Tumgik
#urgensi
prajaiswara · 2 years
Text
Application of Pancasila as the Ethical System of the Indonesian Nation
Ethics is related to good living habits, and good living procedures, for individuals or society. In this sense, ethics is the same as morals. Ethics in a broad sense is the science that discusses the criteria of good and bad. Ethics are generally understood as philosophical thoughts about everything that is considered good or bad in human behavior. Ethics is always related to the issue of values ​​so the discussion about ethics generally talks about issues of good or bad values. Pancasila as an ethical system is very urgent to be applied in the life of a nation and state because of the problems faced by the Indonesian people, among others: 1) The many cases of corruption that hit the State of Indonesia so as to weaken the joints of life as a nation and state, 2) The occurrence of acts of terrorism in the name of religion so that it can damage the spirit of tolerance in inter-religious life, and melt the spirit of unity or threaten the disintegration of the nation, 3) Human rights violations still occur in the life of the state, 4). The gap between rich and poor groups still marks the lives of Indonesian people, 5) legal injustice that still colors the judicial process in Indonesia and 6) Many rich people are not willing to pay taxes properly. The strategy for implementing Pancasila as an ethical system in the life of the nation and state for the Indonesian people is carried out as follows: 1) Character education. 2) Reference Criteria for State Administrators, 3) Raising Awareness of Taxpayers, 4) Manifestation of the Pancasila Value in the Human Rights Law and 5) Manifestation of the Pancasila Value in the Environmental Law.
0 notes
lacikata · 2 months
Text
Urgensi ilmu sebelum amal itu memang perlu ditekankan, seperti yang disampaikan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah, “Siapa yang beribadah kepada Allah ﷻ tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2: 282)
Barangkali, tentang wajah juga telapak tangan sebagai bagian yang diperbolehkan terlihat ketika salat sudah akrab didengar di telinga, namun bagi sebagian muslimah terdapat bagian lain yang kurang mendapat perhatian, yang ternyata justru menjadi bagian yang tidak boleh terlihat ketika salat, karena bagian tersebut merupakan aurat yaitu bagian bawah dagu.
Seringkali, ketika memilih mukena yang menjadi perhatian adalah bahannya, warnanya, modelnya, namun kurang diperhatikan apakah bagian bawah dagunya tertutupi dengan sempurna atau tidak.
Padahal, bagian tersebut juga menjadi salah satu penentu sah atau tidaknya salat, sebab salah satu syarat sahnya salat adalah menutup aurat. Wallahu a'lam bish-shawabi.
Biidznillah, sekarang ini juga banyak penjual mukena yang mulai memperhatikan tentang hal ini, dan apabila mukena teman-teman di rumah dalam kondisi masih bagus, namun bagian bawah dagunya kurang menutupi, di marketplace juga sudah banyak yang menjual inner dagunya saja.
Tumblr media
Wallahu waliyyut taufiq.
23 notes · View notes
mamadkhalik · 5 months
Text
Amal Yaumi
Sebagai orang awam dulu, mutabaah amal yaumi merupakan hal yang biasa bagi saya, sesederhana progam kerja LDK dan membantu menaikan motivasi untuk lebih giat lagi dalam beribadah. Namun, masih banyak orang yang belum paham, merasa kurang penting atau bahkan menolak untuk mengisi amal yaumi.
Tumblr media
Pada penolakan konsep mutabaah sejatinya sudah ada sejak dulu sampai sekarang. Mulai dari melanggar privasi, riya, potensi beloknya niat, dan lain sebagianya.
Namun menurutku, prolem utama dari penolakan ini dimulai dari kurang memahaminya urgensi amal yaumi, juga rasionalisasi yang tepat perihal konsep mutabaah kepada para kader.
Agaknya Brigade Izzudin Al-Qassam dapat menjadi contoh yang riil mengenai pentingnya penerapan mutabaah amal yaumi dalam berjihad. Orang yang masuk barisan ini haruslah selesai dengan amalan harian, hafidz 30 Juz, sholat malam, komunikasi dengan keluarga dan capaian-capaian yang berat dalam hal ibadah lainya.
Hasilnya apa? Kita tahu sendiri di medan laga.
Mengutip dari Majelis Relung Tarbiyah, Syaikh Muhammad Al-Ghazali meletakan kategori karakter pendakwah yang pertama adalah hubungan yang baik antara hamba dan penciptanya. Juru dakwah harus memiliki komunikasi yang kuat dengan Allah, sebagai pangkal dasar utama pada Akhlaknya agar dapat menunjukan dirinya ke jalan lurus, yang selanjutnya kepada sesama kader dan mad'u.
Hal itu senada dengan Imam Hasan Al-Banna, "Wahai Ikhwan, jadilah kalian ahli ibadah sebelum kalian memimpin. Ibadah membawa kalian kepada kepemimpinan terbaik."
Sekali lagi, Palestina telah memberikan pelajaran yang nyata, seberapa kuat hubungan dengan Allah, sekuat dan sebaik itulah tugas dakwah dan kepemimpinan dilakukan. Semakin lemah amal ibadah, semakin ringkih dan lemah kemampuanya menjalankan amanat kepemimpinan dan dakwah.
