Tumgik
#uk sadari
m3-mianbo · 3 years
Photo
Tumblr media
2 notes · View notes
basosurga · 3 years
Text
白日
Trigger Warning: (a lil’ bit of) depression, suicidal, and bdsm ref: 白日, kido's
1
Ariake bertemu dengan gadis itu di musim panas secara kebetulan. Bagaimana gadis itu mengecup dirinya atau Ariake yang membiarkannya melakukan segalanya. Itu semua membuat dirinya tersadar bahwa ia bisa memiliki sesuatu yang dirinya inginkan; hanya untuk dirinya seorang; tidak ada sangkut pautnya dengan ayah atau pun persona yang ia buat untuk mendapatkan simpati orang. Lantas, hubungan itu terus berlanjut sampai-sampai ia melakukan hal yang gila.
“Lebih dalam,” gadis itu pinta, membuat Ariake menekan jemarinya pada punggung gadis itu. Atau dia akan bilang, “Lebih keras,” setiap kali Ariake menggigit bibir gadis itu.
Mulai dari menggenggam tangan, hingga mencium bibir. Gadis itu selalu ingin ada luka yang tersisa di tubuhnya. Ia bilang, “Ini tandanya kau menyukaiku. Semakin banyak yang kau torehkan, semakin besar cintamu padaku.”
Dan Ariake menurut. Ia lakukan segala hal yang gadis itu suka. Hal-hal gila yang melewati batas moral yang selama ini ia banggakan.
Lalu, tiba-tiba gadis itu hilang di bulan yang sama ketika mereka bertemu. Mungkin itu karena sikapnya yang acuh-tak acuh. Atau pula, gadis itu semakin takut karena ia kerap kali menorehkan luka lebih dalam dan tidak menahan dirinya yang melewati batas yang hanya akan menambah duka.
Ariake dengan segala egonya yang tinggi, menganggap itu semua salah gadis itu. Ia mencerca tiap tingkah yang gadis itu lakukan padanya. Sampai suatu hari kabar itu datang. Ia geram, pada mulanya, karena tidak sekalipun mendapat telepon dari nomor yang telah lama tidak ia lihat. Namun, bukan suara gadis itu yang terdengar di seberang, melainkan seseorang yang tidak ia kenal. Yang membuatnya lari meninggalkan kelas seperti orang kesetanan. Yang membuatnya menunggu untuk hal yang sia-sia semalaman.
Keesokan harinya, pertama kali di hidupnya, sang ayah memberi atensi: untuk kelakuan gilanya; untuk gadis yang menyesatkan anaknya; dan untuk hasil dari kebodohan anak satu-satunya.
2
Sejak saat itu Ariake terus menutup diri. Ia akan menyalahkan gadis itu setiap kali tingkah lakunya salah. Setiap kali kebiasaannya bangkit ke permukaan. Tanpa ia sadari, semua itu membuatnya menyiksa diri. Dan itu semua dilakukan sepanjang hari. Yang membuatnya terus berbaring di UKS dengan sejuta alasan. Atau membuatnya kebablasan.
Perempuan dan laki-laki tidak punya pembeda di matanya. Ia mendua, mau itu bersama dengan perempuan dan laki-laki. Posisinya pun bakal berubah-ubah: kadang menerima, kadang memberi. Apabila dirinya ketahuan, hanya bisa menyerahkan diri. Dia tidak pernah melawan, tidak pernah menentang, karena itu memang kesalahannya. Karena yang Ariake butuhkan adalah tempat pelampiasan. Dia senang menyiksa sampai mereka tidak berdaya. Itu semua tidak ia lakukan dengan suka cita. Dia gigit sampai beradarah, mencengkeram hingga tertanam luka, atau pun menggenggam menjadi biru. Namun, semua yang ia lakukan bukan lagi caranya untuk menunjukkan cinta. Karena suara yang ia dengar, yang merintih riang, bukan lagi suara_nya_.
Lalu Kido Akihiro itu memasuki kehidupannya. Penampilan maupun tingkahnya tidak biasa. Sampai pula Ariake berpikir bahwasanya sesi belajar mereka, dibuatnya untuk berpura-pura. Tangan yang bertaut, serta bibir yang dikecup. Setelah malam yang kasar itu, pemuda tersebut masih meminta untuk menghabiskan waktu bersama. Di tempat-tempat yang tidak terduga. Ia juga yang jadi alasan mengapa wajahnya bonyok di bulan Desember karena ketahuan membawa masuk Akihiro ke apartemennya.
Setelah itu, Ariake tidak mengira, bahwa ia telah membuat ruang untuk Kido Akihiro. Ruangan yang berbeda dengan Amagase Taiyou, tetapi masih membuatnya masih bertahan untuk tetap ada. Namun, Ariake menyadari, tanpa perlu pemuda itu mengatakannya dengan lugas, Akihiro enggan disebut dengan nama depan maupun tidur bersama dan membuka mata dengan orang tidur dengannya kala pagi datang. Ia tahu itu semua dan masih memaksa. Ia gunakan kesedihannya, bertingkah seolah dirinya manusia paling merana sedunia, bahkan berani merangkai dusta hanya untuk tetap bersama, dan ditempatkan khusus di hatinya. Ia menggunakan Akihiro yang selalu tega untuk tetap bersamanya.
Namun, di saat bersamaan Ariake terus menekan perasaannya dan berusaha membuat Akihiro tidak curiga. Ia takut dirinya ditinggal karena memendam perasaan. Di saat Akihiro memangkunya, Ariake selalu menyembunyikan wajahnya di sisi kepala Akihiro, atau menunduk sehingga tidak jelas ekspresinya yang menyukainya dan ingin terus bersamanya.
Ariake tidak pernah mau melepas pelukannya. Mau itu ketika Akihiro mendorongnya pada pintu, atau membuat kedua tangannya bertumpu pada meja, atau melakukan yang lainnya di tempat yang berbeda-beda dan tidak biasa: toilet, studio, di hadapan cermin, dan banyak lagi. Dari semua yang pernah ia lakukan, yang Ariake paling suka adalah ketika ia berada di pangkuannya (—dan ia berpikir Akihiro juga sama), sedangkan yang paling sulit ialah di depan kaca karena susah untuk mengatur ekspresinya.
Ariake terus melakukannya. Ia membiarkan Akihiro memperlakukannya seperti kawan dengan hobi yang sama. Padahal, di tiap kecupan mereka yang dalam, Ariake selalu berharap agar Akihiro menyadari perasaannya tanpa harus meninggalkannya.
Mungkin ini semua terjadi jadi karena Ariake yang begitu ahli dalam berpura-pura. Ia bahkan bisa menutupi ekspresinya ketika Akihiro mengenyamnya, membuat pikirannya melayang—sungguh—, tetapi ia redam suaranya, menutup wajahnya pula, dan berkata, “Jangan lakukan itu lagi,” usai melihat bayangan mereka di depan kaca. Ia merasa takut. Jika Akihiro menyadari perasaannya, ia akan pergi meninggalkannya. Dan ini bertentangan dengan harap sebelumnya.
3
Dan rupanya kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Belum ada setengah tahun perasaan itu ada. Tetapi semuanya hilang dengan tiba-tiba.
Itu semua terjadi ketika Akihiro datang padanya. Ariake heran melihatnya nestapa. Ia pikir Akihiro kenapa-kenapa. Ia tidak ingin berburuk sangka, tapi, ya, ini Akihiro—yang selalu mendahulukan nafsu daripada logika. Tetapi pemuda itu menciumnya. Dengan cara yang berbeda. Dengan memejamkan mata. Ariake pikir, dirinya telah mendapatkan hati Akihiro tanpa perlu berpura-pura. Tanpa harus menorehkan luka. Atau perlahan mampu menunjukkan rasa suka dengan terbuka.
Lalu Ariake pun menyadar: mimpi hanya akan menjadi mimpi. Ia tengah bersedih, tapi disembunyikan ekspresinya dengan baik. Toh, ia pandai melakukan ini.
“Kau mau mencoba mainan baru?” Ia tertawa, untuk kebodohannya sendiri, dan kembali berpura-pura. Ia tuli dibuatnya. Pertanyaan Akihiro tidak ia dengarkan dengan saksama.
“Atau sekarang kau makin brengsek, Akihiro?” tawa yang ia berikan saat itu merupakan cemoohan. Akihiro mempertanyakan. Dan Ariake membuatnya kembali mengingat percakapan di pagi hari yang membuatnya berharap karena Ariake tahu hal apa yang bisa menahannya untuk tetap bersama, menyebut namanya, atau mengenalinya lebih banyak.
Ariake biarkan pemuda itu menyentuh dirinya sesukanya. Seperti yang sering ia bilang, “Kau bisa melakukan apa saja padaku.” Ariake mengakui, suaranya tidak secerah biasanya. Tidak ada pula senyum yang biasa menyertai. Di saat yang sama, Ariake tidak pernah mengaku kalau ia telah memberikan perlakuan khusus pada pemuda itu. Sebab sepulangnya mereka dari Fukuoka, ia tidak lagi bermain-main dengan orang lain selain Kido Akihiro. Ia hanya melihat Akihiro seorang, melabuhkan pandangan penuh cinta, atau pula berusaha terbuka.
Namun, hal yang terus Ariake pendam tidak lagi bisa ia tahan selamanya. Luka terus mengiris; dari semula tipis, tapi semakin lama hatinya semakin terkikis. Sulit bagi Ariake untuk melihat Akihiro dengan cara yang sama. Akihiro yang memejamkan mata, yang tidak lagi melihatnya, bukanlah hal yang Ariake suka. Memang, selama ini Ariake selalu mencoba menyembunyikan ekspresinya. Namun, melihat Akihiro yang kali itu melakukannya, membuatnya kehabisan kata.
Pelukan, mau itu dipangku atau sewaktu berdiri, yang Ariake rasakan adalah semakin dingin. Atau kecup pada bibir, pada leher, atau di mana pun yang Akihiro sukai tidak lagi membuat Ariake berdebar. Bahkan tiap kali mereka berdiri di balik pintu untuk melepas nafsu, Ariake tidak lagi peduli apabila semua orang mendengar.
Mungkin ini memang sudah saatnya, pikir Ariake. Waktunya telah tiba. Akihiro akan membuangnya. Semakin lama Ariake mencoba untuk menghindari pemuda itu. Ia gunakan berbagai alasan hanya untuk membuat jarak di antara mereka. Ariake hanya tidak ingin dia terluka lagi untuk kedua kalinya karena menyimpan rasa terlalu dalam. Meski begitu, sulit bagi Ariake untuk memungkiri. Tangannya selalu terbuka untuk Akihiro. Ia masih memberikan apa yang Akihiro suka. Meski itu membuatnya terluka.
Dan Akihiro tidak berhenti sekali itu saja. Ia terus bersinggah, meminta macam-macam padanya, dan menjadikannya tampak seperti boneka. Ariake tidak pernah suka ketika orang yang bersamanya tidak memberi perhatian padanya. Atau memikirkan orang lain, sebenarnya. Tetapi ia masih melakukan itu semua untuk Kido Akihiro.
Dan jika kau bertanya, “Mengapa?”
Tentu, luka yang ia torehkan menjadi penyebabnya.
Karena itulah peninggalan gadis yang mengajarinya cinta.
4
Ariake tidak pernah tahu siapa yang ada dalam bayangan Akihiro. Ia tidak pernah ingin tahu. Ia membiarkan Akihiro memejamkan mata, membayangkan orang lain di sisinya. Bahkan Ariake sampai-sampai menahan suara. Karena jika ia bersuara, imajinasi Akihiro akan buyar. Ia mencoba untuk menjadi sosok yang pengertian. Dan menahan sakit di dada.
