Tumgik
#sebuah refleksi
hatutannews · 8 months
Text
Menemukan Kembali Esensi Kemerdekaan: Sebuah Refleksi Setelah Jajak Pendapat 30 Agustus 1999
Konsep kemerdekaan telah lama menjadi landasan aspirasi manusia dan kemajuan masyarakat. Sepanjang sejarah, bangsa, individu, dan gerakan telah berjuang dengan gagah berani demi hak untuk menentukan nasib sendiri, bebas dari kendali dan pengaruh eksternal. Ketika kita sudah melewati masa penting selama 24 tahun, ini adalah momen yang tepat untuk merenungkan makna kemerdekaan yang terus berkembang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ideideidea · 16 days
Text
LPJ Kehidupan
Lebaran, sebuah momen yang sarat akan kehangatan keluarga, seringkali diwarnai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkesan sensitif. “Kapan menikah?”, “Kapan lulus?”, dan berbagai pertanyaan lainnya seringkali menggema di ruang-ruang pertemuan. Bagi sebagian orang, pertanyaan-pertanyaan ini bisa terasa seperti sebuah interogasi pribadi yang tidak diundang.
Namun, jika kita memandangnya dari sudut pandang yang berbeda, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjadi kesempatan untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Ini adalah saat di mana kita dapat menyusun ‘Laporan Pertanggungjawaban Kehidupan’ (LPJ Kehidupan) kita sendiri. Bagaimana kita dapat berargumen tentang pilihan dan langkah hidup yang telah kita ambil? Apakah kita dapat mempertahankan argumen bahwa setiap keputusan yang kita buat adalah keputusan yang telah dipikirkan matang dan dapat dipertanggungjawabkan?
Pertanyaan dari keluarga besar mengenai hal-hal yang sensitif tidak perlu ditanggapi dengan sikap defensif atau negatif. Sebaliknya, kita dapat memanfaatkannya sebagai bahan refleksi. Apakah yang kita lakukan selama ini sudah sesuai dengan nilai dan tujuan hidup yang kita anut? Mengapa kita belum menikah? Apakah itu merupakan pilihan kita sendiri karena kita ingin fokus pada pengembangan diri atau karier? Atau mungkin kita masih mencari pasangan yang tepat? Mengapa kita bekerja di tempat sekarang? Apakah pekerjaan tersebut memberikan kita kesempatan untuk belajar dan berkembang, meskipun mungkin gajinya tidak sebesar yang diharapkan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan jujur kepada diri sendiri. Kita dapat menjelaskan kepada keluarga bahwa setiap pilihan yang kita buat adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh. Kita tidak perlu merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi orang lain, tetapi lebih kepada bagaimana kita dapat memenuhi ekspektasi diri sendiri dan menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab atas pilihan-pilihan tersebut.
Lebaran adalah waktu yang tepat untuk merenung dan bersyukur atas segala pencapaian, serta merencanakan langkah selanjutnya dengan bijak. Mari kita sambut pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk berbagi cerita dan pencapaian kita dengan orang-orang terdekat.
24 notes · View notes
gizantara · 1 month
Text
Nabi Pertama yang Dikisahkan dalam Al-Qur'an:
Sebuah Alasan Untuk Tidak Menyerah
Sebagian besar orang akan berpikir bahwa Nabi Musa as. adalah nabi yang pertama dikisahkan kepada Rasulullah saw. Yang mereka ketahui adalah bahwa Nabi Musa as. memang merupakan yang terbanyak diceritakan namun bukanlah yang pertama. Lalu siapakah nabi tersebut sampai Allah swt. mengenalkannya terlebih dahulu sebelum nabi lainnya?
Al-Alaq (96) menempati urutan pertama wahyu yang diturunkan, diikuti surat Al-Qalam (68). Dalam surat Al-Qalam inilah Allah memperkenalkan satu kisah nabi yang kaya akan pelajaran.
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ (48) "Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan ketika dia berdoa dengan hati sedih."
Sebuah Pembuka
Well, dalam hidup ini ada tanda-tanda yang akan memaksamu memberi jeda dan berefleksi mengenai keadaan spiritualmu. Agar kamu menilai kembali apakah pendekatanmu terhadap kehidupan itu sudah benar atau keliru.
Sumber refleksi bisa saja tanda-tanda yang tidak berasal dari Al-Qur'an, tetapi merupakan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Biasanya berupa guncangan besar yang datang secara tiba-tiba, tidak terhindarkan, dan sifatnya sangat berbeda dari ujian sebelumnya.
Katakanlah kamu telah mengalami tragedi-tragedi besar dalam hidup. Dan kamu berpikir karena kamu telah berhasil dalam ujian itu, kamu bisa bereaksi dengan cara yang sama terhadap ujian yang datang kemudian. Dengan ini kamu merasa percaya diri saat melihat orang lain menghadapi krisis di ujian yang sama sepertimu dulu. Padahal ini bukan krisis dalam skalabilitas tragedinya, melainkan krisis dalam cara mereka meresponnya. Krisis dalam kebingungan total yang tertinggal setelah mereka ditimpa tragedi besar.
Mungkin iya, kamu telah membentengi diri dengan baik terhadap sifat tragedi yang dialami orang tersebut. Tapi kamu tidak pernah tahu akan suatu tragedi yang sifatnya mengguncangmu dengan cara yang tidak pernah kamu sangka.
Ke mana arah pembicaraan ini?
Inilah mindset para pejuang Uhud.
"Jika kita memenangkan Perang Badar dan hanya kehilangan sedikit orang dengan keadaan serba kurang, maka tentunya kita akan dapat mengatasi Perang Uhud dengan cara yang sama. Allah akan membuat ini mudah."
Lalu tiba-tiba Perang Uhud menjadi sebuah tragedi yang tidak disangka-sangka oleh siapapun.
Nabi saw. wafat? Itulah yang diteriakkan. Kaum muslimin mencoba berlari ke arah yang berbeda-beda tapi mereka telah dikepung dari kedua sisi. Sifat dari pertempuran ini telah berubah. Nabi memang tidak wafat, tapi beliau telah diserang secara brutal dengan berbagai cara.
Tumblr media
Aisyah ra. mengobati Nabi saw. ketika Perang Uhud terjadi. Dia melihat keputusasaan di wajah banyak orang dan tidak bisa membayangkan hari yang lebih buruk dari hari Uhud. Bahkan Nabi saw. pun menangis dengan tangisan yang belum pernah didengar para sahabat. Aisyah ra. bertanya,
"Apakah Uhud adalah hari terburuk dalam hidupmu?"
"Tidak, hari terburukku sebenarnya hari terakhir (dari dua pekan menyeru orang-orang) di Thaif."
Aisyah ra. tidak melihat Nabi saw. ketika di Thaif. Dia terlalu muda dan belum menikah dengan Nabi saw. pada waktu itu. Dia tidak tau kejadian di Thaif itu seperti apa. Tetapi dia melihat Perang Uhud dan berasumsi bahwa tragedi tersebut adalah yang terburuk karena perang itu mengguncang dan menghancurkan rasa tak terkalahkan umat Islam. Nabi saw. hampir terbunuh, gigi beliau patah, bibir bawahnya dan keningnya robek, dan dua mata besi masuk melukai pipi beliau.
Di Thaif, beliau 'hanya' dihujani batu dan kata-kata. Beliau mendapati dirinya malam itu di tempat yang sepi, di bawah pohon, tanpa seorangpun bersamanya. Tiada dukungan emosional. Tiada yang peduli beliau terluka dan menangis. Tiada tempat mengeluh selain Allah.
Apakah Nabi saw. berdarah lebih banyak di hari Thaif dibandingkan di Uhud? Tidak.
Tapi peristiwa di Thaif lebih buruk.
Bukan karena luka atau rasa sakit, melainkan karena sifat dari ujian pada kejadian Thaif berbeda. Guncangannya memukul mental Nabi saw. sangat keras yang memaksa beliau menilai dan merefleksikan kembali semua yang telah terjadi hingga ke titik itu.
Itu merupakan titik kritis dalam kehidupan Nabi saw. Selama ini tekanan demi tekanan terus membawa beliau ke titik tersebut. Di masa pemboikotan, Nabi saw. harus mendengar anak-anak menangis di malam hari karena mereka terlalu lapar dan haus. Dan orangtunya tidak memiliki apa-apa untuk memberinya makan. Dapur Nabi saw. tidak mengepulkan asap selama tiga bulan lamanya. Bahkan para sahabat sampai memakan sandal mereka. Dan Abu Jahal datang dengan mengatakan, "kamu yang telah melakukan itu kepada orang-orangmu. Risalahmu yang menyebabkan anak-anak itu menangis." Itu tekanan. Itu menyakitkan.
