“ selamat,ya.. Happy for you”
Itu kata yang ingin aku lontarkan saat melihat seseorang yang pernah mengisi hari,pada waktu itu. ia sedang melesatkan cincin ke jari manis wanita yang telah menemaninya selama ia masih kuliah. Wajahnya yang khas dengan ketegangan, tubuhnya yang masih sama dengan postur tinggi, kurus dan sedikit berkumis.
Sembari aku duduk di kursi ruang tamu, lalu muncul memori yang berdentuman datang, dan banyak kata andai di dalamnya. Seperti..
“ andai dulu, aku sedikit lebih sabar dengannya”
“ andai dulu, aku sedikit lebih paham tentang maunya apa”
“ andai saja dulu, ia bisa menjelaskan apa yang akan menjadi ending cerita ketika kita masih bersama”
“ andai sejak 2016 aku masih menemaninya”
Dan begitu banyak kata andai setelah melihat foto itu, ia rapih dengan jas dan belangkon di atas kepalanya. Ia rapih menggunakan jam dan sepatu pantofel, ia rapih dengan kemeja hitam dan sabuk khasnya. Aku ingat model sabuknya masih seperti sma.
Seperti ada kata kecewa dan sedikit kesal, tapi aku tidak bisa menyalahkan diriku. Ya mungkin ini yang namanya jodoh, lagipula tidak semudah itu. Aku sudah cukup dewasa dan hal yang seperti ini, bukanlah penyesalan yang khusus untuk hidup pribadi. Jadi ya, singkatnya entah mengapa. Mungkin karena aku selesai dengan cara yang baik,dan memang berhubungan baik. Kalimat dan muncul ucapan pertamaku adalah.. “ selamat ya, Happy for you”
Mungkin ialah wanita yang siap menjadi makmum yang dibimbing
Relly, Happy for you mas!✨
0 notes
[8] Rembulan dalam Selembar Angpau
Mentari mulai menampakkan diri di atas toko kelontong di persimpangan jalan kota Singkawang, bayangan lampion menghiasi jalanan sekitar toko yang saat itu masih tertutup rapat. Di depan toko tersebut hadir seorang laki-laki yang sedang santai duduk di kursi panjang, kedua tangannya memegang ujung buku yang tengah ia baca.
"Koh, toko buka kapan?" suara anak kecil menyapa kedua telinganya dari samping.
"Enggak, tutup," jawabnya tanpa mengalihkan atensinya dari buku.
"Aku tahu itu tutup, kalau buka pun aku tak tanya kau, Koh. Kapan bukanya?" Anak kecil itu kembali bertanya padanya.
"Hari ini tutup," jawabnya dengan singkat.
"Tumben sekali tutup biasanye Koh Tjan buka terus," kata anak kecil itu yang kini masih setia duduk di sampingnya.
"Ayolah koh layani aku saja, malas aku kalau harus beli ke pasar. Kau tak kasihan padaku koh bedengkang begini harus pergi ke pasar, " pinta anak kecil itu sambil terus menepuk pundaknya.
"Mok kong, nyi an tjhiu!" balasnya sambil berlalu masuk ke dalam toko mengabaikan bocah kecil itu. (Jangan ngomong, kamu sangat bau)
Mikhail, laki-laki yang tadi membaca buku di depan toko, menghampiri Mamanya di dapur yang letaknya berada di belakang toko. Ia melihat Mamanya dengan serius membuat makanan yang nantinya akan dibawa pergi, karena niat membacanya sudah hilang gara-gara bocah tadi sekarang ia membantu Mamanya saja memasukkan beberapa makanan yang sudah jadi.
Pada tanggal lima bulan lima dalam penanggalan lunar sudah menjadi kebiasaan kalau keluarga Mikha akan turut serta dalam Acara Duan Wu Jie atau dapat disebut juga Peh Cun dalam bahasa Hokkien dan lebih dikenal sebagai Hari Bakcang oleh etnis tionghoa di Indonesia. Acara tersebut biasanya diselenggarakan di pinggir sungai Kapuas yang dimana dirinya akan mengunjungi rumah bibinya yang berada di Pontianak.
