Tumgik
dmas-adr · 1 year
Text
Antara berfikih dan bertashawuf
Tumblr media
Dalam suatu kajian, Maulana Syaikh Abdul Aziz Asy-Syahawi (Ulama Besar Madzhab Syafi'i di mesir) pernah berpesan bagaimana Allah SWT memberikan petunjuk kepada kita untuk memperhatikan dua perkara yang tak boleh sepelekan sebagai seorang Hamba.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: "Hanya kepada Engkaulah yang kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan." (Al-Fatihah:5)
Dalam ayat yang berbunyi (إِيَّاكَ نَعْبُدُ) yang berarti: "Hanya kepada-Mu, kami menyembah", telah memberi kejelasan kepada kita untuk menjaga perkara ibadah/Syari'at kita. Karena Syari'at sendiri berperan untuk pengamalan seorang hamba dalam melaksanakan ibadahnya. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan kita untuk belajar Ilmu Fikih, agar kita tahu dan faham bagaimana cara melakukan ibadah yang tepat dan benar.
Disebutkan pula pada ayat diatas (وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ) yang berarti: "Dan hanya kepada-Mu pula kami meminta pertolongan", yang memberi Ibarah bahwa hakikat dari kemampuan, kekuatan dan kekuasaan hanya milik Allah SWT dan tiada yang mampu untuk menyelesaikan hajat kita kecuali dengan pertolongan-Nya.
Dari situ bisa kita simpulkan pula bahwa keharusan bagi kita untuk menghadirkan ketaatan dan kemantapan hati dalam mempercayai seluruh apa telah yang Allah tetapkan kepada kita dan menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Untuk menghadirkan itu semua, para Shahabat, Tabi'in dan Ulama terdahulu telah memberikan kita contoh dan cara melalui pengamalan Ilmu Tashawuf yang sangat penting pula untuk kita pelajari.
Menyembah atau beribadah kepada Allah SWT adalah tujuan utama diciptakannya kita sebagai hamba-Nya. Maka kesempurnaan dalam beribadah sudah menjadi kewajiban yang harus kita amalkan. baik dalam hati ataupun perilaku. Dan untuk menyempurnakan pengamalannya pada hati dan perilaku, kita perlu mempelajari Ilmu fikih serta Ilmu Tashawuf.
Kebanyakan dari kita (termasuk penulis) terkadang hanya bermodal paham dan dapat mengamalkan salah satu dua perkara antara ber-Fikih dan ber-Tashawuf saja, sudah merasa ibadahnya telah sempurna. Padahal pada hakikatnya, keduanya mempunyai esensi yang sama-sama penting untuk menyempurnakan ibadah kita.
Tidak hanya beribadah dengan kemantapan dan keikhlasan hati tanpa tahu cara mengamalkannya, ataupun hanya tahu cara pengamalannya, namun tidak bisa menghadirkan kemantapan serta keikhlasan dalam hatinya, tetapi harus tetap berusaha untuk melengkapi dan menghadirkan keduanya demi kesempurnaan ibadah kita kepada-Nya.
Imam Asy-Syafi'i pernah berkata:
فقيها وصوفيا فكُنْ ليس واحدًا # فـإنّي وحَقّ الله إيـاك أنصحُ
فذلك قـاس لـم يـذق قلبـه تقى # وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
Artinya: "Jadilah Faqih (Ahli Fikih) dan Sufi (Ahli Tashawuf). Jangan hanya salah satunya saja. Sesungguhnya aku menasehatimu tentang hak Allah (bagimu). Karena itu adalah perbuatan orang (berhati) keras, yang hatinya tak pernah merasakan ketakwaan (sesungguhnya). Dan ini adalah kebodohan. lalu bagaimana orang yang bodoh membenahi diri?".
Dan dikatakan pula:
من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد
تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق
Artinya: "Barang siapa bertashawuf tanpa berfikih, maka dia hanya pura-pura beriman. Barang siapa berfikih tanpa bertashawuf maka dia telah berbuat fasik. Dan barang siapa mengumpulkan keduanya, maka dia telah berada pada kebenaran".
Wallahu A'alam Bisshawab.
