Tumgik
ardhakesuma · 4 years
Photo
Tumblr media
Kamu bawakan senja serupa kue bulat berlapis krim kuning keemasan, tepat ketika langit menampilkan warna sore.
Kamu tiba bukan seorang diri, tapi bersama para pengawal seumpama rombongan burung yang hendak pulang ke sarang.
Daun pintu terbuka oleh perpaduan kepak sayap dan kicauan kidung selamat ulang tahun.
Lilin-lilin menjadi mati, Kertas kado menjadi robek, Sore menjadi petang, Sorot matamu menyalakan sayu, Padanya seolah menatap samudera, Mengajakku mengikuti arusnya, Membawaku bersetubuh dengan gelombangnya.
Sisanya, Kamu tunjukkan batas cakrawala. Horizon mewakili pesan penting: cukup sampai disini saja.
15 Agustus 2020
0 notes
ardhakesuma · 4 years
Text
Tumblr media
"mBulane apik loh. Keluarlah!", tanggal setengah atau tanggal lima belas -kalender Jawa- kemarin aku membuka percakapan dengan F.
"Siap, mengko tak potrete", ia membalas singkat.
"Aku jaluk fotone ya", awalnya aku mengabari bulan utuh itu bukan buat mendambakan foto, sekedar pengen berkabar aja. Berhubung F memberi respon dengan iming-iming foto bulan, aku jadi gak tahan untuk ikut memiliki gambar itu. "Kudu apik!", aku menambahi pesanku.
"Ok", singkat lagi.
"Kalo kamu kelupaan, berati kudu nunggu sewulan meneh, Cuk!", aku sepertinya mulai menyebalkan.
"Masih di sisi timur kan?", gelagatnya untuk menunda.
"Hampir di tengah."
"Ya. Nanti nek wis nyampe tengah."
Terserah ia saja, jadi kudiamkan saja.
Kurang dari 2 menit, ada pesan susulan, "Kayake apik di sisi barat".
***
Pada akhirnya, aku gak tau foto ini diambil saat si bulan ada di sebelah mana. Setauku, bulan tetap tampil utuh menawan. Setauku juga, entah bulan ada di posisi mana, tanpa sinar dari bintang-bintang, ia bukan apa-apa.
Sebentuk bulan yang sering kali kebanjiran pujian dalam puisi dan lagu-lagu, nyatanya sinarnya hanyalah semu. Sebentuk bulan yang sering kali dikidungkan dalam nyanyian doa supaya paras anak perempuan menyerupainya, nyatanya sinarnya hanyalah bergantung pada sekumpulan bintang di angkasa.
Sebentuk bulan yang menampilkan dirinya digdaya, sekaligus sebentuk bulan yang masih membutuhkan dukungan dari sekitar.
Parangtritis, 11 Mei 2020 | 11.52
0 notes
ardhakesuma · 4 years
Text
Tumblr media
i hate coronavirus, even when many people said it is a time for healing the world.
i don't wanna say thank you for coronavirus, even when many people said it is a time for make quality time with family or ourselves.
i won't be grateful just because coronavirus, even when many people remind me that it is a time for take a break and breathe.
i fuckin hate coronavirus, even when i knew that it is God's Masterpiece.
Ruang Renjana | 2020, 16th April.
0 notes
ardhakesuma · 4 years
Text
Tumblr media
Sudut hatiku gelap, bahkan sebelum garis cakrawala menjemput senja.
Hari masih terang,
Matahati masih utuh, sekaligus angkuh.
Panasnya menembus kain kebaya yang kukenakan.
Pada perjalanan menuju altar,
Memoriku berputar arah,
Melewati jalanan kota yang tengah dipadati oleh orang-orang kelaparan.
Ayam geprek Bu Rum atau Bu Nanik?
Sekalian jus di seberang Fakultas Teknik UNY ya?
Potongan diskusi singkat kami saat siang-siang naik motor berdua.
Pada perjalanan menuju altar,
Memoriku berputar arah,
Melewati jalanan menuju rumah.
Bikin nasi goreng atau mie goreng?
