Tumgik
#the rose au
juicy-moonrose · 1 year
Text
Tumblr media
Chapter [ 4 ]
2022
Rumah Letta
Letta menuruni anak tangga di rumahnya dengan terburu-buru, saat sampai di bawah dia langsung menuju dapur, dan melihat Nando sang adik, duduk di salah satu kursi pantry yang sedang sibuk dengan Laptop di hadapannya.
“Weekend gini masih sibuk sama kerjaan aja.” Gumam Letta saat melirik layar Laptop Nando yang dilayarnya seperti menampilkan bagan perusahaan, entah lah apa itu Letta tidak begitu mengerti.
“Ayah sama Bunda kemana?” Tanya Letta ketika menyadari tidak ada kehadiran kedua Orang Tuanya.
“Bunda lagi ngurusin catering, Ayah biasa habis anter Bunda main golf sama temen-temennya.” Jawab Nando.
“Mau jalan Kak?” Tanya Nando setelah melihat penampilan Letta yang super duper rapih.
“Ho’oh, kayak biasa.” Jawab Letta.
“Ohh, ngedate sama Mas Dylan?” Tanya Nando tersenyum jahil.
“Apa kata lo Dek!” Kata Letta sambil memutar kedua bola matanya, merasa jengah karena orang-orang terdekatnya selalu berkata seperti itu.
“Lo berdua itu sebenernya kayak gimana sih?” Tanya Nando penasaran. Dia jadi mengalihkan perhatiannya ke Letta, satu-satunya makhluk hidup yang paling jahil dan ga mau kalah dengan dirinya. Tapi jangan salah, Nando sangat menyayangi saudara perempuan satu-satunya ini.
“Kayak gimana apanya?” Letta sebenarnya mengerti arah pertanyaan Nando, tapi dia hanya berpura-pura tidak mengerti.
“Kalian udah temenan lama banget, masa ga ada kemajuan dalam status hubungan?” Lanjut Nando.
“Ga ada ya Nan, Gue sama Dylan cuman sahabatan—” Ucapan Letta terpotong oleh tawa dan ucapan Nando.
“Hahaha cewek-cowok sahabatan, ga mungkin salah satu dari kalian ga ada yang punya perasaan lebih dari sahabat. Apalagi kalian sahabatan udah lama banget, berapa tahun?” ucap Nando.
“Lima Tahun” Jawab Letta singkat.
“Nah!! Lima Tahun bukan waktu yang singkat. Gue sama Aira aja yang tadinya temen berantem, sekarang malah jadian.” Lanjutnya. Setelah berkata seperti itu Nando kembali ke kerjaannya dan hanya melirik Letta, melihat perubahan wajah Letta.
“Puas banget bikin Kak Letta mikir, hahaha.” Gumam Nando dalam hati.
Sebenarnya mereka berdua sama-sama jahil, semakin mereka beranjak dewasa, malah Nando yang makin sering menjahili Letta, ya contoh kecilnya seperti tadi.
Sementara itu Letta hanya terdiam dan memikirkan semua ucapan Nando, tidak lama dari itu terdengar suara mobil. Letta pun mengenali suara mobil tersebut dan beranjak dari dapur sekalian menghindari Nando yang seringkali berkata blak-blakan.
Letta pun membuka pintu kayu rumahnya, saat pintu terbuka ,dan terlihat Dylan yang sedang masuk ke pekarangan rumahnya, kemudian berjalan menuju Letta yang tiba-tiba berdiri terpaku di teras rumahnya.
***
Letta Pov. Start
“Huh Nando ngomong apa sih?” gumam Gue dalam hati.
“Tapi omongan tuh anak ada benernya juga sih. Sial! Gue jadi kepikiran!” Lanjut Gue.
Gue melihat benda cantik yang melingkar di pergelangan tangan Gue, gelang pemberian Dylan. Entah ini barang yang keberapa yang diberikan olehnya, terlalu banyak barang yang dia berikan, “Apa iya Dylan ada perasaan ke Gue? Atau justru Gue?” Gue menggeleng untuk menghilangkan pikiran yang terlintas tadi. Kemudian terdengar suara mobil dari depan rumah, suara mobil yang sangat Gue hapal.
“Dylan!” Gumam Gue senang, Gue pun melangkah keluar untuk menghampirinya, pas Gue udah sampai di pintu depan dan buka pintu, Gue ngeliat Dylan dengan kemeja putihnya yang bergaris-garis hitam berjalan ke arah Gue. Ga tau kenapa Gue jadi terpaku melihat penampilan Dylan yang seperti itu, padahal Gue udah sering ngeliat dia dengan style seperti saat ini.
“Hey, kamu kenapa? Sakit?” Suara Dylan membuyarkan lamunan sesaat Gue tadi.
“Hah— I’m ok.” Jawab Gue setelah sadar kalau Dylan sudah berdiri di hadapan Gue. “Huh! Kenapa tiba-tiba Gue jadi salting gini.” Guman Gue dalam hati.
“Mau langsung?” Tanya Gue untuk mengalihkan ke-saltingan Gue.
“Sebentar ya, mau ketemu Nando dulu. Gapapa kan, nunggu sebentar?” Kata Dylan.
“Gapapa.” Jawab Gue singkat.
Dylan melangkah masuk membelakangi Gue, tapi tiba-tiba dia berbalik dan berjalan mendekat ke Gue.
“Kamu cantik banget hari ini.” Ucap Dylan dengan senyuman khasnya, lalu dia kembali berbalik, dan melangkah menghampiri Nando yang masih ada di dapur.
Ucapan Dylan barusan membuat Gue kembali terpaku. Gue ngerasa muka Gue mulai memanas dan memerah, “Sialan! Gara-gara omongan Nando tadi nih pasti!!” Dumel Gue dalam hati.
Gue mengekori Dylan ke dapur, mengambil segelas air dingin, dan langsung menegaknya hingga habis.
Gue memperhatikan Dylan dan Nando yang sibuk menatap Laptop dihadapan mereka, dan mata Gue berhenti ke sosok Dylan yang berdiri di sebelah Nando.
“Kayak ada yang beda dari Kamu.” Kata Gue dengan mata Gue yang masih ngeliat ke arah Dylan.
“Kamu— cat rambut lagi?” Tanya Gue, ketika menyadari perubahan rambut Dylan kembali menjadi hitam.
“Iya, di tegor Papa. Hehe.” Jawab Dia dan kembali lagi sibuk membantu Nando.
“Lagian udah dikasih tau belagu.” Kata Gue yang masih memperhatikan Dylan.
Kerena merasa bosan, akhirnya Gue meninggalkan mereka berdua, dan menunggu Dylan di ruang tamu. Entah apa yang mereka bicarakan, urusan para pewaris perusahaan keluarga.