Ariake pikir dirinya bisa bertahan lama. Ariake pikir tak apa jika Akihiro tidak lagi melihatnya dengan cara yang sama.
Tetapi niatannya dan usahanya itu tidak bertahan lama.
Ketika nama Hongo Makoto disebutnya di sela mereka bersama, Ariake tidak lagi bisa menahan sakit yang ia pendam begitu dalam. Ia dorong tubuh Akihiro, membuat mereka berhenti di pertengahan, membuat pemuda berambut merah itu kebingungan.
Ariake marah, pun kecewa. Ia tidak pernah menatap Akihiro dengan cara yang sama seperti sekarang. Menatapnya seolah pemuda itu makhluk paling hina sejagat raya. Ariake masih berdiri agak lama. Ia mengerjapkan mata, berharap emosinya terpendam seperti sedia kala. Tapi ia tidak bisa. Ini limitnya.
Jika Ariake berlama-lama di sana, tangisnya bakal pecah. Dia bakal menjadi orang tolol yang menderita hanya karena sebuah nama. Ketakutannya muncul ke permukaan, tetapi ia gantikan itu semua dengan ego serta dusta.
Sudah dibilang, Ariake paling jago bersandiwara dan punya ego setinggi angkasa.
Ariake pergi dari sana dengan kelihatan marah, bukan karena kecewa. Ia tahan air matanya dengan sebuah tatapan tajam. Ia berpakaian dengan asal, tidak peduli apabila orang lain menerka yang kedua remaja itu lakukan di dalam kamar. Ariake keluar dengan tangan yang terkepal. Di belakangnya, ia dengar Akihiro memintanya berhenti dan melolongkan namanya. Ariake tidak berpaling. Jika ia menatapnya, apa yang ia sembunyikan akan muncul ke permukaan. Ia bahkan menyalak, “Pergi,” tanpa menoleh, dan setajam belati suaranya.
Ariake memejamkan mata. Ia tepis tangan yang menahannya dan dengan ucapan yang masih sama dinginnya, “Kenapa tidak kau lakukan langsung dengannya?” seringai terlukis di bibirnya. Bukan itu yang ingin ia katakan sesungguhnya. Yang ingin ia katakan adalah, ”Mengapa aku tidak bisa menjadi satu-satunya?” Tentunya kau sudah hafal dengan sifat yang ia banggakan: dia pandai berdalih dan itu dapat ia lakukan sekejap saja.
“Atau lakukan saja dengan orang lain. Sudah pasti kau bisa melakukannya, kan?” lagi, bukan itu yang hendak Ariake katakan. Ia ingin bilang, ”Jangan tinggalkan aku. Aku tidak suka melihatmu dengan yang lain.”
Ariake tahu, Kido tidak hanya melakukan semua itu padanya seorang. Namun apa salah untuk berharap? Meski dengan bodohnya ia terus berdalih dan menyembunyikan segalanya.
Ariake, yang hanya bisa bertahan sampai di situ saja, berjalan meninggalkan Akihiro tanpa kejelasan. Namun, Akihiro masih menahannya. Hentikan. Kesedihan ia ganti dengan amarah, sama seperti dulu—pada gadis itu. Jadi ia gerakan tangannya, menujukan sisi kejamnya di depan umum, tapi bukan untuk mengasihi, bukan pula untuk memberi tahu bahwa itu adalah caranya menunjukkan cinta. Ia lakukan itu semua karena sakit hati, juga karena benci.
Ariake mengabaikan pandangan orang-orang yang melihatnya berantakan—baju dengan bagian bawah yang keluar, blazer yang ia tanggalkan dan dibawanya pada lengan, maupun rambut cokelat yang acak-acakan. Pada akhirnya, ia bisa meninggalkan Akihiro yang membisu.
5
Bukan kamarnya yang kini ia tuju. Langkah kakinya membawa dirinya dengan cepat ke gedung sebelah. Ketika sampai di depan pintu kamar Taiyou, ia mengetuk. Ia jadikan pintu seumpama drum yang ia ketuk terus-terusan sampai Taiyou keluar.
Ariake langsung memeluk Taiyou yang baru saja membukakan pintu. “Aku sedang kesal … dan sedih kurasa,” ia diam sejenak. “Teman sekamarmu ada di dalam?”
“Ya,” Taiyou menjawab dengan datar dan mengedik ke belakang.
“Boleh aku pinjam dirimu? Ke tempatku.”
Taiyou, anehnya, setuju. Ariake meninggalkan asrama dengan menggenggam erat tangan Taiyou. Pandangannya bergetar dan ia gigit bibirnya lama-lama. Ketika ia sudah sampai di tempat tinggalnya yang kedua, semuanya tumpah. Tubuh Taiyou dipeluknya. Taiyou mengernyit heran. Ia tidak mengerti mengapa Ariake melakukannya atau terdengar sedih. Lantas ia dengar sebuah pengakuan dari mulut temannya.
“Aku berhubungan dengan laki-laki. Kurang lebih … semacam simbiosis mutualisme,” berkat catatan yang ia buat, ia belajar banyak tentang Biologi untuk mengisi buku hariannya. “Bukannya aku suka padanya,” ia mengelak. Ariake menarik napas seolah-olah dirinya sedang berenang dan hendak kembali menyelam. “Makin lama aku makin capek, tapi … si brengsek itu … aku tidak senang kalau dilupakan atau tidak diperhatikan.”
Ariake sudah muak dilupakan, tidak diperhatikan, pula ditinggalkan.
“Lalu kenapa kau menangis?”
Ariake terkejut. Ia pun tidak menyangka pipinya akan basah oleh air mata. Ia mulai menyekanya dan tersenyum sumir. Ia tercenung cukup lama untuk memikirkan alasan. Namun, ia tidak menemukan jawaban.
Jika itu tertawa, biasanya karena bersandiwara atau mencerca orang. Jika ia merasa kesal, itu karena Ariake orang yang mudah mendendam. Akan tetapi, Ariake tidak pernah paham apabila dirinya menangis. Ia tidak pernah mengerti. Tidak pernah tahu kalau dirinya yang kehilangan berkali-kali sudah tidak tahan dengan itu semua. Dan jika dirinya mencoba mengingat, ia selalu menangis untuk dirinya sendiri atau untuk dia seorang.
Ariake rasa dirinya sudah lelah membendung segalanya. Pelukannya pada Taiyou mengerat. Ia menjawab, “Aku tidak tahu.” Suaranya gemetar dan air matanya menetes tanpa henti. Ia menunduk dan terus membenamkan wajahnya pada pundak Taiyou yang basah.
Ariake tidak melepas Taiyou dari pelukannya. Ia gigit bibirnya dan berusaha untuk menghentikan air mata.
“Aku tidak suka sendirian,” Ariake mengaku. Dan untuk satu itu, Taiyou mengingatnya dengan baik pengakuan Ariake sewaktu mereka hanya berdua, yang sampai sekarang masih membuatnya sakit kepala. Ia juga tahu alasan Ariake mengatakan, “Aku lelah berpura-pura. Kau bilang lebih baik aku menunjukkan diriku yang sebenarnya, kan?”
Taiyou tidak mengerti mengapa. Dari cara Ariake menarik napasnya dalam-dalam dan memberi pengakuan, “Jangan tinggalkan aku.” Kesedihan tidak mampu pemuda itu bendung. Remas pada punggung, serta permintaan Ariake makin membuat Taiyou bingung.
Ariake tidak pernah bilang pada Taiyou. Atau Ito. Atau juga Ruri.
Ariake tidak pernah mengatakan pada siapa pun selama ini. Bukannya dia membenci untuk mengakui, tetapi itu semua hanya karena dia sendiri pun tidak mengerti. Dia baru menyadari bahwa pedih rasanya jika tidak pernah dianggap sebagai anak oleh ayahnya. Dia juga tidak mengerti mengapa orang yang ia kasihi pergi meninggalkannya, padahal ia telah berjanji untuk bersamanya hingga mati. Dan ia juga tidak tahu, mengapa orang yang ia percaya malah menutup mata dan telinga untuk keegoisannya sendiri.
“Kau tahu, Taiyou,” ia tarik napasnya dalam-dalam, “… aku pernah berpikir lebih baik aku mati.“
Hari itu, di bulan Desember, ia bertekad untuk bunuh diri. Pipi yang lebam, penyesalan yang ia rasakan makin menjadi, dan juga lokasinya berada saat itu amat pas untuk melenyapkan diri. Namun, ia ingat hal sekecil Winter Cup yang membuat Taiyou bersemangat. Dan di antara kepura-puraannya, Ariake memang berusaha untuk mewujudkan itu semua—harapan Taiyou agar mereka ikut lomba.
Ariake pun pergi ke Fukuoka untuk kabur dan menahan diri. Ia tidak tahu hal gila apa yang bisa ia lakukan apabila terus berada di Tokyo. Bisa saja ia merokok dan minum-minum tanpa henti sampai mampus. Atau meminum obat dengan dosis tinggi.
Namun, niatan itu pun mampu ia tepis. Keberadaan Taiyou yang berusaha untuk peduli maupun Kido yang menghampiri.
“Dia datang ke tempatku. Aku tidak mengerti kenapa dia peduli. Aku tahu kau juga begitu, saat itu,” lalu kekeh tawanya terdengar, “Tapi aku juga tahu, pergi ke tempatku bakal sulit untukmu,” ia tahu Taiyou tidak sekaya itu untuk menghambur-hamburkan duit. Pemuda itu berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Kesederhanaannya itu membuat Ariake belajar untuk bersyukur. Ayahnya terus mengirim uang meski mereka tidak akur.
Ariake melanjutkan cerita.
“Tapi dia datang … aku pikir, aku tidak boleh berhenti; untukmu maupun dirinya yang susah-susah menghampiri. Atau Ito-san. Apa jadinya kalau ia menemukan aku gantung diri, atau memasrahkan diri pada kendaraan yang berlalu, atau menusuk diri,” tangannya mulai terasa dingin. Perlahan ia mengakui apa yang dirinya pendam selama ini, “Aku percaya padanya, memperlihatkan segalanya, hingga membagi hal yang belum bisa kukatakan padamu. Darinya aku mempelajari hal baru. Aku menyadari semua yang kulakukan selama ini salah dan terus melekat padanya bagai parasit,” mungkin hanya Ariake yang tahu mengapa dirinya berusaha untuk mencintai dengan sederhana: hanya ingin diterima apa adanya, hidup bersama selamanya. Dan ia merasakan itu semua dari Kido Akihiro. Perlakuannya berbeda dari apa yang Ariake mengerti sebelumnya. Dan ketika Akihiro menyentuhnya dengan lembut, Ariake merasa dicintai.
“Tetapi dia tidak pernah menganggap itu semua,” pikirnya. “Aku tahu … tidak seharusnya aku berharap … tapi kau pun tahu, aku tidak suka sendirian,” ia hela napasnya dengan berat, “Kupikir ia menyadarinya, alasan yang aku sembunyikan saat ingin melihat pagi bersamanya dan menahannya tiap malam menjelang. Tapi itu semua cuma jadi bahan candaan,” selama empat bulan lamanya Ariake mencoba membuatnya punya rasa yang sama tanpa sepengetahuan pemuda itu, tetapi semuanya sia-sia. Dengan mudahnya Akihiro menantang Ariake untuk membuatnya jatuh cinta.