Tak lama dari itu, beliau harus masuk ke dalam liang kubur dan menerima jasad Khadijah dengan menyadari bahwa penyebab kematiannya adalah boikot yang terjadi akibat dari pesan dakwahnya. Dalam tiga hari itu juga, beliau harus menguburkan pamannya, Abu Thalib.
Setelah dalam waktu sepuluh tahun ketika hidup beliau sedang indah-indahnya dan baik-baik saja, beliau harus melihat semuanya terjadi sia-sia. Tahun kesedihan dimulai. Tapi titik puncaknya belum mengenainya karena Nabi masih menyadari semua kejadian itu akan setimpal. Perginya keluarga dan penganiayaan datang bertubi-tubi mungkin hanyalah harga yang harus dibayar untuk harapan bahwa segalanya akan berbalik. Ke depannya tidak mungkin lebih buruk dari ini.
"Aku tidak akan diperlakukan lebih buruk dari apa yang orang-orang Mekah lakukan. Mulai dari sini, semuanya akan berjalan lebih baik," begitu pikir Nabi.
But Thaif hits different way.
Karena Thaif tampak seperti pintu tertutup. Tidak ada lagi harapan bahwa segalanya menjadi lebih baik setelah ini. Tidak peduli kepada siapa Nabi saw. sampaikan pesan dakwahnya, setiap waktu, intensitas dari penolakan akan meningkat. Setelah dihujani batu, Nabi saw. duduk di bawah pohon di sekitar area Thaif dan melihat ke atas dan bertanya-tanya.
"Ya Allah, ada apa ini? Sekarang apa? Apakah ini amarah-Mu? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku pernah ditolak oleh orang Mekkah, sekarang Thaif, dan aku kehilangan anggota keluargaku dalam prosesnya. Apa yang mungkin dapat berubah sekarang?"
Ini bukan tentang intensitas rasa sakit, melainkan kebingungan dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya dan apa yang telah kita lakukan hingga titik ini. Kita mulai melihat ke masa lalu kemudian melihat ke masa depan, seolah-olah semua hal tiba-tiba menjadi subjek yang dipertanyakan. Pertemanan, pendidikan, kehidupan keluarga, studi, karir, stabilitas, apapun yang kita punya dalam hidup kita pada titik itu.
Ujian seperti itu adalah krisis yang hampir dihadapi setiap individu dan akan menentukan keberhasilan atau kegagalan besar dalam hidupnya. Dan pada momen itu, yang menentukan adalah bagaimana seseorang bereaksi terhadap guncangan itu. Hasilnya adalah, seseorang akan disertai Allah atau dia akan ditinggalkan untuk menghadapi sisa ujian yang akan datang setelah itu tanpa mendapat pertolongan. Ini adalah momen yang sangat-sangat menakutkan.
Kembali ke kisah Nabi Yunus
لَوْلَا أَنْ تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِنْ رَبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ مَذْمُومٌ (49) "Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela." (Al-Qalam : 49)
Pada titik tersebut, Nabi Yunus bisa saja ditelantarkan dalam kemaluan, telanjang, dan dihinakan untuk sisa hidupnya. Ini luar biasa karena Allah katakan dalam surat lainnya,
فَلَوْلَآ أَنَّهُ ۥ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ (143) لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (144) "Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari berbangkit." (As-Saffat: 143–144)
Nabi Yunus as. bisa saja tinggal di sana selamanya. Bukan hanya secara fisik melainkan juga secara spiritual. Sebagai seseorang yang hancur pada titik kritis itu. Dia bisa saja dikenal dan berakhir menjadi nabi yang berpaling, nabi yang meninggal dalam kehinaan.
Tapi..
فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (50) "Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh."
Kenapa Allah memilih beliau? Bagaimana kisah titik kritis Nabi Yunus as. dan bagaimana coping mechanism ala beliau? 
Nabi Yunus menghadapi titik puncaknya dan merasakan momen, "you know what? I'm done with you," terhadap kaumnya. Beliau  menilai kembali semuanya.
"Tidak ada kebaikan lagi dalam kalian. Tidak ada harapan lagi pada kalian. Hukuman Allah akan mendatangi kalian. Aku selesai."
Dia sangat marah pada kaumnya. Dia senang mendengar kehancuran mereka atau mengetahui mereka akan dihancurkan. Dan ia berpaling dari orang-orang tersebut.
…وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا "Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah…"
 Tapi masalahnya bukan itu, melainkan..
 …فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ…  "…lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya (menghukumnya karena dia berpaling)…"
Kemudian orang-orang di kapal melemparinya keluar dari kapal tersebut. Ibnu Qayyim berkata bahwa Nabi Yunus meninggalkan dakwah kepada kaum, yang padahal dakwah tersebut akan menyelamatkan mereka dari tenggelam dalam kekufuran mereka.
Dan sebagaimana Nabi Yunus berpaling, orang-orang di kapal tersebut meninggalkan Nabi Yunus dengan cara yang serupa dan membiarkannya tenggelam dalam kematian secara fisiknya. Mereka tau dengan mereka melemparkan Nabi Yunus keluar, beliau akan mati. Mereka tidak peduli karena mereka mencoba menyelamatkan diri mereka sendiri.
Dan Allah mengirim seekor ikan untuk menelannya. Coba pejamkan mata dan bayangkan kita baru dilemparkan dari kapal. Kita tenggelam dan kita sadar selagi kita tenggelam semuanya akan berakhir. Sebuah cara yang sangat kejam untuk dilalui kan? Karena kita tau, nafas kita semakin berkurang. Itu adalah malam yang menakutkan dalam tiga lapis kegelapan.
Ibnu Mas'ud berkata, "Bayangkan kejadiannya, dalam gelapnya malam, dalam gelapnya lautan, dan dalam gelapnya perut ikan paus tersebut. Di mana aku sekarang? Di mana aku menjatuhkan diriku?"
Kapan dan di mana waktu Nabi Yunus untuk menilai kembali dan menganalisa kembali?
Literally di dalam perut ikan. Momen itu, mungkin bagi kita justru lebih cocok untuk benar-benar berputus asa. Momen yang tepat untuk menyerah. Benar-benar mustahil suatu hal baik bisa terjadi dari situ. Nabi Yunus as. menyeru kepada Allah. Dia berkata:
"Ya Allah, aku memanggil-Mu dari suatu tempat, aku kira tidak ada yang pernah memanggil-Mu dari tempat ini sebelumnya."
Tidak mungkin ada orang lain yang berada dalam situasi seperti yang beliau hadapi sekarang ini. Di dalam perut ikan, di dasar lautan, di gelapnya malam, dan tidak bisa melihat apa-apa.
فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ‎(87) Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, "Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang dzalim."
Itulah momen kesadaran. Nabi Yunus as. tidak memiliki keluhan. Dia tidak membawa kasusnya. Dia tidak berkata, "Ya Allah, kaum ini tidak seperti kaum lainnya. Aku tahu, Nuh punya rasa sabar selama 950 tahun. Tapi kaumku beda dari kaum Nuh."
Nabi Yunus tidak melakukan hal itu.
"Aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk memintamu mengeluarkanku dari perut ikan paus ini. Aku hanya menyeru kepadamu. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Betapa sempurnanya Engkau. Akulah yang memiliki ketidaksempurnaan. Akulah orang yang menzalimi diri sendiri. Bukan salah-Mu Ya Allah. Aku tidak marah padamu."
"Aku tidak memiliki komplain terhadapmu Ya Allah. Aku tau aku pantas terhadap apa yang aku terima. Aku pantas berada dalam situasi putus asa ini. Aku tidak akan meminta-Mu meninjau kasusku dan memberitahukan betapa buruknya kaumku dan apa yang mereka lakukan padaku. Karena keadaannya tidak relevan dengan hubunganku dengan-Mu."
Ini bukan tentang keadaannya. Ini tentang Allah mengambil perjanjian dengannya dan beliau mengambil perjanjian dengan Allah. Dan beliau meninggalkan perjanjian tersebut.
Memang, kamu mengira semuanya akan baik-baik saja berdasarkan ujian-ujianmu sebelumnya, dan kamu merasa dapat menghadapi segala jenis badai. Tapi badai kali ini beda.
Allah telah memberitahumu bahwa Dia akan mengujimu. Allah telah memberitahumu Dia akan mengirimkanmu momen-momen yang benar-benar akan membakar seperti itu. Ini bukan tentang seberapa banyak momen-momen itu membakar, bagaimana rasanya, atau seberapa buruk kondisinya. Allah sudah bilang itu akan terjadi. Dan kamu berjanji pada Allah bahwa kamu akan mematuhi-Nya dan menyembah-Nya, dan kembali pada-Nya tidak peduli seberapa parah situasinya.
Lāilāhaillā anta..