Buahnya mau dipotong-potong atau dibuat jus?
Masih soal diskusi siang-siang yang sering kami lakukan.
Pada perjalanan menuju altar,
Memoriku berputar balik ke banyak arah.
Mengenai rencana industri kreatif,
Mengenai rencana kredit rumah,
Mengenai rencana jalan berdua menjelajah Indonesia,
Mengenai rencana pesta pernikahan yang kecil-kecilan.
Masih pada perjalanan menuju altar,
Teriknya matahari seakan angkuh menertawakan keberadaanku untuk menemui mantan kekasih yang pada sisi kirinya sudah ada seorang pengganti posisiku.
Parangtritis, 1 Desember 2019 | 12.42
2 notes · View notes
ardhakesuma · 4 years
Text
Tumblr media
Tadi senja temaram, kemudian berganti malam yang dikepung hujan.
Persetan. Aku terjebak di genangan kenangan.
Pada musim tahun lalu, hujan berteman kamu.
Kamu buatkan puisi, aku membalasnya dengan cerita.
Kamu hangatkan dengan pelukan, aku membalasnya dengan ciuman-ciuman.
Pada musim tahun ini, hujan berteman segala keresahan. Aku berdiri seorang diri, menatap kamu dan si pengganti peranku.
Ruang Renjana || 14 November 2019 23:51
0 notes
ardhakesuma · 5 years
Text
Tumblr media
Dua hari terakhir ini kuisi waktu luang dengan membaca chat kami yang panjang-panjang. Merindu saat-saat 3-4 hari sekali ruang kontak kami ada pemberitahuan sekitar 23-25 balon percakapan baru. Lebih dari seribu hari kami bercakap di aplikasi chatting tapi seperti berbalas postingan artikel blog. Saling melengkapi pendapat, gak jarang adu sanggahan, dan gak kenal malu saat harus mengakui dapat ilmu baru.
Kami bertukar pikiran seputar banyak hal. Keadaan masyarakat dari sisi sosial, sikap, ragam budaya, suku-ras, sampai agamanya. Keadaan isu ekonomi disambung ke politik. Keadaan generasi y yang bertemu gen z. Perkembangan teknologi, musik, teather dan karya seni lainnya. Sekali-dua kali kami juga terbawa ke sisi agama, pahala-dosa, surga-neraka, lalu tertawa penasaran dengan segala misterinya.
Pada sela-sela chat yg panjang itu, kami suka membahas ulang pada sebuah pertemuan. Jelas sambil nongkrong berjam-jam di kedai kopi, pernah coba area makan di mall dan gak akan mengulanginya lagi. Selain kedai kopi, sudut taman kota juga jadi tempat yang kami suka.
Aku senyum-senyum sendiri membaca ulang chat saat-saat kami janjian mau ketemu dan berkabar saat sudah kembali sampe tempat tinggal. Ternyata, sudah cukup banyak cangkir kopi dan cawan camilan yang jadi saksi pertemuan kami.
Dan kini, kupikir gak hanya aku saja yang merindukannya. Perlahan kutemukan balon percakapan saat kita menjanjikan pertemuan di beberapa tempat baru. Selain aku, ada ruang pentas teater, pertunjukan wayang pendek, kursi bioskop saat pemutaran film Joker, aroma dupa di Mirota Batik, kopi leberika yang belum sempat kami coba, sampe pada ponselku yang gak pernah lagi mendapat kabarnya. Terpaksa aku menyaksikan ia melakukan hal yang kami rencanakan itu justru bukan bersamaku.
Aku cemburu, tapi teman bisa apa sih kalo sudah dihadapkan dengan kenyataan temannya punya pacar baru?!
0 notes
ardhakesuma · 5 years
Text
Surat untuk Ibu Bumi
Bu, apa kabar?
Atau pantas gak aku tanya dengan "kabar baik, Bu?"
Terdengar basa-basi ya Bu? Atau memang ibu anggap itu adalah hal yang basi?
Ahh terserah ibu aja, toh selama ini kehidupan disini juga kami jalani dengan terserah kami.