Hari ini adalah hari dimana diselenggarakannya acara tersebut, begitulah alasan kenapa toko kelontong milik Koh Tjan atau Papanya masih tertutup rapat. Walaupun sering ikut serta, namun Mikha sama sekali tidak terlalu tertarik mengikuti acara tersebut, lebih tepatnya ia tidak suka acara yang melibatkan orang banyak. Kepribadian yang tenang dan sudah terbiasa menyendiri membuat dirinya susah menjalin interaksi dengan orang yang tak ia kenal. Tapi Mikha juga bukan tipe orang yang akan selalu diam di dalam rumah, setiap minggu pasti ia pergi keluar rumah untuk mencari beberapa objek yang bisa ia potret untuk memenuhi roll filmnya menggunakan kamera analog miliknya atau sekadar baca buku di Cafe sepi dengan musik yang mendayu-dayu.
...
Kini Mikha sudah duduk manis di kursi belakang mobil, pandangannya menembus kaca jendela mobil memerhatikan jalanan yang tidak terlalu ramai sambil sesekali memotret objek yang ia rasa menarik walaupun banyaknya ia hanya melihat trotoar dan ribuan tiang listrik yang timbul-hilang. Suasana di dalam mobil pun hening hanya sesekali terdengar obrolan singkat dari kedua orang tuanya, sekarang lagu Berawal dari tatap yang dinyanyikan oleh Yura Yunita tengah mengudara di dalam mobil membuat Mikha sesekali bersenandung mengikuti nada lagunya.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang dengan waktu tempuh tiga jam, mobil keluarga Mikha menepi di sebuah rumah berwarna putih yang memang sering ia kunjungi, beberapa sanak saudara yang sampai lebih dulu tengah kumpul di luar rumah sedang bersiap pergi ke acara Peh Cun. Lantas Mikha turun dari mobilnya dan menyapa saudara-saudaranya.
...
Semakin sore matahari semakin bersinar, cahayanya membias di tengah sungai Kapuas yang saat itu ramai dengan orang-orang pun dengan langit yang melukiskan semburat warna jingga. Ratusan warga tionghoa yang mengikuti perayaan itu sudah siap dengan pakaian dan sepitnya masing-masing, panitia sibuk kesana kemari menyiapkan acara yang akan dimulai beberapa menit lagi, berbanding terbalik dengan Gege dan Meimei Kota Pontianak yang duduk manis menyambut orang-orang penting yang datang di perayaan Peh Cun itu, di sebuah kapal wisata yang sudah di dekorasi dengan ornamen khas kebudayaan tionghoa.
Setelah sampai di tempat acara, Mikhail memilih menepi pada sebuah dipan di bawah pohon yang saat itu sepi, berbanding terbalik dengan keadaan beberapa meter dari dipan tersebut yang ramai. Netra Mikhail memerhatikan dari jauh bagaimana acara itu berjalan, setiap menitnya penonton yang diduga warga sekitar tumpah ruah di pinggir Kapuas.
Tepat pukul dua siang hari, tradisi perayaan Peh Cun dimulai. Suara Gege dan Meimei menyapa siapa saja yang berada disana, menjelaskan rangkaian acara yang akan dilaksanakan, Mikha sedikit menyipitkan kedua matanya berusaha melihat seseorang yang berbicara di panggung sana saat ia mendengar suara yang familiar baginya diantara kedua suara tersebut. Setelah mengetahui dan meyakinkan bahwa seseorang itu yang ia kenal dirinya hanya membuka buku yang sedari pagi selalu ada di tangannya, di antara keramaian Peh Cun tahun ini Mikha memilih menimbun dalam-dalam dirinya pada lembaran imaji dengan beralaskan dipan dan beratap dedaunan yang warnanya setengah menguning.
Suara langkah kaki beradu tongkat sedikit mengalihkan pendengarannya tapi Mikha memilih terus menggulir matanya di antara tulisan, hingga sebuah tubuh yang tak Mikha ketahui itu kini mendudukkan diri di sebelahnya. Ia masih tak mau menghiraukan pergerakkan orang di sebelah walau dari dalam hatinya ada rasa kesal karena kehadiran orang itu mengganggu waktu sendirinya tapi tak apalah lagi pula ini tempat umum semua orang berhak duduk dimana saja.