Ya Allah, aku mengacaukan semuanya. Aku tidak memiliki alasan untuk menyalahkan-Mu. Aku tidak marah pada-Mu. Aku tidak berkata, "bisakah Engkau tidak memberiku ujian seberat ini? Karena jika Engkau membuatnya sedikit saja lebih ringan, mungkin aku bisa berhasil dengan kaumku."
Subhānaka
"Tidak. Engkau sempurna. Keputusan-Mu sempurna. Alasan-Mu sempurna. Kebijakan-Mu sempurna. Rahmat-Mu tidak dapat disangkal lagi. Keadilan-Mu sempurna. Penilaian-Mu tidak dapat disalahkan. Ya Allah Engkau sempurna dan aku mengacaukan. Aku salah membaca situasi. Aku bereaksi dengan cara yang salah."
Semua itu terkandung dalam "subhānaka". Betapa sempurnanya Engkau. Para malaikat mendengar suara ini dari langit dan mereka berkata, "itu suara yang pernah kami dengar sebelumnya namun dari tempat yang begitu aneh. Perut ikan."
Allah berfirman "kami selamatkan dia dari kegelapan tersebut, kami keluarkan dia."
Ikan tersebut meludahkan Nabi Yunus as. ke suatu pulau. Beliau tidak meminta untuk diselamatkan dari perut ikan. Beliau hanya meminta untuk diampuni karena itulah tujuan dari hidup, tidak mendurhakai Allah dengan cara yang akan membatalkan kita dari ampunan-Nya.
"Ampuni saja aku, ya Allah."
Allah mengampuninya dan Allah mengizinkannya berbaring bersamaan ketika matahari terbit. Kemudian beliau kembali kepada kaumnya. Dan apa yang beliau temukan?
Semuanya menjadi muslim. Bukan 70 atau 80 orang.
Nabi Nuh as. punya 80 pengikut kan? Peradaban Ninawa di Iraq adalah peradaban yang menurut Al Qurtubi, ketika Nabi Yunus as. kembali, beliau menemukan 100.000 orang beriman. Dia menemukan seluruh peradaban telah beriman dan menerima risalahnya.
Allah membuka jalan keluar untuknya. Tapi itu membutuhkan momen yang menghancurkan agar kita menganalisa kembali dan menilai kembali sehingga pada momen itu kita bereaksi sebagaimana kamu seharusnya bereaksi. Ada jenis coping mechanism tertentu yang Allah ridhai untuk kita lakukan. Dan ada juga yang tidak.
Kemudian yang datang setelahnya adalah futuhaat (kemenangan dalam hidup), bantuan Allah berupa hadiah perspektif baru, serta benteng di hati untuk bisa mengatasi ujian apapun yang datang setelahnya sehingga ujian selanjutnya akan mudah, secara relatif.
Titik Kritis dan Coping Mechanism Nabi Muhammad saw.
Dan Nabi saw., ketika dia menghadapi titik kritis itu, bisa saja itu menjadi akhir baginya. Bisa saja Nabi saw. berkata, "aku selesai dengan orang-orang ini. Hancurkan mereka"
Nabi saw. tidak hanya memiliki kesempatan untuk memohon kepada Allah, beliau bahkan dikirimi malaikat oleh Allah kepadanya yang menawarkan untuk menghancurkan mereka.
Malaikat penjaga gunung datang dan mengucap salam, "Wahai Muhammad, sekarang engkau bergantung kepada keinginanmu. Jika engkau mau, akan aku timpakan kedua gunung itu terhadap mereka." Alih-alih ingin balas dendam, beliau malah berujar, "Jangan lakukan itu! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang belum mengerti saja. Justru aku berharap dari keturunan mereka akan lahir orang-orang yang mengesakan Allah."
Pada hari itu seorang lelaki bernama Addas datang kepadanya untuk menyajikan kepadanya buah anggur. Nabi saw. berkata, "Bismillah" sebelum memakan buah tersebut. Dan Addas bertanya,
"Orang-orang di tanah ini tidak mengatakan bismillah. Dari mana kamu mendapatkan kata itu?"
Nabi saw. berkata, "kamu berasal dari mana?"
"Ninawa, Iraq," jawab Addas.
"Oh dari tanahnya saudaraku yang shalih, nabi yang shalih. Yunus bin Matta? Di sanakah kamu berasal?"
"Dari mana kamu tau?" tanya Addas heran.
"Dia seorang nabi, saya seorang nabi. Dan para nabi itu bersaudara di mata Allah."
Betapa luar biasa, di antara para nabi, yang pertama diberitahukan di dalam Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. adalah Nabi Yunus as. Sebuah alasan untuk tidak menyerah.
Dan bayangkan, pada hari terburuk Nabi saw., ketika tidak ada seorangpun yang menolong beliau, ketika siapapun di antara kita akan menyerah jika di posisi tersebut, Allah mengirimkan Addas, buah dari saudara sepernabiannya, keturunan Ninawa, kaum Nabi Yunus as.
"Inilah alasan kamu tidak boleh menyerah."
Ini tentang bagaimana kita merespon balik sebuah penolakan dan tekanan. Karena meskipun orang-orang tersebut menolak, anak-anak mereka mungkin menerima Islam. Dan itu persis doa nabi di Thaif. Mungkin generasi berikutnya akan berbeda. Dan Allah memberikan itu padanya.
Mata Rantai Lainnya
Kota Thaif yang terdiri dari suku Tsaqif kemudian memeluk agama Islam sesudah Fathu Makkah, tepatnya setelah berakhirnya perang Hunain pada tahun 8 H. Ada dua tokoh penting dari Thaif yakni Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi dan Al-Mughirah bin Syu'bah ats-Tsaqafi. Urwah adalah orang terpandang dari Bani Tsaqif dan termasuk orang pertama dari sukunya yang memeluk Islam. Namun keislamannya tidak lebih dulu dari Mughirah, keponakannya.
Kisah Mughirah berawal ketika sekelompok orang dari Bani Malik mengirim utusan ke Muqauqis (Gubernur Romawi) dengan membawa upeti. Mughirah bersikeras untuk ikut rombongan tersebut meskipun telah dilarang oleh pamannya, Urwah. Dalam perjalanan rombongan pulang ke Thaif untuk melaporkan hal tersebut, Mughirah menggagalkan rencana mereka. Di suatu tempat yang bernama Busaq, Mughirah memperdayai rombongan itu dan membunuhnya serta mengambil semua barang bawaan mereka. Setelah itu ia pergi ke Madinah untuk menemui Nabi saw. dan memeluk Islam.
Mengetahui hal tersebut, Urwah selaku paman Mughirah sekaligus orang terpandang di kaumnya membayarkan tebusan kepada Bani Malik atas nama Mughirah.
Di lain kesempatan yakni pada masa Perjanjian Hudaibiyah, Mughirah menjadi negosiator Nabi saw. sementara itu, Urwah menjadi utusan Quraisy tanpa mengetahui Mughirah adalah orang yang berdiri di samping Nabi saw. Ketika Urwah hendak memegang jenggot Nabi, Mughirah segera memukul tangan pamannya itu dengan gagang pedangnya.
Urwah kaget dan bertanya, "siapa orang ini?"
"Mughirah bin Syu'bah," jawab orang-orang sekitarnya.
Urwah berkata, "lelucon macam apa ini Muhammad? Hei, kau! Bukankah aku telah membelamu atas penghianatanmu itu?" ujar Urwah merujuk pada tragedi pembunuhan yang dilakukan Mughirah di Busaq.
Nabi saw. kemudian menjawab, "Aku telah menerima keislamannya. Sedang urusan harta yang kau bicarakan itu, aku tidak ikut campur sedikitpun."
Urwah masih memusuhi Nabi saw. hingga ia masuk Islam setelah Perang Hunain. Dari Madinah, ia ingin kembali ke Thaif untuk mendakwahi kaumnya. Setibanya di sana, penduduk Thaif membunuhnya, namun setelah menyadari kemurnian tekad Urwah, mereka berbondong-bondong masuk Islam seselesainya Perang Tabuk.
Kita beralih ke masa kekhalifahan.
Persis setelah Rasulullah wafat, keadaan kacau balau. Kemunafikan mulai kelihatan di Madinah. Bahkan tidak sedikit dari suku-suku Arab sekitar Madinah yang murtad keluar dari Islam. Ditambah lagi sebagian dari mereka tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Di antara kaum yang tetap istiqamah di atas Islam selain penduduk Mekkah dan Madinah adalah Bani Tsaqif di Thaif, mereka tidak lari dan tidak pula murtad.
Musailamah makin menunjukkan taringnya di Perang Yamamah. Pasukan Musailamah merupakan musuh terkuat di rangkaian Perang Riddah (perang melawan kaum murtad) yakni perang penentuan eksistensi politik Madinah.