Begitu fakta pengalaman yang banyak kita rasakan.
40 notes · View notes
andromedanisa · 1 year
Text
Penghujung Sebuah Harap.
Alih-alih terlihat sedih dan rapuh. Kebanyakan kulihat mereka menyibukkan diri dengan ilmu dan upgrade diri. Tak lupa dalam diam , dalam-dalam. Doa dan ikhtiar terus mereka lakukan. Mereka tak ingin pengakuan seberapa keras tangis mereka kala meminta kepada Allaah perihal menunggu. Menunggu kehadiran seorang anak ataupun seseorang untuk datang meminang (menikah).
Merekapun tak butuh pujian betapa telah banyak usaha dan materi yang telah mereka habiskan untuk sebuah harap, sebuah kehidupan buah hati. Atau kehidupan berumah tangga.
Bagi mereka cukuplah Allaah sebaik-baik penolong dan pelindung. Saat segala doa belum juga terijabah, saat usaha belum jua bertemu dengan jodohnya. Mereka meyakini bahwa Allaah lebih dari apapun. Dan itu cukup.
Setiap kali merasa capek sama pertanyaan kapan ini, kapan itu, aku yakin, aku belum seberapa dibanding mereka yang penantiannya jauh lebih lama.
Perihal penantian jodoh, ataupun buah hati.
Apapun itu, apa yang sudah digariskan dan ditakdirkan adalah yang terbaik.
Sebab tidak berkurang kemuliaan Tidak mengurangi kemuliaan sedikitpun bagi ibunda Maryam meski beliau tidak menikah. Dan tidak mengurangi kemuliaan sedikitpun ibunda Aisyah radhiyallahu'anha meski beliau tidak memiliki seorang anak.
Tak semua takdir harus kita pahami maksud dan tujuannya mengapa Allaah menguji kita dengan demikian dan demikian. Pun sebaliknya, tak semua orang paham bahwa jodoh berupa pasangan dan buah hati adalah bagian dari sebuah takdir.
Urgensi hidup bukanlah perihal pencapain melainkan beribadah kepada Allaah sebagaimana para Nabi, para sahabat dan sahabiyah Nabi yang tetap beriman sekalipun takdir pahit mereka rasakan. Sebab manisnya takdir bukan terletak pada apa yang telah kita capai, melainkan keridhoan Allaah kepada diri ini.
Barangkali tulisan ini bisa menjadi penguat dan penyemangat untuk siapapun yang sedang menunggu dan mengupayakan mimpinya. Allaah ada lebih dari apapun. Dan itu cukup.
Surabaya, 6 Januari 2023 || 12.20
161 notes · View notes
manusiafajar · 4 months
Text
Cinta tidak pernah cukup.
Beberapa waktu terakhir, ada yang mengganggu konsentrasiku dalam belajar, semoga menumpahkannya di sini menjadi ladang Allah mudahkan, semoga suatu hari bisa dipetik manfaatnya.
Aku kebingungan pada setiap keyakinan orang akan pernikahan, entah sebetulnya aku sudah cukup yakin dengan konsepku, atau tercampur dengan keyakinan - keyakinan orang lain yang akhirnya mempengaruhiku, atau sebetulnya yang aku pegang hanya perlu banyak referensi untuk terus menguatkan, buku - buku yang jadi target selesai sebelum waktu itu datang.
Benar adanya, bahwa meluruskan niat untuk sebuah ibadah memiliki urgensi yang tidak bisa dinomor duakan. Bila dalam ibadah yang kita lakukan sepersekian menit saja perlu betul - betul menata niat, apalagi untuk ibadah terpanjang dalam hidup.
Tidak bisa hanya karena "takut omongan orang." Atau "mau membuktikan ke mantan" atau "ngikutin trend karena temen temen yang lain udah pada nikah."
Yaa mikir aja lah, kalau kamu nikah hanya karena ikut - ikutan, terus kalo yang lagi trend perselingkuhan kamu juga jadi ikut - ikutan?
Haha itu juga yang jadi pengganggu dalam pikirku karena yang lagi berseliweran adalah berita - berita itu, dan pada akhirnya tidak terhindarkan rasa (huaa jadi takut nikah wkwk)
Ada satu postingan yang bilang, kalau dengan mencintai seseorang itu tidak bisa sembuhkan perselingkuhan, itu sebuah penyakit, yang akan terus membuat orang yang menjangkitnya membandingkan pasangan dengan orang lain.
Atau perkataan ust Felix yang bilang kalau patokan orang dalam mencintai adalah fisik, dijamin banget di depan akan goyah, karena fisik berubah seiring berjalannya waktu. Dengannya tidak ada yang menghalanginya untuk bermaksiat memilih khianat, karena alasannya dalam cinta sudah tidak ada.
Maka di situ lah ilmu berperan, pondasi apa yang sebetulnya kita pakai untuk mencintai seseorang.
Menumbuhkan rasa takut pada Allah itu tidak mudah loh, berdarah - darah. Perlu ribuan menang di medan perang bersama hawa nafsu.
Kalau rasa takut kepada Allah sudah mendarah daging dalam tubuh, maka dalam memberi rasa pun kita akan hati - hati. Betul - betul membenci sesuatu kalau Allah pun benci, atau menyayangi apa - apa yang Allah sayangi.
