Ada banyak sekali alasan untukmu mundur dan tidak bertahan denganku. Mungkin karena mulutku yang berbisa. Mungkin aku yang tidak sebaik itu. Mungkin karena keluargaku yang sangat problematik. Atau rupaku yang tidak semenarik itu. Latar belakangku yang sungguh tak mengesankan. Kau punya alasan-alasan itu. Menolakku dan memilih jalan takdirmu yang lain.
Tetapi kau memilih jalan kesukaran bersamaku. Kau memilih kisah hidup denganku yang berliku. Kau menerimaku dengan segala yang ada pada diriku. Kemiskinanku, keburukanku, ketidaktampananku dan hal-hal lain yang bisa saja kau pilih untuk dijadikan jawaban.
Aku yang terbiasa dicampakkan sungguh kepalang beruntung memilikimu. Aku yang berkekurangan, sungguh tak habis fikir, semesta mengirimkanmu di hidupku.
Jalan hidup yang akan kita lewati masih panjang dan melintang banyak ujian. Semoga kita mampu melaluinya hingga akhir. Terimakasih telah melalui masa demi masa yang berlalu. Aku bersyukur kepada Allah atas keadaan kita sekarang. Apapun bagaimanapun.
Menerima takdir terbaik dariNya dan menjalaninya dengan sukacita. Sungguh kita berdua perlu merayakannya.
Ia memasang raut paling indah ketika melihat senja. Seakan cahaya petang itu tersenyum tulus dihadapannya. Walau mereka bertemu hanya sebentar. Bukan senja yang terlalu cepat, tapi ia yang terburu-buru meninggalkan tempat. Tersadar bahwa ia pulang bukan untuk menatap senja berlama-lama. Namun tujuannya terletak pada rumah dimana ia mendapat cinta.
Nadir, aku benar-benar terluka akan banyak hal. Tentang sebuah hubungan, pekerjaan, mimpi ataupun hal lainnya. Aku bingung harus melakukan apa, rencanaku lagi-lagi gagal. Lantas aku harus apa?
Nadir, mengapa semesta kerap memberiku kecewa? Kala itu, aku mengakui lebam pada diriku. Rupanya bukan hanya lebam, ternyata ia sudah terluka. Aku belajar menerima rasa sakit agar aku bisa berjalan seperti semestinya.
Ternyata tak cukup, saat aku mulai beranjak untuk mengejar mimpiku lagi, aku dihadang kenyataan. Kenyataan itu merobohkan segala hal yang sudah ku susun rapi. Perlahan, keping-keping mimpi yang sudah ku kumpulkan dengan susah payah, hilang...
Hancur, itu cukup menggambarkan ku saat ini. Usiaku tak lagi remaja, ada banyak hal yang seharusnya sudah kuraih. Tapi, gagalku terlalu banyak entah itu bagian sederhana ataupun rumit. Tetap saja, aku sudah gagal.
Nadir, apakah aku masih layak berhasil? Aku tak berbohong, tapi aku masih ingin meraihnya. Aku ingin memeluknya erat seakan itu bagian yang sempurna sebab bagian dari diriku memang cacat.
Tetapi Nadir, aku tetap akan menyimpannya di sudut paling dalam. Aku biarkan ini menjadi bagian dari perjalanan. Kupastikan keretaku akan melaju, entah akan sampai di pemberhentian mana.
Minggu di sepanjang jalan satu arah pusat kota terasa membosankan. Langit abu-abu cenderung hitam berkolaborasi dengan sial. Bagaimana bisa, mulai dari konter smartphone di timur dan barat jalan, dealer motor keluaran jepang, minimarket merah biru, hingga toko jam yang berderet-deret memutar lagu yang sama. Mau menolak mendengarkan telanjur masuk kuping, lebih parahnya sudah merasuk dalam pikiran. Bodohnya, setelah sampai rumah, saya membuka aplikasi pemutar musik online, mencari lagu tersebut, menyetel dan mengulanginya. Beberapa saat kemudian seseorang datang berkunjung dan berkata "Mas, kalau mau masuk rumah, ketok pintu dan ucapkan salam, bukan menyanyikan Mahalini". Tersadar dari lamunan sampai mengamati keadaan sekitar dan spontan menjawab pernyataan tersebut "Maaf, saya lupa naruh kuncinya".
Akan sangat melelahkan jika jalan yang kau tempuh bukanlah jalan pilihanmu sendiri.
Akan sangat membosankan jika jalan yang kau pilih adalah jalan hidup orang lain.
Memang terlihatnya menyenangkan dan mudah bagimu yang berkaca mata singkat dan sesaat 'ingin menjadi seperti dia'. Namun akhirnya kau menyalahkan langkahmu karena tak berujung jalan yang sama.
Sejelek dan seterjal apapun jalannya, jalanmu sendiri itu lebih baik, setidaknya kamu memahaminya, kamu mencintainya, tak ada kepura-puraan melangkah yang ujungnya membuatmu berhenti atau kehilangan arah.