“Udah ngerti?” Samar-samar terdengar suara Dylan yang bertanya ke Nando.
“Udah, makasih Mas, Gue ga tau gimana kalo lo ga bantuin.” Jawab Nando.
“Gue jalan dulu ya.” Kemudian terdengar Dylan pamit ke Nando.
Gue merasakan kehadiran Dylan dibelakang Gue, “Yuk.” Ajak Dylan sambil mengelus pucuk kepala Gue dengan lembut dan Gue merasa ada yang berbeda saat Dylan melakukan hal tersebut.
“Lah malah diem, ayok cantiknya Dylan.” Ucap Dylan, membuat Gue sempat tersipu karena ucapannya.
“Aku tuh emang cantik dari lahir, hohoho.” Kata Gue sambil mengibaskan rambut panjang Gue yang terurai.
“Hahaha, terserah kamu deh Lett,” ucap Dylan tertawa, “ayok, nanti keburu kesiangan.” Ajak Dylan.
***
Gue dan Dylan berangkat menuju ke Toko Furniture langganan Dylan, hari ini Gue bakal bantu Dylan untuk rapih-rapih di apartemen barunya. Yup, mulai minggu depan Dylan akan pindah ke apartemennya sendiri, dia sudah tidak tinggal dirumah Jeff. Begitu pula dengan Jeff, dia juga akan pindah ke apartemennya sendiri yang masih satu gedung dengan Apartemen Dylan.
Jadi, untuk sementara rumah Jeff bakal kosong sampai ada penyewa yang menempatinya. Bakal sepi nih ga ada mereka, apalagi ga ada Dylan yang biasanya kalau weekend pagi selalu ngajak Gue buat jogging.
Gue pun menatap keluar jendela mobil Dylan, menyelam dalam pikiran Gue sendiri, dan tanpa Gue sadari ternyata sejak tadi Dylan memperhatikan Gue.
“Letta, kamu kenapa?” Tanya Dylan khawatir dan membuyarkan lamunan Gue.
Gue menoleh dan tersenyum tipis menatap Dylan, “Aku gapapa.” jawab Gue.
“Yakin? Dari tadi kamu diem aja soalnya, lagi badmood? Apa kita batalin aja rencana hari ini?” Tanya Dylan berkali-kali.
“Yakin, aku lagi ga badmood juga, dan jangan coba-coba batalin rencana hari ini, nanti aku bakal marah sama kamu selama seminggu.” Jawab Gue dan ga tau kenapa, Gue ga mau hari ini kita batal jalan, huhuhu.
“Emang kamu bisa jauh-jauh sama aku selama seminggu?” Ucap Dylan memperlihatkan senyum smirk-nya.
“Hehe ga bisa sih, tapi kamu juga ga bisa jauh-jauh dari aku selama seminggu kan? Ahh jangankan seminggu sehari aja ga bisa, hahaha.” Ucap Gue sambil tertawa lepas.
“AAAWWW!!! Sakit Dylan!!” Gue teriak kesakitan, karena tiba-tiba Dylan mencubit pipi Gue dengan kencang.
“Hahaha, kamu tuh pinter banget ngejawab.” Kata Dylan ga ada rasa bersalahnya sama sekali ke Gue.
“Sakit.” Gumam Gue sambil mengelus pipi Gue dengan tangan sendiri.
“Maaf, kekencengan ya?” Tanya Dylan sambil mengelus pipi Gue dengan lembut.
“Masih nanya lagi,” kata Gue, lalu mengambil tangan Dylan yang mengelus pipi Gue dan menggenggamnya.
Kita berdua emang sedeket ini dan menurut Gue ini adalah hal yang biasa. Tapi ga tau kenapa akhir-akhir ini tatapan, perlakuan, bahkan ucapan Dylan agak berbeda dari biasanya, kalau kata Katty sih dari dulu dia emang gitu, tapi Gue-nya aja yang baru peka dan denial.
Jadi kepikiran lagi sama omongan Nando pas dirumah tadi, Gue menatap Dylan yang sedang berkonsentrasi mengendarai mobil dengan satu tangannya. Gue pun berniat bertanya, tapi dihentikan oleh nada dering handphone Dylan.
Leo Calling…
“Si garong ganggu aje…” Dumel Gue dalam hati.
“Leo tumben nelpon, aku angkat dulu yah.” Ucap Dylan dan melepas genggaman tangan Gue untuk mengangkat telepon dari Leo dengan mode speaker.
“Kenapa bro?” Sapa Dylan setelah panggilannya tersambung.
“Eh bray, nanti habis nge-date sama Letta, Lo langsung mampir ke Cafe—” Kata Leo dari seberang sana dan langsung di potong oleh Dylan. Gue pun langsung menoleh ke Dylan setelah mendengar kalimat dari mulut besar Leo.
“Speaker Leo, ada Letta di sebelah Gue.” Ucap Dylan memotong perkataan Leo dan terlihat telinganya memerah, lalu membuang wajahnya, dan menghindari tatapan Gue, kemudian suasana diantara kita menjadi awkward.
“Oh— sorry sorry, hihihi.” Terdengar suara cekikikan ala Leo.
“Yaa!! Kenapa deh lo nelpon-nelpon, ganggu Dylan lagi nyetir aja!!” Tegur Gue berusaha untuk mencairkan suasana di antara kita berdua.
“Itu— maksud Gue, nanti habis kalian beberes di apart, jangan lupa mampir ke Cafe, mau ada perform band baru disini, udah itu aja.” Kata Leo.
“Itu doang?!” Tanya Gue ke Leo dengan sewot.
“Iya.” Jawab Leo singkat, dia ga tau aja gara-gara mulut besarnya, Gue sama Dylan jadi awkward .
“Lo kan bisa chat aja ke Dylan, ga usah nelpon-nelpon segala garoooong!!!” Ucap Gue.
“Suka-suka Gue Violetta Dara Pramudya, ga usah ngatur-ngatur, emangnya lo siapanya Dylan?” Balas Leo dengan mulut besarnya.
“Leonard Yudhistira Pramudya, bacot lo tolong di kontrol!” Akhirnya Dylan bersuara dan Gue baru denger Dylan manggil nama panjang Leo. Dia langsung memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak, Gue pun menatap Dylan tanpa berkedip.
“Jangan dipikirin omongan Leo barusan.” Katanya dan kembali menatap jalanan.
Selama di sisa perjalanan, kita berdua hanya terdiam. Gue baru kali ini liat Dylan marah, selama lima tahun kita temenan, dia ga pernah marah kayak tadi soalnya.
***
Toko Furniture
Akhirnya kita sampai di Toko Furniture langganan Dylan, dia langsung bertemu dengan Ownernya dan melihat-lihat hasil pesanannya yang sudah jadi. Sambil nunggu Dylan, Gue pun berkeliling di dalam toko, melihat-lihat barang yang dijual disana.