Padahal ia sampai mengaku jika 14 Maret bukanlah tanggal yang ia suka atau dirinya bakal menangis karena menahan diri. Tidak perlu ia jelaskan dengan detail, sebab jika pemuda itu tahu, dirinya bakal kena olokan. Yang mungkin juga, apabila dia berkata jujur, bukannya mengalihkan topik pembicaraan, hubungan mereka akan berbeda. Karena hari itu, mungkin merupakan hari yang membuatnya menjadi manusia brengsek sedunia—menghamili mendiang kekasihnya. Ia bisa gunakan alasan itu agar dirinya mendapat simpati dari Akihiro. Sayang, dia tidak melakukan itu sepenuhnya. Hanya setengah saja. Karena ia tidak mau memanipulasinya lebih jauh dan memanfaatkan rasa tega yang selalu pemuda itu berikan padanya.
“Sehingga aku biarkan dia memakaiku sesukanya, dan menekan perasaanku,” begitu mulanya. Di awal memang ia tidak merencanakan itu semua. Lalu, ketika ia merasa ada yang janggal pada dirinya—mulai dari pandangannya yang sering berlabuh ke arah pemuda itu, atau bagaimana ia membicarakannya pada orang lain, atau pula membiarkan Akihiro menggunakannya.
Tapi kali ini, Ariake tidak bisa menahan diri. Hal yang selama ini ia pendam meledak hanya karena satu nama.
Taiyou tepuk punggung Ariake. Ia tidak sedingin itu untuk terus terdiam tanpa melakukan apa-apa. Ia terkejut, tapi mana mungkin ia terus diam selagi mencerna ucapan kawannya.
“Taiyou … kau tidak akan pergi, kan? Kau tidak akan membiarkan aku sendiri, kan?” Ia sudah tidak peduli lagi dengan suaranya yang serak maupun matanya yang sembab.
“Kau ingat perkataanku sewaktu di UKS?” Taiyou menjawab tanya dengan tanya. Ia ingin mengerti apa yang ada di pikiran Ariake, meski tidak semua ia pahami. “Aku juga sudah bilang kalau aku bodoh untuk hal-hal seperti ini, jadi katakan dengan jelas apa yang kau mau? Aku akan mencoba membantumu.”
Napasnya mulai teratur dan tangisnya mereda perlahan. Ariake mulai membaik selama mendengar pengakuan Taiyou untuk kedua kalinya.
“Kau tidak masalah kita tidak kembali ke asrama?” Tanya Ariake yang belum melepas pelukannya.
“Tidak apa.”
“Bahkan membolos besok?”
“Iya, kita main PS sampai besok. Atau kau punya mainan lain?” Toh tidak ada latihan basket.
“Aku belum beli, tapi katakan saja mainan apa yang kau mau. Akan kubelikan langsung hari ini.”
Taiyou menghela napas. Ia ingin mengatai Ariake yang memamerkan harta. Tentu saja cercaannya hanya bercanda. Dan melihat Ariake yang sudah bisa menghinanya, Taiyou merasa kawannya itu mulai merasa baikkan.
“Aku mandi dulu. Tadi aku ... dengannya ... berhenti di pertengahan,” Ariake tidak menjelaskan maksud dari kata-katanya. Ia membiarkan Taiyou diliputi ketidaktahuan. “Kau main duluan saja.”
Taiyou membiarkan Ariake pergi, tapi kemudian ia menunggu di depan kamar mandi. “Pintunya jangan dikunci,” Ariake terdiam saat Taiyou memberi peringatan. Ia mampu memahami kekhawatiran Taiyou saat itu sehingga ia tidak mengunci pintu kamar mandi.
Kala ia membersihkan diri, ia teringat lagi dengan kejadian tadi: sewaktu Akihiro menghujaninya dengan kecupan; dan membuatnya mendengar nama lain tepat di telinga. Ia biarkan tubuhnya basah dan terpaku cukup lama. Tiba-tiba Taiyou memanggil dan membuyarkan lamunannya.
Kemudian mereka main gim seperti yang dijanjikan. Selama bermain, Ariake bersandar di pundak kawannya, ditemani beberapa kotak tisu yang berhasil ia habiskan satu untuk malam itu—entah kalau besok. Di setiap jeda, mereka—bermain gim meski lebih sering Ariake terdiam atau mengelap air mata.
Mungkin inilah karma karena hobi mendua. Ariake tidak pernah merasa gundah gulana. Ia terbiasa untuk tidak peduli pada pasangannya. Namun, kali ini yang ia rasakan berbeda. Dia malah berada di posisi yang sama seperti mantan-mantannya.
Dan hari itu, Akihiro tidak lagi datang padanya. Pemuda itu pastinya tahu ke mana Ariake pergi meski ponselnya telah ia matikan dari tadi. Maka dari itu, ia blokir saja nomornya. Sedikit, Ariake berharap, pemuda itu akan mengetuk pintu apartemennya, meminta maaf, menciumnya, dan menghabiskan malam bersama.
Hanya tidur saja, tidak lebih, lalu bangun bersama-sama seperti yang pernah Akihiro bilang, yang Akihiro inginkan: Cuma pasangan yang saling jatuh cinta yang tidur seranjang, suatu saat, kau akan bangun, melihat wajah orang yang tidur di sebelahmu dan jatuh cinta, Akihiro. Ariake berharap itu terjadi padanya. Ia mencoba menahan pemuda itu tetap berada di sampingnya. Tapi itu percuma. Pemuda itu terus membuka mata dan setelahnya pun meminta Ariake bangun duluan—yang jelas-jelas Ariake tolak karena dalam hati ia menganggap itu tidak ada gunanya.
Namun, dibandingkan Akihiro yang kiranya perasa, malah Taiyou yang tetap berada di sisinya. Bahkan, setelah hal buruk yang dilakukannya semalam, Taiyou masih bertanya, “Apa aku perlu menemanimu lagi hari ini?”
“Tidak perlu,” Ariake menjawab. “Pergi saja—ah,” ia terdiam sesaat lantaran ingat bahwa mereka tengah membolos. “Kau bisa di sini sampai sore kalau mau, tapi pergi sekarang pun tidak apa kalau memang ada tempat yang bisa kau tuju.” Ariake berdiri, ia memilih pergi. “Tidak perlu menemaniku, aku bisa sendiri.” 
Padahal ia paling tidak senang menyendiri. Sepi. Ia paling tidak bisa kesepian.Waktu berlalu. Perutnya mengaduh dan kerongkongannya terasa kering. Ia belum makan dan minum sedari pagi, dan ketika ia membuka mata kembali, hari telah sore. Di luar, ia tidak lagi melihat keberadaan Taiyou di sana.Ia sendirian, padahal tidak bisa ditinggalkan. Maka, ia mengirim pesan pada temannya yang lain.
“Datang ke tempatku. Kita bisa menangisi nasib sial kita bersama, Ruri.”
Karena jika tidak begitu, entah ia bisa bertemu dengan hari esok.
0 notes
pedanglillah · 4 years
Text
Dedek's Diary part 1
19 Juni 2019 aku menikah dengan suami
3 hari setelah menikah kami LDM, Bangkalan Bliar dengan jarak kurang lebih 175 km dengan tempo waktu perjalanan naik bus kurang lebih 6 jam.
Kami bertemu 2-3 minggu sekali di tengah kesibukan koas kami. Waktu itu aku yang lebih sering ke Blitar karena staseku stase santuy, sedangkan suami stase tidak santuy.
Kami memang belum merencanakan hamil tepat setelah nikah, kami “menunda kehamilan” dengan ikhtiar KB pil 2 bulan, pantang berkala, dan barrier.
Ku rasa teman2 kedokteran paham, mengapa aku belum juga hamil saat itu.
Ku rasa juga teman2 kedokteran paham, arti dari infertile, ada 3 kriteria yang harus dipenuhi.
1. Berhubungan secara rutin
2. Tidak menggunakan kontrasepsi
3. Telah menikah selama 1 tahun
Dari ketiga poin tsb bisa didiagnosis infertilitas primer oleh dokter jika belum kunjung hamil.
Aku terkadang risih, jika ada yang mengatakan hal tsb ke aku, atau dengan kata lain “susah hamil”, naudzubillah. Padahal memang aku dan suami belum ikhtiar untuk hamil.
Januari 2020, koasku telah selesai, dan aku bisa lebih sering di Blitar menemani suami, tapi kembali lagi, kami belum berikhtiar. Kami masih menggunakan metode kontrasepsi “alami”.
Maret 2020, aku dan suami pindah ke Malang, karena waktunya suami stase keluar kota. Aku focus bimbingan untuk persiapan UKMPPD, dan suami fokus koas Farmasi. Saat itu kami merencanakan bulan ini “haid terakhir”. Qadarullah sedang gencar2nya kabar COVID 19 di Indonesia. Aku dan suami kembali berdiskusi dan kami menyepakati untuk menunda lagi karena COVID 19.
26 Maret 2020 merupakan HPHT yang tidak aku sangka :”
Dari celetukan aku dan suami untuk merencanakan “haid terakhir” sebelum gencarnya COVID 19 di Indonesia, ALLAH kabulkan. MasyaALLAH tabarakallah. Ini benar2 menjadi rezeki yang tidak terduga2 datangnya. Karena seebelumnya kami masih berikhtiar kontrasepsi alami. Allah mampukan kami, Allah percayakan kami, setelah 9 bulan pernikahan kami menghindar, Allah berikan waktunya.
8 Mei 2020. H+10 dari tanggal seharusnya Haid di bulan April. Kenapa tak kunjung haid? Hamilkah? Aku bertanya2. Ada perubahan pada diri ini yang tidak aku sadari sebelum test pack.
1. Terkadang merasa morning sickness, tapi aku abaikan
2. Badan terasa mudah capek
2 hal tersebut akhirnya aku hubungkan dengan keterlambatan haidku. Dan aku akhirnya memutuskan untuk berani melakukan test pack tanpa sepengetahuan suami.
06.30 AM aku ke kamar mandi, dan GARIS 2 yang muncul. Allahu akbar! Kedua tanganku gemetar, aku senang, aku kaget, masyaALLAH tabarakallah. Aku berlari menunjukkan ke suami. Kami menyambut dedek dengan rasa syukur.
10 Mei 2020. Aku memutuskan untuk mengulang test pack dengan merk berbeda, dan tetap garis 2 yang muncul. MasyaALLAH tabarakallah.
18 Mei 2020. USG pertama kali. Saat itu UK masuk 7-8 minggu berdasarkan HPHT. Hasil USG? Masih terlihat kantong, dan DSOG nya bilang “kok janinnya kurang berkembang ya”. Nyesss, pertama kali USG digitukan rasanya bikin down banget. Suami terus menyemangati untuk berfikit positif dan insyaALLAH 2 minggu ke depan dedeknya gak malu lagi menampakkan dirinya di layar. Selama 2 minggu yang ku cari adalah postingan curhatan ibu hamil tentaang USG usia kehamilan awal dan tentang BO, aku sunggu takut sekali.
4 Juni 2020. Aku bersama suami ke klinik DSOG yang berbeda, masyaALLAH tabarakallah dedeknya sudah nggak malu menampakkan dirinya. Sebagai calon umma, aku jd meerasa lebih tenang dan tentunya senang karena bisa ketemu dedek untuk pertama kali. Hasil USG : GS (+) janin tunggal, DJJ (+), CRL : 2,63 cm, GA : 9 w 3 d, EDD : 04-01-2020.