Pergerakkan dan suara tepuk tangan mendadak dari orang di sebelah Mikha membuat ia terkejut dan berhasil menjatuhkan bukunya. Mikha menghembuskan napasnya dalam-dalam mencoba meredam rasa kesal. Mikha memerhatikan seorang perempuan itu yang sekarang sedang meraba-raba, mencoba mencari bukunya.
"Maaf saya gak bermaksud buat menjatuhkan barang kamu, saya kira tadi gak ada orang," kata perempuan di hadapannya sambil menunduk memberikan bukunya.
Mikha terpaku menatap mata perempuan tersebut, mata hitam legam namun tetap bersinar itu mengingatkannya pada rembulan yang berlayar melewati jendela kamarnya tujuh tahun lalu. Kerudung merah yang hanya disampirkan di kepalanya, baju putih dengan tali pita di lengan, rok hitam yang tidak sampai menutupi mata kaki dan tongkat pendek yang di genggam erat oleh tangannya, itulah deskripsi menurut penglihatan Mikha tentang perempuan di hadapannya. Sebetulnya ada pertanyaan yang hinggap di kepalanya saat perempuan itu tergesa meraba mencari buku.
'Apa perempuan tersebut tidak bisa melihat?'
Namun pikiran tersebut terhempas begitu saja ketika ia bertatap mata dengan mata indah perempuan tersebut, menurut Mikha tak ada yang salah dengan penglihatannya. Rasa kesal yang tadi singgah sebentar dalam hatinya kini tergantikan dengan rasa penasaran dalam benaknya, sungguh Mikha seperti melihat kembali rembulan yang berlayar malam itu.
"Ini bukunya, sekali lagi saya minta maaf," tutur perempuan itu sambil memberikan bukunya yang dari tadi belum Mikha terima.
"Mikha, nama saya Mikhail," ucap Mikha tanpa sadar.
"Eh? hai Mikha nama saya Rainun," balas perempuan itu.
...
Berkat perkenalan tanpa sadar Mikha, membawa keduanya larut dalam percakapan yang belum pernah Mikha temui sebelumnya. Jujur Mikha adalah seseorang yang susah sekali dekat dengan orang lain, apalagi dengan orang yang baru ia temui. Berbeda dengan sekarang, tatapan serius yang ia layangkan pada Rainun, lebih tepatnya pada matanya. Sebenarnya ia menganggap Rainun adalah seorang rembulan yang ia temui tujuh tahun yang lalu dibanding menganggapnya sebagai seorang manusia.
"Kau tahu Mikha, kenapa bapak menamaiku Rainun? katanya namaku diambil dari bahasa arab ainun yang berarti mata karena katanya mataku indah dari sejak lahir. Tapi lama-lama itu terdengar seperti ejekkan bukan? kalau nyatanya aku tak bisa melihat tapi namaku berarti mata, indera penglihatan," papar Rainun yang Mikha dengar dengan lamat.
"Tapi benar kata bapak, matamu indah. Bersih, legam dan bercahaya seperti rembulan yang berlayar kala itu yang melintasi jendela kamarku."
"Aku tahu itu Mikha, banyak yang bilang seperti itu. Lagi pula keindahan mataku membuktikan bahwasannya Tuhan Maha Adil. Di luar sana banyak orang yang pandai melihat namun merasa kurang dengan bentuk matanya sendiri."
"Tapi yang terpenting adalah penggunaannya, Nun. Seberapa pentingnya suatu hal kalau tidak digunakan dengan benar, hal tersebut hanya sia-sia. Dengan begitu manusia sebenarnya tak butuh kesempurnaan fisik kalau tubuhnya sendiri digunakan untuk melakukan kejahatan, menyakiti orang lain atau kegiatan yang merugikan lainnya."
"Bapakku juga pernah bilang, Mikha. Syarat utama suatu makhluk digolongkan manusia adalah hatinya. Tapi ketika berbicara itu aku belum mengerti apa-apa, saat itu aku hanya bisa menggerutuk pada Tuhan, untuk apa Dia menciptakan mata yang indah kalau tidak bisa digunakan."
"Eh Nun, kau pernah menggerutuk Tuhan?"
"Aku juga pernah bodoh sebelum mengerti, Mikha. Kau juga pasti pernah menggerutuk Tian-shi mu bukan?"
"Lantas apa yang membuatmu mengerti ucapan bapak?"