Mughirah turut serta dalam pertempuran Yamamah melawan pasukan nabi palsu. Perang tersebut mengesahkan keimanan penduduk Makkah dan Thaif, yang tetap setia di bawah bendera Islam. Mughirah menyatakan, "ketika Bani Tsaqif masuk Islam, aku tidak mengetahui ada kaum dari suku arab yang seperti Tsaqif. Mereka itu sangat baik Islamnya, tidak sedikitpun berpaling dari Allah dan Qur'an."
Tak hanya itu, kemampuan negosiasinya yang baik membuat Saad bin Abi Waqash (selaku panglima di masa kekhalifahan Umar bin Khattab) mengangkatnya menjadi diplomat dan mengutusnya ke perkemahan panglima besar Rustum dalam misi pembebasan Persia. Dengan penuh keyakinan dan kesabaran akhirnya kaum Muslimin dapat menaklukkan ibu kota kerajaan Persia dalam Perang Qadisiyah.
Mungkin yang melempari Nabi saw. dengan batu sudah mati, tapi anak-anak merekalah yang melanjutkan perjuangan Islam, sehingga ketika suku-suku lain murtad, merekalah yang berpegang teguh dengan agama ini. Ketika awal mula mereka masuk Islam, Nabi saw. bahkan tidak pernah mengungkit mereka pernah melempari Nabi saw. Itu juga yang jadi salah satu hikmah mengapa keturunan Bani Tsaqif begitu menghormati Nabi saw. sebab Nabi saw. tidak pernah mencela orang tua mereka.
Benarlah firman Allah:
"Maka mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu tertentu." (Yunus : 98)
Tumblr media
Bayangkan jika saat itu Nabi Yunus menyerah (tidak bertaubat), mungkin Nabi Muhammad saw. tidak akan bertemu Addas di hari terberat beliau. Bayangkan jika Nabi Muhammad saw. menyerah di hari terberatnya (membiarkan Thaif ditimpa gunung), mungkin tidak akan ada pejuang seperti Urwah dan Mughirah, mungkin tidak akan ada keturunan Tsaqif yang menguatkan Abu Bakar di titik terberatnya. Mungkin Abu Bakar akan kesulitan menghadapi kekacauan. Mungkin Umar takkan punya diplomat ulung sebelum menghadapi Persia.
Serangkaian coping mechanism yang tepat ini sangatlah menyentuh hati. Inilah bukti bahwa keimanan kaum Yunus bermanfaat bahkan hingga ke zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Kita akhirnya sadar bahwa ketika Allah menguji kita, ada reaksi dan respon tertentu yang menentukan siapa kita di hadapan Allah. Maka dalam menghadapi kesulitan, doa Nabi Yunus as. merupakan doa coping mechanism yang sangat rendah hati dan bijaksana.
"Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang dzalim."
Itu sebabnya Nabi saw. bersabda:
"Doa dari saudaraku, Yunus. Tidak ada orang yang dalam kesulitan yang menyeru kepada Allah dengan doa tersebut, kecuali bahwa Allah akan menjawabnya."
Untuk menutup tulisan ini, mari kita mengakui keesaan Allah, kesempurnaan Allah, dan kekurangan kita sendiri. Hadapi ujiannya (centered on the problem). Jangan melarikan diri (don't get away and forget the problem).
Tumblr media
Dan ketika pondasi kita terasa bergoyang, kokohkan kembali. Pegang teguh momen para nabi itu dan ingat bahwa orang-orang sebelumnya pernah berada di titik kritis juga. Semua orang menghadapi hal ini. Ini bukan titik yang hanya baru dilalui oleh kita seorang.
Mohonlah perlindungan dan ampunan Allah. Milikilah orang yang tepat di sekeliling kita untuk mengingatkan kepada Allah. Kita akan membutuhkan pengingat. Kita harus kuat. Insyaallah semua yang datang setelah itu dapat kita atasi.
Mudah-mudahan ketika kita menghadapi momen diuji sangat berat dalam kehidupan, yang membingungkan, yang mengguncang inti hati, Allah meneguhkan iman kita. Dan ketika kita menghadapi ujian yang tak terhindarkan, semoga momen terakhir dari hidup kita adalah momen kesenangan, ketenangan, dan kepuasan, dan keridhaan kepada Allah.
— Giza, sepertinya Lailatul Qadar tahun ini baginya adalah pelajaran tentang doa-doa para nabi. Next, belajar doa nabi siapa ya?
Sumber: https://playandlearn.org/Articles/HistoryOfQuran.pdf https://risalahnet.wordpress.com/2023/10/28/mughirah-bin-syubah-negosiator-muslim-ternama/ https://biografi-tokoh-islam.blogspot.com/2016/06/mughirah-bin-syubah-sahabat-dan.html https://biografi-tokoh-islam.blogspot.com/2016/06/urwah-bin-masud-dan-abdu-yalil-bin-amir.html Al-Bidayah wan Nihayah
11 notes · View notes
kaktus-tajam · 1 year
Text
Harga Sebuah Doa
“Dok, doakan ya semoga anak saya sembuh.”
Kalimat itu keluar dari lisan seorang Ibu, tepat setelah aku memberikan resep obat.
MasyaAllah, kalimat singkat itu terasa seperti pesan menampar, langsung dari Allah.
Sudahkah aku menitipkan pasien-pasienku dalam doaku setelah shalat?
6 bulan jadi dokter internsip di IGD ini membuatku banyak berucap syukur. Terlepas dari lelahnya fisik, menjadi dokter itu ternyata memang penuh dengan peluang ibadah.
Termasuk ibadah bernama doa.
Teringat sebuah chat yang masuk ke DM instagram beberapa waktu lalu, dari seorang yang tidak kukenal. Semoga Allah jadikan sakitnya beliau, mesin penggugur dosanya.
Tumblr media
Aku merenung, kemudian teringat suatu catatan saat mengaji kitab Al Hikam. Waktu itu ustadz menganalogikan doa dengan berobat.
Doa:Terkabul = Obat:Sembuh
Ada gak orang ga berobat ga sembuh?
Ada gak orang ga berobat sembuh?
Ada gak orang berobat sembuh?
Ada gak orang berobat gak sembuh?
Jadi.. sembuh itu.. karena obat atau karena Allah yang menyembuhkan sih?
Sebetulnya... Niat berobat itu bukan untuk sembuh, tapi untuk melaksanakan perintah Allah. Perihal sembuh atau nggaknya, itu ranahnya Allah. Allah yang menentukan.
Sehingga seorang muslim akan bersyukur ketika diberi sakit dan diberi kesempatan untuk bisa berobat, karena tandanya ia dapat melakukan apa yang Allah perintahkan.
Dan syukur itu menjadi kuadrat, jika ditakdirkan sembuh. Kalau belum diberi kesembuhan? Pun tetap bersyukur, karena sudah bisa ibadah. Yaitu dengan melaksanakan berobat = melaksanakan perintah.
Hal ini persis kok dengan berdoa. Berdoa adalah perintah Allah. Berdoa itu ibadah.
Terkabulnya doa, itu tersebab rahmat Allaah, tentunya dengan kita menunaikan adab terbaik dalam doa. Tapi dengan kita dimampukan berdoa saja, itu sudah nikmat besar, karena dapat melaksanakan perintah Allah.
Tumblr media
Jadi banyak refleksi diri. Alhamdulillah, ternyata profesi ini membuat diri semakin banyak ingin mengakrabi doa, karena menyadari kelemahan diri.
Semoga lisan kita termasuk yang Allah mudahkan untuk meladzimkan doa-doa terbaik.
-h.a.
yang juga akan sangat senang, jika ada dalam doa kalian
70 notes · View notes
mamadkhalik · 2 days
Text
Catatan Kemenangan : Overthinking Hari Buku
Saya sepakat, menara gading intelektual itu nyata. Pengalaman pribadi, dengan membaca buku genre sosial akan memberikan pemahaman yang konstruktif atas fenomena sosial, sampai akhirnya kita mencapai kedewasaan intelektual dan memantapkan diri untuk bergerak menyongsong perubahan.
Menyambut hari buku sedunia, aku rekomendasikan 2 buku yang cukup mencengangkan. Setidaknya bagi saya yang naif ini.
1. Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur - Muhiddin M. Dahlan
Dulu membaca judulnya saja sangat anti. Pasti isinya agak tabu, pikirku sebagai seorang ADK anyaran. Ternyata isinya sangat menampar.
Tumblr media
Berkisah tentang seorang muslimah hijrah yang memiliki pergulatan pemikiran. Bersentuhan dengan kelompok sufi, Tarbiyah, hingga Negara Islam Indoneisa, membuat tokoh utama memiliki kekecewaan berat dengan jamaah hingga akhirnya masuk dalam kubangan maksiat.