Ternyata toko ini ga cuman jualan furniture aja, mereka juga jual hiasan-hiasan unik, ala-ala aesthetic gitu, dan mata Gue tertarik dengan salah satu lampu meja, design-nya itu semacam jeruji besi yang dibentuk kayak botol wine, dan di dalamnya ada lampu bohlamnya. Gue pun cukup lama melihat lampu meja tersebut.
“Buat kado pindahan Dylan kali ya?” pikir Gue, “Dia kan suka banget yang unik-unik kayak gini, pasti dia suka Gue kasih ini.” Pikir Gue lagi.
Akhirnya Gue memutuskan membeli lampu meja tersebut, Gue ngeliat Dylan yang masih sibuk dengan si Owner, diam-diam Gue langsung ambil lampu meja tersebut untuk dibawa ke kasir, dan ga lupa Gue mengambil kotak kado sebagai tempatnya.
Dengan cepat kilat Gue membayar dan meminta staff kasir untuk segera memasukkan ke dalam tas belanja.
“Makasih mba.” Kata Gue tersenyum ke staff kasirnya setelah Gue menyelesaikan transaksi dan kebetulan Dylan sudah selesai dengan urusannya.
“Gimana pesanan kamu?” Tanya Gue ketika Dylan berhadapan dengan Gue.
“Udah bisa langsung diambil, terus langsung dipasang deh.” Ucap Dylan senang. Dia sangat puas dengan hasil pesanannya dan itu membuat mood-nya kembali membaik.
“Kamu beli apa?” Dylan sadar Gue lagi nenteng-nenteng tas belanja dan penasaran dengan apa yang Gue beli.
“Pajangan buat di kamar.” Jawab Gue asal.
“Aku selesaiin sisa pembayaran dulu sama masukin pesanan aku ke mobil, kamu duduk dulu aja di sofa sana.” Kata Dylan sambil menunjuk sofa yang tersedia di Toko tersebut.
“Ok.”
“Gapapa kan nunggu sebentar lagi?” Tanya Dylan.
“Gapapa.” Jawab Gue, Gue pun akhirnya duduk di sofa tersebut.
Sambil nunggu Dylan lagi, Gue membuka handphone dan melihat-lihat Timeline social media Gue. Pas Gue lagi geser-geser layar handphone, tiba-tiba ada notifikasi chat masuk, dan langsung membuka notifikasi tersebut tanpa melihat siapa pengirimnya.
Jonathan Hi!
“Jonathan?” gumam Gue setelah membuka chatnya dan melihat nama yang tertera di sana, sambil mengingat-ingat nama tersebut, nama yang ga asing bagi Gue.
“Ohh Jona festival!” Seru Gue setelah inget cowok nyebelin yang ketemu pas The Rose performance di festival akhir bulan lalu.
“Siapa Jona?” Tanya Dylan yang sudah selesai dengan urusannya tadi dan ternyata langsung nyamperin Gue.
“Nobody,” jawab Gue agak panik, Gue ga tau kenapa jadi panik, “udah selesai?” Tanya Gue untuk mengalihkan perhatian Dylan.
“Udah, oiya ini kan udah mau lunch, kamu mau mampir makan dulu atau pesen delivery aja?” Tanya dia sambil duduk disebelah Gue dan reflek Gue masukin handphone ke dalam tas.
“Pesen delivery aja kayaknya, biar sambil nunggu makanan dateng, kita beres-beres apart kamu.” Jawab Gue.
“Kalau gitu jalan sekarang aja, biar cepet selesai, biar cepet berangkat ke cafe-nya Leo.” Kata Dylan sambil berdiri. Tanpa banyak bicara dia ambil tas belanja Gue, lalu menentengnya, dan ga lupa gandeng tangan Gue.
***
Apartemen Dylan
“Makasih ya Pak, ini ada sedikit ongkos.” Terdengar suara Dylan dari pintu apartemennya ke ruang tengah tempat Gue ngeliat beberapa kardus besar berisi barang-barang Dylan, dia berbicara dengan salah satu satpam gedung Apartemen yang membantunya untuk angkut-angkut barang.
“Barang kamu banyak juga ya.” Kata Gue saat Dylan berjalan ke tempat Gue berdiri.
“Yah ini juga beberapa udah aku loakin, tapi kayaknya masih banyakan barang kamu deh.” Katanya.
“Hahaha bisa aja kamu, kita mulai dari mana nih?” Tanya Gue dan kayaknya Dylan juga bingung mau mulai dari mana.
Akhirnya Dylan memutuskan untuk merakit meja dan kursi terlebih dahulu, merapikan rak yang dia pesan di Toko Furniture tadi, baru membongkar barang-barangnya yang ada di dalam kardus.
Setelah cukup lama kita beberes dan menata barang-barang, akhirnya ruang tersebut terlihat rapi dan lowong, tidak seperti tadi banyak kardus-kardus besar yang menumpuk.
“Laper—” Keluh Gue sambil rebahan di karpet yang ada di lantai dan Dylan mengambil duduk di sebelah Gue yang lagi rebahan.
“Oiya, kita belum pesen makanan ya? Hahaha,” Dylan tertawa dan mengambil handphone-nya untuk memesan makanan, “Mau makan apa Lettanya Dylan?” Tanya dia, ya ini yang Gue maksud ucapan dia yang berbeda, “Cantiknya Dylan,” “Kesayangannya Dylan,” “Lettanya Dylan.” Gue sebenarnya berusaha mengabaikannya, tapi kalau terlalu sering, Gue jadi kepikiran juga, bahkan beberapa kali Gue sempat berharap lebih.
“Hmmm, apa aja deh, yang penting enak dan mahal, hehehe.” Jawab Gue.
“Okk.” Dylan pun sibuk dengan handphone-nya untuk memesan makan siang dan Gue berdiri dengan malas, untuk mengambil handphone Gue yang ada di dalam tas.
Gue pun melihat layar handphone lalu terlihat ada dua chat dan tiga missed call dari orang yang sama, “Jona.” Ucap Gue dalam hati.
“Tadi kayaknya ada yang telepon ke hp kamu, pentingkah sampe tiga kali kalo ga salah?” Tanya Dylan yang masih sibuk memilih makan siang.
“Nothing, paling nawarin credit card. Hehe.” Jawab Gue dan berusaha mengabaikan isi chat Jona.
Jonathan Yuhuu Letta?
Jonathan Kok di read doang?
“Huhh!! Berisik amat nih cowok!! Mana Gue lupa ngedit foto dia lagi, nanti deh Gue balesnya.” Gumam Gue dalam hati.