Ada haru yang menyeruak kala ijab qobul itu terucap. Konon malaikat-malaikat hadir di majelis ijab qobul karena perkataan manusia yang begitu berat. Mitsaqon gholizo. Perjanjian Allah yang sangat kuat. Hingga semesta berguncang karenanya.
Doaku selalu agar persaudaraan kami dikekalkan dalam kebaikan. Tapi kini aku mengikhlaskannya. Hidupnya adalah miliknya. Jalan hidupnya yang membawanya. Bertemu sesekali lebih menguatkan. Cerita-cerita kami yang saling bertukar seperti akan untuk berproses masing-masing.
Aku mengejar mimpiku. Dan Ia pun akan mengejar mimpinya bersama pendampingnya. Kisah hidupku lalu yang sendu seperti Allah badalkan dengan kisah persaudaraan yang indah. Menyusuri majelis-majelis ilmu bersama atau sekedar mencari makanan random.
Doa-doa yang baik terus mengalir. Semoga keluarga dalam sakinah mawaddah warrohmah. Sampai bertemu di suatu masa dimana kita dalam keadaan lebih baik.
Rasanya ada yang kembali datang; mungkin itu rasa syukur.
Dan olehnya terasa ada yang beranjak; mungkin itu adalah perpisahan.
Sebelum kembali memulai perjuangan. Bukan sebuah kebetulan Allah menghadirkan raport SD untuk ku tengok kembali.
Membukanya perlahan, memehatikan bungkus sampulnya yang terbuat dari pembungkus Miwon perpack, melihat bekas goresan yang bocor pada sampul belakang karena terjatuh saat dibonceng kakak naik sepeda, jadilah saya terjungkal dan raport itu sebagai penahan alas untuk tangan saya agar tak luka terkena batu kerikil.
Melihat biodata singkat dan photo kecil itu membuatku menangis tersedu sedu. Rasanya rindu sekali di masa itu.
Perlahan kubuka daftar nilai tertera rangking dan pencapaian dulu. "Ya Allah betapa Maha Baiknya Engkau".
Inilah waktu, yang berlalu tak akan pernah terulang kembali. Sewaktu kecil dulu, rasanya aku ingin sekali jadi dewasa. Merasakan menjadi gadis itu seperti apa sih. Setelah besar, baru saya paham betapa bahagia tanpa memikirkan apapun itu mahal harganya.
Teringat masa ; ketika sekolah begitu semangatnya untuk berangkat pagi pulang sore (karena jarak rumah kami dari sekolah jauh, jadi aku harus tinggal sampai sore dirumah salah seorang guru agar tidak terlalu terik, sekalian tunggu kakak pulang sekolah untuk dibonceng naik sepeda. Dirumah guru itu aku kadang tidur siang, makan siang, baru kemudian dibolehkan pulang)
Sampai disekolah pertama ini, aku punya ibu angkat, dari seorang guru juga. Karena sangking senangnya melihatku, akhirnya beliau izin di bapak. Tak selang berapa lama. Ternyata fasilitas tak menyilaukan ku, aku disayang bak anak kandung beliau, tapi rindu pada mama dan bapak tidak dapat mengalahkan apapun. Jadilah saya kembali pulang.
Dan pindah sekolah yang jaraknya sekiloan dari rumah (lebih dekat)
Dan memang perjuangan tak pernah mudah. Namun selalu unik dan dirindukan.
Jika dipikir pikir, betapa banyak kehidupan yang sudah berputar dengan pesatnya; guru, teman, lingkungan rasanya semua tak lagi sama.
Ah, andai gadis kecil itu ada di depanku, dengan rambut ekor kuda dan menggunakan tas selempang hajinya (tas seorang tante yang dari tanah suci) , juga sepatu sneakers bermodel convers tali berwarna hitam yang tahan sekali, sampai dulu rasanya ingin sekali dirusakkan biar punya sepatu baru karena aku tak suka modelnya. Tapi mau bagaimana lagi, biarlah itu saja dulu. "Kasihan bapak". Ujarnya dulu.
Jika dapat kutatap gadis itu lekat, ingin sekali rasanya kupeluk ia. Berbisik dengan lembut.
'Terima kasih Leni kecil telah berjuang. Telah sabar, telah menjadi dewasa meski belum waktunya. Saat anak anak yang lain bergeriliya dengan mainannya, kau lebih sibuk dirumah untuk membantu orang tua, lebih banyak menghabiskan waktu berpikir tentang banyak hal, sampai bulan pun dikira Tuhan.
Terima kasih telah sekuat itu menjalani segala tempaan yang ada. Memilih tetap sederhana dan menjadikan Allah sebagai tujuan semata. Berjanjilah untuk tetap bersabar dengan mengiringinya dengan rasa syukur tanpa keluh dan hanya diiringi senyuman.
Tak apa jika ingin nangis. Selalu ada tempat sujud untuk kita melabuhkan rasa. Cukup Allah saja.
Terima kasih yah..
Perjalanan masih panjang, jangan lupakan ghirah itu. Teruslah berjuang sampai Allah ridho pada kita untuk kembali padaNya.