8 Juli 2020. Aku control kehamilan ke klinik DSOG kembali, masyaALLAH tabarakallah. Aku datang telat, tapi dokter dan mbak bidannya masih nerima dan meriksa aku. Maafkan umma ya nak! Ini pertama kali umma ngajak dedek ngepot2an :””” Hasil USG : Janin T/H. CRL : 8,49 cm, GA : 14 w 3 d, EDD : 03-01-2020.
9 Juli 2020. Pertama kali merasakan tiba2 perut bawah kiri kenceng, setelahnya kayak jeduk, ada yang ada yang gerak. Dedek lagi ngapain di dalam?
18 Juli 2020. Umma diantar baba kembali ke Malang untuk berjuang UKMPPD. Berjuang Bersama umma ya nak, semangatin umma buat belajar ya. Sampai jumpa bulan depan yah, jangan malu2 tunjukin jenis kelaminnya nanti, umma baba, dan budhe dokter mau lihat ya :D
0 notes
zulganibrhmsblog · 6 years
Quote
Ketika kita bertemu di tempat asing, bincang dan tawa sertai kita. Hari ini ku nanti dirimu, berharap datang membawa salam, membawa bunga bunga kehidupan. Sadari kenangan begitu merasuk jiwa, terbawa dinginnya cuaca pagi ini. Teruntuk kamu ~ "Terima kasih telah bangunkan aku ....."
UK IP MIM180507YMD
0 notes
bymbaadodii-blog · 6 years
Text
Cinta, Aji.
Kenangan tak akan pernah hilang, selalu akan terjadi tanpa direncanakan. Ada sebuah kenangan yang bisa tidak dilupakan, memori-memori yang sangat indah yang akan selalu akan diingat. Ada juga kenangan yang tidak mau diingat karena memori itu membuat kita lemah, sedih, dan menyesal untuk diingat kembali. Waktu terus berjalan, entah berjalan cepat atau lambat. Bumi terus berputar, jika ia berhenti maka waktu juga akan berhenti. Setiap memori terus akan aku kenang dengan mataku yang terbuka. Bagaikan kamera yang selalu menangkap suatu foto kenangan.
Di pagi hari, mataku memandang langit biru di angkasa. Memikirkan bagaimana Tuhan telah membuat bumi dengan sempurna, Tuhan telah membuat manusia dan ciptaan di buminya sempurna. Tetapi, mengapa sikap manusia tak sempurna seperti ciptaan Tuhan yang ia telah ciptakan. Aku terus memandang langit, sampai-sampai aku tidak sadar ada orang lain duduk disampingku. Aku menengok ke kiri. Seorang laki-laki duduk disampingku berrambut hitam dengan gaya potongan sepantasnya anak sekolah SMA, berkulit sawo matang, alis yang tebal, hidung yang mancung, terlihat gagah dari samping. Setelah aku mengobservasi dirinya yang telah duduk disampingku, aku melanjutkan mataku memandang angkasa. Tanpa aku sadari, dia menatap diriku. Sedangkan aku terus melihat angkasa yang aku terus pandang, aku sengaja menengok kembali pandangannya. Dalam sejekap aku heran, mengapa laki-laki yang aku tidak kenal memakai satu seragam denganku terus memandangku seperti aku memandang langit diatas. Apa yang aku bisa lakukan adalah, membeku melihatnya dia tersenyum dengan hatiku yang berbunga-bunga melihat kegagahannya. Aku ingin berkata sesuatu kepadanya, aku ingin tahu namanya, dan mengapa ia duduk disampingku. Tanpa diperintah, ia berkata duluan. Bibirnya tak berhenti untuk tersenyum untukku, matanya tak lepas dariku.
Laki-laki itu pun berbicara “Hai, kamu Cinta ya?”. Hah? Bagaimana dia tahu namaku? Sangat aneh. Apa mungkin dunia itu sempit? Aku balas pertanyaan nya. “Iya, nama kamu siapa?”, kataku. Dengan anehnya dia menjawab, “namaku.. haha sudahlah nanti kamu akan tahu sendiri, Cinta.” Membalas pertanyaanku dengan senyuman. Manusia ini sangat aneh, dia tahu namaku, dan tidak ingin memberi tahu namanya. Apakah ada yang aneh jika ia memberi tahu namanya siapa? Apakah telah dia mengikutiku selama ini? Sampai-sampai dia tahu namaku tanpa aku beri tahu. Sudahlah, lelah memikirkannya.
Ring… Ring…
Sudah jam 7.30 pagi di daerah Sekolah Bina Bangsa, bell telah berbunyi. Bell tersebut menyatakan bahwa murid-murid harus masuk ke kelas masing-masing, aku langsung ambil barang-barangku dan pergi. Tiba-tiba laki-laki itu berkata, “Sampai jumpa, Cinta.” Dengan tersenyum. Aku mengonggel-onggel kepalaku, dan terus berjalan ke kelasku. Kelas XII A, pelajaran pertama adalah Sastra Indonesia atau orang-orang biasa menyebut pelajaran Bahasa Indonesia. Di kelas Bahasa Indonesia, kita sedang membuat cerita pendek. Seperti biasa, remaja-remaja zaman sekarang lebih cenderung memilih cerita fisik tentang percintaan. Begitu banyak cerita cinta yang biasanya terjadi, apa lagi ketika sudah SMA. Sudah seperti Drama Korea di Televisi saja, terlalu banyak tragedy percintaan yang terjadi tetapi versi yang tidak direncanakan dan perlu naskah. Aku melanjutkan cerita pendek tersebut, aku terus berimajinasi dan memperingat apa yang aku telah imajinasikan setelah aku duduk dan menatap langit biru. Aku mengingat... laki-laki.. berrambut hitam, gagah, menawan. Ah! Bukan itu, Cinta. Sudahlah, aku akan lanjutkan cerita ini sebagai Pekerjaan Rumah saja. Aku menundukan kepalaku di meja, aku sangat lelah. Aku ingin pulang, tidak enak badan. Aku tertidur di meja tersebut, tak sadar bahwa pelajaran Sastra Indonesia sudah selesai. Saatnya murid-murid beristirahat. Aku mendengar suara sepatu berjalan kearah kelasku, dan berhenti disampingku.
“Cinta… bangun...” Katanya, sambil memegang keningku
“Cinta, ke UKS yuk...” Melanjutkan apa yang ia katakana barusan
Aku menjawab, “Tidak”
Oh, ternyata si laki-laki itu. Sudahlah. “Aku bisa ke UKS sendiri.” Kataku dengan gaya jutekku. Aku berjalan melewatinya seperti tidak sopan untuk dilihat, tetapi aku rasa itu tidak pantas untuk dilakukan. Walaupun sudah terjadi, biarkan dia tahu aku itu wanita mandiri. Aku sadar bahwa dia mengikutiku dari belakang seakan-akan dia menjagaku, aku sengaja berjalan terus dengan cepat. Akhirnya, sampai juga di UKS. Dia berhenti mengikutiku, mungkin dia tahu aku ingin beristirahat. “Permisi... aku tidak enak badan, bolehkah aku beristirahat?” kataku dengan intonasi yang lembut. Balasan entah dari mana berkata, “Iya silahkan...”
           Aku langsung beristirahat. UKS, tempat yang sangat sepi untuk beristirahat. Tempat ini biasa digunakan untuk beristirahat, jika ada yang sakit, juga jika ingin bolos kelas berikutnya. Fungsi UKS, kebanyakan digunakan untuk bolos kelas berikutnya. Yasudahlah, namanya juga remaja, kadang juga suka ada malasnya. Aku tertidur pulas, entah aku bermimpi apa. Tak ada warna atau cerita di mimpiku, hanya gelap gulita dan ada cahaya satu pun. Bell berbunyi. Aku mendengar suara sepatu mengarah ke UKS, suara langkah sepatunya sangat persis dengan suara sepatu tadi yang aku dengar. Apakah si laki-laki itu?
“Permisi, saya disini ingin beristirahat” Suara laki-laki persis yang aku dengar tadi
Suster melangkah menuju laki-laki itu dan berkata, “Silahkan, Aji."
Ternyata laki-laki itu, dia. Laki-laki yang tahu namaku. Ternyata nama dia,  Aji. Nama yang menarik, Aji. Aku terus kepikiran dengan namanya dia. Aku harus jujur bahwa aku suka dengannya, seperti inta pandangan pertama. Apakah kalian percaya cinta pandangan pertama? Mungkin kebanyakan remaja sekarang, tidak percaya bahwa adanya cinta pandangan pertama. Menurut mereka, cinta pandangan pertama adalah rasa suka dari fisiknya. Tetapi, kali ini yang aku rasakan itu berbeda. Aku merasa, suatu saat nanti dia akan menjadi kekasihku. Entahlah kapan, dimana dia akan mengajak aku kencan. Dia berbaring disamping kasur yang aku tiduri, dia hanya terlentang. Oh, tidak. Dia juga memandangku, dan aku tidak. Karena aku sadar dia telah memandangku sesudah masuk pintu UKS. Aneh sekali. Dia hanya berbaring, dan tidur. Dia berkata, “Hey, aku melihatmu sakit seperti ini. Tetapi aku ingin memberi tahu kepadamu bahwa aku suka denganmu.”
Hah? Dia juga punya perasaan denganku? Tidak mungkin, apakah dia mengajak untuk kencan? Ada-ada saja, lagi sakit seperti ini masih aja ada yang aneh. Aku berbalik badan seakan-akan aku ingin melihatnya dan balas pembicaraan Aji tadi. “Kamu ngapain disin!? Ada-ada aja, kamu juga sakit kan? Sudah, lebih baik kamu diam. Aneh sekali kamu jadi manusia, huft.” Kataku dan berbalik badan lagi. Ia menjawab “Aku tidak sakit, hanya ingin melihatmu apakah kamu baik-baik saja atau tidak. Aku hanya kawatir, Cinta.”. Aku lanjutkan percakapan tersebut, “Aku tau namamu. Nama kamu itu Aji, bukan!?” Kataku, suara intonasiku menaik.
Dia terdiam beberapa detik kemudian dan berkata, “Sudah ku bilang nanti kamu akan tahu namaku siapa, ramalanku sangat manjur ya!” Lalu dia terdiam dan tertidur.
Aneh sekali, Aji? Dia sebenarnya siapa sih?! Aku sangat heran dengannya. Dia bisa meramal? Sudahlah. Aku sudah merasa mendingan. Aku hanya ingin pulang, aku minta izin kepada suster kliniknya bahwa aku ingin pulang karena lelah, sakit, dan juga lelah dengan mendengarkan manusia ini berbicara dan meramal kehidupanku. Aku izin, dan pergi. Aji mengikuti aku dari belakang, dan berkata, “CINTA! Sini mari aku antar ke rumahmu.” Aku langsung balas saja dengan “Tidak.”
Dia kira aku wanita murahan apa, yang bisa asal saja diajak pulang segampang itu. Aku punya supir bernama Pak Mardi. Dia sudah lama sekali berkerja dengan keluargaku, mungkin suda 10 tahun. Pak Mardi telah menjagaku dari kecil, 10 tahun sudah begitu lama untuk kerja seperti ini. Apa lagi orang tuaku suka marah-marah ke Pak Mardi, dia akan terus tetap sabar. Menurut Pak Mardi, amarah Ibu dan Bapakku hanyalah sebuah sampah yang hanya bisa didengar kuping kanan dan dibuang kuping kiri. Aku naik ke mobilku, Avanza. Pak Mardi sudah tahu bahwa aku tidak enak badan, maka ia langsung membawaku pulang ke rumah.
