Chapter [ 3 ]
Flash Back On - 2017
Teras Rumah Jeff
Sore itu Dylan dan Jeff terlihat sedang berbincang di teras rumah Jeff, sambil menatap layar ponsel masing-masing. Sejak masuk kuliah Dylan diizinkan oleh Orang Tuanya untuk tinggal di rumah Jeff, karena saat ini Jeff tinggal sendiri dirumahnya, sementara kedua orang tua Jeff kembali pindah ke Bandung.
"Aah, teu hayang urang nonton horror!"* Jeff menolak ajakan Dylan untuk menonton film horror yang sedang booming dunia perfilman Indonesia.
“Nonton sorangan we ditu.”** Sambungnya.
“Yeu cupu!” Ledek Dylan.
Ternyata mereka sedang memperdebatkan tentang film yang akan ditonton besok sabtu, Jeff berencana mengajak Dylan berkeliling Jakarta. Jeff memasang wajah kesalnya, mendengar ledekan Dylan, dia pun berdiri dari duduknya.
"Rek kamana?"*** Tanya Dylan.
“Boker!” jawab Jeff ketus, padahal dia hanya berniat berdiri saja.
*Ahh ogah gue nonton horror!
**Lo nonton sendiri aja.
*** Mau kemana?
Saat Jeff berdiri, dia melihat Letta sedang berjalan didepan rumahnya, kemudian memanggilnya.
“Oii Letta!!” Jeff berteriak memanggil Letta, tapi Letta tidak menghiraukan panggilan Jeff. Dylan pun melihat Letta yang berjalan melewati rumah Jeff, terlihat Letta seperti sedang asik mendengarkan lagu.
“Pake earphone pasti tuh anak.” gumam Jeff, kemudian mengambil salah satu sandalnya, lalu berjalan ke arah pagar rumahnya, dan mengambil ancang-ancang untuk melempar sandalnya.
Dylan melihat apa yang akan dilakukan oleh Jeff, “Lo mau ngapain Letta?”
“Mancing! Manggil lah!”
“Ga usah lo lempar sendal juga.” kata Dylan. Jeff tidak menggubris perkataan Dylan, dia pun melempar Letta dengan sandalnya.
“WOII LAMPIR!!” Jeff pun berteriak dan lemparan sandalnya.
Plak!! Lemparan Jeff tepat mengenai kepala Letta.
Letta pun terkejut dan berbalik, lalu melihat wajah Jeff yang sedang tertawa. Dia langsung mengambil sendal tadi dan berlari mengejar Jeff.
“JEFF SIALAN!! SAKIT BEGOO!!!” teriak Letta sambil mengejar Jeff, Jeff pun berlari ke halaman rumahnya, Letta pun mengikuti arah lari Jeff.
Mereka kejar-kejaran di halaman rumah, Dylan hanya bergeleng-geleng dan tersenyum melihat kelakuan kedua temannya yang seperti anak-anak.
“Hahaha udah Jeff, kasian Letta.” Dylan tertawa memperlihatkan eyes smile-nya.
Jeff berlari kebelakang Dylan untuk melindungi diri dari amukan Letta.
“EH TIANG!! JANGAN NGUMPET!!” ucap Letta, karena dipikirnya tinggi Dylan tidak setinggi Jeff, dia pun melempar sandal yang ada di tangannya ke arah Jeff yang berdiri di belakang Dylan.
Plak!! Lemparan Letta tidak sampai ke Jeff, sandal yang di lempar Letta malah mengenai wajah Dylan.
Suasana yang tadinya gaduh menjadi hening seketika, memperlihatkan wajah Dylan yang memerah menahan marah.
“Untung Letta.” gumam Dylan dalam hati.
Letta pun berjalan mendekati Dylan dan meminta maaf, “Dylan sorry.” katanya dengan rasa bersalah. Letta membersihkan wajah Dylan yang terkena lemparan sendal tadi, dengan mata tertutup Dylan merasakan sentuhan tangan Letta di wajahnya. Muncul getaran aneh di dalam diri Dylan saat tangan Letta menyentuh wajahnya.
“Lo sih Jeff!!” Tuduh Letta ke Jeff.
“Lah kok gue? Lo yang lempar sendalnya.” Elak Jeff.
“Kan lo yang mulai!” Kata Letta tidak mau kalah, sekarang dia mengusap pipi Dylan.
“Udah-udah!” Dylan pun akhirnya bersuara untuk menghentikan pertengkaran mereka dan berusaha mengalihkan getaran aneh yang muncul tadi. Letta pun menjauhkan kedua tangannya dari wajah Dylan.