Ketika perasaan itu memuncak, tidak banyak orang hadir untuk sekadar menjadi teman bicara, akhirnya orang-orang yang 'tidak bertanggungjawab itu' hadir silih berganti, memberikan kenyamanan semu, lalu pergi meninggalkan luka begitu mendalam
Cerita di dalamnya sangat relate sekali, terkhusus bagi kita yang aktif dalam jamaah dakwah. Ketika ghiroh mengalahkan amaliyah, ketika pertanyaan tidak terjawab dengan rasional, ketika kekecewaan tidak terkelola dengan baik, ketika ukhuwah sebatas lip service, dan judgment kekhilafan tanpa tabayyun.
Bagian yang sangat mengiris hati adalah ketika tokoh utama di cap pengkhianat dakwah hanya gara-gara mempertanyakan anomali dalam aktivitas dakwah.
Bukan hendak mengeneralisir tapi fenomena-fenomena itu memang banyak saya temui. Buku ini memang cerita satu arah, emosional, belum tentu kebenaranya, hanya dilakukan oknum dalam jamaah, tapi cukup memberi refleksi yang mendalam bagaimana sebuah jamaah dakwah Islam mengelola organisasinya.
Buku ini baru saja saya baca tapi cukup memvalidasi tulisan sebelumnya. Bahwa dalam dakwah bukan berarti otomatis menjadi orang baik tapi Allah menjaga dari hal-hal yang merugikan, dan menegaskan bahwa kita hanya sekumpulan manusia yang tak luput dari dosa.
Semua itu kembali lagi ke kita dalam menyikapi segala dinamika dan jamaah dakwah hanyalah wasilah. Ini penting saya utarakan.
2. Gerakan Dakwah Islam dan Kelas Menengah Muslim - Eko Novianto
Bagi kita yang aktif di tarbiyah, buku ini menyadarkan betapa pentingnya kita menganalisis mad'u dan juga kita sendiri sebagai seorang aktivis dakwah. Bagaimana melihat karateristiknya dan akhirnya memberika n pendekatan yang sesuai bagi 2 sisi.
Tumblr media
Buku ini mengupas perihal pengalaman penulis dalam melihat gerakan tarbiyah, dampak dari dakwahnya, dan fenomena sosial yang hadir setelahnya. Tak bisa dipungkiri gerakan tarbiyah cukup dominan di era pertengahan orde baru hingga saat ini dan menjadi role model kelas muslim menengah.
Tapi muncul dari kelas menengah muslim yang memiliki ghiroh tinggi, ternyata tak cukup memberikan dampak yang signifikan, terkhusus dampak elektoral. Tak bisa dipungkiri tarbiyah-PKS adalah sebuah komunitas epistemik yang memiliki ikatan kuat dalam sejarah.
Dengan gerakan yang semakin membesar akan memunculkan karateristik kader yang beragam, kebutuhan yang semakin luas, dan juga tantangan pembaharuan yang perlu disikapi dengan cepat.
Buku ini menjelaskan 2 fenomena :
a. Kelas Menengah Muslim Yang Konsumtif.
Media Sosial menjadi aktor utama pembentuk kultur masyarakat ini. Di sisi lain masyarakat sudah aware akan kajian keislaman, prinsip-prinsip Islam dalam muamalah (Bank Syariah, Kosmetik Halal) tapi itu tidak berbanding lurus dengan penerapan Islam dalam ruang yang lebih luas dalam seperti kebijakan publik dan pendidikan reguler.
Akhirnya umat hanya dijadikan komoditas bisnis dan politik, tidak memiliki bargaining position yang kuat dan mudah di pecah belah oleh oligarki dan kaum nasionalis.
b. Sindrom Eksklusifitas Gerakan
Melihat poin sebelumnya, akhirnya jamaah terkesan ekslusif, jumud, curiga satu sama lain akhirnya tidak fokus dalam penyelesaian masalah umat.
Padahal kelas menengah ini harapanya dapat menjadi jembatan untuk mengurangi disparitas antar kelas borjuis dan proletar. Apalagi mereka yang tergolong kaum terdidik dan tershibgah dengan nilai-nilai Islam tentu menjadi peluang besar untuk membumikan nilai-nilai Islam.
Tapi realitanya tidak begitu. Curiga satu sama lain bukan hanya antar gerakan, mungkin juga orang yang ada di dalamnya. Mungkin hal ini yang mengakibatkan peristiwa di buku pertama terjadi. Mungkin saja.
Sekali lagi, kejayaan Islam hanya akan tercapai ketika antar gerakan Islam saling bekerja sama satu sama lain, menghilangkan sekat-sekat perbedaan, dan fokus kepada pemberdayaan umat. Sederhana tapi sulit, namun bukan berarti tak bisa.
***
Setidaknya 2 buku ini cukup membuat overthinking. Ternyata realitas tak bisa dipandang teori saja, bukan hitam putih.
PR kita masih banyak. Untuk memperbaiki diri, menjaga komunikasi antar sesama, memberbaiki sistem gerakan, hingga akhirnya Islam berjaya kembali, menjadi soko guru perdaban, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Selamat Hari Buku. Jangan Lupa Baca Buku.
Arroyan, 16 Syawal 1445 H.
8 notes · View notes
gakpapa · 2 days
Text
Membuka tumblr menjadi sebuah refleksi, muhasabah akan diri yang celahnya disana sini.
Kenapa kita berharap pada manusia? Apakah karena mereka sempat mewujudkan harapan-harapan kita? Apakah pujian mereka seakan memvalidasi diri sendiri akan betapa wow nya kita?
Mengapa kita mengulang harapan kita pada manusia, jika kekecewaan sudah pernah menjadi buahnya?
7 notes · View notes
anisahmahar · 2 months
Text
Kemarin siang, di jeda tunggu antrean mukenah , Allah kasih kesempatan untuk tilawah sebentar. Random membuka halaman surat yang menurutku singkat unduk dibaca. Dari ayat pertama hingga sampailah pada ayat ke 6. Ayat ini seperti tak asing lagi bagiku.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim ayat 6)
Aku baru sadar. Ini adalah surat At Tahrim. Sebuah surat yang banyak berkisah tentang keluarga. Lalu, aku melanjutkannya sampai ayat terakhir. Kemudian ku segera bergegas untuk sholat seperti seharusnya.
---
Di perjalanan pulang kerja, aku jadi banyak refleksi. Tentang peran menjaga keluarga ini sangatlah penting. Dan pernikahan bukanlah perkara main-main. Jika kita tidak bisa memilih terlahir dari keluarga seperti apa, maka kita masih diberi kesempatan untuk membentuk keluarga seperti apa di masa depan. Semua diawali dengan memilih pasangan.
14 notes · View notes
triastariirfiani · 1 month
Text
Salah satu cara untuk bersyukur adalah berkunjung ke rumah sakit. Ada banyak hal yang seringkali luput untuk disyukuri dan baru disadari ketika melihat nikmat tersebut tidak ada pada orang lain. Saking terbiasanya dan mudahnya sebuah nikmat sampai kepada kita, akibatnya menjadi biasa dan lupa mengucap syukur.
Pertemuan sore ini, semoga Allah menjaga dan menguatkan pundakmu ya, Kak. Malu dengan kondisi yang Allah berikan tapi masih banyak mengeluh, keadaan dan ujian orang disekitar kita rasanya tidak ada apa-apanya dengan apa yang diresahkan. 
Mereka yang diuji oleh Allah, nyatanya mereka adalah orang yang memang kuat dan mampu melewati setiap badai. Kehilangan secara satu persatu dari orang terdekat tentu bukan sesuatu yang mudah diterima, Tapi Allah menguatkan-Nya. Bahkan ia pun speechless dengan kasih sayang-Nya. 
Tidak banyak yang bisa diungkapkan, namun dapat merasuk ke hati dan menjadi ruang refleksi tanpa batas. Menjadi sebuah tekad untuk tegak dalam ketaatan, Istiqomah dan dituntun dalam kebaikan. 
Sabtu, 23 Maret 2024 / 12 Ramadhan 1444 H
9 notes · View notes
lilanathania · 4 months
Text
Tiga Dasawarsa
Lewat masa remaja, saya sudah tak pernah menunggu-nunggu momen ulang tahun. Logis saja, pertambahan usia sebetulnya terjadi setiap hari, mengapa harus dirayakan pada satu tanggal tertentu? Namun, khusus hari ini, saya ingin mengajak kalian semua merayakan ulang tahun saya yang ketiga puluh. Perayaan ala Lila, alias merayakan dengan tulisan.