Sesampai rumah, aku menuju ke kamarku dan berbaring di tempat tidur. Suara kaki berjalan menuju kamarku, dan membuka kamarku. Ibuku, ia masuk ke kamarku dan memeriksa suhu badanku. Ternyata kondisi badanku tidak baik. Aku merasa aku harus minum obat, dan tidur secukupnya. Aku berbaring, sedangkan ibuku duduk di sampingku. Tiba-tiba telefon rumah berbunyi, ibuku menuju ruang tamu dimana telefon rumah ditelakkan. Aku menguping percakapan ibu dengan entah siapa.
“Ini siapa ya?? Oh.. Aji.. Temannya Cinta? Baiklah, saya salamkan kepada cinta ya” Kata ibu
Ibu kembali ke kamar, dia hanya berhenti di depan pintu dan berkata , “Cinta, tadi Aji kirim salam untukmu, dia bilang jaga kesehatanmu dan cepat sembuh” Kata ibu, aku hanya membalas kataan ibu dengan terima kasih. Aku kembali beristirahat.
Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah dengan jalan kaki. Di tengah jalan, aku merasa ada yang menggikuti aku dari belakang. Terdengar suara sepeda yang ingin melewatiku, sepeda itu berjalan lebih cepat dan berhenti di sampingku. Oh, itu hanya Aji. Aneh sekali dia telah mengikuti aku dari belakang, sebenarnya dia mau apa sih!? Sampai-sampai dia telah mengikuti aku. “Hey cinta, aku mau langsung bilang aja. Kalau aku sangat menyukaimu. Mau kah kamu jadi pacarku?” Aku tersenyum-senyum ketika ia bilang begitu kepadaku. Hati ini berbunga-bunga, cahaya pintu hati terbuka untuknya. Hati ini ingin memeluk hatinya dengan erat. Aku langsung saja menjawab pertanyaannya dengan jawaban “Ya”. Aku sangat senang sekali walau cinta ini terlalu cepat untuk disatukan.
           Sesampai sekolah, seperti biasa aku melakukan keseharian di sekolah sebagai siswa bina bangsa. Hari ini, aku merasa lebih gembira. Aku merasa lebih bersemangat sekolah daripada biasanya. Aku mengerjakan tugasku sambil senyum-senyum, tidak bisa moment yang indah ketika Aji menanyakan jika aku ingin menjadi pacarnya atau tidak. Pelajaran yang aku pelajari terasa tenang, biasanya aku suka pusing sendiri melihat tugasku tetapi kali ini berbeda. Waktu pulang sekolah, aku langsung berjalan kaki menuju rumah. Biasanya, aku melewati warung belakang sekolah sebagai jalan pintas menuju pulang ke rumah. Ketika aku melewati warbal (warung belakang). Seorang anak remaja dan gengnya sedang bergaul dan duduk di warung tersebut. Aku merasa tidak nyaman ketika melewati warbal tersebut. Mereka berasal dari sekolah SMA Anggrek, aku dengar-dengar bahwa raja gengnya bernama Dodi. Ia adalah remaja yang tidak patut untuk diikuti, ia anak yang paling nakal. Tiba-tiba aku mendengar Dodi berteriak, “WOI CEWE CANTIK, SINI SAMA MAS DODI. KAMU CINTAKAN?!” Katanya. Aku hanya bisa berjalan cepat. Aku melihat kebelakang, aku melihat temannya Aji, sepertinya dia memata-matai geng itu. Ah sudah, aku lari saja.
Aku terus berlari seperti cheetah yang terus berlari mengejar mangsanya. Sesampai rumah aku langsung beristirahat, lalu makan malam. Aku biasanya makan malam sendirian, karena ibu dan bapak pulang larut malam karena kerja. Mereka berbuat berkerja dibidang pertambangan, mereka mempunyai bisnis pertambangan sendiri. Sesudah makan, aku ambil buku untuk belajar mengulang apa yang sudah dipelajari di sekolah, aku sedang belajar matematika. Aku kurang begitu suka dengan matematika, karena dengan rumusnya yang terlalalu rumit untuk dipelajari. Juga, aku tidak suka menghitung pelajaran yang rumit. Aku lebih suka menghitung biasa seperti pertambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Biasanya yang suka dibilang nomor operasi, hanya itulah yang aku sukai dipelajaran matematika.
Sebenarnya pelajaran yang kita pelajari di sekolah itu temporer, kita seharusnya mengejar mimpi kita dengan berkerja keras dan juga sedikit belajar. Jika kita belajar, dan tidak ada kerja kerasnya untuk masa depan. Maka, hasilnya akan tetap nol. Usaha kalian akan terus bersia-sia tanpa usaha dalam kerja keras, aku rasa tidak semua orang sukses karena dia pintar. Belum tentu pintar menjamin sukses.
Selesai mengulang pelajaran yang sudah dipelajari kemarin, aku langsung tidur. Aku masih tidak enak badan, lemas sekali diriku. Aku selalu mendengar kata orang bahwa tidur adalah jalan kunci untuk pikiran yang kuat. Maka, aku tertidurlah diseprai halus ini. Awan-awan muncul ketika aku mengejamkan mata, terlihat wajah Aji yang tak begitu jelas. Apakah aku sedang bermimpi? Aku melihat Aji bersama Dido bertengkar karena perlakuan Dido yang dia menggodaiku tadi di warbal. Aku rasa temannya Aji memberitahu kepada Aji bahwa Dodi menggodaiku, di mimpi aku hanya bisa terdiam. Aku ingin melakuan sesuatu tetapi aku rasanya tidak ingin ikut campur, aku merasa aku bisa mengkontrol mimpi tersebut. Sangat aneh, aku rasa aku sedang Lucid Dreaming. Dodi dan Aji terus bertengkar. Mereka terus berteriak-teriakan kepada sesama, mereka juga bergeng seperti ingin tawuran. Aneh sekali. Aku merasa sepatuku tidak terikat, maka aku ikatlah sepatuku seperti pita yang cantik. Ketika aku selesai mengikatnya, aku melihat kembali mereka bertengkar dan tiba-tiba Dodi menampar Aji dengan keras hingga biru. Aku terbangun. Oh, alarm ku berbunyi. Sudah jam 5.30 pagi ternyata. Aku harus segera siap-siap sekolah. Aku pergi membersihkan diri, memakai gincu agar bibirku tidak terlihat pucat, memakai seragam, dan segera memakai sepatu converse putih kesukaanku. Aku berjalan menuju sekolah, menyapa setiap pedagang di pagi hari. Aku rasa mereka butuh seorang semangat, seperti orang di jalan yang menyemangati mereka. Mereka tersenyum ketika melihatku, mungkin karena aku sering berjalan kaki di daerah sini. Jalan tersebut dinamakan Jalan Cinta. Itulah namaku. Aku sangat senang sekali jalan ini tercantum namaku, jalan ini dinamakan karena aku sering dilihat orang-orang daerah sekitar berjalan kaki, dan menyapa orang-orang dengan senang hati. Air susu dibalas dengan air ketuba.
Sebentar lagi aku sudah akan sampai sekolah, tetapi aku melihat Aji dari jauh bertengkar dengan seorang laki-laki. Ketika aku mendekat, ternyata Aji sedang ribut dengan Dodi. Seperti apa yang aku telah mimpikan semalam, persis sekali dengan mimpiku. Tetapi perbedaanya mereka langsung tawuran. Astaga, aku tidak nyangka Aji akan seperti itu. Aku terus berlari dan memberi tahu kepala sekolah. Kepala sekolah mengumumkan bahwa sekolah diliburkan, kegiatan sekolah ditutup hari ini. Aku tidak tahu apa yang aku harus lakukan sedangkan terdiam. Aku melihat mereka berdarah-darahan di wajahnya, aku tidak bisa bantu. Maaf sekali Aji, aku tidak bisa membantumu. Tawuran mereka tidak berhenti-berhenti, terus berjalan. Apa ini karenaku? Masalah kecil sudah menjadi seperti kambing hitam. Tawuran ini terus menerus berjalan sehingga menyebabkan kemacetan. Aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan. Tiba-tiba polisi melewati mereka dan berhenti didepan mereka. Aji sudah kesakitan, mereka semua pun berlari ketika polisi dating. Aku langsung membantu Aji berdiri, dan membawanya ke UKS. Ketika di UKS aku bertanya mengapa ia bertengkar dengan Dodi dan gengnya. Ia menjawab, “Karena dia telah menggodaimu saying, aku tidak mau ada lelaki lain melakukan seperti itu ke kamu. Kamu tidak pantas diperlakukan seperti itu, kamu adalah mawar indah dan berlianku. Sangat penting sekali, dan pantas untuk dihormati.”
Aku terharu ketika Aji mengatakan kata-kata manis tersebut, “Sudah, aku kompres dulu lukamu ya” aku tersenyum. Aku rasa lukanya tak begitu parah, hanya luka kecil di kening, pipi, dan hidung. Sudahlah, aku harus mengobatinya karena suster UKS tidak ada. Entah mengapa hal kecil bisa menjadi sebuah kambing hitam. Aku merasa bersalah apa yang telah terjadi, aku merasa menyesal aku tidak bisa melakukan apa-apa, ketika tawuran berlangsung. Aku menangis tiba-tiba, mengeluarkan satu tetes air mata. Aji melihat air mataku, dan menghapuskan air mataku. “Kenapa sayang?” Tanya Aji. Aku menjawab bahwa aku merasa menyesal tidak melakukan apa-apa ketika saat itu, aku malah terdiam. Terpurung dalam pikiran, aku rasa aku bersalah. Aji hanya bisa tersenyum ketika aku menceritakan apa yang aku rasakan. Menurut dia, aku tidak pantas untuk ikut campur dalam masalah seperti itu. Dia juga meminta maaf, atas kejadian tersebut terjadi. Dia mencium keningku atas perminta maafannya. Tiba-tiba ketika Aji menciumku, Ibu Nuru berasa di UKS. Ibu Nuru adalah guru Bahasa Indonesia, dia mengajar SMA Sastra Indonesia. Ibu nuru langsung saja berkata, “Hey! Ananda AJi. Kamu dipanggil kepala sekolah. Segera ke ruangan Kepala Sekolah.” Ibu Nuru langsung balik mengarah ruangan kepala sekolah, begitu juga Aji. Aku membantu Aji untuk berjalan menuju ruangan kepala sekolah, dia berjalan pincang. Maka, aku harus bantu dia agar dia bisa berjalan. Butuh beberapa menit untuk berjalan ke ruangan kepala sekolah, padahal ruangannya dekat sekali dengan UKS. Sesampai ruangan kepala sekolah, Aji disuruh duduk oleh Pak Ahmad atau kepala sekolah kita. Pak ahmad orangnya sangat tegas, disiplin, dan tidak bisa mudah percaya kepada orang. Disamping Aji, ada Dodi. Dodi terlihat sangat marah kepada Aji, begitupun Aji. Aku diperintahkan menunggu dekat pintu saja, aku tidak boleh ikut campur masalah seperti ini, entah mengapa. Ibu Nuru juga begitu, dia memang boleh ikut campur. Tetapi sebaiknya menurut Ibu Nuru, dia lebih memilih menemani aku agar tidak sendiri saja. Kita berdua hanya melihat keributan seorang satu dewasa, dan dua remaja membahas masalah kecil yang dijadikan besar-besaran. Di ruang kepala sekolah, terjadinya keributan juga. Pak Ahmad bersikap sangat keras kepada mereka berdua yang selalu menyalahkan kepada sesama. Ruangan kepala sekolah terasa seperti pasar dan neraka yang disatukan. Ramai, tak mau mengalah, kejahatan. Lelah sekali melihat mereka bertengkar seperti anak kecil. Mengapa masalah tersebut tidak diselesaikan dengan secara tenang dan seksama. Aneh sekali laki-laki zaman sekarang, tidak ada yang bisa berpikir secara dewasa.