Standarisasinya udah ridho Allah, dan itu perlu waktu untuk sampai di titik; tidak melakukan apapun kecuali Allah ridho akan itu.
Aku jadi paham kenapa ilmu bahtera rumah tangga tidak pernah sederhana, benar kata ummi kalau persiapannya butuh banyak sekali waktu dan ilmu.
Belum lagi merembet ke tanggung jawab pada amanah diberinya keturunan, tuntutan untuk membawa setiap tangan ke syurga semakin berat.
"Mendidik anak itu sejatinya dimulai dari belasan tahun sebelum anak itu lahir." Jadi, apa yang kita lakukan hari ini adalah bentuk dan cerminan kita dalam mengupayakan pertumbuhan dan pendidikannya.
Sampai pernah salah satu guruku bilang; "Setiap ingin berbuat kesalahan, selalu tanya pada diri, kamu mau anak kamu melakukan hal yang sama?."
Berat, berpisah dengan orang - orang yang kita sayangi di akhirat itu berat.
Makanya ga bisa main - mainnnnn.
Udah segini dulu, semoga aku bisa semakin fokus dan konsentrasi dalam mempersiapkan desain akhirat untuk keluarga kita ya. Huhu, berat sekali.
Allah mudahkan setiap inci kebaikan.
02.07 CLT. Membuka awal tahun.
12 notes · View notes
yunusaziz · 10 months
Note
Halo Yunus!
Mau menyambung pertanyaan sebelumnya, adakah tips & tricks mengenai komunikasi anak dan orang tua yang ideal?
Ini sangat amat jadi PR setelah pasca kampus. Terutama saat kita melihat ada sesuatu dari sikap orang tua kita entah dalam parenting atau pekerjaan mereka yang harus dievaluasi. Bagaimana ya cara menyampaikannya agar tidak terkesan menggurui?
Biar diskusinya bisa jalan, bukan malah dari awal saling salah menyalahkan. Soalnya hal-hal spt itu sangat sering bikin konflik, dan bikin rumah jadi semakin ga nyaman. Haruskah selalu anak yang mengalah karena orang tua memang selalu benar?
Thanks before Yunus
Beberapa hari yang lalu, saya menjadikan topik ini menjadi diskursus di kelompok mentoring saya. Selain solusi yang harus mentee saya jawab, saya minta sertakan studi kasus nyata yang dijumpai, baik pengalaman pribadi maupun orang lain, tanpa menyebut nama.
Hasilnya, cukup membuka pikiran saya. Kesimpulannya, bahwa komunikasi yang baik itu adalah hasil pembiasaan sejak lama, dan mereka keluarga yang betul menaruh urgensi dari membangun komunikasi yang baik dan sehat.
Berangkat dari hasil diskusi itu, saya memilki pandangan seperti ini :
Komunikasi yang sehat hanya akan terwujud apabila ada sikap terbuka, rasa saling percaya dan suportif. Ketika budaya/nilai semacam itu belum terbangun, tips/trick sebagus apapun sepertinya agak susah masuk. Maka saran saya mulai dulu perlahan, sembari membangun habbit semacam itu.
Caranya gimana?
Mulai terbuka dengan hal-hal kecil kepada orang tua. Mengobrol tidak melulu harus dengan topik-topik yang berat. Topik-topik semacam nanya kabar, sampaikan kamu lagi struggling apa, terakhir, minta didoakan! Penting tuh. Apalagi anak rantau. Meskipun tanpa kamu minta mereka tetap doakan, dengan kita bilang ada sinyal yang ditangkap ke mereka bahwa anaknya juga melibatkan/merasa butuh mereka.
Mintakan pendapat. Ada tipikal orang tua yang sepenuhnya mempercayakan keputusan apapun dari anaknya, ada yang semi atau full controled. Mau bagaimana karakter mereka, mintakan pendapat.
Ketika hal-hal kecil semacam itu sudah mulai terbangun, dan orang tua maupun anak sudah mulai terbiasa dan terbuka dengan kultur komunikasi sehat semacam itu, baru sesekali beranikan diri buat nyampaikan keinginan.
Cari waktu yang pas, sampaikan dengan bahasa dan nada yang sopan "Ayah Ibu, saya punya keinginan seperti ini seperti itu..." . Kata kuncinya, menyampaikan bukan memaksakan. Artinya kamu harus hadir dalam pikiran terbuka bukan emosi semata, siap menerima masukan atau keputusan apapun.
Cara menasihati ortu agar tidak terkesan menggurui?
Bukan dengan lisan, melainkan dengan tindakan. Ketika orang tua misal ada habbit buruk, kita jadi antitesisnya. Misal, orang tua kalau diajak ngobrol nggak fokus dengan kita, maka sebaliknya ketika kita diajak ngobrol fokus penuh, hp semua hal, kita simpan.
Terlihat sepele? Nope. Akhlak dan adab tuh sepowerful itu, salah satu kunci keberhasilan dakwah Rasulullah pun juga melalui keagungan akhlaqnya. Nggak ada perubahan kecil yang nggak berdampak, setiap tindakan ucapan kita semua ada dampaknya. Tinggal waktunya aja.