Setelah selesai cek handphone dan menaruhnya lagi di dalam tas, Gue mengambil tas belanja yang berisi lampu meja yang Gue beli tadi untuk diberikan ke Dylan dan menyerahkannya.
“Nihh buat kamu.” Kata Gue menyodorkan tas belanja tersebut dan mengambil duduk disebelah Dylan.
“Ini bukannya yang kamu beli tadi ?” Tanya Dylan memasang wajah bingungnya.
“Iya, ini aku beli buat kamu, buka deh.” Pinta Gue, dia pun mengambil kotak yang berada di dalam tas belanja tersebut dan membukanya.
“Wow!!” kata Dylan tersenyum memperlihatkan eyes smile-nya, “kamu tau aja aku ngincer lampu ini,” Lanjutnya.
“Jadi, tadi pas kita masuk ke toko, aku udah ngincer ini lampu, tapi sebelum aku ambil, Koh Juna keburu nyamperin aku. Pas selesai ngobrol sama dia, aku langsung balik ke tempat lampu ini, tapi udah ga ada. Ternyata kamu yang beli.” Jelasnya panjang lebar.
“Makasih Lett, suka banget.” Lanjutnya.
“Syukur deh kalau kamu suka.” Ucap Gue lega, Gue sempet takut dia ga suka sama pemberian dari Gue. Dylan melihat-lihat lampu tersebut dengan memasang wajah seperti anak kecil yang baru dapet mainan baru.
“Lucu.” Puji Gue dalam hati.
Raut wajah Dylan berubah saat melihat dasar lampu meja tersebut, Gue pun penasaran dan mendekatinya.
“Kenapa, ada damage?” Tanya Gue.
“Ga kok aman semua.” Jawabnya.
“Terus?”
“Ini masih ada harganya, hahaha.” Kata Dia sambil menunjukkan bagian bawah lampu yang masih tertempel label harga.
“Astaga!! Aku lupa nyopot, sini aku copot dulu.” Tangan Gue langsung meraih lampu meja yang ada di tangan Dylan, tapi ga dapet karena tangan Dylan mengangkatnya tinggi-tinggi dan kemudian berdiri menghindari Gue.
“Dylaaaannn!!!!” Gue pun ikutan berdiri untuk berusaha meraihnya.
“Udah aku liat juga harganya berapa, hahaha.” Kata Dylan, dia berjinjit dan makin mengangkat tangannya tinggi-tinggi, membuat Gue meloncat-loncat kecil untuk meraihnya, tapi masih ga bisa.
Karena ulah Gue, Dylan terpeleset karpet, kemudian terkejut dan menarik pinggang Gue untuk mencegah dirinya tidak jatuh, tapi kita berdua malah jatuh ke atas sofa, dengan posisi setengah badan Gue menindih Dylan.
“Untung ada sofa.” Kata Gue sambil mendongak ke arah Dylan.
Kedua mata Gue sama Dylan saling bertemu dan menatap satu sama lain, Dylan tersenyum dan mendekatkan satu tangannya yang bebas ke depan muka Gue.
“Berat!! Awas!!.” Kata Dylan sambil menoyor jidat Gue.
“Ishh Dylan nyebelin!!” Kata Gue sambil menyingkir dari Dylan dan mengambil posisi duduk, begitu pula dengan Dylan.
Ting ting!! Notifikasi handphone Dylan berbunyi.
“Makanan udah sampe, aku ambil kebawah dulu ya.” Kata Dia sambil berdiri.
“Jadi beli apa?” Tanya Gue.
“Sushi kesukaan kamu.” Jawab Dia dan kemudian keluar Apartemen ninggalin Gue sendirian disini.
Selagi Dylan turun ke bawah untuk mengambil makan siang kita, Gue melihat-lihat sekeliling Apartemennya, dan mengambil lampu meja tadi, dan menaruhnya di meja tinggi dekat jendela Apartemen. Gue pun duduk di kursi, pasangan dari meja tersebut, dan terduduk melamun melihat keluar jendela yang memperlihatkan langit cerah disertai gedung tinggi di sekitar Gedung Apartemen.
“ga mungkin salah satu dari kalian ga ada yang punya perasaan lebih dari sahabat. Apalagi kalian sahabatan udah lama banget,” tiba-tiba terngiang di kuping Gue sepenggal ucapan Nando tadi.
“Lo-nya aja yang ga peka Lett, Dylan itu dari dulu emang udah kayak gitu sama Lo dan menurut Gue dia emang ada rasa sama Lo, tapi Lo masih denial.” ucapan Katty beberapa hari lalu pun terngiang juga di kuping Gue.
“Masa sih?” tanya Gue ke Katty saat itu, Katty mengedikkan bahunya dan berkata, “Menurut Lo aja gimana.”
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Gue, terlihat Dylan menenteng paper bag berisi makanan. “Yuk makan, habis makan langsung ke cafe-nya Leo.” Ajak Dylan sambil menaruh paper bag tersebut ke atas karpet, lalu duduk di atas karpet tersebut, dan menepuk tempat kosong di sebelahnya, menyuruh Gue untuk duduk disana. Kami pun menikmati makanan tersebut dengan candaan Dylan dan melupakan semua lamunan Gue tadi.
Letta Pov. End
***
Senada Cafe (Cafe Leo)
Setelah menghabiskan makan siang di Apartemen Dylan, mereka berdua langsung berangkat menuju Cafe-nya Leo, dan akhirnya sampai walaupun sedikit telat. Letta pun berjalan cepat dari parkiran mobil menuju Cafe, “Ayo Dylan, itu band-nya udah mulai.” Ucap Letta excited saat mendengar suara musik dari dalam Cafe telah mulai.
“Iya Letta sayang, tapi ini tolong bantuin aku dulu bawa titipan Leo.” Kata Dylan sambil menenteng dua tas belanja isi titipan Leo, tadi mereka sempat mampir ke Supermarket karena Leo tiba-tiba nitip beberapa bahan untuk Cafe-nya,
“bisa-bisanya tuh anak ga cek stok bahan dulu, udah tau malam minggu, apalagi ada band baru di Cafe-nya, pasti bakal rame, nyusahin tuh anak.” Dumel Letta saat di Supermarket tadi. Dylan menenangkan Letta dengan membelikan coklat kesukaannya, setelah itu Letta cukup tenang walaupun masih sedikit mengomel.
“Hahaha, sini satu aku bawain.” Kata Letta ketika melihat Dylan kesusahan membawa dua kantong belanjaan dan Letta mengambil salah satu dari tas belanjaan yang Dylan bawa.
Begitu sampai di depan Cafe, Dylan langsung membuka pintu dan menyuruh Letta masuk duluan, ga lama dia menyusul di belakang Letta.