Satu jam kemudian...
 Sudah satu jam aku berada disini, hanya melihat mereka berdiskusi tentang masalah mereka. Masalah pun akhirnya mereda, akhirnya aku tidak mendengar suara berisik seperti di pasar atau juga bisa dibilang seperti di hutan. Aku rasa mereka sudah ingin baikan, lelah sekali melihat mereka bertengkar seperti itu. Selalu menjulukan kambing hitam, lebih baik masalah itu diselesaikan secara baik-baik. “Oke, dengan saat ini juga. KASUS HARUS DITUTUP. Sekarang kalian harus berminta maaf, mau atau pun tidak mau. Kalian harus berteman, seperti anak kecil saja berebutin Cinta. Cuma karena satu masalah kecil ngerebutin cewe jadi Tawuran” kata Pak Ahmad. Aku malu ketika Pak Ahmad berbicara seperti itu, Ibu Nuru hanya bisa tertawa. Akhirnya mereka berdua minta maaf dan menjadi teman. Semoga tidak akan ada masalah lagi diantara geng sekolah lainnya, semoga semua akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Puji Tuhan, Aji dan Dodi menjadi teman baik dari sekarang hingga seterusnya. Aku senang sekali tidak ada pertengkaran antara mereka, aku rasa mereka memang pantas untuk berteman seperti ini. Berteman lebih baik daripada mencari musuh, karena berteman dapat kasih sayang dari orang-orang sekitarmu. Mereka akan terus mendukung apa yang kalian akan lakukan untuk kebaikan kalian. Aku rasa musuh hanya ingin mencari ketenaran disebuah kejelekan, musuh akan selalu mencari kebencian. Sementara, teman akan selalu memberimu sesuatu yang tak akan orang lain punya dengan cara mereka masing-masing.
           2 tahun kemudian, aku dan Aji masih terus berlangsung. Kisah cinta , kami berdua akan terus berjalan sampai kita berambut pirang, dan keriput. Aji dan aku pergi keliling dunia, walaupun kita sekarang sudah lulus SMA dan bebeda tempat kuliah, aku rasa Aji dan aku akan selalu bersama. Setelah lulus kuliah, kita berdua menikah. Mempunyai anak kembar, dan berbahagia. Itulah kisah cinta kami berdua. Oh, dan Dodi? Dia menjadi business man terkenal, dia mempunyai management sendiri. Tapi sayangnya masih perjaka, alasannya karena dia ingin terus berkerja keras untuk masa depannya agar istrinya nanti tidak usah berkerja mencari uang. Salam sejahterah.
0 notes
childloveslife · 7 years
Text
Bahtera Kepulauan Sembilan
Perjalanan kami menuju Pulau Marabatuan tidak akan lengkap tanpa adanya Kapal Perintis.  
Seperti apa yang disampaikan Menteri Perhubungan, EE Mangindaan bahwa Kapal Perintis ada untuk memanusiakan manusia di wilayah pulau terluar. Wilayah kepulauan Sembilan, yaitu wilayah yang terdiri dari 9 pulau berurutan didalam peta namun kenyataanya kesembilan pulau tersebut tidak seluruhnya tampak pada peta.
Seperti pulau Marabatuan yang kami kunjungi ini, hanya beberapa peta dan atlas yang tertulis bahwa pulau ini ada. Untuk itu, adanya kapal perintis akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat pulau, terutama konektivitas antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Terdapat dua rangkaian perjalanan jalur laut untuk mencapai Pulau Marabatuan. Pertama menggunakan kapal Sabuk Nusantara 57 dan Sabuk Nusantara 55. Keduanya sama-sama melintasi tol laut untuk daerah kepulauan Sembilan, hanya saja awal keberangkatan kedua kapal ini berbeda. Untuk Sabuk Nusantara 57 berangkat melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya sedangkan Sabuk Nusantara 55 berangkat melalui Pelabuhan PT Pelindo III Stagen, Kota Baru. Sebelum adanya kapal perintis Sabuk Nusantara ini, kami mendapat informasi bahwa para warga yang akan berpergian atau mengangkut barang-barang antar pulau , harus menggunakan speedboat atau kapal nelayan. Kedua pilihan ini memiliki sisi kerugian yang cukup berat sebelah seperti speedboat yang akan tiba dengan cepat namun warga harus merogoh kocek sangat mahal sedangkan kapal nelayan dengan harga yang cukup murah waktu yang ditempuh cukup lama. Karena itu, adanya Sabuk Nusantara ini telah  menjadi pilihan jalan tengah bagi keresahan masyarakat kepulauan Sembilan.
Tumblr media
(foto kapal yang kami tumpangi yaitu Sabuk Nusantara 57 sedang berlabuh di Masalembu)
Sabuk Nusantara 57 memiliki jadwal yang berbeda pula dengan Sabuk Nusantara 55. Jadi, kita tidak bisa sembarang memilih hari untuk berangkat menuju kepulaun Sembilan menggunakan kapal ini. Lamanya perjalanan pun juga masih bergantung dengan jadwal berangkat dan tibanya kapal sesuai rancangan yang telah ditetapkan. Kami pun tidak bisa mengira-ngira akan tiba di Pulau Marabatuan selama berapa hari, begitu pun sebaliknya ketika pulang menuju pulau Jawa.
Kapal perintis yang kami tumpangi bernama Sabuk Nusantara 57,  inilah kapal perintis pertama kami yang kami tumpangi untuk melintasi selat Laut Jawa. Awal keberangkatan kapal ini adalah melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Menurut orang awam ketika mendengar kata kapal perintis pasti yang ada di bayangan mereka adalah kapal barang, penumpang, hewan, dan segala hal yang perlu diangkut tergabung menjadi satu. Bahkan, aku sendiri pun membayangkan bahwa kami akan berlayar bersama para kambing dan hewan-hewan milik warga lain. Dengan berbekal ekspetasi kami yang serendah-rendahnya, kami siap melihat realita yang nantinya akan terjawab. Setelah sampai pelabuhan Surabaya kami bertemu banyak masyarakat yang ternyata sama-sama akan menaiki Kapal Perintis menuju kota baru. Namun, prosedur pembelian tiket telah menghambat kami untuk tepat waktu menaiki kapal sesuai jadwal.
Ternyata baru kami sadari, tidak hanya petugas resmi yang menjual tiket-tiket kapal perintis ini, masih banyak oknum-oknum yang menjual tiket kapal dengan harga yang berbeda dengan harga aslinya. Harga tiket kapal perintis untuk sekali jalan adalah Rp 42.900. Setelah melewati detik-detik kritis sebelum kapal berangkat kami pun mendapat tiket secara legal. Dan ekspetasi kami dikejutkan dengan kapal perintis yang kami tumpangi, ternyata tidak seburuk yang kami bayangkan. Kapal Sabuk Nusantara 57 memiliki tiga lantai, atau empat lantai untuk ruangan anjungan kapal. Lantai 2 adalah pintu masuk dan keluar kapal untuk tiba di daratan lalu terdapat kantin, kamar mandi, musholla, uks, dan kasur untuk penumpang beristirahat. Selanjutnya lantai 1 yang hanya berisi kasur bertingkat cukup banyak. Juga lantai 3 yang berisi bagian luar kapal supaya kita dapat melihat pemandangan lautan luas, di lantai ini pula banyak terdapat benda-benda keselamatan di laut.
Tumblr media
(Salah satu ruangan anjungan yang menjadi tempat kami belajar mengenai cara kapal berlabuh dan pelajaraan ilmu kelautan lain bersama kapten)
Dengan adanya fasilitas-fasilitas yang dimiliki kapal ini, masyarakat dapat lebih merasa aman dan nyaman dalam menikmati perjalanan. Kami pun merasa demikian. Bagian pengangkutan barang pun di pisahkan dengan kami para penumpang. Walaupun memang barang yang diangkut terbilang cukup banyak dan beragam seperti bahan bangunan, sepeda motor, buah-buahan. Tapi itu semua sama sekali tidak mengganggu kenyamanan kami para penumpang.
Tumblr media
(Contoh barang-barang yang diangkut masyarakat di kapal ini )
Kami juga bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat asli kepulauan sembilan, namun ternyata penumpang kapal Sabuk Nusantara 57 paling banyak adalah Masalembu, karena setelah melewati pulau Masalembu, penumpang kapal hanya sebagian kecil. Apalagi menuju Marabatuan yang melewati 3 pulau. wah serasa milik sendiri sih ini kapal (wkwkkwk). Oh iya, kami juga sudah menganggap ABK (Anak Buah Kapal) beserta kapten Chief, koki, dan lainnya sebagai keluargaa. Merekalah yang menjadi orangtua kita pemberi nasihat, pembelajaran bekal ilmu, berbagi cerita, wahhh menarik pokoknya. Btw, ABK dikapal ini umurnya rata2 sama kayak ku yang belum menginjak usia 20 tahun. Luar biasa, mereka berani tIdak pulang berbulan-bulan demi pekerjaan ini.
A Cintya Nur D
0 notes
Data Togel SGP UK Punters Kembali Sebuah Awal Keluar Untuk Trump.
Togel Sidney Hari Ini
Sekali lagi welcome to hongkongpools singapore togel banyak terima kasih untuk kalian semua yang togel4d live hongkong pools telah menulis atau mengirim email kepada saya selama beberapa bulan terakhir ini. Kuda yang digunakan untuk melompat biasanya singapore prize hari ini prediksi togel hk malam ini akan menjadi yang berjalan di flat namun tidak mampu bersaing di degree atas.. Saya kemudian menggabungkan titik knowledge ini dengan hasil yang sesuai, menghitungnya, dan memasukkan semuanya ke dalam satu database.. Dia menjadi orang pertama di Inggris yang memenangkan £ 1 juta ($ 1,5 Juta) di sebuah toko taruhan. Fractional Betting Odds - Kemungkinan untuk kuda dinyatakan dalam istilah pecahan.. Seperti yang mungkin Anda sadari, pekerjaan saya bertujuan untuk pengembangan sistem semi otomatis tapi saya telah menghabiskan bertahun-tahun dalam mencari sistem balap kuda otomatis yang dapat bertahan dengan menggunakan prosesor Guess Angel atau Market Feeders yang unggul seiring dengan pertukaran taruhan.. Jika Anda dewatogel eyang togel belum pernah mencoba bermain Baccarat sebelumnya, Anda akan senang mengetahui bahwa ini adalah permainan yang sangat sederhana dengan banyak tawaran.. Imperial adalah parfum mewah Fabergé mewah, yang disajikan pada tahun 1996 dalam botol kristal Prancis berbentuk telur yang dirancang oleh Robert DuGreiner.. Baccarat sangat populer karena memiliki salah satu keuntungan Rumah terendah yang memberi Anda peluang yang lebih baik. Namun, strategi ini akan menabrak telinga Anda jika Anda mencapai angka $ 500 dan masih belum kalah.. nama jodoh saya kartu prawan togel boombet4d mana yang hotel indonesia hongkong pool tidak lagi angka keluar hongkong salju band ada di sepatu dan mana yang tersisa, Anda live sgp togel mania dapat membuat keputusan mengenai taruhan mana yang jayatogel hongkong prize malam ini lebih mungkin daripada yang lain.. .