Hal-hal kecil yang kamu lakukan tadi asal intens, lama kelamaan ortu bakal notice juga kok insyaallah.
Kalau sudah segala hal dicoba nggak ada perubahan?
Sabar dan ikuti. Asal bukan perkara aqidah yang bermasalah, maka yaudah sabar sudah paling benar. Doakan dan minta perlindungan Allah.
Wallahua'lam.
25 notes · View notes
jagungrebus · 1 year
Text
Feel Guilty
Ternyata benar bahwa menjadi ibu itu harus siap dengan perasaan bersalah.
Kalau memikirkan persoalan pencernaan dan BB Ibrahim yang bermasalah, sering banget mikir:
“salah ya gw ambil kerjaan (yang mewajibkan harus terima amanah ini itu), terus nambah kerjaan lain, akhirnya jadi cukup sibuk? Akhirnya waktu untuk merawat anak-anak jadi sangat terbatas.”
Guilty mungkin ya, karena ga ada urgensi kebutuhan ekonomi disitu. Tapi prioritasnya, gw juga ingin punya kebahagiaan dengan bekerja, sesekali keluar bertemu banyak orang.
Apakah kalau gw gak ambil kerjaan-kerjaan itu anak gw jadi bisa gw rawat dengan lebih baik? Apakah persoalan akan selesai jika gw punya banyak waktu luang?
Yang bikin takut selain masalah anak adalah karena takut juga sebenarnya kalau orang lain ikut menyalahkan:
“coba dia ga kerja, coba dia gak gini gitu, anak-anaknya jadi lebih baik pasti.”
Sampai saat ini, gw baru paham, bahwa keputusan perempuan dalam mengambil pekerjaan bisa begitu besar konsekuensinya. Apa resign bukan solusi? Sudah tercebur, tidak semudah itu berhenti.
Solusinya ya, manajemen tenaga dan waktu dengan lebih baik. Sambil banyak berdoa semoga dilapangkan hati ini, ditunjukkan jalan efisien untuk mengerjakan semua kewajiban dengan maksimal dan baik. Terutama urusan anak-anak.
93 notes · View notes
salmancs · 3 days
Text
Tumblr media
Memperbaki Hubungan
MENJAGA MARWAH KEBAIKAN #1
Kala kita memperbaiki hubungan kita dengan keluarga kita
Kita lupa memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita
Kala kita memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita
Kita lupa memperbaiki hubungan kita dengan keluarga kita
Kala kita memperbaiki hubungan kita dengan keluarga dan saudara kita
Kita lupa memperbaiki diri kita sendiri
Kala kita memperbaiki hubungan kita dengan keluarga,saudara dan diri kita sendiri
Kita lupa memperbaiki hubungan kita kepada sang pencipta
Pada akhirnya, hadirnya setiap dari diri kita akan sebuah alasan maupun tujuan untuk mampu saling melengkapi secara sinergi dalam mencapai suatu urgensi Hablum Minannas Maupun Hablum Minallah,bukan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan ego kepentingan pribadi.
Pelan Bersama Belajar Akan Arti Menjadi Manusia
| Hablum Minannas |
Pelan Bersama Belajar Akan Arti Menjadi Hamba
| Hablum Minallah |
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri," ( Q.An Nisa : 23 )
Semoga Allah SWT senantiasa menjaga serta membimbing hubungan setiap dari kita
3 notes · View notes
sarasastra · 1 year
Text
Soal Buku
Jadiii, saya termasuk ibu yang ngga terlalu ambisius dan keranjingan sama buku-buku anak —buat dikasih ke anak sendiri tentunya. Lebih ke "nanti ada waktunya ke buku-buku" dan "beli seperlunya aja".
Karena kebetulan waktu Syamil masih newborn ada yang kasih hadiah beberapa buku alhamdulillaah jadinya bisa digunakan semaksimal mungkin sampai Syamilnya bosen dan udah dapet manfaat dari buku tsb.
Saya baru beli buku, itu pun soft book saat Syamil 3 bulan ke atas apa ya. Dan untuk buku fisik baru pertama beli baru-baru ini, sekitar 1-2 bulan yang lalu. Buku sepaket yang isinya gambar real untuk nambah kosa kata dari berbagai aspek kehidupan sekitar yang perlu dipelajari sama anak usia 1+.
Dari sejak beli sampai hari ini, bukunya udah sering dipakai (dibaca bareng-bareng) bahkan ada 1 buku favorit dia yang rusak, karena sobek dan sering dibawa kemana-mana; buku tentang alat transportasi.
Wadah paket buku tsb pun udah robek karena dimainin Syamil. Saya sih kalem aja ya kalau buku rusak wkwk karena artinya memang dipakai dan anak seseneng itu sama bukunya.
Dari sepaket buku tsb, terbukti kosa kata Syamil di usia 14 hingga 16 bulan ini pesat banget. Sampai saya, suami, keluarga besar pada takjub sama perkembangan bahasa dia. Lebih banyak celoteh, udah bisa rangkai 2 kata jadi kalimat perintah atau bentuk komunikasi ke kami. Bisa nunjuk sesuatu dan sebut namanya apa. Banyaknya dari isi buku-buku yang kami baca/pelajari sama-sama. Maupun dari hasil interaksi secara langsung yang kami lakukan.