Dylan membuka kedua matanya dan langsung melihat wajah Letta di depan wajahnya. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga sekian detik, mata Dylan tidak berkedip dan menahan nafasnya saat melihat wajah Letta yang terlihat khawatir dan merasa bersalah.
“Kamu gapapa Lan?” Tanya Letta yang menyadari keterdiaman Dylan.
“Haah— gu— aku, gapapa.” Jawab Dylan tergagap.
“Cihh! Aku-kamu, dulu lo sama gue ga gitu Lett!!” Protes Jeff ke Letta.
“Suka-suka gue, sirik ajee!! Bwekk!!”
“Berisik!” Kata Dylan sambil menoyor kepala Jeff, kemudian tanpa berkata-kata dia masuk kedalam rumah.
“Kan Dylan ngambek, lo sih Jeff!!” Letta menyalahkan Jeff karena Dylan tiba-tiba masuk ke dalam rumah.
Padahal yang terjadi sebenarnya adalah Dylan hanya ingin menghindari Letta sementara, entah kenapa tadi tiba-tiba saja muncul getaran aneh dalam diri Dylan saat Letta menyentuh wajahnya.
“Huft! Gue kenapa ya?” tanyanya pada diri sendiri. Dia pun mengambil segelas air minum untuk dirinya. Sebelum kembali, dia mengambil segelas air minum lagi untuk dibawa ke teras.
Setelah Dylan merasa sedikit tenang, dia pun kembali ke teras menghampiri kedua manusia yang jarang akur jika bertemu. Dylan melihat Letta yang duduk di lantai teras sambil melihat ponselnya, sedang Jeff duduk dikursi yang tak jauh dari Letta.
“Nih minum.” Dylan memberikan Letta segelas air minum yang diambilnya tadi.
“Wuihh makasih Dylan, tau aja aku haus.” Ucap Letta tersenyum, Dylan ikut tersenyum dan tanpa sadar mengelus pucuk kepala Letta.
Jeff yang melihat Dylan memberikan segelas air minum hanya ke Letta pun protes, “Letta doang? Buat gue mana?”
“Ambil sendiri.” kata Dylan sambil tersenyum menatap Letta yang menegak minuman yang dia berikan tadi sampai habis. Jeff menyadari tatapan Dylan yang berbeda ke Letta, muncul ide cemerlang di otaknya.
“Eh Lett, lo bukannya mau nonton film Pengabdi Iblis?” Tanya Jeff tiba-tiba.
“Iya, belom ada temennya nihh. Temenin yukk—” Letta menoleh ke Jeff.
“Noh sama Dylan, dia pengen nonton juga.” Kata Jeff sambil menunjuk Dylan dengan dagunya.
Letta pun berbalik ke Dylan yang duduk disebelahnya, “Serius Lan, kamu mau nonton juga?” tanya Letta dengan mata yang berbinar. Dylan mengangguk menjawab pertanyaan Letta.
“Yes!! Akhirnya ada temen nonton.” Ucap Letta senang.
“Emang temen-temen kamu ga ada yang mau nonton?” Tanya Dylan.
“Hahaha, ya ada tapi— pada nonton sama pasangan masing-masing.” Jawab Letta manyun.
“Kamu ga punya pasangan?” Tanya Dylan menyelidik. Letta menggeleng lesu, tanpa Letta sadari Dylan tersenyum tipis mendengar jawaban Letta.
Matahari senja pun digantikan oleh rembulan yang menyinari kegelapan dimalam itu dan menemani tiga remaja yang sedang bermain kartu di teras rumah Jeff.
“Hahaha! Kalah terus Lett!” Ledek Jeff ketika Letta kalah bermain kartu untuk yang kesekian kalinya. Sejak permainan pertama di mulai, Letta hanya sekali menang. Letta memasang wajah cemberutnya mendengar ledekan Jeff, Dylan hanya menghela nafas karena sejak tadi melihat Letta dan Jeff saling meledek.
Tidak terasa malam pun semakin larut, akhirnya Letta pamit untuk pulang dan Dylan mengantar Letta dengan berjalan kaki sampai kerumahnya.
“Harusnya kamu ga usah repot-repot anter aku.” Kata Letta sambil berjalan berdampingan dengan Dylan.
“Gapapa, sekalian beli nasi goreng ke pertigaan sana.” Kata Dylan.
“Sampai!!” ucap Letta saat berhenti di pagar kayu bercat putih.
“Makasih Dylan, see you tomorrow.”
“Oh iya besok mau dijemput jam berapa?” Tanya Dylan.
“Hmm, sebelum maksi kali yah, jam sebelasan? Jadi maksi di deket-deket bioskop aja.” Usul Letta.