Tumblr media
Sejak awal tahun 2023, entah mengapa saya sudah merasa sangat tidak sabar menunggu datangnya tanggal 7 November. Draft tulisan ini bahkan mulai pertama kali saya buat di bulan Maret! Saya sampai geli sendiri. Mungkin karena ini akan menjadi sebuah babak baru hidup saya sebagai manusia berkepala tiga.
Sebelum Anda semua mengucapkan selamat, sepanjang tahun ini saya sudah banyak mengapresiasi diri sendiri. Saya lihat, Lila sudah tumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Dengan segala tantangan hidup yang menerpa, saya selalu memilih untuk menjadi diri sendiri. Walau berkali-kali gagal dan jatuh, saya selalu bangkit dan melangkah lagi. Tentu tak lepas dari uluran tangan keluarga dan teman-teman yang ikut meminjamkan bahu serta mengusap air mata.
Mungkin seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan makin banyak merenung. Sepanjang tahun ini, saya kerap memikirkan target-target yang meleset, impian yang belum tercapai, dan kejutan-kejutan lain dalam hidup. Hari ini, saat ini, saya berada di satu kondisi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Jauh lebih baik dari apa yang pernah saya doakan, tapi juga jauh dari kata selesai.
Perjalanan hidup mempertemukan saya pada berbagai jenis orang. Boleh dibilang, saya sudah berjumpa dengan orang yang sangat tulus dan sangat jahanam :)) Di dunia profesional maupun pertemanan, saya sudah memperoleh banyak kebaikan, ketulusan, kejahatan, pelajaran, dan kenangan tak terlupakan. Semua itu memperkaya dan membentuk diri seorang Lila.
Tidak ada satupun yang saya sesali, semua pilihan dan keputusan membentuk saya menjadi pribadi yang seperti ini. Saya bersyukur bahwa dengan semua ujian yang ada, selalu ada orang-orang yang berdiri di samping saya. Sesulit apapun cobaan yang datang, pasti ada keluarga dan sahabat yang merangkul dan berkata, “Lila, kamu bisa.” Itulah yang saya pegang. Ketika dunia terasa begitu kejam, ada orang-orang yang percaya dan tahu semua niat serta isi hati terdalam.
Di usia 30 ini, saya justru merasa hidup masih begitu panjang. Ada sangat banyak hal yang masih ingin saya pelajari. Begitu banyak buku yang ingin saya baca. Berbagai macam budaya yang ingin saya resapi. Saya siap menjalani sebuah babak baru dalam hidup.
Di tahun ini saya juga mulai melihat hidup dengan cara yang sedikit berbeda. Dulu, saya banyak menunda bila merasa satu hal bisa dijalankan di masa depan. Sekarang, saya lebih suka melakukan sesuatu sesegera mungkin selama masih bisa (baik itu tentang pekerjaan, impian, hobi, hingga pertimbangan pilihan-pilihan sulit). Hidup sering mengingatkan bahwa sebuah momen tidak akan datang dua kali. Jika bisa sekarang, mengapa harus nanti? Carpe diem.
Refleksi ini sebetulnya teruntuk saya sendiri, tapi semoga menggema juga di hati. Semoga menjadi afirmasi untuk semua usahamu.
Kamu hebat.
Semua upayamu tak akan sia-sia.
Selamat!
19 notes · View notes
hmuyassar · 1 year
Text
'Iya kita buat plan buat masa depan, tapi itu jd arah untuk maksimalin sekarang aja. Jangan malah justru jadi hambatan untuk Himmah sekarang’
Begitu kira-kira yang dibilang mas-mas ketujuh, ketika aku iseng konsultasi soal plan akademik dan karir. Sedikit privilege jadi anak bungsu adalah; you got a free mentor. if your older sibling actually lucky and kind enough. 
Excuse yang kuberi ketika itu adalah, 'untuk menyusun motivation letter'. Seleksi S2 atau beasiswa dimanapun dan untuk kapanpun, pasti diminta motivation letter, personal statement, essay, you name it. Rencana dan arah yang jelas dibutuhkan untuk memoles tulisan itu dengan tetap menunjukkan keunggulan pribadi yang khas.
Diskusi berlanjut soal bagaimana motivation letter itu sebenernya 'lying at the basic level', yang kubales dengan tetap harus 'mixing the truth'. Etc etc.
Salah satu simpulannya, 'Himmah niatinnya ngambil S2 itu buat nuntut ilmu aja. Gausah terlalu fokus nanti mau jadi ini atau jadi itu. Nanti selama itu maksimalin yang bisa dilakuin, perkuat portofolio. Dengan sendirinya bakal ada opsi-opsi yang kebuka. Sekarang gausah terlalu dipusingin nantinya gimana gimana'. Yak, sebuah wejangan dari mahasiswa PhD yang belum pasti kapan balik ke Indo.
####
sekelumit kesimpulan yang  aku dapat dari refleksi atas pengalamanku setahun lalu ketika -akhirnya- menjadi international student di Edinburgh;
Seberapapun bagus dan indahnya mimpi yang kamu buat, angan yang kamu impikan, 
ketika kamu menjalaninya, pada akhirnya itu akan menjadi realita juga. 
realita yang sama dengan realita yang sedang kamu jalani ‘sekarang’. 
terlepas dari kondisi materiil yang melekat padanya nanti, serta emosi dan faktor apapun yang mungkin mempengaruhi persepsimu akan realita tersebut. 
Dalam artian, sebagaimana adanya realita, tidak pernah ada yang sempurna. Apalagi bisa memuaskan angan manusia yang tidak ada habisnya. 
Sehingga, mungkin... daripada menghabiskan dirimu sepenuhnya untuk satu saat yang belum tentu akan lebih baik dari saat ini, bahkan belum pasti akan datang atau tidak,
ada baiknya juga berfokus untuk membuat realita yang dihadapi saat ini, bisa sedikit - setidaknya- mirip dengan inginmu. Eh, a hard task, indeed. 
salah satunya bisa dengan cara; terus menerus mendengarkan kembali apa yang sebenarnya penting dan berharga untukmu sekarang. Sejauh mana ingin dan bahagiamu sejalan dengannya. Sejauh mana usahamu memprioritaskannya, sejauh mana kamu mengenal apa yang berada dalam kendalimu untuk mengusahakannya. Juga sejauh mana arah dan anganmu bisa memaksimalkanmu dalam memenuhi apa yang penting dan berharga itu. 
idk if that makes sense.
mungkin dengan itu kita bisa sedikit mengurangi kemungkinan penyesalan untuk realita yang sedang dan akan dijalani nanti. 
if you have difficulties to find the answers, dont forget that He will always kindly lead you.
yah itu aku sih. 
.
.
yang selanjutnya sedikit memancing penasaranku; jika demikian, seberapa indah sebenarnya surga? yang diakui bisa memenuhi semua angan manusia, hingga mungkin bisa merubah konsep kita akan realita. 
36 notes · View notes
hafidhulhaqq · 1 year
Text
Tumblr media
03
Kita tidak pernah tahu ke mana arah takdir kita berlabu. Tapi satu hal yang harus kita teguhkan dalam hati bahwa takdir serupa bayang-bayang yang tak pernah luput dari pijakannya. Alur cerita hidup pun sudah terajut rapi, tinggal bagaimana kita menyikapi.
Hamparan hari esok memang masih berkabutkan misteri, tak perlu menyibaknya dengan ketakutan dan kekhawatiran sebelum menjalani. Sebab, apabila kita terus menerka apa yang akan terjadi di kemudian hari, yang ada hanya kecemasan dan kegelisahan menyelimuti diri. Dan ingat, tidak ada yang lebih melelahkan ketimbang lari dari kegaduhan pikiran kita sendiri.
Islam datang mengajarkan arti sebuah ketenangan dari kerahasiaan takdir; melapangkan hati dari setumpuk ketetapan yang tak sesuai keinginan, juga melapangkan syukur atas segala keputusan yang selaras kemauan. Karena dalam kehidupan, selalu ada dua kemungkinan; kegembiraan yang Memanifestasikan senyuman atau muram tersungkur dalam kesedihan. Setiap dari kita memiliki jalur takdir untuk dilalui, bukan dihindari.
Takdir ialah pertautan antara kehendak Sang Kuasa dan ikhtiar seorang hamba. Makin dalam pemahamannya perihal takdir, makin teguh ia menghadapi kehidupan hingga akhir. Meyakini sepenuhnya bahwa segala bentuk ketetapan, adalah sebaik-baik pemberian, sekalipun di mata manusia berwujudkan keburukan. Maka kedepankan rasa percaya dan berbaik sangka kepada Sang Maha; bahwa Dia tak pernah salah, apalagi menzalimi hamba. Karena kepercayaan dan keyakinan sepenuh hati merupakan kunci dari ketenangan nurani. 