Dari sana, saya menduga dan memang (terbukti) berkat bantuan buku (tentu karena Allah yang memudahkan & memberi petunjuk!) Syamil bisa makin berkembang kemampuan bicara dan berbahasanya.
Karena paketan buku tsb bisa dibilang sudah mulai khatam dan terlihat Syamil butuh sesuatu yang baru untuk digunakan di jam bermainnya, maka saya jadi kepikiran untuk pengadaan buku-buku lainnya.
Tentu, saya perlu browsing dulu buku-buku (dan mungkin mainan) juga 'bikin proposal' buat diajukan ke Bapaknya Syamil supaya bisa ditinjau dan di ACC. Secara, menteri keuangan di rumah kami adalah beliau haha (kenapa bukan saya? Ah itu lain cerita ya, nanti saja).
Kalau masuk budget dan secara urgensi dapet, insya Allah buku-buku buat Syamil akan segera hadir.
Di sini kelihatan sedikit prinsip pembelian suatu barang (buku, mainan dan maybe berlaku buat hal lainnya) disesuaikan sama kebutuhan dan prioritasnya. Keberlimpahan mainan maupun buku—walau mungkin disimpen dulu beberapa, dirotasi, dlsb—kami berpikir agak kurang baik.
Karena yang lebih dibutuhkan oleh anak itu ya interaksi. Interaksi sama orangtuanya. Sama lingkungan, sama alam sekitar. Sama benda-benda disekitarnya. Dikenalkan, dipelajari, diekspos. Sisanya, mainan dan buku memang bisa menstimulasi dengan baik. Saya juga yakin itu.
Namun, tetap. Dimasa-masa awal seperti ini, bersama kedua orangtuanya yang hadir secara utuh dalam masa belajar & bermainnya, itu lebih penting daripada membiarkannya larut dengan mainan sendiri. Bukan berarti ngga akan menerapkan independent play, namun anak ngga dibiarkan sendirian (kesepian) tanpa asuhan/pengawasan maupun perhatian kita secara aktif.
Tangerang, 11.21 PM
15 notes · View notes
al-ayubisyam · 3 months
Text
11) Warning! Dicari “Pendidikan Iklim”! (dalam Tiga Puluh Hari Bercerita)
Penting dibaca!
Manusia selama ini terbuai dengan paradigma bahwa sumber daya alam itu melimpah, banyak, dan seolah-olah tidak akan habis. Hidup dalam kenyamanan bahwa segala kebutuhan tersedia dan selalu memiliki sumbernya. Kita begitu nyaman menggunakan bahan bakar semaunya, barang elektronik sebanyak-banyaknya, dan energi digunakan secara sembrono. Kita hidup dengan nyaman di atas bumi yang sudah sesak napas.
Jika kalian dengan senang hati mencari analisis ekonomi dan iklim dunia, kita sebenarnya telah sampai pada akhir hidup yang nyaman itu. "We reach the end of that Era”.
Sekarang kita bahas tanah kita tercinta. Negeri kita adalah negara maritim dan agraris yang berpotensi besar terkena dampak langsung dari krisis iklim. Dikatakan bahwa ancaman dunia ke depannya bukanlah perang, melainkan perubahan iklim. Seberapa mampu kita beradaptasi dengan perubahan iklim yang ekstrim? Atau adakah kita mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya krisis dan perubahan iklim? Pernahkah kita menoleh sedikit dan membuat upaya mengatasi perubahan-perubahan ini? Seberapa sering bahaya emisi karbon terhadap pemanasan global dibicarakan di ruang kelas? Seberapa banyak urgensi pengelolaan sampah disuarakan? Seberapa peduli kita berinovasi dan mendukung teknologi ramah lingkungan?
Pada zaman dahulu kala, cie ciee. Dahulu kala, karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan manusia dan hewan saat bernapas diserap dengan baik oleh tumbuhan sehingga terjadi keseimbangan iklim dan cuaca. Sayangnya sekarang, emisi karbon yang kita hasilkan telah melebihi kapasitas yang mampu diserap oleh alam. Industri dan pembakaran bahan bakar menjadi salah dua dari penyumbang emisi yang meluap-luap ini. Dampaknya sudah sering kita rasakan pada El Nino ekstrim, panas yang berlebih, dan cuaca yang tidak menentu. Ini baru masalah kecilnya.
Ada banyak hal yang harus dibahas terkait perubahan dan krisis iklim ini. Dan kita butuh ruang serta upaya untuk membicarakannya secara serius.
– al ayubi
(Referensi: greennetwork.id dan Malaka Project)
3 notes · View notes
sepertibumi · 1 year
Text
[AVATAR; Pengendali Hati]
Bukan hal-hal di luar sana yang membuat kamu marah, tapi hati dan penerimaanmu yang masih terlalu sempit.
Setiap yang datang dan pergi pasti membawa pelajaran.
Akan selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, setiap harinya, setiap hembusan nafas, tapi sayang kadang kita terlalu sombong untuk sadar.
