Life After the Switch
Just a cute little short I made with no dialogues :3
-----------------------------------------------------
The Switch is referring to a phenomena where a number of people switched genders
(Most commonly for some reason at New Year's Eve).
Unlike the ZOAT or some other similar events, reality didn't change around them,
so they had to adjust to their new life :3
-----------------------------------------------------
Patreon: https://www.patreon.com/kannelart
DeviantArt: https://kannelart.deviantart.com
Discord: https://discordapp.com/invite/P4ugTE9
Twitter: https://twitter.com/kannelArt
Web: https://www.kannelart.com
329 notes
·
View notes
Sweet Dream
Iwaizumi x Fem! Oikawa 🔞
Words: 846 words
This one supposed to be in the same universe as this, but I decided to change the age :p
Hal yang dilakukan berulang kali biasanya akan menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan yang tak bisa dihilangkan akan menjadi candu sehingga sulit untuk berhenti.
Apalagi jika individu yang melakukan memang tidak memiliki tekad untuk berhenti.
Namun dalam kasus ini, mereka terdiri dari dua invididu yang tak ingin kebiasaan itu dihentikan. Sudah terlanjur menjadi candu, sebab hasrat memang sesuatu yang tak bisa dilawan manusia.
Oikawa menyumpahi tanggal PMS-nya yang semakin dekat. Ia tahu karena aplikasi tracking PMS-nya sudah memberi peringatan demikian. Ia pun tahu di tanggal-tanggal seperti ini hormonnya sedang meningkat pesat, tak ayal membuat kontak fisiknya dengan sang sahabat sekarang memiliki efek berlipat ganda di tubuhnya.
Tangan besar Iwaizumi, yang biasanya digunakan untuk memukul kencang bola voli, kini berada di balik roknya yang tersingkap. Tak tanggung-tanggung bokongnya diremas-remas, otomatis pinggulnya maju hingga menyentuh sesuatu yang keras. Oikawa mendesah di tengah ciuman intens yang mereka lakukan begitu mengingat kejantanan sahabatnya pernah bergesekan dengan vaginanya. Ia ingat betapa besarnya penis pria itu— dengan warna sedikit gelap, namun urat di sepanjang batang yang tetap terlihat jelas saat menegang.
Oikawa tak sabar diboboli keperawanannya dengan bagian tubuh Iwaizumi yang masif tersebut.
Namun, kembali ke aktivitas mereka sekarang— hanya deru napas, serta kecipak basah bibir yang terdengar di ruangan kelas yang telah sepi itu. Riskan, memang, melakukannya di tempat terbuka seperti ini. Tapi apa boleh buat, nafsu sudah keburu membutakan mereka.
Perlahan namun pasti, Oikawa bisa merasakan tubuhnya didorong hingga menempel pada dinding. Bibir Iwaizumi telah turun menuju lehernya, memberi kecupan dan gigitan-gigitan kecil yang Oikawa tahu bekasnya perlu ia tutupi dengan concealer keesokan hari. Tapi Oikawa tak peduli, sebab meski mereka masih bersahabat, ia ingin menjadi satu-satunya wanita yang dimiliki pria itu.
Kendati hanya fisiknya yang dimiliki.
Jari-jari Iwaizumi bergerak frantik membuka kancing kemejanya. Oikawa turut membantu karena ia sudah tak sabar ingin merasakan sentuhan pria itu di atas dadanya. Benar saja— begitu kancing kemejanya terbuka semua, Iwaizumi langsung menurunkan bra hitamnya. Oikawa memutar bola mata, sepertinya ia harus mengajari sahabatnya itu cara membuka bra yang benar suatu hari nanti.
Bukan sekarang yang jelas karena mereka memiliki prioritas yang lebih penting.
Puting susunya langsung mengeras di bawah udara terbuka ruangan. Oikawa tak bisa menahan lenguhan yang keluar begitu bulat dadanya digenggam rakus, diremas, bahkan dipelintir putingnya dengan dua jari. Pinggulnya bergerak gelisah, mencari friksi yang tak kunjung datang. Tapi Iwaizumi seolah tidak ingin melewatkan kesempatan mengulum puncak dadanya, bak seorang anak kecil yang kesenangan karena diberi permen. Mulutnya menganga, nyaris mengeluarkan pekikan manakala Iwaizumi menggigit dan menarik putingnya yang basah oleh saliva. Oikawa harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa mereka sedang berada di tempat terbuka. Meskipun tidak ada siapa-siapa di sana, bukan berarti takkan ada orang yang lewat sewaktu-waktu.