Perkataan Rasulullah ini mungkin bisa menjadi refleksi dari kegamangan hati tentang bagaimana sebaiknya menyikapi suratan ilahi,
“Sangat menakjubkan bagi orang mukmin. Sungguh, seluruh urusannya itu baik baginya, dan hal itu tidak akan terjadi, kecuali bagi seorang  yang beriman. Apabila mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Apabila ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu juga baik baginya." (HR Muslim).
-----
55 notes · View notes
drprawedha · 3 months
Text
13/366
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer
Sekedar mengingatkan betapa diri ini dahulu sangat suka dengan surat, buku dan segala artifak yang mengingatkan pada sosok seseorang. Terlepas cenderung suka atau tidak dengan nya.. Dan begitu juga kegiatan menulis dan menggambar coretan coretan untuk nanti ditularkan ke anak cucu. Sungguh cita-cita terbesar adalah menyebarkan ilmu itu bermanfaat hingga nanti menjadi jalan ketika diliang lahat.
Dari banyak cerita soal hidup, yang berperang sebagai seorang yang melankolis. serta menjadikan sarana menulis untuk sekedar berbicara kepada diri sendiri. mengingatkan dahulu sejak masa sekolah, berawal dari kegiatan menulis mengenai otak dan kecerdasan. kemudian berlanjut pada perang nan segala ketidak adilan serta protes-protes masyarakat terhadap pemerintah yang berkuasa. dan pula kebencian saya terhadap candu ( yang dalam hal ini disebut agama dan cinta ). Hingga kini semua terangkum dalam tulisan yang tertulis di buku yang diberi nama .......... 
Hingga sekarang telah lahir beberapa buku yang ditulis dengan tinta dan akan terus berlanjut hingga denyut nadi membisu di sebuah peti berukirkan"bersamanya telah tiada seorang revolusioner". Begitulah sekelumit impian receh yang pernah diperjuangkan dahulu. 
namun dalam tulisan ini inginnya tak akan membahas banyak mengenai diri sendiri (nun ternyata 100% narsisitasnya berkata demikian). pun pula patut diapresiasi atas usaha dalam menuliskan beberapa pesan kepada (?). Aku suka dengan tulisan sesiapa. Aku suka dengan cara pandang sesiapa dalam melihat dunia. Aku suka cara pemilihan kata yang menandakan sesiapapun itu manggunakan perasaan dan pikirannya yang mendalam dalam menulisnya. 
Namun memang tak bisa dipungkiri, Dalam bahasa yang lebih melankolia, kurasa. Refleksi dari buku buku yang dibaca sedikit banyak berpengaruh terhadap mindset yang kau sajikan kepada (?). Memang tak bisa melarang bahasa yang terpengaruh puitis khas melankolis. Atau cara seseorang menulis yang statis lagi mencari-cari arti selanjut makna. Dari perasaan yang kadang kau sibukkan untuk memenuhi nadi nadi goresan. Memang kadang terasa penat untuk membaca. Apalagi ketika dikau menyelipkan sebuah buku dengan aliran romantisme lainnya. Duh.. tapi Don't judge the book by cover. Aku membaca.
Namun, dari semua cerita yang disampaikan kepada (?). Aku mengerti. untuk menerima segala keabsurdan yang menjangkit jiwa lelaki ini. Butuh sebuah intuisi pendamping yang rela dengan tulus menerima segala hal yang ada didalam diri.
Kita mengetahui banyak dari teman akrab kita. Menjadi dekat karena dengan ketulusan mereka mau mentolelir kekurangan kita. sembari menyeimbangkan dengan nasehat nasehat bermunajatkan cinta yang kerap kita anggap acuh dan sok care buat dibahas. Namun ketahuilah, dalam cinta. Kita selalu menarik sesuatu yang sefrekuensi dengan kita. Kita akan sangat susah untuk memaksakan orang untuk sefrekuensi kecuali orang tersebut memiliki Visi yang berdasarkan dari pemikirannya. Namun bukan berarti perasaan saya nafikkan disini. Tentu tidak. Perasaan yang akan menghiasi ikatan tersebut. Bagaikan Rantai emas yang menjaga agar lampu kristal yak terjatuh dan pecah dari gantungannya. 
Begitulah sekelumit pesan yang aku sampaikan. Pahamilah setiap diksi, buka segala pintu yang mendekatkan pada kebenaran. karna sesungguhnya tak ada maksud lain dariku selain untuk membukakan jalan baru bagimu melihat sisi lain dunia (?). 
Et lux in tenebris lucens, et deducet in spe, Dear.
From Solo, With Love..
In Memoir of Me (2013)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
11 notes · View notes
babblingpipit · 1 year
Text
Vibes
Sepanjang karirku, ada orang-orang yang perannya adalah buat ga suka sama aku meskipun di titik itu hierarkinya lebih tinggi dari aku, entah itu guru, dosen, scientist yang lebih senior, bos. Orang-orang ini, secara umum, adalah mereka yang aku pengen punya kesan baik di mereka, karena secara langsung atau tidak langsung, it matters right? Karir kedepannya akan bergantung dari persepsi ‘atasan’ atas kinerja kita.
But it simply is not true. Ada orang-orang yang emang akan drag you down, entah karena merasa terancam, atau ga cocok vibesnya, atau ya simply they are not a nice person aja. Sekarang aku sadar kalo gabisa semua orang akan selalu cocok sama aku, dan kadang orang ini adalah atasan yang kemudian bikin aku khawatir apakah penilaiannya mempengaruhi karir aku kedepannya.
Ternyata ngga loh. 
Akan ada atasan yang cocok sama kamu, percaya sama potensial kamu, dan di saat itulah karir kamu akan berkembang. Ga usah pusing ngambil hati atasan yang udah ada persepsi buruk tentang kamu, malah lebih baik tinggalin lebih cepat biar cepet juga nemu yang lebih cocok.
Ini aku nulis gini karena abis meeting di sebuah group yang kayanya vibesnya off dan ga cocok di aku. Udah beberapa kali hadir tapi selalu ga nyaman aja, aku somehow ngerasa selalu dijudge kurang. Aku jadi refleksi apakah emang akunya kurang. Tapi pas sebelum meeting yang ini aku meeting sama orang lain (yang sama-sama seniorlah ya) dan dia puji progressnya dan bahkan bilang kok hebat bisa settled in cepet dan berprogress. Aku inget pernah jg dibilang hasil risetnya kurang didepan umum, pas lagi presentasi, sama profesor yang udah senior dan respected banget. Tapi toh supervisorku yang ga kalah respected pun happy-happy aja.
It is okay to walk in your own lane. You worry about what they think about you because you respect them and their judgements. But people are often wrong and biased, don’t put them all in a pedestal. Just keep doing what you do, take the criticism, but if you found it is not constructive, leave it and be okay to not work with them anymore. There will be better things coming.
27 notes · View notes
kaktus-tajam · 3 months
Text
Dakwah dengan Data
“Selamat kak...setelah melalui beberapa proses penilaian Karya Tulis kak Habibah terpilih menjadi 10 Tugas Akhir Terbaik angkatan 13.”
Suatu pesan masuk dari kakak pengurus sekolah pemikiran islam (SPI), beberapa hari sebelum acara puncak (rihlah).
Haha tidak menyangka. Alhamdulillah.. biidznillah.
Langsung kilas balik ke awal semester 1, kepala SPI (Ustadz Akmal) memesankan kami bahwa tugas karya tulis di SPI ini salah satu tujuannya adalah: dapat menjadi landasan ketika diundang jadi pembicara, ngisi materi dan berargumentasi di forum, atau bahkan berdebat.. kita memiliki data, kita punya kajian ilmiah.
Nampaknya beliau bicara dari jam terbang dan pengalaman menghadapi para aktivis islam liberal dan pengalaman keliling menjadi narasumber ya.. bahwa ternyata dakwah tidak boleh tanpa data.
“Misal kita bilang film Barbie itu propaganda feminisme, mana ulasan yang bisa jadi buktinya? Mana datanya? Kajian risetnya?”
“Misal kita bilang buku Secrets of Divine Love itu kontroversial. Lalu dimana letak salahnya yang perlu dikritisi?”
Wah denger itu aku tuh jleb. Berat sih ya. Tapi penting ya. Sebagai yang sama-sama memiliki latar belakang pendidikan di sains (beliau S1 di ITB), jadi menarik. (Oh ya dua topik di atas sudah ditulis oleh teman SPI saya).
Akhirnya itulah salah satu poin yang menjadi motivasiku.
Sempet ragu? Iya. Tentunya. Sempet banyak bertanya, ini sudah benar belum ya? Kalau aku salah malah dianggap diskriminatif tidak ya haha.. dan lain-lain.
Tapi ternyata paling penting bertanya: kira-kira… Allah ridha tidak ya?