Ini jadi salah satu urgensi hadir penuh dalam setiap momen, biar kita bisa belajar. Biar hari yang udah lewat bisa jadi pelajaran, hari ini bisa berbenah, dan hari yang akan datang bisa dipersiapkan lebih matang lagi.
Terus gimana kalo emang keadaannya lagi ga stabil? Gimana kalo kita emang lagi ditempatkan di keadaan yang ga ada untungnya sama sekali? Di keadaan yang memungkinkan banget buat marah?
Adalah muslim yang baik saat mereka memilih untuk sabar saat banyak kesempatan untuk marah. Menjadi yang baik emang ga pernah mudah, tapi bukan berarti ga mampu. Kita masih bisa berupaya! :)
Sedikit tips untuk memudahkan upayanya adalah dengan selalu membasahi bibir kita dengan dzikir. Gapapa, pake bibir dulu. Nanti lama-lama hatinya juga bakal terbiasa buat selalu inget Allah, inget hal-hal baik.
Kita bisa jadi Avatar, bukan The Legend of Aang. Tapi avatar yang punya kekuatan mengendalikan hati, emosi, nafsu dan amarah! Bismillaah ☺️✊
12 notes · View notes
ribrid · 3 months
Text
Working on Detachment
Working on detachment-thing was quite a challenge for me. Tahun kemarin, aku menyadari bahwa aku memiliki problem dalam hal mengatur kadar attachment yang baik. Ketika menyayangi seseorang, aku ingin mengusahakan banyak hal untuknya. Di saat yang sama, ketika belajar untuk akhirnya detach from something or someone, aku merasa bersalah karena rasanya seperti harus unlove, tidak menyayangi orang tersebut, bersikap dingin, & putus hubungan.
Working on detachment-thing was quite a journey. Pada akhirnya, aku merasa ketika detaching something terasa sangat sulit, opsi lain yang bisa dilakukan adalah mencari sesuatu untuk kita pusatkan seluruh perhatian kita ke hal tersebut : to grow an attachment onto something good, something positive, something healthy.
Apakah hal tersebut? I think my answer is, "dream".
Berharap pada manusia adalah salah satu cara pasti untuk kecewa. Manusia bisa berubah, pun pertemuan kita dengan teman-teman atau keluarga kita suatu saat pasti berakhir. Ketika momen itu datang, di bayanganku, akan terasa sangat sedih ketika attachment dan rasa sayang yang dalam itu kemudian bertransformasi menjadi luka.
Di sisi lain, "dream", mimpi, atau cita-cita, adalah suatu hal yang abstrak. Cita-cita tidak harus tercapai. Kadang, mimpi akan tetap terasa indah ketika ia tetap menjadi mimpi. But those urges and feelings that surround us during the journey--the eager, the zeal, the spirit of a dreamer--I think that's what makes the journey quite meaningful. Perasaan yang sama seperti yang dirasakan ketika kita begitu menyayangi orang lain, the urges to do something, that's what moves us.
Tetapi, tulisan ini tidak lantas mengajakmu untuk menjadi unloving person, atau menjadi pemimpi yang hanya menikmati mimpi-mimpi belaka.
Hanya sebagai pengingat, bahwa 'masa' dengan orang-orang tertentu akan habis. Seperti masa bersama Dayat dan anak-anak Keputih sudah habis, masa-nya Bu Hepi di dunia sudah habis, masa belajar dengan guru-guru sudah habis, dan banyak masa-masa yang terasa baik dan indah sudah habis. Seringkali bukan orangnya yang berubah mengecewakan, tetapi karena masa kebersamaannya yang terbatas.
Maka, aku ingin menggantungkan attachment-ku pada cita-cita, pada alasan utama yang menggerakkan urgensi mengapa kita hidup di dunia. To something bigger, something smaller, something meaningful.
To something that moves us.
Tumblr media
4 notes · View notes
mamadkhalik · 1 year
Text
A B C Dauroh
Nyambung ke tulisan spirit subuh, ada satu cerita ironi yang disebut oleh penulis saat rapat rekrutmen dakwah, para peserta berdialektika sampai malam merumuskan strategi rekrutmen yang jitu, namun terlelap dalam mimpi saat waktu subuh tiba.
Banyak dijumpai juga, saat agenda rekrutmen semacam dauroh, panitia belum memiliki pemahaman akan urgensi progam kerja yang dilakukan. Tak jarang, mereka memposisikan diri sebagai EO, menyusun berbagai indikator keberhasilan, namun melupakan 1 hal yang paling penting, yaitu kekuatan ruh.
Perbincangan meliputi target rekrutmen, followup agenda, muatan materi, dinamika peserta, yang lebih dominan dibanding perhatian terhadap amal harian kader saat pra agenda, hari H, dan pasca agenda.
Kita mengajak orang kepada kebaikan, namun jiwa kita rapuh. Hati masih merasa tak tenang, teknis banyak problem, merasa sudah siap namun masih saja kurang sana-sini.
Menyeru kepada jalan kebaikan, tak cukup dengan teknis yang baik, butuh tenaga besar yang hanya didapat ketika hubungan dengan Allah sangat dekat.