Di dalam Cafe sudah cukup ramai dan terdengar alunan musik dari band baru tersebut, sekilas Letta melihat ke arah Vokalisnya yang ada di atas panggung.
“Postur badannya kayak ga asing.” Gumamnya dalam hati dan memperlambat langkahnya supaya bisa melihat jelas wajah Vokalis band tersebut, tapi Dylan keburu menggandeng Letta untuk segera berjalan ke dapur dan menaruh belanjaan titipan Leo.
Setelah selesai menaruh kedua tas belanja tadi di dapur, Letta dan Dylan langsung keluar untuk menemui Leo dan yang lain, saat itu juga musik pun berhenti dan terdengar suara dari Vokalis band tersebut memperkenalkan diri dan band-nya.
“Selamat malam, kita dari Onewe yang bakalan menemani malam minggu teman-teman Senada Cafe.” Ucap vokalis tersebut.
“Kok suaranya ga asing di kuping gue?” Gumam Letta.
“Gue Jonathan, kalian bisa panggil Jona. Vokalis dan Leader di Onewe.” Lanjutnya dan kemudian dia memperkenalkan member band lainnya.
Langkah Letta pun terhenti sesaat setelah mendengar Vokalis tersebut menyebutkan namanya dan tanpa sadar tubuhnya berbalik menghadap ke panggung yang sekarang dengan jelas memperlihatkan wajah Vokalis Band tersebut, yaitu Jona.
“Jona—”
—tbc
8 notes · View notes
mythbringer-mayhem · 2 months
Text
Misunderstanding - RadioApple comic
Tumblr media
(This is pretty messy, but eh, that's how I do comics ig)
23K notes · View notes
9474s0ul · 7 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
I know I posted some of these but here a version without text.
Tumblr media
Further explanation: here
19K notes · View notes
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
my eveline is back AU from awhile ago ft wintersberg
context for this post
based off a conversation i had with @heraxic about karl making ethan a wheelchair,,, it was so sweet i had to draw it.......
4K notes · View notes
emthimofnight · 1 month
Text
Tumblr media Tumblr media
A quick Valentine's Day comic for my situationship au!! :) Shadow and Sonic don't do lovey-dovey stuff that often, and when they do, it is almost always initiated by Sonic. Amy couldn't resist baiting Shadow into doing something nice for Sonic for once!
4K notes · View notes
kryptiq-kreachur · 5 months
Text
Tumblr media
Decided to give Tumblr an honest try this time because every other platform sucks.
To start with, here’s a thing of Amy I made a few months back! Twitter seemed to like it.
6K notes · View notes
candycatstuffs · 2 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
sketches!!! also reworking knuckles cowboy au color palette >:] kinda obsessed with his and amys colors together fdjdkjg
3K notes · View notes
ohmeiios · 5 months
Text
Tumblr media Tumblr media
GEMSTUCK BETA KIDS + ALPHA KIDS :)
4K notes · View notes
the-hydroxian-artblog · 5 months
Text
Tumblr media
4K notes · View notes
yellownicky · 1 month
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Some RWBY doodles
2K notes · View notes
Text
Tumblr media Tumblr media
Oh take me back to the night we met 1/3
PART 2/3
I’m not sorry
This started because I just wanted to make a funny recopilation of awkward family photos and then it turned into this
Like the kind of photos where everyone is in jeans and awkward poses and photos of the 80’s with a perm, but I turned it sad somehow
2K notes · View notes
juicy-moonrose · 1 year
Text
Tumblr media
Chapter [ 3 ]
Flash Back On - 2017
Teras Rumah Jeff
Sore itu Dylan dan Jeff terlihat sedang berbincang di teras rumah Jeff, sambil menatap layar ponsel masing-masing. Sejak masuk kuliah Dylan diizinkan oleh Orang Tuanya untuk tinggal di rumah Jeff, karena saat ini Jeff tinggal sendiri dirumahnya, sementara kedua orang tua Jeff kembali pindah ke Bandung.
"Aah, teu hayang urang nonton horror!"* Jeff menolak ajakan Dylan untuk menonton film horror yang sedang booming dunia perfilman Indonesia.
“Nonton sorangan we ditu.”**  Sambungnya. 
“Yeu cupu!” Ledek Dylan.
Ternyata mereka sedang memperdebatkan tentang film yang akan ditonton besok sabtu, Jeff berencana mengajak Dylan berkeliling Jakarta. Jeff memasang wajah kesalnya, mendengar ledekan Dylan, dia pun berdiri dari duduknya.
"Rek kamana?"*** Tanya Dylan.
“Boker!” jawab Jeff ketus, padahal dia hanya berniat berdiri saja.
*Ahh ogah gue nonton horror! **Lo nonton sendiri aja. *** Mau kemana?
Saat Jeff berdiri, dia melihat Letta sedang berjalan didepan rumahnya, kemudian memanggilnya.
“Oii Letta!!” Jeff berteriak memanggil Letta, tapi Letta tidak menghiraukan panggilan Jeff. Dylan pun melihat Letta yang berjalan melewati rumah Jeff, terlihat Letta seperti sedang asik mendengarkan lagu.
“Pake earphone pasti tuh anak.” gumam Jeff, kemudian mengambil salah satu sandalnya, lalu berjalan ke arah pagar rumahnya, dan mengambil ancang-ancang untuk melempar sandalnya.
Dylan melihat apa yang akan dilakukan oleh Jeff, “Lo mau ngapain Letta?”
“Mancing! Manggil lah!”
“Ga usah lo lempar sendal juga.” kata Dylan. Jeff tidak menggubris perkataan Dylan, dia pun melempar Letta dengan sandalnya.
“WOII LAMPIR!!” Jeff pun berteriak dan lemparan sandalnya.
Plak!! Lemparan Jeff tepat mengenai kepala Letta.
Letta pun terkejut dan berbalik, lalu melihat wajah Jeff yang sedang tertawa. Dia langsung mengambil sendal tadi dan berlari mengejar Jeff.
“JEFF SIALAN!! SAKIT BEGOO!!!” teriak Letta sambil mengejar Jeff, Jeff pun berlari ke halaman rumahnya, Letta pun mengikuti arah lari Jeff.
Mereka kejar-kejaran di halaman rumah, Dylan hanya bergeleng-geleng dan tersenyum melihat kelakuan kedua temannya yang seperti anak-anak.
“Hahaha udah Jeff, kasian Letta.” Dylan tertawa memperlihatkan eyes smile-nya.
Jeff berlari kebelakang Dylan untuk melindungi diri dari amukan Letta.
“EH TIANG!! JANGAN NGUMPET!!” ucap Letta, karena dipikirnya tinggi Dylan tidak setinggi Jeff, dia pun melempar sandal yang ada di tangannya ke arah Jeff yang berdiri di belakang Dylan. 