Akhirnya sembari meluruskan niat, aku refleksi ulang. Mengingat keresahanku yang hendak studi S2 (walau masih proses cari LoA).. dan pernah takut sendiri: gimana yaa kalau nanti malah involved di suatu research yang produknya dipakai untuk hal-hal buruk? Teknologinya disalahgunakan untuk melanggar aturan Allah?
Akhirnya lahirlah satu paper tentang dilema etika pada metode pencegahan HIV/AIDS, dari perspektif Barat yang sekular dan perspektif Islam.
Selama prosesnya benar-benar menikmati kesusahan menulis (yang akhirnya sampai 20an halaman juga), kesulitan menurunkan abstraksi pikiran dalam tulisan. Mungkin aku keenakan menulis lepas di Tumblr, atau menulis receh di X, yaa? Hehe astaghfirullah. Semoga yang di sini pun bisa menjadi amal jariyah.
Bismillah. Meminta kepada Allah swt. sebagai Yang Memiliki Ilmu, Al-‘Alim. Meminta kepada Yang Memberikan Hidayah dan Petunjuk.
Alhamdulillah Allah berikan kakak pembimbing yang luar biasa beserta beberapa rekomendasi buku authoritative yang bisa dijadikan rujukan, teman-teman diskusi, bahkan inspirasi tokoh-tokoh.
Hari H presentasi deg-degan! Padahal dibanding penyuluhan, dibanding forum di kampus, ini hanya forum kecil. Malah terasa sedang sidang ya haha.
Bersyukur ternyata selain apresiasi, Ustadz Akmal menegaskan kembali apa yang kusampaikan, memberikan highlight hal-hal yang penting. Pertanyaan dari teman-teman juga menambah khazanah pribadi tentang hal-hal yang belum kupikirkan.
Semoga Allah ridha dengan karya kami. dan semoga karya tersebut bermanfaat untuk ummat. Semoga Allah berikan taufiq agar karya kami jadi awal untuk karya-karya lainnya. Menjadi angin sejuk dalam musim semi peradaban Islam, menjadi karya yang menghidupkan jiwa umat yang sedang tertidur, dan menjadi bingkai kokoh dalam kebangkitan umat.
-h.a.
Sebuah kata pengantar. Hehe. Tunggu rilisnya(?).
Tumblr media Tumblr media
13 notes · View notes
aerahmahnia · 4 months
Text
Dear Mother & Parent Version of Myself.
Untuk diriku, ini sebuah pengingat untukmu di masa depan.
Jika kamu ditakdirkan untuk menjadi seorang Ibu serta orang tua dan membaca tulisan ini di beberapa tahun mendatang, tolong diamalkan dan ditanamkan:
1. Anakmu bukan asetmu, dia titipan Allah yang dihadirkan untukmu & pasanganmu didik & bimbing sampai usia dia sudah sadar dan dewasa untuk memilih jalan hidupnya.
2. Jangan pernah tuntut anakmu untuk memenuhi ego masa lalumu. Biarkan ia tumbuh, bermimpi & menentukan masa depan terbaiknya. Ia hidup bukan untukmu, dia dihadirkan ke dunia dengan perannya sendiri dan jangan bebankan ia untuk memenuhi ego orang tuanya.
3. Terkait pendidikan, di usia 7-16 tahun berikan ia opsi-opsi sekolah yang menurutmu & pasangan baik. Atau tanyakan padanya ingin sekolah dimana, ajak ia berdiskusi dan terbukalah terkait keadaan keuangan keluarga dan jelaskan dengan gamblang resiko yang ia akan hadapi terkait pilihannya. Jangan memaksakan kehendakmu, biarkan anakmu memilih dimana tempat pendidikan yang akan menunjang mimpi besarnya.
4. Hadirlah sebagai orang tua yang bisa diajak berpikiran terbuka dan asyik untuk anakmu. Kewajibanmu adalah memberikan haknya untuk merasakan hidup yang baik, pendidikan yang baik, dan kasih sayang yang penuh. Berbagilah peran dengan pasanganmu untuk bisa memenuhi hak anak-anakmu.
5. Jika anakmu sudah mencapai usia dewasa & sudah bisa menafkahi hidupnya sendiri, jangan pernah menuntut balas budi dari anakmu atas hak-hak yang memang sepatutnya ia dapatkan. Tanamkan padanya untuk mengutamakan kebahagiaan & kecukupan atas dirinya sendiri terlebih dahulu.
6. Jangan pernah membanding-bandingkan kemampuan antar anakmu, apalagi membandingkan kemampuan anakmu & anak orang lain. Setiap anak dihadirkan ke dunia dengan kelebihan & keterbatasannya masing-masing. Tugasmu & pasangan untuk bisa mensupport & mengasah kelebihan yang anakmu miliki.
7. Jangan pernah menuntut selalu dibahagiakan oleh anakmu. Bahagiamu adalah tanggung jawabmu sendiri, bukan tanggung jawab anakmu.
8. Apresiasi & konsekuensi harus diberikan selayaknya kepada anakmu. Kalau ia salah, hukum dan berikan ruang refleksi diri bersama. Sebaliknya kalau ia sudah melakukan kebaikan, sekecil apapun itu ia patut diapresiasi.
9. 3 kata ajaib jangan lupa untuk selalu diterapkan. Tolong saat kamu merasa butuh bantuan, maaf jika memang kamu berbuat kesalahan, dan terima kasih untuk segala upaya baik yang telah anakmu lakukan. Kamu manusia, tempatnya berbuat salah & dosa. Jangan malu ataupun gengsi meminta maaf kepada anakmu atas kesalahan & ketidakmampuanmu.
10. Terbukalah tentang masalah & perasaan apapun yang kamu rasakan kepada pasangan & anakmu. Keluargamu harus tumbuh bersama walaupun peran yang dimiliki masing-masing. Tumbuhkan kebiasaan dan ruang diskusi yang hidup di tengah-tengah keluarga.
Apa-apa yang kamu rasakan tidak layak kamu dapatkan di peranmu sebagai anak, cukup berhenti di kamu. Sakit dan capek hati tidak sepatutnya dimakelarin.
Semoga engkau & pasanganmu diberikan kecukupan, kekuatan dan kemampuan untuk bisa menciptakan keluarga berdasarkan perintah Allah SWT dan selalu dinaungi keberkahan-Nya. Aamiin.
Surabaya, 30 Desember 2023
From not so adult & unmarried version of myself ehe.
8 notes · View notes
zhriftikar · 10 months
Text
Beberapa pekan lagi sedang sukaaa sekali mengulik literatur ilmiah dan menuliskannya menjadi sebuah artikel. Rasanya seperti masuk ke sungai yang airnya jernih, yang membuat betah beralama-lama di sana. Sekalinya masuk, susah sekali untuk move on. Sekalinya punya ide, rasanya harus cepat-cepat dituangkan bahkan sampai jauh malam. Padahal sudah lama sekali saya tidak begadang.
Menulis artikel ilmiah populer ternyata jauuuh berbeda dengan menulia refleksi di blog atau di tumblr. Tapi entah kenapa, justru saya merasa lebih sulit menulis tulisan reflektif dibanding artikel ilmiah populer.
Dalam hemat saya, artikel ilmiah populer sejatinya 'hanya' perlu banyak baca dan mengasah skill menulis. Sedangkan tulisan reflektif far more complicated. Butuh hati yang bersih, ruhiyah yang terjaga, ibadah yang khusyu', dekat dengan Al-Quran, dan sederet makanan batin lain untuk bisa menulis di blog ini. Maka apabila blog atau tumblr ini jarang update, bisa jadi karena kebutuhan batin tersebut tidak terpenuhi.
*****
Somehow, banyak bersinggungan dengan hal-hal ilmiah entah kenapa membuat jiwa terasa 'kering'. Saya tidak bisa dengan leluasa menuangkan dalil atau hasil tadabbur dalam tulisan saya. Jadi tulisan itu pun rasanya hanya di permukaan saja, tidak masuk ke dalam jiwa.
Sama juga dengan ketika dulu sekolah. Rasa-rasanya belajar ketika mau ujian justru membuat batin kering. Harus benar-benar diiringi dengan ibadah yang banyak supaya jiwa tetap hidup.
Padahal yang saya pahami, ilmu memiliki akar kata yang sama dengan 'alamah' atau tanda. Ilmu sejatinya adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka mestinya, semakin kita masuk ke dalam ilmu, semakin kita bisa merasakan kemahabesaran Allah. Semakin kita bisa merasakan betapa agungnya Allah, semakin kuat iman kita, semakin tinggi taqwa kita, semakin besar ketaatan kita pada Allah.
Kenapa bisa begitu kontradiktif ya? Apa yang salah ya?
Yuk kita diskusi.
18 notes · View notes