Mari, kita reorientasi lagi, bahwa agenda yang kita tujukan untuk mendekatkan kepadaNya, jangan sampai sia-sia hanya karena nafsu intelektual semata.
#DariDaurohKeDauroh #abcdauroh
38 notes · View notes
kaktus-tajam · 3 months
Note
Assalamualaikum kak Habibah, kak Hab menurut kak Habibah apa sih urgensi dari sebuah pernikahan? Kalau kak Habibah sendiri memandang pernikahan seprti apa ya? Dan kalau mau spill, bagaimana persiapan kakak dalam hal ini? Sudah ada calon ya? Mohon pandangannya kak, ini lagi galau banget soalnya hehe
Waalaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, maaf nih aku tidak berkapasitas jawab perkara fiqh munakahat haha.. Jadi jangan pakai pandanganku, pakai pandangan para ulama, atauuu minimal baca buku Ustadz Salim Fillah. Calon alhamdulillah sudah ada.. di lauhul mahfudz. Sebagaimana ‘jodoh’ maut sudah tertulis 🙏🏼
Semoga galaumu berlalu dan menemukan muaranya pada frekuensi yang sama yaa.
4 notes · View notes
heartwrenchingpain · 8 months
Text
Facebook Friends
Persetan laporan.
Persetan hidup untuk pendewasaan. Lama-lama jengah sekali melihat layar putih serta kursor yang bekedip meminta dirinya untuk mengetik segera.
Konyol memang bagaimana proses otak ketika dihadapi sebuah urgensi, tiba-tiba mengingat kala menjadi anak kecil, ayahnya bertanya dengan senyum yang sekarang apakah mungkin bisa ia lihat lagi?
"Cita-cita kamu apa, Shoko?"
"Jadi dokter."
Kalau bisa kembali lagi, lebih masuk akal untuk menjadi kucing pelirahan orang kaya yang kesepian dan berfokus menghidup dirinya yang hanya malas-malasan.
"Ya, namanya juga hidup, Ko." Adalah frasa pamungkas untuk kembali bekerja dengan waras.
Haha, apanya yang kembali bekerja.
Tidak ada yang pernah mengatakan kepadanya, kalau pendewasaan adalah mengenai kabur sekilas dari Google Docs dan memilih sign up ke salah satu platform media sosial, Facebook.
Kenapa ya, Facebook?
Bukan Twitter atau Instagram.
Entahlah, tanya saja dokter muda yang hampir gila itu saja.
Ketika memasukan surel yang, sangat norak sampai membuat dirinya ingin memukul dirinya dan kata sandi yang biasa saja alias campuran angka ulang tahun dia dan ...
Masuk.
Berandanya sepi.
Apa pula fitur story aneh ini?
Oh. Ada pak Yaga dengan Panda yang hari ini pergi ke sebuah kota. Masih dengan story pak Yaga, kemudian foto-foto petinggi sekolah Jujutsu, 'oh Satoru sama Kak Utahime masih diundang acara sekolah ya?', kemudian foto mereka bertiga.
Sialan, nyebut namanya aja males banget. Begitulah benak Shoko.
Tapi Shoko penasaran, kira-kira Satoru masih berhubungan gak ya? Selama ini, cuman Shoko yang membuat dirinya menjadi outsider dari lingkup Jujutsu.
Kehidupan menjadi dokter ternyata membuat dirinya perlahan membatasi diri dari kehidupan yang sebelumnya adalah tempat ternyamannya dahulu.
Atau, memang seperti itu rasanya pendewasaan?
Ya, memang sih mengasingkan diri ketika dewasa bukan hal yang aneh atau seperti apa, tetapi kenapa tiba-tiba Shoko merasa aneh ya?
Padahal, dia masih minum-minum bersama Kak Utahime, kadang-kadang Mei ikut, bahkan Yuki. Hanya teman-teman perempuan saja sih.
Dia bahkan tidak mengetahui kabar dua temannya tersebut. Meskipun Satoru masih rajin menghubungi dia atau sekadar mengunjungi Shoko ke rumah sakit. Namun, Suguru ...
"Suguru, kamu baik-baik aja gak?
Masih sering pegel gak ya bahu kamu karena keseringan pakai cross bag?
Suguru ... masih bergadang mikirin masa depan yang out of his capability menurut dia itu gak?"
Ha ... konyol banget kenapa kepikiran dia lagi ... suara hati Shoko berkata demikian.
Maka dari itu kita menemukan jawaban mengapa Shoko memilih Facebook daripada media sosial lainnya? Karena dalam benaknya, hanya ada satu nama yang terbesit dalam kepalanya.
Suguru Geto.
Suguru Geto yang membuatnya mengabaikan laporan dan memilih membuka akun Facebook, saat ini.
Menjadi anak remaja keperalihan dewasa, memalukan rasanya untuk mengakui hal tersebut saat ini, tetapi Suguru Geto adalah sosok yang membuatnya selalu riang dan menjadi perempuan yang mendapatkan cinta yang cukup di masa lalu.
Macam-macam perasaan berkecamuk seperti angin riuh di hamparan dataran luas dan kosong. Senang, rindu, malu, kaku, apalagi ya? Saking absurdnya, intuisinya mengatakan untuk segera menghubungi Satoru atau Yuki, apa mereka punya nomor pribadi Suguru?