0 notes
salsberly-blog · 7 years
Text
Dark Love - HEARTBEAT
“AKU sedang tidak ingin berdebat denganmu!” Jungkook memekik. Kilatan amarah di matanya terlihat jelas ditujukan untuk Taehyung.    Rahang Taehyung mengeras, ia merapatkan giginya—mencoba untuk menekan amarahnya yang kian tersulut. “Sikapmu yang membuatku memulai semua ini! Bukankah waktu itu kau sudah berjanji untuk tidak lagi dekat dengannya?!”    Mendengar ungkapan kekasihnya, Jungkook tergelak sinis. “See? Bahkan kau tidak bisa mempercayiku.”    Taehyung terdiam. Tidak, bukan maksudnya untuk tak mempercayai Jungkook. Dia hanya, tidak ingin kehilangan Jungkook. Itu saja.    “Bisakah kau berhenti bersikap over protektif padaku? Aku muak.” Suara pemuda Jeon itu memelan, ia memalingkan wajahnya ke arah lain—tak ingin melakukan kontak mata dengan sang kekasih.    Taehyung menghela napas panjang, rupanya Jungkook belum mengerti alasan dari sikap posesifnya. “Aku—”    “Lupakan, seseorang yang keras kepala sepertimu tak akan mengerti diriku,” potong Jungkook cepat. Ia meraih ponsel, dompet, beserta kunci mobilnya di atas nakas sebelum mengayunkan kakinya pergi dari apartmen.    Jungkook tidak menghiraukan suara bass Taehyung yang berkali-kali memanggil namanya. Dia hanya mulai lelah dengan semua ini, lelah karena sikap posesif Taehyung, lelah karena lelaki itu selalu menuduhnya selingkuh dengan lelaki lain. Dan yang paling mengusik psikis Jungkook adalah apa yang akan terjadi bila orang-orang tahu bahwa ia adalah kaum gay barisan uke.    Oh tentu saja, orang awam pasti melihat pasangan gay dengan caranya. Karena ini bukan Paris. Bayangkan saja, Tuhan menciptakan lelaki dan wanita berpasang-pasangan, batang untuk liang. Apakah mereka yang menyukai sesama jenis dapat dikatakan normal? Jungkook baru menyadari kenyataan itu setelah tiga tahun menjadi kekasih Taehyung.    “Calm down, Jungkook,” ujarnya lebih kepada dirinya sendiri setelah mobilnya berhenti di tempat parkir sebuah café.    Hari ini Jungkook memilih untuk bersantai menenangkan pikirannya yang kacau ketimbang pergi ke perusahaan ayahnya untuk bekerja. Di usia yang masih sangat muda, ia sudah mendapatkan posisi sebagai direktur Jeon corp. Jungkook mendapatkan jabatannya berkat kerja keras dan usaha yang ia lakukan selama ini. Bukan karena ia putra tunggal dari sang CEO semata.    “Aku hari ini tidak ke kantor, kau simpan saja berkas-berkasnya, akan kuurus besok.” Jungkook berujar di ponselnya, lalu memutus sambungan telfon dengan sekretarisnya.    Jungkook meraih satu setel pakaian santai yang ia simpan di dalam dashboard dan mengganti pakaiannya. Kaos merah hitam yang ia padukan dengan knee ripped jeans melekat pas ditubuhnya. Dia sedikit merapikan rambut hitamnya sebelum memoles bibirnya dengan lipbalm.    Hari ini saja. Ia ingin mencoba melepas penat dan keluh kesahnya. Entah kenapa hatinya ingin menemukan sesuatu yang baru, sesuatu yang bisa sedikit merubah hidupnya ke era yang lebih baik. Setelah mengunci mobilnya, Jungkook mulai melangkah masuk.    Suara lonceng terdengar ketika ia membuka pintu café, aroma khas kafein dan berbagai macam minuman lainnya menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya, yang entah bagaimana cara kerjanya bisa membuat Jungkook sedikit tenang. Biji matanya bergerak kesana kemari mencari meja kosong untuk ia tempati.    Dan sepertinya dewi fortuna tengah berpihak pada Jungkook, pemuda itu menemukan sebuah meja kosong yang letakya dekat dengan jendela. Mungkin ia bisa menikmati kopi sembari memandang birunya langit di pagi hari. Setidaknya itu sedikit lebih baik daripada seharian terus berada di depan komputer dan berkutat dengan berkas-berkas penting.    Seorang pelayan café wanita menghampiri Jungkook, menanyakan pesanan lelaki itu dan mencatatnya sebelum berlalu pergi. Kemudian Jungkook menopang dagunya, lebih memilih untuk memerhatikan pejalan kaki yang berlalu lalang di depan café.    Tatapannya tak sengaja jatuh kepada sepasang kekasih, normal, sedang berjalan dengan tangan yang bertautan. Sesekali salah seorang diantaranya berbicara dan yang lain tertawa lepas, tanpa beban, sebelum si pria memberi kecupan ringan pada puncak kepala pasangan wanitanya.    “...”    Mereka yang normal terlihat begitu bahagia, ia berkata dalam hati.    Sedetik kemudian, ia mendapati pemandangan yang cukup membuat hatinya terhenyak. Sebuah keluarga kecil berjalan melewatinya, senyum dan tawa bahagia tak lepas dari wajah mereka. Seorang pria menggendong anak lelaki di atas tengkuknya, sambil memegangi kedua kaki mungil sang putra. Istrinya tak kalah bahagia menatap suami dan anaknya begitu akrab, dengan tangannya yang mengait lengan si suami seolah tak ingin dipisahkan.    “Aku dan Taehyung tidak akan bisa seperti mereka, aku...” Jungkook menggantungkan kalimatnya, lalu menarik napas dan menunduk. “Aku tidak akan bisa memberikan keturunan untuk Taehyung.”    Jungkook kembali mengangkat wajahnya saat seorang pelayan datang dan membawakan pesanannya, tidak, ini bukan pelayan yang tadi. “Selamat menikmati.”    Dalam sekejap, dunianya seolah membeku saat gadis di depannya sedikit menunduk hormat sambil memasang senyum termanis yang pernah disaksikan oleh Jungkook. Seolah slow motion mata Jungkook tak ragu untuk memindai wajah si gadis—alias pelayan café yang proporsi wajahnya tercipta begitu pas dan sempurna, dimata Jungkook.    Rambut hitamnya yang panjang diikat rapih menggunakan pita berwarna merah, poninya panjang sampai hampir menutupi alis menjadi tirai untuk keningnya, matanya yang bulat bak boneka diisi dengan iris kelam dan dihias dengan bulu mata yang lentik. Hidung mancungnya amat menawan selayaknya bibir penuh berawarna pink alami itu.    Beautiful.    Sungguh, ini kali pertama Jungkook mengakui ada seorang perempuan yang begitu cantik setelah ibunya. Selama ini dimata Jungkook, hanya ada dua orang yang berparas bak dewi, yaitu dia dan sang ibu. Namun, munculnya gadis ini secara tidak langsung sudah merusak persepsi Jungkook.    “Lisa, kemarilah!”    “Ah! iya aku datang,” sahut pelayan yang Jungkook yakini bernama Lisa.    Tiba-tiba jantung Jungkook berdegup lebih cepat dari detak normal, perasaan antara senang dan bersemangat bercampur aduk jadi satu perlahan menyebar di dadanya, bahkan Jungkook bisa merasakan perutnya geli seperti ada banyak kupu-kupu beterbangan disana, tanpa ia sadari sudut bibirnya tertarik ke atas, mengukir sebuah senyum bahagia. Semua karena gadis itu.    “Lisa.”    Sepertinya aku akan pulang terlambat. Sangat terlambat.      ***           “Apa vanilla latte tadi buatanmu?”    “Y-yeah, apa rasanya buruk?” Lisa menatap khawatir pada Jungkook yang tengah mengemudikan mobilnya, membuat pemuda itu tergelak merdu.    “Tentu tidak, justru buatanmu adalah vanilla latte terbaik yang pernah kucicipi,” ungkap Jungkook tenang. Sedangkan Lisa merasakan kedua pipinya yang chubby memanas.    Mungkin Jungkook benar-benar bertekad untuk mengenal Lisa lebih jauh. Bahkan dia rela duduk seharian di café hanya untuk memerhatikan Lisa yang berlalu lalang, mengerjakan tugasnya. Saat café akan ditutup, barulah pemuda itu berniat untuk pulang.    Dan lagi-lagi dewi fortuna berpihak padanya, pasalnya beberapa saat lalu ia tak sengaja mendapati Lisa yang sibuk mengoceh seorang diri sambil sesekali menendang roda motornya di parkiran. Jungkook tidak dapat untuk tidak tersenyum melihat sikap Lisa yang menurutnya begitu lucu dan menggemaskan.    Sepertinya motor gadis ini mogok, pikir Jungkook. Entah setan mana yang merasuki Jungkook hingga ia dengan berani menawarkan tumpangan pada Lisa. Awalnya gadis itu menolak, namun setelah Jungkook sedikit mengomporinya gadis itu mau tak mau harus menerima tawaran Jungkook bila ia tak ingin pulang lebih larut lagi.    Dan disinilah mereka sekarang, di dalam mobil milik Jungkook sambil melakukan obrolan ringan. Lelaki itu bersyukur karena Lisa adalah gadis yang ramah dan asik, mereka menjadi akrab hanya dalam beberapa menit.    “Waah~ aku tak menyangka bisa diantar pulang oleh direktur dari perusahaan ternama,” ucap Lisa kagum setelah Jungkook menceritakan siapa dirinya.    Jungkook tak kuasa dengan senyuman Lisa, baginya itu terlalu manis. Andai gadis ini kekasihnya, mungkin Jungkook akan terkena diabetes karena setiap hari harus melihat gummy smile Lisa. Gadis ini, Lalisa Manoban membuat Jungkook benar-benar lupa dengan Taehyung.    “Jadi kau bekerja di café itu hanya setiap hari Rabu dan Kamis ya?”    “Uh-hum, karena aku masih harus melanjutkan kuliah.” Lisa memperjelas ucapannya.    Jungkook melirik gadis itu beberapa detik lewat ekor matanya. “Kau berada di jurusan apa?”    “Sastra dan literatur, sebenarnya kedua orang tuaku yang berada di Wisconsin menyuruhku untuk mengambil jurusan filsafat, namun aku menolaknya.” Lisa menyengir di akhir kalimat.    Hati Jungkook begitu senang karena Lisa cukup terbuka padanya, seolah mereka adalah teman yang sudah kenal dekat. “Biar kutebak, kau pasti pecinta novel, syair, dan semacamnya, right?”    Lisa tertawa, ia menyenderkan punggungnya ke kursi. “Seratus untukmu, suatu hari nanti aku ingin menjadi seorang penulis novel. Aku sangat suka menuangkan imajinasiku ke dalam tulisan, sekalipun itu tidak jelas.”    “Apa kau pernah mencoba membuatnya?”    “Ya! Sekarang aku tengah mengerjakan novel fiksi bergenre romance.” Lisa menyahut dengan bersemangat.    “Whoa, apa aku boleh membacanya?”    Lisa menggeleng lalu terkikik geli. “Tidak sebelum tertulis kalimat the end.”    “Kalau begitu aku akan menunggu sampai novelmu selesai.”    Lisa tersenyum tipis. “Alright, kau akan jadi yang pertama melihatnya.”    