
Hiduplah terus dengan bahagia, kejar mimpi-mimpi ajaibmu itu, dan teruslah melangkah dengan berani menjemput tujuanmu, tujuan yang sebenarnya tak jauh berbeda denganku. Namun justru karena itulah aku senang, sebab makin banyak orang yang melangkah kesana, baik bersama ataupun sendiri-sendiri.
Aku baik-baik saja, dan tentunya akan terus melangkah menuju mimpiku juga, tanpa perlu lagi mendengar, dan mencari tahu kabarmu.
-Bandung, saat Purnama sedang indah-indahnya mengucap sapa dan pamit di Bulan mei, 2023
Tumblr media
2 notes · View notes
puisibii · 1 year
Text
Kita adalah dua orang yang gagal.
Aku gagal memahamimu, kamu gagal mengerti caraku ingin dipahami.
Terlepas dari semua usahaku yang kurasa genap namun masih tak cukup bagimu.
Aku gagal, meyakinkan keraguanmu.
Aku gagal, membuatmu bersabar.
Aku gagal, membuatmu tetap tinggal
Kemarin, kukira aku masih memiliki banyak waktu untuk meyakinkanmu.
Kufikir kita masih memiliki banyak hari untuk saling memahami kembali.
Rupanya salah, kamu menyerah bahkan saat aku belum memulai langkahku meyakinkanmu.
Mereka benar tuan,
Aku bodoh, tidak berusaha sedikit lebih cepat hingga kalah oleh kesabaranmu.
~
Ketahuilah tuan, dari semua keraguanmu tentang kesungguhanku.
Jika aku tidak bersungguh, barangkali kakimu itu tidak akan pernah menginjak lantai rumahku. Pun kaki kecilku yang kau ragukan ini tidak akan pernah melangkah sampai ke rumahmu.
Kita adalah dua orang yang gagal tuan.
Rumah yang kita rencanakan pondasinya sudah runtuh sebelum dibangun.
Balai nikah yang kita pilih tidak akan kita datangi.
Bulan baik yang kita rencanakan hanya akan terlewati begitu saja.
Bohong jika aku tidak kecewa
Bohong jika aku tidak sakit
Bohong jika aku tidak luka
Tapi tidak perlu menyesali, ini hanya sesak di awal bukan?
Sesaknya akan hilang seiring keikhlasan kita menerima.
Semuanya sudah tertakar, tidak akan tertukar.
Selamat melegenda dihatiku, sebagai orang yang pernah saling merancang masa depan indah bersamaku.
Jika maafku tidak menyembuhkanmu, untuk semua kurang yang kuberikan, aku yakin tuhan akan memberi cukup padamu.
Untuk semua luka yang tanpa sadar kugoreskan, kuharap tuhan memberi penyembuh dengan kebahagiaanmu.
Jika dalam ceritamu aku adalah penjahatnya, terimakasih sudah menjadi pelajaran yang membuatku lebam dengan penyesalan.
Fikra Indasari/februari 2023
Aksara hujan dan senja
4 notes · View notes
ragabaru · 1 year
Text
Tentang aku, kamu, dan yang kau pinta
Sempat kukira mentari takkan pernah terbit lagi di muka bumi. Namun, kau bakar lagi semangatku, sebab ternyata kaulah mentari itu sendiri.
Kau pernah bilang, yang pergi jangan dikejar apapun yang terjadi. Satu kali kulangkahi begitu saja perkataanmu itu, benar saja, kau tak pernah kembali kala itu.
Pecah suara tangisku, bercampur darah patah hati. Hingga kusadar perkataanmu, benar yang kau bilang. Yang dikejar tidak akan pernah kembali meskipun kau mengemis di bawah kakinya, ia hanya akan kembali jika hatinya menginginkan dirimu juga.
Kubiarkan semua berantakan, tidak kusapu bersih semua yang berserakan. Akan aku biarkan kau melihat, bahwa aku masih menyimpan semua sampah masa lalu yang sudah tidak ada bentuknya itu. Mungkin kau akan gerah? Kau anggap aku terlalu bodoh karena masih menyimpan semuanya.
Kau sibuk mewarnai kehidupanmu sendiri, sementara aku masih bingung memilih warna yang tepat setelah kepergianmu. Kata orang aku buta warna, mungkin mereka benar. Kau telah mengambil seluruh gemilang di mataku.
Satu tahun berlalu begitu saja, lilin pasti akan selalu mati membakar dirinya. Aku biarkan diriku menyala meskipun sudah tidak ada warna di dalamnya, coba saja jarak-ku dengan Tuhan tidak sejauh itu, pasti sudah ku bujuk Ia untuk menarik semua kenangan yang tertanam di pikiranku.