“Okk!!” Dylan setuju dengan usulan Letta.
“Oiya, besok aku jemput pakai motor ya.” Kata Dylan sekedar memberi informasi agar Letta memakai pakaian yang nyaman.
“Sipp, thanks Dylan.” kata Letta dan dia membuka pagar kayu tersebut.
“Aku masuk dulu ya, udah sana, nanti kehabisan nasgornya, hehe.” Kata Letta saat badannya sudah masuk setengah.
“Tadi udah pesen lewat chat kok, jadi tinggal ambil. Kamu masuk duluan aja, nanti aku baru pergi.” Ucap Dylan.
“Okk, bye Dylan see you Tomorrow.” Letta pun masuk dan menutup pagarnya.
Dylan tersenyum setelah melihat Letta masuk, dia pun melangkah menjauh dari rumah Letta untuk mengambil Nasi Goreng pesanannya. Dylan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa saat disisi Letta, seperti ada kupu-kupu yang menggelitik perutnya. Dia pun mengacak-acak rambutnya, tidak mengerti yang terjadi kepada dirinya.
***
Keesokan harinya tepat pukul sebelas siang, Dylan sudah di depan rumah Letta dengan motornya. Dylan mengirim pesan ke Letta kalau dirinya sudah sampai depan rumah Letta.
Tidak lama dari Dylan mengirim pesan, terdengar suara pagar kayu putih terbuka dan muncul Letta memakai celana jeans, kaos putih dengan outer kemeja kotak-kotak berwarna biru, dan tidak lupa dia membawa tas selempang kanvasnya.
Letta tersenyum saat melihat Dylan dan langsung menyapanya, “Hei,” Dylan menoleh ke Letta.
Dylan terpana melihat rambut panjang Letta yang di gerai begitu saja, mungkin jika Dylan tidak memakai helm, kuping Dylan akan terlihat merah, tapi untungnya saat ini dia sedang memakai helm.
“On time banget, untung aku cepet siap-siapnya,” kata Letta.
“Hello— ” Letta mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Dylan karena melihat Dylan hanya terdiam.
“Oh iya, pake helm dulu nih.” Kata Dylan setelah sadar dari lamunannya dan memakaikan helm yang dia bawanya untuk Letta.
“Berangkat!!” Kata Letta dengan ceria sambil naik ke kursi penumpang.
***
Akhirnya mereka pun tiba di sebuah Mall Jakarta, tempat Letta selalu hangout dengan teman-temannya atau pun me time. Letta menunggu Dylan untuk parkir motornya didepan pintu masuk Mall yang ada didekat parkiran motor Basement.
Dylan menahan senyumnya saat sudah ada di hadapan Letta, “Kalo mau ketawa, ketawa aja.” Ucap Letta.
“Hahaha,” Dylan tidak tahan untuk tidak tertawa “Katanya tau jalan kesini, tapi malah salah kasih arah.” Ucap Dylan.
“Ya maklum, otak aku limit kalo buat inget jalan.” Ucap Letta.
“Hahaha iya-iya, kita beli tiket nonton dulu kan?” Tanya Dylan.
“Iya, habis itu makan siang sekalian nunggu jam tayangnya.” Jawab Letta.
Mereka melangkah masuk ke dalam Mall dan menaiki lift disana, saat di dalam lift Dylan iseng bertanya ke Letta, “Ini— kamu inget jalan ke Bioskop?”
“INGET DYLAAAN!!!” teriak Letta, untungnya di dalam lift tersebut hanya mereka berdua saja.
Dylan pun tertawa, “Hahahahaha, ga heran kalo Jeff suka gangguin kamu, seru juga gangguin kamu.”
“Jangan nyebelin kayak Jeff!” Kesal Letta.
***
“Ga nyasar kan,” ucap Letta bangga saat mereka sampai didepan Bioskop.
“Yuk, keburu kehabisan tiket.” Kata Letta sambil menarik Dylan ke dalam Bioskop dan Dylan pun mengekori Letta.
Setelah mengantri cukup panjang, Letta dan Dylan melangkah menjauh dari loket, dengan wajah Letta yang murung.
“Udah jangan cemberut.” Kata Dylan berusaha menghibur Letta.
“Coba tadi ga nyasar dulu, pasti ga kehabisan tiket.” Kata Letta menyesal karena saat perjalanan kesini tadi, mereka sempat kesasar.
“Kalau besok gimana? Kamu bisa?” Tanya Dylan.
“Hmm ga tau. Besok rencana mau pergi sama Bunda sama Nando.” Jawab Letta lesu.