2 notes · View notes
dmas-adr · 1 year
Text
Tumblr media
Barokah dari sifat "materialistis" seorang wanita dalam penurunan Syariat Islam.
Sebagai makhluk Allah yang sangat terkenal kelembutan hati serta ke-sensitifan perasaannya, Wanita juga sangat terkenal dengan sifat yang (lumrahnya) ”materialistik". Yang menurut pandangan penulis secara umum, sebagian dari beberapa orang (terkhusus laki-laki) mungkin merasa tidak menyukainya. Walaupun hakikatnya tidak mentiadakan kelebihan dan berbagai kebaikan serta keluhuran pribadinya pula. Namun dibalik sifat itu, terdapat barokah, hikmah serta peran besar dari ke-Materialistikan seorang wanita dalam penurunan syari'at Islam.
Sebagaimana diketahui, terkadang syariat diturunkan dikarenakan untuk menjawab pertanyaan, solusi dari suatu permasalahan, atau sebab dari suatu perkara. Bahkan terkadang atau bisa dibilang sering, ayat Al-Qur'an turun secara Musta'nif (secara dhahiriyahnya turun tanpa ada sebab). Namun, berdasarkan problematika serta persoalan para wanita, Mereka mempunyai pengaruh serta peran dalam turunnya pensyariatan serta berbagai hukum Islam dengan meminta pertolongan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dalam naungan ajaran Islam dengan harapan mengetahui solusi serta jawaban atas problematika dan persoalan dalam kehidupan mereka sebagai seorang muslimah.
Dalam Al-Qur'an sendiri, cukup banyak ayat yang membuktikan kevalidan mengenai hal ini. Terutama dalam ayat yang membahas beberapa hak wanita secara khusus. Seperti dalam hukum warisan serta pembagiannya terhadap ahli waris.
Pada masa Jahiliyah sebelum era islam, warisan hanya diperuntukan untuk laki-laki yang bisa berperang, menunggang kuda serta menyelesaikan masalah yang membahayakan keluarga, kehormatan, dan hartanya. Dan memang pada masa itu, wanita sangat dipandang rendah karena tidak bisa melakukan hal itu. Hanya saja pada masa itu mereka berhak memberikan warisan, namun tidak berhak untuk menerima warisan. disebabkan secara fisik, wanita memang lebih lemah dari laki-laki, begitu pula secara tabiatnya itu semua bukan bidang mereka.
Akan tetapi, mereka tidak tinggal diam dengan ketidak adilan serta kedhaliman yang dibudayakan bangsa Jahili ini. Sebagaimana ajaran islam yang membawa kebenaran dan keadilan, mereka lalu meminta keadilan untuk diri mereka serta generasi para muslimah setelah mereka tentang permasalahan ini. Dan Akhirnya, hal ini menjadi salah satu Asbab An-Nuzul dari turunnya surat An-Nisa' ayat 11 tentang pembagian Mawarist yang berbunyi:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Mengenai ayat diatas, Syaikh Fakhruddin Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir menyebutkan:
رَوَى عطاء قال: «استُشهد سعد بن الربيع وترك ابنتين وامرأة وأخًا، فأخذ الأخ المال كله، فأتت المرأة وقالت: يا رسول الله هاتان ابنتا سعد، وإنَّ سعدًا قُتل، وإنَّ عمهما أخذ مالهما، فقال عليه الصلاة والسلام: (ارجعي فلعلَّ الله سيقضي فيه)، ثم إنها عادت بعد مدة وبكت، فنزلت هذه الآية، فدعا رسول الله ﷺ عمهما وقال: (أعط ابنتي سعد الثلثين، وأمَّهما الثمن وما بَقِيَ فهو لك)، فهذا أول ميراث قسم في الإسلام
Artinya: "Diriwayatkan dari 'Atha, dia berkata: Sa'ad bin Ar-Rabi' telah wafat (dalam keadaan) Syahid. Dan dia meninggalkan istri dan kedua putrinya. Namun seluruh hartanya telah diambil saudaranya. Kemudian istrinya mengadu kepada Rasulullah SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah, Ini adalah kedua putri Sa'ad. Dan sesungguhnya Sa'ad telah meninggal. Namun paman mereka telah mengambil seluruh harta mereka berdua". Lalu Rasulullah SAW pun menjawab: "Pulanglah, semoga Allah memutuskan masalah ini". Setelah beberapa saat, Ia pulang dan menangis. Lalu akhirnya turunlah ayat ini. Kemudian Rasulullah SAW memanggil paman mereka berdua dan berkata: "Berikan ⅔ (warisan) kepada kedua putri Sa'ad, dan ⅓ untuk istrinya. Dan sisanya untukmu". Dan ini adalah awal pertama kali pembagian harta warisan dalam Islam." (Fakhruddin Ar-Razi/At-Tafsir Al-Kabir/Cet. Dar Al-Turast Al-Arabi, Bairut/Jilid -9/Hl.509).