Saat mulut Iwaizumi berpindah ke dada yang satunya, tiba-tiba ada tangan yang menangkup selangkangannya dari luar. Kali itu, Oikawa tidak bisa menahan erangan keras yang terlontar, apalagi saat labianya ditekan dan diremas dari luar. Jemari pria itu memijat vaginanya dengan lihai, memancing desah ah, ah, ah, kecil dari bibirnya. Klitorisnya mulai berkedut, minta diberi atensi yang sama.
Tangannya yang bebas lantas menghentikan gerakan Iwaizumi dengan mencengkeram pergelangan tangan pria itu. Ia lalu mengarahkan tangan sangan pria agar menyentuhnya dari balik celana dalamnya yang mulai basah— becek akibat cairan yang terus keluar.
Iwaizumi patuh dan langsung meraba-raba, serta memainkan hangat vaginanya sampai tungkainya tersentak beberapa kali saat jari pria itu dengan sengaja menekan-nekan klitorisnya yang membengkak. Oikawa menggigit bibir, peluh mengalir dari kedua pelipisnya manakala ia menerima serangan bertubi-tubi di titik sensitifnya. Pandangannya tak lagi fokus karena terlalu larut dalam sensasi tersebut.
"Teriak aja, nggak bakal ada yang denger," bisik Iwaizumi, sedikit mengangkat ujung bibir seolah terhibur melihat reaksinya. Oikawa menggelengkan kepala, pikirnya bisa bahaya kalau ada yang mendengar.
"Kalau gitu, biar gue bikin lo teriak."
Barulah saat Iwaizumi memasukkan dua digit jari ke lubangnya yang sudah licin dan lengket, Oikawa berteriak—
—dan terbangun.
Ia terbangun dengan napas terengah, seolah dirinya habis berlari kencang. Namun nyatanya, dia hanya baru saja memimpikan sahabatnya sendiri.
Di ruang kelas.
Dan tubuhnya dijamah oleh pria itu.
Oikawa perlahan bangkit dari posisi tidurnya. Ia mencoba mengatur detak jantungnya agar kembali ke ritme semula. Matanya melirik ke samping, ke arah jam digital yang ada di atas nakas.
Baru pukul enam dan ia terbangun gara-gara bermimpi basah.
Walaupun secara teknik wanita tak mengalami mimpi basah, Oikawa menganggap yang barusan sama saja. Buktinya, sekarang ia merasa celana dalamnya sedikit lengket.
Atau bisa saja itu karena menstruasinya akhirnya tiba.
Oikawa menghela napas, lalu menyisir rambut panjang cokelatnya yang sudah hampir mencapai punggung dengan frustrasi. Ia tidak yakin bisa menatap mata Iwaizumi hari ini begitu tiba di sekolah. Tapi jika ia menghindar, sahabatnya pasti akan langsung sadar.
Seperti mengindikasikan kebenaran tersebut, ponselnya tiba-tiba berdenting nyaring. Oikawa meraih benda pipih itu dan membuka kunci layar untuk mengecek pesan yang masuk.
Woy bangun cepet
Dari Iwaizumi.
Nanti gue jemput
Mau tak mau, Oikawa tersenyum membaca pesan tersebut. Ia merenung sesaat lalu menggeleng pasti, berusaha mengusir bayang-bayang mimpinya barusan.
Ia tak boleh terbiasa dengan semua ini.
Karena bagaimanapun, mereka hanyalah sahabat.
14 notes
·
View notes
I drew my fav alternate Hal Jordans!
Earth-11 Harriet ‘Hattie’ Jordan would be so vulgar and flirty, and every inch the daredevil, hotshot pilot that her male counterpart is. Her pastimes include calling Batwoman a ‘girlboss’ to annoy the life out of her (as is Hattie’s duty) and to create construct pacifiers in the mouths of immature cat-callers.
Apparently Earth-11 Hal wasn’t genderswapped in canon, but I was inspired by Otto Shmidt’s art to make a woman version.
Earth-13 is my all time favourite - Arcane Green Lantern!! Sir Harold Jordan is a loud and gentlemanly medieval knight that was raised by Sir Alan Scott in the Order of the Emerald Lamp. He never uses one word where two will do - he talks a lot. But he’s kind, jovial and the only known Hal Jordan to ever get along with Batman.
Vampire Hal Jordan was such a good villain. He’s sly and aloof and had some really cool panels. He just gave the sense that he knew more than he ever let on. I probably won’t finish the series now that he’s gone 😅 but he was great while he lasted.
52 notes
·
View notes