"Aku baru mengerti setelah malam berikutnya, setelah kawanku meminta maaf. Sebenarnya pagi itu suara tak bertanggung jawab menyapa telingaku, katanya untuk apa aku cantik kalau buta, kalau aku sendiri tak bisa melihat kecantikanku. Perkataan itu memanasi hatiku yang memang saat itu belum bisa menerima diriku sendiri."
"Apakah masih ada orang yang seperti itu di masa sekarang?"
"Dengarkan ceritaku dahulu Mikha, baru kau bisa bertanya setelahnya. Dan malam hari itu setelah aku membuatkan secangkir kopi untuk bapak, aku dapat mengerti. Omongan manusia itu bermacam-macam layaknya jenis kopi, kalau kita mau manis ya tambahkan gula, kalau kita ingin pahit ya biarkan saja tanpa gula. Begitu juga dalam hal berbicara, kalau kita mau berbicara seadanya tapi menyakiti orang ya silahkan, kalau mau memuji orang ya boleh saja. Sekarang aku bertanya apa yang membuat keduanya sama?"
"Em...Mungkin, kedua hal tersebut sama-sama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran?"
"Iya betul, keduanya didasari kemauan dan kesadaran. Orang yang mengejekku sebenarnya tahu perkataanya begitu menyakiti orang namun sayang, dirinya tak mengikuti kata hati. Bapak benar, yang mendasari manusia atau tidaknya seseorang adalah hati."
"Bapakmu adalah orang yang bijak ya Nun?"
"Semua bapak juga bijak Mikha, karena mereka memiliki pengalaman hidup yang lama lebih dari kita."
"Sebagian Nun, bukan semuanya. Banyak anak tidak beruntung sepertimu dan aku."
"Kalau begitu aku sangat bersyukur. Maaf Mikha aku hanya mengambil contoh dari diriku sendiri, selama ini aku hanya hidup berdasarkan 'katanya' karena aku tidak bisa melihat 'nyatanya'. Kalau bapak kamu?"
"Papaku sangat baik, Nun. Selalu membuatkanku Bakcang special setiap Peh Cun yang ia buat sendiri sampai begadang malam-malam."
"Apa tahun ini dia membuatkanmu?"
"Iya tapi belum aku makan, ini masih ada."
"Ngomong-Ngomong aku membawa sesuatu untukmu," kata Rainun sambil tangannya sibuk mencari sesuatu di kantung roknya.
"Angpau? ini bukan Cap Go Meh, Nun. Hari ini perayaan Peh Cun."
"Benarkah? Kalau begitu selama ini aku salah merayakan."
"Tapi tak apa, aku terima saja."
"Jangan dibuka sekarang Mikha, dan jangan berharap lebih dengan isinya."
"Iya mau berapa pun aku terima, kamu pernah makan bakcang Nun?"
"Tentu saja pernah, memang kenapa?"
"Tunggu sebentar."
Mikha pergi dari dipan itu meninggalkan Rainun yang sedang duduk kebingungan karena tidak merasakan kehadiran Mikha, Rainun kira mungkin Mikha mau ke kamar mandi sebentar. Mikha lari menerobos kerumunan orang yang masih betah menyaksikan acara, dan dengan kecepatannya kini ia kembali ke tempat dimana Rainun berada dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Nun, ini bakcang buatan Papahku. Nih pegang buat kamu."
Sebenarnya Papah Mikha membuatkan dua buah bakcang kemarin malam, katanya satu lagi harus Mikha berikan pada seseorang yang ingin ia doakan baik-baik saja untuk tahun ini. Tadinya Mikha akan memakan keduanya, semenjak perkenalannya dengan Rainun beberapa jam kebelakang, ia berubah pikiran dan memberikannya pada perempuan tersebut.
"Nun, coba kamu raba. Bakcang itu mempunyai empat sudut yang keempat sudut itu mengandung maksud yang sebaiknya dimiliki manusia." Mikha lantas memegang tangan Rainun sambil memandu perempuan itu untuk meraba ke empat sudut yang ia ucapkan tadi.
"Sisi pertama dinamakan Zhi zu yang berarti merasa cukup. Yang sebelah sini sisi kedua dinamakan Gan en yang berarti penuh syukur. Sebelah sini dinamakan Shan Jie yang berarti berpikir positif dan sisi terakhir bernama Bao rong berarti merangkul sesama."