Plak!! Lemparan Letta tidak sampai ke Jeff, sandal yang di lempar Letta malah mengenai wajah Dylan.
Suasana yang tadinya gaduh menjadi hening seketika, memperlihatkan wajah Dylan yang memerah menahan marah.
“Untung Letta.” gumam Dylan dalam hati.
Letta pun berjalan mendekati Dylan dan meminta maaf, “Dylan sorry.” katanya dengan rasa bersalah. Letta membersihkan wajah Dylan yang terkena lemparan sendal tadi, dengan mata tertutup Dylan merasakan sentuhan tangan Letta di wajahnya. Muncul getaran aneh di dalam diri Dylan saat tangan Letta menyentuh wajahnya.
“Lo sih Jeff!!” Tuduh Letta ke Jeff.
“Lah kok gue? Lo yang lempar sendalnya.” Elak Jeff.
“Kan lo yang mulai!” Kata Letta tidak mau kalah, sekarang dia mengusap pipi Dylan.
“Udah-udah!” Dylan pun akhirnya bersuara untuk menghentikan pertengkaran mereka dan berusaha mengalihkan getaran aneh yang muncul tadi. Letta pun menjauhkan kedua tangannya dari wajah Dylan.
Dylan membuka kedua matanya dan langsung melihat wajah Letta di depan wajahnya. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga sekian detik, mata Dylan tidak berkedip dan menahan nafasnya saat melihat wajah Letta yang terlihat khawatir dan merasa bersalah.
“Kamu gapapa Lan?” Tanya Letta yang menyadari keterdiaman Dylan.
“Haah— gu— aku, gapapa.” Jawab Dylan tergagap.
“Cihh! Aku-kamu, dulu lo sama gue ga gitu Lett!!” Protes Jeff ke Letta.
“Suka-suka gue, sirik ajee!! Bwekk!!”
“Berisik!” Kata Dylan sambil menoyor kepala Jeff, kemudian tanpa berkata-kata dia masuk kedalam rumah.
“Kan Dylan ngambek, lo sih Jeff!!” Letta menyalahkan Jeff karena Dylan tiba-tiba masuk ke dalam rumah.
Padahal yang terjadi sebenarnya adalah Dylan hanya ingin menghindari Letta sementara, entah kenapa tadi tiba-tiba saja muncul getaran aneh dalam diri Dylan saat Letta menyentuh wajahnya.
“Huft! Gue kenapa ya?” tanyanya pada diri sendiri. Dia pun mengambil segelas air minum untuk dirinya. Sebelum kembali, dia mengambil segelas air minum lagi untuk dibawa ke teras.
Setelah Dylan merasa sedikit tenang, dia pun kembali ke teras menghampiri kedua manusia yang jarang akur jika bertemu. Dylan melihat Letta yang duduk di lantai teras sambil melihat ponselnya, sedang Jeff duduk dikursi yang tak jauh dari Letta.
“Nih minum.” Dylan memberikan Letta segelas air minum yang diambilnya tadi.
“Wuihh makasih Dylan, tau aja aku haus.” Ucap Letta tersenyum, Dylan ikut tersenyum dan tanpa sadar mengelus pucuk kepala Letta.
Jeff yang melihat Dylan memberikan segelas air minum hanya ke Letta pun protes, “Letta doang? Buat gue mana?”
“Ambil sendiri.” kata Dylan sambil tersenyum menatap Letta yang menegak minuman yang dia berikan tadi sampai habis. Jeff menyadari tatapan Dylan yang berbeda ke Letta, muncul ide cemerlang di otaknya.
“Eh Lett, lo bukannya mau nonton film Pengabdi Iblis?” Tanya Jeff tiba-tiba.
“Iya, belom ada temennya nihh. Temenin yukk—” Letta menoleh ke Jeff.
“Noh sama Dylan, dia pengen nonton juga.” Kata Jeff sambil menunjuk Dylan dengan dagunya.
Letta pun berbalik ke Dylan yang duduk disebelahnya, “Serius Lan, kamu mau nonton juga?” tanya Letta dengan mata yang berbinar. Dylan mengangguk menjawab pertanyaan Letta.
“Yes!! Akhirnya ada temen nonton.” Ucap Letta senang.
“Emang temen-temen kamu ga ada yang mau nonton?” Tanya Dylan.
“Hahaha, ya ada tapi— pada nonton sama pasangan masing-masing.” Jawab Letta manyun.
“Kamu ga punya pasangan?” Tanya Dylan menyelidik. Letta menggeleng lesu, tanpa Letta sadari Dylan tersenyum tipis mendengar jawaban Letta.
Matahari senja pun digantikan oleh rembulan yang menyinari kegelapan dimalam itu dan menemani tiga remaja yang sedang bermain kartu di teras rumah Jeff.
“Hahaha! Kalah terus Lett!” Ledek Jeff ketika Letta kalah bermain kartu untuk yang kesekian kalinya. Sejak permainan pertama di mulai, Letta hanya sekali menang. Letta memasang wajah cemberutnya mendengar ledekan Jeff, Dylan hanya menghela nafas karena sejak tadi melihat Letta dan Jeff saling meledek.
Tidak terasa malam pun semakin larut, akhirnya Letta pamit untuk pulang dan Dylan mengantar Letta dengan berjalan kaki sampai kerumahnya.
“Harusnya kamu ga usah repot-repot anter aku.” Kata Letta sambil berjalan berdampingan dengan Dylan.
“Gapapa, sekalian beli nasi goreng ke pertigaan sana.” Kata Dylan.
“Sampai!!” ucap Letta saat berhenti di pagar kayu bercat putih.
“Makasih Dylan, see you tomorrow.”
“Oh iya besok mau dijemput jam berapa?” Tanya Dylan.
“Hmm, sebelum maksi kali yah, jam sebelasan? Jadi maksi di deket-deket bioskop aja.” Usul Letta.
“Okk!!” Dylan setuju dengan usulan Letta.
“Oiya, besok aku jemput pakai motor ya.” Kata Dylan sekedar memberi informasi agar Letta memakai pakaian yang nyaman.
“Sipp, thanks Dylan.” kata Letta dan dia membuka pagar kayu tersebut.
“Aku masuk dulu ya, udah sana, nanti kehabisan nasgornya, hehe.” Kata Letta saat badannya sudah masuk setengah.
“Tadi udah pesen lewat chat kok, jadi tinggal ambil. Kamu masuk duluan aja, nanti aku baru pergi.” Ucap Dylan.
“Okk, bye Dylan see you Tomorrow.” Letta pun masuk dan menutup pagarnya.