Dalam runyamnya pikiran Shoko, yang ia lakukan adalah mengingat beberapa momen ketika minum bersama dengan teman-teman perempuan.
Sial. Diingatannya hanya Satoru yang berhasil pergi ke Berkeley atau Nanami yang sudah sering pulang pergi ke kampung halaman neneknya serta tempat mengadu nasib. Haibara, adik kesayangannya, sekarang memiliki restoran.
Oh ... Ijichi sudah menemukan kekasih hatinya, yang membuat Shoko merasa ringan karena kerap kali berbuat baik kepada Ijichi, rasanya Shoko juga memberi harapan meskipun bukan begitu juga sih niatnya.
Lagi, dia memutar pikirannya, cukup menohok juga bagaimana Shoko berusaha menghapus mengenai dirinya sebegitu keras, namun hanya perkara short escapism ketika bekerja, dia mati-matian mengingat orang tersebut.
Tidak ketemu, ia hanya mengingat cerita Kak Utahime yang mengatakan kalau Yuuta lebih berani mendekati Maki, namun Nobara masih menghalangi keduanya.
Mai, Miwa dan Momo yang belakangan ini sering minum bersama Utahime dan Mei, indahnya ya punya kehidupan normal tanpa merasa terbeban karena merasa terlibat dengan seseorang yang kamu benci.
Shoko gagal mencari dia, kabar dia yang sekarang. Kali ini, Shoko mengutuk diri sendiri dan kecewa bagaimana teman-temannya sangat mengerti dirinya untuk berhati-hati menyebut namanya ketika berkumpul.
Hal tersebut menjadi boomerang untuknya. Shoko tidak mengetahui bagaimana kabarnya saat ini. Di saat ini.
Apakah harus dia mengingat yang dahulu-dahulu? Tetapi manusia memang diciptakan untuk tidak pernah puas. Siapa pula juga orang di dunia yang ingin terus hidup di masa lalu?
Ya, mau sih, tetapi 'kan realita memang sekejam itu untuk memaksa siapa pun hidup saat ini.
Lagi dan lagi, membuka ruang pesan usang dengan dirinya. Bertukar pesan yang memalukan tetapi senyum Shoko semakin melebar dan oh, rasanya dicintai Suguru Geto, bagaimana perasaanya sangat tenang sampai lupa dengan laporannya.
Oh iya laporan.
Laporan, ya?
Laporan kemana ya untuk sekadar mengungkapkan perasaan rindu dan mendengar kabar sekarang mengenai Suguru Geto?
Tidak ada.
Ah, Shoko kembali menyalahkan entah-siapa-yang-jelas-ke-orang-orang-yang-hidup-sebelum-dia, kalau mencintai seseorang di masa lalu bisa membuatnya menghabiskan sekitar dua jam sampai melalaikan laporannya karena dia sama sekali tidak mengetahui kabar seseorang tersebut?
Shoko juga menyalahkan teman-teman perempuannya yang benar-benar menurut kepada dia ketika putus dengan Suguru kala itu, oh damn to mention his name, atau meminta Satoru yang menjaga jarak dengannya juga.
Dulu, rasanya sangat berat untuk menyebut bahkan mendengar namanya. Rasanya sangat menyakitkan dan bahkan membuat Shoko autopilot untuk mencerna apa baru saja terjadi. Rasanya Shoko berantakkan sampai mati-matian menekan perasaan lain mengenai Suguru Geto; rindu.
Dulu, merindukan dia bagaikan sebuah ancaman kalau hidup Shoko nantinya tidak akan bisa normal. Tetapi, sekarang perasaannya berkata lain.
Sakit hatinya memang masih ada, tetapi ada juga perasaan untuk sekadar bertanya kabar, berbicara apa saja dan melihat wajahnya.
Apakah hal tersebut juga termasuk proses pendewasaan?
Rasanya Shoko ingin mengatakan kalau dia sudah menjadi dirinya yang lebih baik. Yah, masih ngerokok sih, tetapi dia sudah mengalahkan pikiran-pikiran destruktifnya yang dulu Suguru selalu khawatirkan.
Shoko juga ingin mengungkapkan apa itu sebuah rasa damai. Dari semua kerumitan hidup, masalah keluarga, pekerjaan dan cinta ... rasanya sekarang dia bisa menghadapinya dengan waras dibandingkan dulu.
Di saat yang sama juga, kali ini Shoko semakin bisa mengerti dirinya. Konyol dan memang tidak masuk akal, bagaimana ia bisa mencintai seseorang, kemudian tidak bisa menerimanya apa pun bentuk sosok dirinya dan sekarang ... bahkan di dalam pikiran Shoko terbesit kalau mereka mungkin bisa kembali menjadi teman seperti pertemuan pertama mereka.
Entahlah, atau menjadi sepasang kekasih kembali?
6 notes · View notes
hellomentarii · 1 year
Text
Aku belum dapat urgensi kenapa harus beli hp baru, jadi sepertinya pertanyaan itu tidak harus aku jawab dulu deh wle
7 notes · View notes