“Kalau besok bisa kabarin aku aja, kita langsung janjian disini, gimana?” Dylan berusaha memberikan saran, agar mood Letta kembali membaik.
“Liat besok ya.” Kata Letta dan dia berjalan pelan menjauhi Dylan.
Karena moodnya yang memburuk, dia hanya diam selama berjalan menelusuri lantai Mall. Dylan pun ikut terdiam juga, hanya mengikuti Letta dari belakang. Dia berpikir keras, bagaimana caranya mengembalikan mood Letta.
Kemudian Dylan pun teringat tempat makan yang disarankan oleh Jeff sebelum dia berangkat tadi. Dia pun menyusul Letta, menyamai langkahnya dengan Letta.
“Lett—“ Dylan memanggil Letta saat langkahnya sejajar dengannya.
“Hmm.” Letta hanya bergumam menjawab panggilan Dylan.
“Kamu ga laper?” tanya Dylan, Letta menggeleng menjawab pertanyaan Dylan.
“Yakin?” Tanya Dylan lagi.
“Yakin.” Jawab Letta, tapi ga berapa lama terdengar suara dari perut Letta.
Kruyukk…
Mereka pun berhenti melangkah, Letta menatap Dylan dengan cengiran. Mulut bisa berbohong, tapi perut tidak bisa berbohong.
“Hehe, kedengeran ya?” Tanya Letta malu.
Dylan tersenyum, “Makan yuk, aku juga laper,” ajak Dylan. “Sebelum jemput kamu tadi, Jeff kasih rekomen tempat makan.” Kata Dylan.
“Oiyah? Dimana?” Tanya Letta penasaran, karena kalau Jeff yang kasih saran pasti aneh-aneh.
“Kalau ga salah nama tempatnya Soto Gebrak.” Jawab Dylan dengan semangat.
“Ohh aku tau, itu tempat langganan aku sama yang lain. Ayokk!!” Kata Letta dengan semangat, kemudian merangkul lengan Dylan untuk segera menuju tempat Parkir Motor. Dylan pun tersenyum senang melihat mood Letta perlahan kembali membaik.
***
Soto Gebrak
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat makan atas rekomendasi Jeff. Letaknya ga jauh dari Mall yang mereka datangi tadi, warung soto tersebut terletak disebuah ruko dipinggir jalan.
“Halo Bang!!” saat masuk ke tempat tersebut Letta menyapa penjual Soto yang sudah dikenal.
“Eh mbak Letta, apa kabare? Udah lama ga kesini.” Kata penjual Soto itu.
“Sibuk kuliah bang, maklum baru masuk, banyak tugas. Hehehehe, pesen dua kayak biasa ya bang.” Kata Letta sambil mengajak Dylan duduk, ga jauh dari gerobak soto yang terletak didepan.
“Tumben si Jeff nyaranin tempat yang bener.” Gumam Dylan, saat mereka sudah duduk dan menunggu hidangan soto disajikan.
“Emang selain kesini, dia nyaranin kemana?” Tanya Letta.
“Halfway.” Jawab Dylan singkat.
“Hahaha, emang kamu tau itu tempat apa?”
“Bar kan?”
“Hahaha, tau juga kamu?”
“Aku langsung searching di Internet, makanya tau.”
Letta tertawa hingga ingin menangis, melihat kepolosan Dylan.
“Kamu pernah kesana?” Tanya Dylan.
“Belom pernah, Leo sama Kak Sammy yang sering kesana,” Jawab Letta. “Pernah pengen ikut, tapi ga dikasih sama Leo, katanya bocah ingusan kayak lo ga usah coba-coba ke bar.” Lanjutnya sambil meniru gaya bicara Leo.
Dylan tersenyum mendengar jawaban Letta dan tiba-tiba terdengar suara gebrakan dari gerobak soto.
BRAKK!!!
Dylan pun terlonjak kaget, “Astaga!!”
“Abangnya kenapa marah-marah?” Tanya Dylan.
“Ga marah-marah, emang gitu khasnya. Gebrakin botol kecapnya ke papan itu.” Jelas Letta sambil menahan tawanya melihat ekspresi Dylan.
“Ohh makanya namanya Soto Gebrak?!!”
BRAKK!! Bunyi botol yang dibanting terdengar lagi dan Dylan pun terlonjak kaget lagi.
“Hahahhaha.” Akhirnya Letta pun tidak tahan untuk tidak tertawa.
“Nyesel aku bilang Jeff nyaranin tempat yang bener.” sesal Dylan.
Dylan terdiam melirik Letta yang masih menertawainya, “Kamu tau?”