"Kalau begitu, bagaimana dengan orang yang memakannya apakah akan memiliki sifat itu juga?" tanya Rainun dengan sungguh-sungguh.
"Tidak Nun, itu hanya filosofi saja. Baik buruknya manusia tergantung apa yang kata bapak kamu bilang tadi, tergantung hatinya."
"Rainun, ayo pulang!" teriak seseorang dari jauh.
Rainun pun bersiap pergi dari sana, tak lupa ia pamit kepada Mikha sambil mengucapkan terima kasih karena sudah mau berbincang dengannya juga dengan bakcang yang diberikan padanya. Ia menatap kepergian Rainun, tangan kanan perempuan tersebut memegang erat tongkat yang selama ini memapahinya berjalan dan di tangan kirinya memegang bakcang darinya. Mikha tersenyum melihat punggung yang kini semakin jauh dari pandangannya, banyak harapan dan doa yang ia ucapkan diam-diam dalam hati, petang ini rembulannya kembali pergi dan ia tak tahu kapan ia dapat menemuinya lagi.
Perayaan Pen Cun sudah selesai, orang-orang berhamburan pulang dari tempat acara, begitu juga Mikha. Ia memasukkan angpau merah pemberian Rainun ke dalam sakunya, kemudian pergi meninggalkan dipan itu.
Percakapan sore itu menyimpan kesan tersendiri di benak keduanya. Menurut Rainun sore itu ia berbincang dengan malaikat yang memberitahunya sifat yang sebaiknya ia miliki dan bagi Mikha percakapan itu adalah percakapan dirinya bersama rembulan yang memperlihatkannya bukti sebuah ikhlas yang sederhana.
0 notes
5 Fakta Jazz Gunung Ijen 2019 yang Bikin Kamu Nyesel Karena Nggak Nonton
BANYUWANGI – Kemeriahan Jazz Gunung Ijen 2019 pada Sabtu, 21 September tempo hari rasanya tak bisa dilupakan. Digelar di amfiteater Taman Gandrung Terakota, Jiwa Jawa Resort, Banyuwangi, guest star seperti Tompi, Yura Yunita, Parkdrive, MLD Jazz Project, Ring of Fire Project, Lalare Orkestra, dan Bintang Mencari Bintang ini berhasil membuat suasana venue semalam terasa intim dan hangat.
Meski sempat diguyur hujan, penonton lantas tak gentar dan semakin memadati area venue untuk menyaksikan penampilan guest star favoritnya.
“Gapapa, cuma gerimis dikit saja ini. Worth it, apa lagi ada Parkdrive sama Tompi yang saya senangi musik-musiknya,” ujar Firda, salah seorang penonton saat ditemui radarmalang.id.
Kali ini radarmalang.id akan membagikan hal-hal menarik yang ada di Jazz Gunung Ijen 2019 dan dirangkum menjadi beberapa highlight berikut ini.
1. Siswa-siswi SD dan SMP di Lalare Orkestra Jadi Pembuka Jazz Gunung Ijen
Sekelompok siswa-siswi SD dan SMP yang tergabung dalam grup Lalare Orkestra menjadi Opening Act di Jazz Gunung Ijen 2019. Mereka membawakan sejumlah permainan musik dan nyanyian seperti lagu Twinkle Twinkle Little Stars, Apanya Dong, sebuah lagu berbahasa Cina, dan beberapa lagu yang nampaknya seperti sebuah kidung berhasil diaransemen dengan apik dan mendapatkan tepuk tangan serta rasa kagum penonton.
2. Beri Tribute Kepada Chrisye, MLD Jazz Project Nyanyi Lagu ‘Anak Sekolah’
Grup hasil ajang audisi MLD Jazz Project Season 4 ini berhasil membuat para penonton bernostalgia ketika membawakan lagu hit Chrisye berjudul ‘Anak Sekolah’. Band yang digawangi Puspalia Panggabean dkk ini juga meng-cover beberapa lagu hit lainnya, seperti ‘Manis dan Sayang’ milik Koes Plus, ‘Semua Bisa Bilang’ milik Charles Hutagalung, dan ‘Sakura’-nya Faris RM.