Dylan tersenyum setelah melihat Letta masuk, dia pun melangkah menjauh dari rumah Letta untuk mengambil Nasi Goreng pesanannya. Dylan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa saat disisi Letta, seperti ada kupu-kupu yang menggelitik perutnya. Dia pun mengacak-acak rambutnya, tidak mengerti yang terjadi kepada dirinya.
***
Keesokan harinya tepat pukul sebelas siang, Dylan sudah di depan rumah Letta dengan motornya. Dylan mengirim pesan ke Letta kalau dirinya sudah sampai depan rumah Letta.
Tidak lama dari Dylan mengirim pesan, terdengar suara pagar kayu putih terbuka dan muncul Letta memakai celana jeans, kaos putih dengan outer kemeja kotak-kotak berwarna biru, dan tidak lupa dia membawa tas selempang kanvasnya.
Letta tersenyum saat melihat Dylan dan langsung menyapanya, “Hei,” Dylan menoleh ke Letta.
Dylan terpana melihat rambut panjang Letta yang di gerai begitu saja, mungkin jika Dylan tidak memakai helm, kuping Dylan akan terlihat merah, tapi untungnya saat ini dia sedang memakai helm.
“On time banget, untung aku cepet siap-siapnya,” kata Letta.
“Hello— ” Letta mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Dylan karena melihat Dylan hanya terdiam.
“Oh iya, pake helm dulu nih.” Kata Dylan setelah sadar dari lamunannya dan memakaikan helm yang dia bawanya untuk Letta.
“Berangkat!!” Kata Letta dengan ceria sambil naik ke kursi penumpang.
***
Akhirnya mereka pun tiba di sebuah Mall Jakarta, tempat Letta selalu hangout dengan teman-temannya atau pun me time. Letta menunggu Dylan untuk parkir motornya didepan pintu masuk Mall yang ada didekat parkiran motor Basement.
Dylan menahan senyumnya saat sudah ada di hadapan Letta, “Kalo mau ketawa, ketawa aja.” Ucap Letta.
“Hahaha,” Dylan tidak tahan untuk tidak tertawa “Katanya tau jalan kesini, tapi malah salah kasih arah.” Ucap Dylan.
“Ya maklum, otak aku limit kalo buat inget jalan.” Ucap Letta.
“Hahaha iya-iya, kita beli tiket nonton dulu kan?” Tanya Dylan.
“Iya, habis itu makan siang sekalian nunggu jam tayangnya.” Jawab Letta.
Mereka melangkah masuk ke dalam Mall dan menaiki lift disana, saat di dalam lift Dylan iseng bertanya ke Letta, “Ini— kamu inget jalan ke Bioskop?”
“INGET DYLAAAN!!!” teriak Letta, untungnya di dalam lift tersebut hanya mereka berdua saja.
Dylan pun tertawa, “Hahahahaha, ga heran kalo Jeff suka gangguin kamu, seru juga gangguin kamu.”
“Jangan nyebelin kayak Jeff!” Kesal Letta.
***
“Ga nyasar kan,” ucap Letta bangga saat mereka sampai didepan Bioskop.
“Yuk, keburu kehabisan tiket.” Kata Letta sambil menarik Dylan ke dalam Bioskop dan Dylan pun mengekori Letta.
Setelah mengantri cukup panjang, Letta dan Dylan melangkah menjauh dari loket, dengan wajah Letta yang murung.
“Udah jangan cemberut.” Kata Dylan berusaha menghibur Letta.
“Coba tadi ga nyasar dulu, pasti ga kehabisan tiket.” Kata Letta menyesal karena saat perjalanan kesini tadi, mereka sempat kesasar.
“Kalau besok gimana? Kamu bisa?” Tanya Dylan.
“Hmm ga tau. Besok rencana mau pergi sama Bunda sama Nando.” Jawab Letta lesu.
“Kalau besok bisa kabarin aku aja, kita langsung janjian disini, gimana?” Dylan berusaha memberikan saran, agar mood Letta kembali membaik.
“Liat besok ya.” Kata Letta dan dia berjalan pelan menjauhi Dylan.
Karena moodnya yang memburuk, dia hanya diam selama berjalan menelusuri lantai Mall. Dylan pun ikut terdiam juga, hanya mengikuti Letta dari belakang. Dia berpikir keras, bagaimana caranya mengembalikan mood Letta.
Kemudian Dylan pun teringat tempat makan yang disarankan oleh Jeff sebelum dia berangkat tadi. Dia pun menyusul Letta, menyamai langkahnya dengan Letta.
“Lett—“ Dylan memanggil Letta saat langkahnya sejajar dengannya.
“Hmm.” Letta hanya bergumam menjawab panggilan Dylan.
“Kamu ga laper?” tanya Dylan, Letta menggeleng menjawab pertanyaan Dylan.
“Yakin?” Tanya Dylan lagi.
“Yakin.” Jawab Letta, tapi ga berapa lama terdengar suara dari perut Letta.
Kruyukk…
Mereka pun berhenti melangkah, Letta menatap Dylan dengan cengiran. Mulut bisa berbohong, tapi perut tidak bisa berbohong.
“Hehe, kedengeran ya?” Tanya Letta malu.
Dylan tersenyum, “Makan yuk, aku juga laper,” ajak Dylan. “Sebelum jemput kamu tadi, Jeff kasih rekomen tempat makan.” Kata Dylan.
“Oiyah? Dimana?” Tanya Letta penasaran, karena kalau Jeff yang kasih saran pasti aneh-aneh.
“Kalau ga salah nama tempatnya Soto Gebrak.” Jawab Dylan dengan semangat.
“Ohh aku tau, itu tempat langganan aku sama yang lain. Ayokk!!” Kata Letta dengan semangat, kemudian merangkul lengan Dylan untuk segera menuju tempat Parkir Motor. Dylan pun tersenyum senang melihat mood Letta perlahan kembali membaik.
***
Soto Gebrak
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat makan atas rekomendasi Jeff. Letaknya ga jauh dari Mall yang mereka datangi tadi, warung soto tersebut terletak disebuah ruko dipinggir jalan.
“Halo Bang!!” saat masuk ke tempat tersebut Letta menyapa penjual Soto yang sudah dikenal.
“Eh mbak Letta, apa kabare? Udah lama ga kesini.” Kata penjual Soto itu.
“Sibuk kuliah bang, maklum baru masuk, banyak tugas. Hehehehe, pesen dua kayak biasa ya bang.” Kata Letta sambil mengajak Dylan duduk, ga jauh dari gerobak soto yang terletak didepan.
“Tumben si Jeff nyaranin tempat yang bener.” Gumam Dylan, saat mereka sudah duduk dan menunggu hidangan soto disajikan.
“Emang selain kesini, dia nyaranin kemana?” Tanya Letta.
“Halfway.” Jawab Dylan singkat.
“Hahaha, emang kamu tau itu tempat apa?”