Benar kata pepatah, dalamnya hati manusia hanya Tuhan yang tau. Mungkin Tuhan bosan melihat air mataku mengalir menuju arah yang sama, keputusasaan yang selalu ku ratapi. Kau datang kembali, mengembalikan semua warna yang telah kau curi sebelumnya.
Bagai mimpi di siang bolong, aku tampari pipi ku berkali-kali. Jangan-jangan aku gila sampai mimpi begini, tapi ternyata tanganmu benar bisaku sentuh dengan jariku. Kau kembali? Tanyaku pada Tuhan dan semua takdir, tidak ada jawaban.
Bimbang tentu hal pertama yang ku rasakan, kalau ditanya bahagia juga pasti jadi jawaban pertama yang akan kujawab. Namun, apa yang membuatmu kembali? Apa benar kau tidak menemukan sosokku di raga lain? Bisa merah pipiku kalau ternyata itu alasannya.
Terima kasih sudah kembali ke rumah lama-mu, semoga betah sampai kata 'kita' menjadi 'kita'.
Sabtu, 4 Februari 2023 11:50
4 notes · View notes
siresek · 2 years
Text
ᨉᨗᨊᨉᨕ ᨓᨘᨒᨕᨊᨉᨕᨑᨗ
Cantikku, meski dunia sedang engga memihak, jangan pernah berhenti berdoa yaa. Sungguh pertolongan Allah itu dekat bagi mereka yang sabar dan tabah.
Badai kali ini memang cukup kencang, semoga kita berdua dimampukan untuk kokoh, aku tau bahu dan kakimu kuat, kamu juga pasti akan berusaha bisa melewatinya, karena aku mengenalmu sebagai sosok wanita paling tangguh setelah ibu kita, tapi mau aku temani?
Jadi, menangislah sekencang mungkin sesekali, sebab kamupun boleh sedih bahkan boleh sendiri, tidak apa-apa. Jangan keseringan nampak kuat di depanku yaa, aku suka juga kok sisi cengengmu itu. Untuk air matamu, aku punya pundak seribu. Maka bersandarlah lama-lama. Bahkan kalau kamu butuh pelukan tanganku akan siap membentang, tenangku untukmu seluruhnya.
Izinkan aku memenuhi kau dengan hatiku yaa.
Nanti, kita jemput mimpi-mimpi tentang semua yang kita langitkan, tentang harapannya yang penuh suka, tentang bahagia yang bergemuruh, tentang aromanya yang harum, dan tentang segala distraksi dari lumpuhnya ekspektasi.
Aku tidak bilang ini akan mudah tapi akan aku usahakan.
Banyak hal yang kubawa pulang selepas menemuimu malam itu, bukan hanya bingkisan untuk ibuku, tapi juga tentang rasa, tentang dongeng yang tak pernah kukira, dan aku mulai memikirkan bagaimana cara menjagamu lebih baik dari sekadar mencintai? dari sekadar setia menjatuhkan hati untukmu saja? Aku tidak ingin meninggalkanmu, tak sejengkalpun.
Ingat, aku pernah bertaruh pada usia paling panjang, dan aku akan tetap menjagamu. Lebih dari yang aku mampu.
Tapi, apakah aku begitu angkuh jika aku menyematkan kata selamanya di dalam doa sebelum cerita kita bermula? apakah keabadian itu pantas ku-aamiin-kan bagi cinta yang lebih fana dari kita? Entahlah. Semoga tuhan meridhoinya.
Jadi, kuharap segala kata yang kupunya ini, mampu menghangatkanmu. Meringankan apapun yang menimpamu. Dan aku bersemoga; kelak senyummu ialah sebaik-baiknya rumah bahagia. Kelak pelukmu ialah sebaik-baiknya tempatku berpulang.
Terima kasih sudah memilihku 🤍
Love you
4 notes · View notes
individu-malam · 2 years
Text
Kau masih akan tetap menjadi rumah nyaman yang aku singgahi.
Kau adalah salah satu dari 100 orang baik yang pernah aku hadapi.
Kau masih menjadi tempat ku pulang, bahkan di hari paling menyebalkan di bulan ini.
Kukira aku lupa atas dirimu.
Ternyata aku hanya teralihkan oleh hari-hari sibuk ku.
Sekarang aku sadar, aku telah merusak bahu kokoh mu, tempatku bersandar dikala duka.
Karena keangkuhan ku, yang sibuk akan validasi romansa yang padahal, untuk kita itu tak berguna.
Mungkin aku lupa, kalau kau pernah mengatakan.
"Tetap begini, adalah jalan dan pilihan terbaik yang telah kita miliki."
Dan aku meragukannya. Ini maaf, dari aku, si keras kepala yang sekarang menyesal.
7 notes · View notes