3. Seribu Patung Penari Gandrung di Taman Gandrung Terakota
Selain penampilan para guest star, penonton juga dapat menikmati pemandangan di sekitar venue Jazz Gunung Ijen, yakni Taman Gandrung Terakota yang menyimpan patung penari Gandrung. Tak main-main, patung penari tarian khas Banyuwangi ini jumlahnya mencapai 1000 yang tersebar di sawah sekitar Taman Gandrung Terakota dan area lainnya, membuat perpaduan antara keindahan alam dan budaya Banyuwangi. Selain itu Taman Gandrung Terakota juga merupakan salah satu destinasi wisata di Banyuwangi.
4. Founder Jazz Gunung Umumkan Jazz Gunung Burangrang, Bandung
Sigit Pramono, Founder Jazz Gunung Indonesia dalam sambutannya di Jazz Gunung Ijen semalam juga membuat beberapa pengumuman penting, salah satunya adalah pihaknya bakal menyelenggarakan Jazz Gunung Burangrang yang terletak di Bandung. Gunung Burangrang ini memiliki ketinggian sekitar 2.064 mdpl. “Di Indonesia kan ada banyak gunung ya. Kita pastikan Jazz Gunung bisa diselenggarakan di berbagai tempat di Indonesia, selain di Bromo dan Ijen,” beber Sigit dalam sambutannya.
Sigit Pramono juga menuturkan jika pihaknya berencana menggelar Jazz Gunung Burangrang pada Maret 2020 mendatang.
5. Ada ‘Didi Kempot’ di Penampilan Ring of Fire Project
Ring of Fire Project yang menjadi guest star penutup Jazz Gunung Ijen 2019 membawakan repertoar lagu-lagu Didi Kempot seperti Stasiun Balapan, Kangen, Sewu Kuto, dan Banyu Langit dengan menggaet Endah Laras dan Ricad Hutapea. Tak lupa juga, Djaduk Ferianto mengundang pemandu acara Jazz Gunung Ijen, Alit untuk turut serta menyanyikan bagian rap-nya, yang disambut riuh penonton, menutup pagelaran Jazz Gunung Ijen dengan mengesankan.
Pewarta: Elsa Yuni Kartika
Foto: Elsa Yuni Kartika
Penyunting: Fia
Source : https://malangtoday.net/flash/nasional/5-fakta-jazz-gunung-ijen-2019-yang-bikin-kamu-nyesel-karena-nggak-nonton/
MalangTODAY
0 notes
Jazz Indonesia
Jauh sebelum saya suka dan terjerembab di blackhole bernama K-Pop, saya adalah seseorang yang sangat suka musik jazz, soul, dan R&B (yah kalau Pop mah nggak usah disebut ya). Nggak, saya bukan penggemar musik Jazz yang berat-berat gitu kok, yang dengerinnya cuma musisi jazz instrumental (bass, saxophone, piano, etc.). Tapi jazz yang easy listening dan saya paham aja, hehe. Yang saya ingat dulu kelas 2 SMA, ada seorang temen yang ngasih dengar lagunya Parkdrive - Hasrat Jiwa. Awalnya dia cuma cerita-cerita aja lirik nya bagus, kemudian saya jadi penasaran dan dengerin lagunya. And never regret keisengan saya, saya pun jatuh cinta sama Parkdrive. Hampir semua album saya suka bangeeeet!! I dont know, but their kind of jazz is so so so eargasm. Kelas 2 SMA itu sepertinya tahun 2005-2006an deh, semenjak itu saya jadi suka ngeksplor lagu lagu jazz lokal lainnya. Akhirnya, saya bertemu dengan musisi jazz lokal lainnya yang familiar di tahun itu seperti Maliq & D’essentials, Drew, Ari Pramudito, Bibus, Tompi, Barry Likumahuwa, Indra Lesmana, Tohpati, dan masih banyak lagi. Sempat beberapa kali dateng juga ke event-event music jazz lokal, dan event pertama yang saya datengi adalah JGTC! Jazz Goes to Campuss yang rutin diadain sama FE UI, oh ya ada juga event All That Jazz yang diadain radio OZ Bandung. Seru banget. Singkat cerita sampe tahun 2010 saya masih suka banget Jazz. dan mulai dengerin musisi jazz luar, referensi musisi jazz saya pun makin luas, my favorite was Barry Likumahuwa, D’Sound, Norah Jones, Tompi, Maliq, Dave Koz, Parkdrive, Andezzz, and many more. Really banyak banget sampe dulu hard disk external saya isinya setengahnya adalah lagu lagu jazz. Dan anehnya sampai saat ini saya belum pernah berhasil ke event JAVA JAZZ. Sedih sih selalu aja ada halangan di hari yang sama dengan JJF. I really hope to attend JJF 2018!!
