The Wound
by Louise Glück
The air stiffens to a crust.
From bed I watch
Clots of flies, crickets
Frisk and titter. Now
The weather is such grease.
All day I smell the roasts
Like presences. You
Root into your books.
You do your stuff.
In here my bedroom walls
Are paisley, like a plot
Of embryos. I lie here,
Waiting for its kick.
My love. My tenant.
As the shrubs grow
Downy, bloom and seed.
The hedges grow downy
And seed, and moonlight
Burbles through the gauze.
Sticky curtains. Faking scrabble
With the pair next door
I watched you clutch your blank.
They're both on Nembutal,
The killer pill.
And I am fixed. Gone careful,
Begging for the nod,
You quiver loyally
Above my head. I close
My eyes. And now
The prison falls in place:
Ripe things sway in the light,
Parts of plants, leaf
Fragments. You are covering the cot
With sheets. I feel
No end. No end. It stalls
In me. It's still alive.
352 notes
·
View notes
[Blueshift] Recently my players literally tore apart an enemy called 'The Wound' (tore its head off) and they got to see what was under the cloak! So, by extension, they got a reveal for The Scar too, haha.
Surprise: robots!
85 notes
·
View notes
the wound
fun fact, i brought this little painting to my university painting group and one of the members got so offended he left the group discussion cause he said i was mocking god
i told him i was trying to relate to god
15 notes
·
View notes
Me: yes, there will be no one if I ride a scooter
After a while:
I embrace everything as it was.
My cousin Arina and I (she is younger than me) went to Leninsky Park for a ride. She's on a bike, and I'm on a scooter. And so I'm braking with this one and as a spectator, the glasses flew, and landed abruptly with this foot. There wasn't much blood, but what a hellish pain it was, just aaaaaaaaaaaaa. Arinka saw it and we had to go to the pharmacy for bandages and plasters, plus we bought ourselves some goodies. At home, they treated wounds and abrasions and had a quiet dinner. My leg still hurts, I can't even walk
3 notes
·
View notes
Hari ini aku sangat ingin kembali ke masa lalu.
Mengunjungi seorang anak yang mengunci diri di kamarnya. Meski pintu itu telah tertutup rapat, ia masih bisa mendengar setiap kata menyakitkan dari perdebatan saudara dan orang tuanya. Tanpa membuka pintu itu, aku tahu, ia tengah menangis.
Jika aku bisa kembali pada masa itu sebagai diriku saat ini, aku ingin memeluknya. Tanpa mengatakan apapun aku ingin ia tahu, selalu ada seseorang yang peduli padanya—pada perasaannya. Bahwa, tak semestinya ia terluka oleh kata-kata yang bukan tertuju padanya.
Setiap kali tatapannya yang naif berubah menjadi marah atau terluka, aku ingin menatap matanya itu dan bertanya,
"Apa yang kamu rasakan?"
Sungguh, aku sangat ingin mendengar jawabannya. Aku ingin mendengar apa yang mengusik pikiran dan hatinya. Seberapa besar kemarahan dan kekecewaan yang ia rasakan.
Aku ingin duduk di sampingnya dan bertanya, "Apa yang sedang kamu pikirkan?"—meski aku tahu ia tak akan menjawabnya. Kata para orang dewasa, ia terlalu pendiam dan pemalu. Tapi aku paham. Ia hanya bingung bagaimana menjawabnya. Ia takut pemikirannya akan dikoreksi alih-alih diakui.
Aku tahu dan ia pun tahu, tak ada yang kurang dari hidupnya. Makan tiga kali sehari dengan cukup, pergi ke sekolah, mengikuti pembelajaran tambahan, dan kehidupan yang layak. Jika semuanya sudah ada dan cukup, kenapa ia tak merasa bahagia? Apa ada yang salah dengan dirinya?
Rasanya menyakitkan bagiku mendengar seorang anak kecil bertanya pada dirinya sendiri, apa ada yang salah dengan dirinya?—dalam hati. Jika bisa, aku ingin berlutut di hadapannya, memohon padanya, katakan pertanyaan itu. Agar ada yang mendengarnya, mungkin, akan ada jawaban yang lebih baik daripada ia menjawabnya sendiri.
—
Satu hari, ia mendengar dari acara televisi, bahwa untuk menjadi kuat, sebuah pedang harus dibakar, ditempa dan dilapisi berkali-kali. Sehingga ia percaya bahwa untuk menjadi manusia yang kuat, juga haruslah demikian. Filosofis sekali anak ini.
Saat ini, pedang indah dan kuat yang ia dambakan terbentuk dengan sempurna. Pedang yang seharusnya ada di geggamannya, untuk membuatnya lebih kuat dan berani, justru menusuk dirinya sendiri—itu aku.
©antasmira
Instagram | Twitter | Storial | Spotify | Pinterest
3 notes
·
View notes