Tak terasa, mereka sudah sampai di depan apartemen sederhana Lisa. Gadis itu melepaskan sabuk pengamannya lalu tersenyum pada Jungkook. “Thank's, Jungkookie.”    Jungkookie?    Lisa bersiap untuk membuka pintu, namun tangannya ditahan oleh Jungkook. Sontak, gadis itu menoleh ke arah Jungkook sambil menautkan kedua alisnya.  “Ada apa Jungkook?”    Jungkook mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana sebelum memberikannya pada Lisa. “Kau mungkin ingin meninggalkan nomor telfon?”    Senyum kembali merekah di bibir Lisa, ia hanya mengangguk dan mulai mengetikkan nomornya di ponsel itu lalu mengembalikannya pada Jungkook. “See you soon.”    “See you soon too.”    Jungkook menunggu sampai punggung Lisa benar-benar hilang dari pandangannya, kemudian barulah ia menjalankan mobilnya. Pulang ke apartmen mereka—ia dan Taehyung.    Dan saat itu, Jungkook kembali teringat pada pertengkarannya dengan Taehyung tadi pagi. Ia mendengus kasar, cahaya bahagia di matanya berganti dengan sorot dingin. “Dia akan mengomel lagi, pasti.”      ***         “Apa kau tidak lihat ini jam berapa? Kenapa saat aku datang ke kantormu kau tidak ada disana? Sekertarismu bilang bahwa kau mengambil cuti selama satu hari, darimana saja kau, Jungkook?”    Jungkook memutar bola matanya jengah karena begitu ia membuka pintu apartemen sudah diserang dengan berbagai macam pertanyaan dari Taehyung. Ia benar-benar tidak mengindahkan Taehyung yang sedari tadi terus mengikutinya.    “Jungkook jawab aku! Darimana saja kau?!” sentak Taehyung sambil memutar tubuh Jungkook kasar.    Pemuda Jeon itu terkesiap karena mendapat bentakan dari Taehyung. Matanya sudah berkaca-kaca, namun Taehyung masih belum peduli. “Apa mulutmu sudah tidak berfungsi?!”    Setetes air mata lolos dari mata Jungkook, ini pertama kalinya Taehyung berbuat sekasar ini padanya. “Oh aku tahu, seharian ini kau pasti menghabiskan waktu dengan Hoseok mantan kekasihmu itu bukan?! Kau ingin kembali padanya?! Apa lubang analmu merindukan penis bajingan itu hah?! Kenapa kau begitu murahan Jungkook?!”    Duak!    Sebuah tamparan—ralat, tonjokan keras mendarat di pipi kanan Taehyung, menyebabkan pemuda itu langsung terhuyung ke belakang karena tenaga Jungkook yang begitu kuat. Sepertinya, sisi manlynya mulai muncul. Jungkook menjerit dengan mata yang sudah berlinang air mata.    “Semurah itukah aku dimatamu, hah?!”    Taehyung terdiam sambil menyentuh pipi kanannya saat lima kata itu meluncur keluar dari mulut Jungkook, ia tak kuat untuk meluapkan emosinya dengan rangkaian kata-kata. Dadanya terlampau sakit seolah habis ditindih dengan batu besar.    Kemudian, Jungkook mengambil langkah untuk meraih tas kerja dan komputer portablenya. Taehyung tak bergerak, hanya dapat menatap nanar punggung kekasihnya yang menghilang dibalik pintu. “Kau benar-benar berubah, Jungkook.”    Jungkook memutuskan untuk pulang ke rumah milik orang tuanya. Setelah disambut oleh beberapa pelayan disana, ia berkata untuk tidak perlu memberitahukan kedatangannya pada ayah dan ibu sebelum pergi ke kamarnya.    Pun dia segera merebahkan tubuhnya ke atas ranjang king size yang sudah lama tak ia tempati bersama dengan tas kerjanya. Jungkook menyorot langit-langit kamarnya dengan tatapan sendu. Ada sedikit perasaan bersalah dihatinya ketika teringat akan kejadian tadi.    “Aku memukul kekasihku sendiri,” gumamnya pelan.    Tidak, perasaan Jungkook pada Taehyung masih sama. Ia yakin hatinya masih mencintai Taehyung, sepertinya. Yang Jungkook inginkan untuk sementara waktu adalah melupakan semua yang terjadi, sekaligus memberi kesempatan bagi dirinya maupun Taehyung untuk merenungi segalanya.    Tentang hubungan mereka.    “Aku butuh mandi.” Jungkook beranjak dan mengambil handuk di lemari.    Kali ini, Jungkook butuh waktu lebih lama untuk membersihkan tubuhnya. Melepaskan rasa lelahnya dengan berendam air hangat selama beberapa menit di dalam bathtub. Lalu mengeringkan tubuhnya dan mengambil pakaian. Beruntung Jungkook tidak memindahkan semua pakaiannya ke apartmen, jadi ada beberapa setel yang bisa ia kenakan disini.    Jungkook duduk di atas ranjang sambil bergelung selimut, ia memeriksa ponselnya dan ada puluhan missed call dan pesan dari Taehyung yang sama sekali tak ia pedulikan. Tiba-tiba ia teringat akan gadis cantik yang membuatnya sedikit melakukan perubahan hari ini.    Lalisa Manoban.    Ia tersenyum tatkala matanya menemukan kontak gadis itu, mood Jungkook sedikit membaik karena terbayang saat Lisa memamerkan senyum penyebab diabetes miliknya. Jari-jarinya mulai bergerak untuk mengetikkan beberapa huruf, lalu menekan tombol send sambil sedikit berharap bahwa gadis itu belum tidur dan akan membalas pesannya. Lalisa Manoban Hai? Apa kau sudah tidur? Kau siapa? Ini aku, Jungkook :) Ooh Jungkook, hai :) aku belum tidur Kenapa belum tidur? Ini sudah larut malam Lisa Aku sedang melanjutkan novelku sambil berkirim pesan denganmu, kau sendiri juga belum pergi tidur? Fighting! Aku belum mengantuk Cepatlah tidur, kau itu seorang direktur tuan! Sudah sana! Apa kau berusaha menyingkirkan aku? Dengan senang hati harus kukatakan YA Kau jahat :( Ya aku memang jahat Jungkook, sangaaaaaaaaaaaaaat jahat Lol :'v apa besok lusa kau ada waktu luang? Sepertinya iya, memangnya kenapa? Aku ingin mengajakmu makan siang, bagaimana kau mau kan? Boleh saja, asal kau yang bayar Dasar! Baiklah, sampai bertemu besok lusa. Aku akan menjemputmu di apartmenmu Aye-aye captain :v Good night Lisa Night too Kookie    Jungkook semakin kegirangan setelah melakukan chat dengan Lisa. Terakhir kali ia bersemangat berkirim pesan itu beberapa minggu yang lalu, saat melakukan dirty talk lewat chat dengan Taehyung. Saat dimana hubungan mereka masih baik-baik saja.    “Lusa~ cepatlah datang,” ujar Jungkook seraya meletakkan ponselnya di atas nakas.      ***         Hari demi hari berlalu, hubungan Jungkook dan Taehyung sedikit membaik karena si uke sudah kembali ke apartmen mereka. Namun disisi lain perasaan aneh yang dirasakan untuk Lisa semakin kuat karena keduanya sudah seperti sepasang kekasih, terutama sejak Jungkook mengajak Lisa makan siang.    Jungkook lebih sering menghabiskan waktunya bersama Lisa daripada kekasihnya sendiri. Hampir setiap hari pemuda itu mengantar dan menjemput Lisa di kampusnya, setiap ada waktu luang Jungkook selalu mengajak Lisa makan di restoran, jalan-jalan, atau sekedar menonton film. Setiap malamnya pasti mereka akan mengobrol lewat chat, dan melakukan video call, tentu tanpa sepengetahuan Taehyung.    Oh ya, Jungkook sudah berprinsip untuk tidak membiarkan Lisa tahu bahwa dirinya adalah pria gay yang sudah memiliki kekasih. Oleh sebab itu, agar tidak ketahuan Lisa ia mulai berusaha merubah kepribadiannya. Mencoba untuk menjadi manly secara diam-diam, karena bila Taehyung tau dia akan curiga.    Jungkook sering kali berolahraga dan pergi ke tempat gym. Setelah dua puluh dua tahun lamanya ia terlahir sebagai pria, tapi baru kali ini Jungkook tertarik untuk membentuk abs. Dia juga mulai membuang barang-barangnya yang terlihat girly, dan menggantinya dengan yang lebih pria.    Entah yang dia lakukan ini salah atau benar, Jungkook tak memedulikannya. Ia merasa sudah sangat terikat dengan Lisa. Namun tetap saja, sepandai-pandainya Jungkook menyembunyikan semua itu, Taehyung bisa merasakannya. Dan dugaan Taehyung semakin terbukti ketika ia menagih jatah yang sudah lama tak ia dapatkan dari kekasihnya.    Taehyung memeluk dari belakang Jungkook yang sedang sibuk berkutat dengan laptop dan beberapa berkas di atas ranjang. Ia mulai mengecup leher Jungkook. “Aku merindukanmu.”    Dulu, suara husky Taehyung sangat-sangat berpengaruh pada hormonnya. Namun sekarang? Jungkook tidak bisa merasakan gairahnya lagi. Justru dia berharap bahwa seseorang yang tengah menjilati daun telinganya ini adalah Lisa.    Sadarkan dirimu Jungkook!    Si Jeon menggeliat tidak nyaman ketika tangan besar Taehyung mulai meraba perut dan dadanya. Namun gerakan itu terhenti saat Taehyung menyadari bentuk perut Jungkook berubah. Lantas, Taehyung segera berpindah ke samping sang kekasih dan menyibakkan kaus putih itu ke atas.    Bola mata Taehyung seolah akan melompat dari tempatnya jika hal itu bisa terjadi. “A-abs? Untuk apa kau membuat abs di perutmu?”    Sejujurnya Jungkook panik, namun berusaha untuk menyembunyikannya dengan bersikap tenang. “Aku ini pria, jadi wajar saja bila aku ingin ada abs di perutku.”    Taehyung ingin sekali mengeluarkan suara hatinya, namun takut bila Jungkook tidak terima dan mereka akan kembali bertengkar seperti beberapa waktu lalu. Lalu Jungkook segera menutup laptop dan merapikan berkas-berkasnya. Ia berpura-pura menguap dan berkata dirinya lelah, ingin pergi tidur.    Pemuda Kim itu hanya menaruh atensinya pada Jungkook sambil menekan bibirnya menjadi garis lurus. Dia seperti bukan Jungkook yang kukenal.    Maafkan aku Taehyung, batin Jungkook. Ia mulai memejamkan matanya mencoba untuk tidur, sekaligus menolak permintaan Taehyung secara halus. Sekarang,  Jungkook merasa tidak ingin lagi dimasuki. Karena entah darimana datang pemikiran ke dalam kepalanya bahwa dalam pasangan gay, yang menjadi uke berarti lemah dan sama saja menurunkan harga dirinya sebagai pria.    Dan Jungkook yang sekarang, tidak lagi ingin menjadi uke, tak mau dihentak karena harusnya ia yang menghentak. Lubang analnya tidak ingin diberikan tugas yang melenceng dari garis takdir Tuhan. Jungkook merasa tolol karena baru menyadari hal itu sekarang. Dunia mimpi mulai membuka gerbangnya sebagai tempat masuknya Jungkook, ada Lisa yang bersiap menyambut pemuda itu di alam mimpi.    Padahal Taehyung tengah membenarkan selimutnya, mengecup pipinya penuh cinta dan ketulusan. “Aku mencintaimu, sayang.” To be continue...
0 notes