Nah singkat cerita lagi, 2010 saya terdistrak dengan invasi musik korea atau yang lebih dikenal dengan K-pop. Bermula dari ngata-ngatain sepupu saya yang waktu itu diem diem lagi suka Super Junior dan SNSD, saya malah jadi ikutan suka hahaha. I was in the blackhole for almost 5 years!! Percaya deh sekalinya udah masuk ke dunia kpop dan kenal, paham a to z nya, yakin banget akan susah mengurangi kadar kesukaan kita ke kpop. AND IT WAS SO ADDICTIVE. even now, walaupun udah ngga ngikutin kpop masa kini, tapi saya masih follow beberapa k-idol di instagram. Ya. cuma biar tau aja, haha. But thank God, kehidupan saya semenjak memulai sekolah S2 jadi super sibuk dan mau gamau harus fokus sama kuliah dan tugas tugasnya, sampe harus resign kerja juga, haha.
Semenjak memulai S2 saya pun mulai coba ngurang-ngurangin semua aktivitas yang related to kpop dan korea koreaan. No, bukan berusaha jadi antis atau apa pun, tapi cuma mencoba back to normal and listening to other music more and more. Dan mulai aktif nge soundcloud lagi, ya dulu 2015an Spotify belum masuk kan ke Indo. Di Soundcloud dulu saya cukup sering juga ngepost cover songs, ya walopun suara dan recording tools nya pas pasan hahaha. I was joining Soundcloud since 4-5 years ago (2012-2013), dan di situ lah saya mulai menemukan kesenangan baru. I met so many local indie musician with super quality!! Dulu ampe komen “gila ya orang Indonesia ternyata banyak banget yang super talented dan punya karakter khas masing-masing!”. No, I’m not sotoy guys, karena yang saya komenin kayak gitu adalah orang-orang seperti Teza Sumendra, Barsena, Rendy Pandugo, Isyana, yang pada saat itu belum jadi apa-apa. Tapi mereka sangat rajin sharing music dan posting recording mereka ke SC. Sampe selalu saya tungguin update-updatenya, dan saya punya playlist khusus yang isinya coveran lagu dari selebSC. (LOL what selebSC??). Dan, ada satu lagi musisi lokal yang saya kenal dari Soundcloud namanya Teddy Adhitya. Kalo denger coveran dia tuh ya, Man.... you won’t think that you’re listening to Indonesian singer! Really! 11 12 nih sama Teza, Barsena, dan Rendy Pandugo, musisi lokal kualitas internasional!! Dulu, nggak ada cover songs mereka yang nggak saya suka. And you know right, tinggal nunggu waktu aja, dan ahirnya Teza, Barsena, Rendy, dan Isyana pun debut jadi musisi lokal (officially) dan punya album! I was so happy when Rendy Pandugo is finally released his first single, like heeeey Indonesia’s John Mayer is here! Mas, udah ganteng, bertalenta pula, aku suka banget! and his hit single I don’t Care, is really good.
And now, hey please welcome... Teddy Adhitya!! Dia baru debut beberapa hari lalu dengan dukungan penuh dari musisi lokal lainnya seperti Tulus, Eva Celia, Yura Yunita, Rendy Pandugo, etc etc. His album titled #NothingIsReal dan genre nya jazz, dan....... SUPER SEKALI. Satu album nggak ada yang nggak enak, terharu banget! Dia bahkan udah perform di event JJF 2017 kemaren. Another SoundCloud musician yang akhirnya dikenal Indonesia. I recommend you guys to listen to his album, i cant even recommend you a song from his album since all songs are the winners! haha. But maybe you canng start to listen Nothing is Real & In Your Wonderland. Good job Teddy!!!
Semoga ke depanya makin banyak nih musisi musisi jazz lokal dengan kualitas internasional kaya nama nama yang udah saya sebut ini!
3 notes
·
View notes