Bu, surat ini aku tulis saat aku sedang patah hati. Disini aku akan menyampaikan pengakuan dosa. Bukan karena aku berharap hatiku bisa utuh lagi, tapi sekedar ingin mengobati dengan cara mengakui hal yang semestinya diakui.
Aku patah hati atas keadaan ibu saat ini. Ibu tentu sadar, tapi ibu hanya diam kan? Kanker plastik terus berkembang di dalam tubuh ibu, entah itu di lautan maupun di sudut-sudut perbukitan. Sumber nafasmu juga semakin gersang. Jangankan Kalimantan, Amazon saja terbakar. Ibu juga sudah gak bisa leluasa melahirkan pangan dari sawah dan ladang. Kukira-kira kulit tubuhmu kini lebih banyak ditambal beton dan semen, sisanya tersumbat plastik, tercemar zat kimia.
Bu, aku akui kalo aku jadi bagian dari itu semua. Aku masih suka jajan makanan dengan kemasan plastik, kadang aku kehabisan air minum mineral dan terpaksa membeli air minum mineral dalam kemasan. Aku belum bisa mandi tanpa sabun, shampo, atau pasta gigi produk pabrik-pabrik besar. Aku masih konsumsi minyak sawit, daging, dan susu yang caranya mendapat itu semua harus menebang hutanmu untuk dijadikan lahan pengembangan pangan. Padahal, ibu sudah sediakan beragam pilihan pangan yang ramah terhadap kegemburan tanah. Sampai saat ini seluruh aktifitasku juga lebih banyak bergantung pada gedung-gedung yang menyempitkan ruang legamu.
Bu, kedengarannya klise kalo aku bilang segala yang kulakukan ini karena memang belum ada penunjang yang baik untuk hidup lebih ramah lingkungan. Tapi nyatanya memang seperti itu, Bu. Masih cukup susah untuk hidup tanpa produksi sampah. Jangankan bicara regulasi, untuk sekedar menyediakan tempat isi ulang air minum di tempat umum saja pemerintah belum mampu. Perusahaan-perusahaan besar juga masih saja lebih suka mengemas produknya dengan plastik daripada kertas. Ahh tapi dibungkus kertas nanti pohonmu juga semakin cepat habis ya, Bu. Hmm mungkin saja kalo semuanya berjalan seimbang tetap akan baik-baik saja Bu.
Bu, pengakuan itu baru sebagian kecil yang bisa aku tuliskan. Dosaku terhadapmu sudah terlalu banyak. Capek kalo harus kusebutkan satu per satu disini.
Ibu Bumi sudah terlalu baik terhadap kehidupan anak-anak manusia disini Bu. Sekalipun masih banyak hal buruk yang kuperbuat, percayalah Bu, kalo aku bersama anak-anak terbaikmu pantang patah dan saling bahu membahu untuk memulihkan ibu.
Doakan ya Bu.
Pun aku disini, selalu mendoa sekiranya Ibu selalu diberkati Yang Maha dan Semesta.
Ruang Renjana, 18 September 2019
0 notes
ardhakesuma · 5 years
Text
Chiyo,
Dea, 
Dyah,
Eddo, 
Febi, 
Fergi, 
Gilang, 
Kiting, 
Okik, 
Lambang, 
Lintang, 
Muklis, 
Rin, 
Sendita, 
Silvi, 
Yan. 
Terima kasih, untuk setiap energi yang menjadikan salah satu alasan tetap hidup.
0 notes
ardhakesuma · 5 years
Photo
Tumblr media
Lembar ini adalah kepingan patah hati.
Mengenai sebuah perasaan yang sulit terdeskripsi,
Tapi kian berhasil dalam menguasai diri.
Logika tersabotase oleh perasaan.
Benar kata Ardi, seharusnya aku tidak berprinsip logika dan hati jalan terus, tetapi cukup menjalankan logika pada jalan yang lurus. 
Untuk kesekian kali,
Hatiku patah lagi.
Aku gagal lagi,
Terlampau sulit untuk mengendalikan diri.
Ambisi dan mimpi terasa semakin jauh untuk disentuh.