“Bar kan?”
“Hahaha, tau juga kamu?”
“Aku langsung searching di Internet, makanya tau.”
Letta tertawa hingga ingin menangis, melihat kepolosan Dylan.
“Kamu pernah kesana?” Tanya Dylan.
“Belom pernah, Leo sama Kak Sammy yang sering kesana,” Jawab Letta. “Pernah pengen ikut, tapi ga dikasih sama Leo, katanya bocah ingusan kayak lo ga usah coba-coba ke bar.” Lanjutnya sambil meniru gaya bicara Leo.
Dylan tersenyum mendengar jawaban Letta dan tiba-tiba terdengar suara gebrakan dari gerobak soto.
BRAKK!!!
Dylan pun terlonjak kaget, “Astaga!!”
“Abangnya kenapa marah-marah?” Tanya Dylan.
“Ga marah-marah, emang gitu khasnya. Gebrakin botol kecapnya ke papan itu.” Jelas Letta sambil menahan tawanya melihat ekspresi Dylan.
“Ohh makanya namanya Soto Gebrak?!!”
BRAKK!! Bunyi botol yang dibanting terdengar lagi dan Dylan pun terlonjak kaget lagi.
“Hahahhaha.” Akhirnya Letta pun tidak tahan untuk tidak tertawa.
“Nyesel aku bilang Jeff nyaranin tempat yang bener.” sesal Dylan.
Dylan terdiam melirik Letta yang masih menertawainya, “Kamu tau?”
“Ya tau lah, aku sering kesini sama Jeff, Leo, Kak Sammy. Hahahaha.” Letta tertawa lepas dan sudah melupakan acara nontonnya yang gagal.
Dylan merasa dibodohi oleh Letta dan Jeff, ingin rasanya marah, tapi ditepisnya amarah itu ketika melihat tawa Letta yang lepas.
“Sotonya enak kok, makanya aku sering kesini,” kata Letta setelah menormalkan nafasnya karena tertawa tadi. “Jeff ga salah rekomendasiin tempat ini.” Lanjutnya.
“Silahkan sotonya.” Akhirnya pesanan mereka jadi dan langsung diantar oleh Abang Sotonya.
“Pacarnya mbak?” Tanya Abang Soto penasaran setelah menaruh kedua mangkuk di meja tempat Letta dan Dylan.
“Temen bang, jangan ngadi-ngadi.” Jawab Letta.
Entah mengapa perasaan Dylan sedikit kecewa mendengar jawaban Letta barusan. Perasaannya seperti ingin dianggap lebih dari sekedar teman oleh Letta, “Mikir apa sih lo Lan!” Pikirnya.
“Kalian—“ Si Abang mengambil jeda, “Bakal jadi nih, tapi lamaaaa banget.” Lanjut Abangnya seperti bisa melihat masa depan mereka.
“Yaelah bang, jangan mulai,” kata Letta dengan wajah memelas, lalu sekilas melirik ke Dylan, “Tuh temen saya jadi diemkan.” Lanjutnya.
“Haha, mas—“
“Dylan.” Ucap Dylan pelan.
“Mas Dylan harus sabar sama mbak Letta,” kata si Abang.
“Sama ikhlas juga.” Lanjut abangnya, kemudian dia langsung berlalu, karena ada pengunjung yang datang.
Dylan tidak mengerti maksud perkataan abangnya barusan dan bertanya ke Letta, “Maksudnya?”
“Ga usah dipikirin, emang suka gitu abangnya,” jawab Letta.
“Di coba Sotonya, pasti ketagihan.” Kata Letta.
Dylan pun akan menyuap kuah soto tersebut, namun—
BRAKKK!!!
Lagi-lagi suara gebrakan botol kecap terdengar lagi, membuat Dylan terlonjak kaget dan kuah sotonya terciprat ke wajah Dylan.
“Hahahhahaha.” Letta tertawa melihat Dylan dan mengambil selembar tisu untuk mengelap wajah Dylan yang kecipratan kuah soto.
“Gimana, enak?” Letta tersenyum melihat ekspresi wajah Dylan.
“Belom sempet nyuap, udah dikagetin Lett.” Jawab Dylan dengan wajah cemberutnya dan Letta pun kembali tertawa.
Tak terasa waktu pun cepat berlalu, setelah makan siang di Soto Gebrak tadi, Letta mengajak Dylan untuk keliling Kota Jakarta hingga malam pun tiba.
Tepat pukul 8 malam, mereka sampai di depan rumah Letta.
“Makasi Dylan.” Ucap Letta setelah dia turun dari boncengan sambil memberikan helmnya ke Dylan.
“Harusnya aku yang makasih sama kamu, udah ngajak aku jalan-jalan,” kata Dylan sambil turun dari motornya dan bersandar di kursi motor. “Oh iya, jadi mau coba nonton besok?” Tanya Dylan.
Letta berpikir sejenak, “Hmm, kayaknya minggu depan aja deh,” jawab Letta. “Aku ga enak sama Bunda kalau besok qtime kita keganggu. Gapapa kan?” Lanjutnya.
“Gapapa, santai aja kok,” jawab Dylan. “Sebenernya kalau mau nonton film yang lain aku ga masalah juga sih.” Lanjutnya.
Tiba-tiba muncul ide dibenak Letta, “Ahh gimana kalau setiap ada film baru, kita nonton sambil hangout bareng?” Usul Letta.
“Kita berdua aja gitu?” Tanya Dylan.
Letta mengangguk, menjawab pertanyaan Dylan. Dalam hati, Dylan bersorak kegirangan, “Yes!!”
“Ok, mulai sekarang sampai seterusnya kita selalu nonton bareng kalau ada film baru yang menurut aku atau kamu yang recomended.” Dylan menyetujui usulan Letta.
“Ok janji ya.” Tanpa mereka sadari, mereka membuat janji, janji yang sangat sederhana, tapi disuatu hari nanti salah satu dari mereka akan mengingkari janji tersebut dan dapat melukai perasaan salah satu dari mereka juga.
Flash Back Off
—tbc
6 notes · View notes
cringefail-clown · 9 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
turnabout kids and their sprites! ive had an ask laying around in my inbox about them for far too long lmfao, so ive finally decided to draw em out
Tumblr media
jane: mime porcelain doll + poppop
dirk: seagull + hal
roxy: wizard figurine + frigglish
jake: gcat + his dreamself
6K notes · View notes
9474s0ul · 29 days
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
No Comment.
5K notes · View notes
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
RE9 AU where the game is centered around the winters family with mia as the antagonist trying to bring back ethan and rosemary as the protagonist trying to stop her...
4K notes · View notes
frishbi · 28 days
Text
Tumblr media
RWBY X Star Wars AU! :D
2K notes · View notes