“Ya tau lah, aku sering kesini sama Jeff, Leo, Kak Sammy. Hahahaha.” Letta tertawa lepas dan sudah melupakan acara nontonnya yang gagal.
Dylan merasa dibodohi oleh Letta dan Jeff, ingin rasanya marah, tapi ditepisnya amarah itu ketika melihat tawa Letta yang lepas.
“Sotonya enak kok, makanya aku sering kesini,” kata Letta setelah menormalkan nafasnya karena tertawa tadi. “Jeff ga salah rekomendasiin tempat ini.” Lanjutnya.
“Silahkan sotonya.” Akhirnya pesanan mereka jadi dan langsung diantar oleh Abang Sotonya.
“Pacarnya mbak?” Tanya Abang Soto penasaran setelah menaruh kedua mangkuk di meja tempat Letta dan Dylan.
“Temen bang, jangan ngadi-ngadi.” Jawab Letta.
Entah mengapa perasaan Dylan sedikit kecewa mendengar jawaban Letta barusan. Perasaannya seperti ingin dianggap lebih dari sekedar teman oleh Letta, “Mikir apa sih lo Lan!” Pikirnya.
“Kalian—“ Si Abang mengambil jeda, “Bakal jadi nih, tapi lamaaaa banget.” Lanjut Abangnya seperti bisa melihat masa depan mereka.
“Yaelah bang, jangan mulai,” kata Letta dengan wajah memelas, lalu sekilas melirik ke Dylan, “Tuh temen saya jadi diemkan.” Lanjutnya.
“Haha, mas—“
“Dylan.” Ucap Dylan pelan.
“Mas Dylan harus sabar sama mbak Letta,” kata si Abang.
“Sama ikhlas juga.” Lanjut abangnya, kemudian dia langsung berlalu, karena ada pengunjung yang datang.
Dylan tidak mengerti maksud perkataan abangnya barusan dan bertanya ke Letta, “Maksudnya?”
“Ga usah dipikirin, emang suka gitu abangnya,” jawab Letta.
“Di coba Sotonya, pasti ketagihan.” Kata Letta.
Dylan pun akan menyuap kuah soto tersebut, namun—
BRAKKK!!!
Lagi-lagi suara gebrakan botol kecap terdengar lagi, membuat Dylan terlonjak kaget dan kuah sotonya terciprat ke wajah Dylan.
“Hahahhahaha.” Letta tertawa melihat Dylan dan mengambil selembar tisu untuk mengelap wajah Dylan yang kecipratan kuah soto.
“Gimana, enak?” Letta tersenyum melihat ekspresi wajah Dylan.
“Belom sempet nyuap, udah dikagetin Lett.” Jawab Dylan dengan wajah cemberutnya dan Letta pun kembali tertawa.
Tak terasa waktu pun cepat berlalu, setelah makan siang di Soto Gebrak tadi, Letta mengajak Dylan untuk keliling Kota Jakarta hingga malam pun tiba.
Tepat pukul 8 malam, mereka sampai di depan rumah Letta.
“Makasi Dylan.” Ucap Letta setelah dia turun dari boncengan sambil memberikan helmnya ke Dylan.
“Harusnya aku yang makasih sama kamu, udah ngajak aku jalan-jalan,” kata Dylan sambil turun dari motornya dan bersandar di kursi motor. “Oh iya, jadi mau coba nonton besok?” Tanya Dylan.
Letta berpikir sejenak, “Hmm, kayaknya minggu depan aja deh,” jawab Letta. “Aku ga enak sama Bunda kalau besok qtime kita keganggu. Gapapa kan?” Lanjutnya.
“Gapapa, santai aja kok,” jawab Dylan. “Sebenernya kalau mau nonton film yang lain aku ga masalah juga sih.” Lanjutnya.
Tiba-tiba muncul ide dibenak Letta, “Ahh gimana kalau setiap ada film baru, kita nonton sambil hangout bareng?” Usul Letta.
“Kita berdua aja gitu?” Tanya Dylan.
Letta mengangguk, menjawab pertanyaan Dylan. Dalam hati, Dylan bersorak kegirangan, “Yes!!”
“Ok, mulai sekarang sampai seterusnya kita selalu nonton bareng kalau ada film baru yang menurut aku atau kamu yang recomended.” Dylan menyetujui usulan Letta.
“Ok janji ya.” Tanpa mereka sadari, mereka membuat janji, janji yang sangat sederhana, tapi disuatu hari nanti salah satu dari mereka akan mengingkari janji tersebut dan dapat melukai perasaan salah satu dari mereka juga.
Flash Back Off
—tbc
6 notes
·
View notes