Rumah semakin sulit untuk dicari,
Arah pulang semakin susah untuk ditemukan.
Ruang Renjana || 16 Agustus 2019, 16:26
0 notes
ardhakesuma · 5 years
Text
Tumblr media
Berkemah,
Aku suka berkemah,
Aku suka langit yang remang-remang oleh sinar bulan,
Aku suka hamparan pasir yang dingin,
Aku suka brisik ombak yang berkejaran,
Aku suka daun cemara yang berembun,
Aku suka udara malam jelang pagi.
Dan tentu saja,
Aku suka ruangan tenda yang sempit.
Sekali lagi,
Aku suka ruangan tenda yang sempit.
Tidak ada alasan untuk memberi jarak,
Tidak ada alasan untuk menolak.
Kemudian,
Antara tubuhku dan tubuhmu hanya menyisakan ruang untuk degup jantung yang mengalirkan desir halus di permukaan kulit tubuh kita.
Udara dingin berubah hangat oleh suhu tubuh kita.
Aroma daun cemara selamur oleh bau asam bercampur sisa parfum, dari satu tubuh dan tubuh lainnya.
Ombak tidak lebih brisik dari dua sumber nafas yang saling memburu.
Bulan sabit enggan nampak, dia terlalu minder pada senyum manjamu.
Untuk: Angin,
Ahh dasar kau! Angin!
Aku minta kau untuk diam!
Kekasihku sudah lemas tergeletak di sisi kananku.
Jadi angin, jangan ganggu!
Angin, ini giliranku, untuk meniupkan kenakalan pada setiap jengkal tubuh kekasihku.
Bibirku tak tahan untuk tak mendaratkan ciuman di keningnya, pipinya, pelipisnya, ujung hidungnya. Dan... Bibirnya...
Hmm...
Lebih tepatnya setengah bibirnya.
Soalnya nyangkut,
Kena kumis.
Aku jadi gemas.
Kalau gitu, jangan​ dicukur dulu ya, Sayang!
Kapan-kapan aku ingin menariknya, memainkannya, dengan bibirku. Hehehe.
[Ruang Renjana | 4 April 2019]
0 notes
ardhakesuma · 6 years
Photo
Tumblr media
Sepotong pagi yang Sabtu, Gerimis turun dengan malu-malu. Tapi rindu ini tak begitu, Mana mungkin tau malu. Dari langit Jakarta yang abu, Rindu menghujani ubun-ubunku, Terhisap otak yang inginnya memikirkan kamu Jakarta, 24 Maret 2018 | 7:56
0 notes
ardhakesuma · 6 years
Photo
Tumblr media
Gunung dan rinduku​ sama-sama tinggi. Bedanya ia memiliki puncak. Sedangkan rinduku tak berbatas. Awan dan rinduku sama-sama tebal menggumpal. Bedanya ia mampu berlalu. Sedangkan rinduku selalu bertahan. Dan kamu tetap sebagai langit. Mengamati dan menyadari puncak gunung yang dikelilingi awan. Tanpa melihat rindu-rinduku. (Perjalanan Jogja - Lampung, Agustus 2017)
0 notes
ardhakesuma · 6 years
Photo
Tumblr media
Jika rindu adalah gitar, Aku ingin memainkan lagu kesukaanku. Ku bilang lagu kesukaanku, Karena setiap hal yang menjadi kesukaanmu, Diam-diam menjadi kesukaanku pula. Tidak perlu menuduhku menirukan atau sengaja ingin ikut-ikutan. Aku sama sekali tidak seperti itu. Aku tetap menjadi diriku sendiri. Aku merindu dengan caraku -yang mendengarkan lagu-lagu kesukaanmu. Bebunyian petikan senar gitar adalah tentang jejari tanganmu yang bisa ku miliki tanpa perlu ku genggam. Ku miliki, tanpa perlu selalu mengikuti. Ku miliki, tanpa perlu kamu merasa dimiliki. Dari : L yang -selalu- sedang jatuh rindu pada kamu dan gitar kesayanganmu -si Candy.
(Ruang Renjana, 13 Maret 2018 || 11.08)
0 notes