Tidak hanya itu, pada surat An-Nisa' ayat 12, yang berbunyi:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ، فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ، وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ، فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ، وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ، فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ، وَصِيَّةً مِنَ اللهِ، وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya: "Bagi kalian para suami adalah separo dari harta yang ditinggalkan oleh para istri kalian bila mereka tidak mempunyai anak; bila mereka mempunyai anak, maka bagi kalian mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya; setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) setelah dibayar hutangnya. Dan bagi para istri mendapat seperempat harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak mempunyai anak; bila kalian mempunyai anak, maka mereka mendapatkan seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan; setelah dipenuhi wasiat yang kalian buat atau (dan) setelah dibayar hutang kalian. Bila seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai satu orang saudara laki-laki (seibu) atau satu orang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta; tetapi bila saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersama-sama mempunyai hak bagian sepertiga; setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya dengan tidak merugikan. Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun."
Dalam menanggapi ayat diatas, Ust. Dr. Ilham Muhammad Syahin dalam salah satu artikel beliau di Majalah Al-Azhar edisi Sya'ban 1444 H, mengatakan Asbab An-Nuzul dari ayat di atas adalah pengaduhan wanita mengenai harta waris mereka pula. disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Astqalani dalam karangan Al-Ishabah beliau:
مات عبد الرحمن أخو حسّان الشاعر، وترك امرأةً يُقال لها: أم كجة، وترك خمس أخوات، فجاء الورثة يأخذون ماله، فشكت أم كجّة ذلك إلى النبي ﷺ، فقالت: يا رسول الله، مات زوجي وتركني ، فلم نورث فقال عمُّ ولدها لا تركب فرسا ولا تحمل كلا، ولا تنكا" عدوا، فأنزل الله -تبارك وتعالى - هذه الآية.
Artinya: "Abdurrahman saudara Hassan Asy-Sya'ir meninggal. Dia meninggalkan seorang istri yang biasa disebut 'Ummu Kujjah' serta 5 orang saudara. Lalu ahli warisnya datang dan mengambil hartanya. Kemudian Ummu Kujjah mengadukan hal ini kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah, Suamiku wafat dan meninggalkanku. Lalu aku belum mendapatkan warisan". Tiba-tiba paman dari anaknya berkata: "Kau sama sekali tak pernah menaiki kuda ataupun berperang". Hingga kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini (An-Nisa': 12)." (Ibnu Hajar Al-Astqalani/Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah/Maktabah Syamilah/Jilid -8/Hl. 457)
Begitulah Allah SWT menampakan hikmah dibalik sifat 'Materialistik' yang dimiliki seorang wanita. Yang mungkin pada dasarnya sifat tersebut adalah bentuk dari keadilan yang harus mereka utarakan untuk mendapatkan hak mereka sebagai hamba yang Allah ciptakan lebih lemah dari pada pada laki-laki. Bahkan ketika sudah berkeluarga, bisa kita saksikan sebagai seorang suami, besarnya pengorbanan mereka untuk kita. Seperti pesan yang disampaikan Syaikh Mutawalli Asy-Sya'rawi kepada para suami:
"Ingat nak, gadis itu telah meninggalkan ayahnya, ibunya, saudara-saudaranya, dan keluarga besarnya hanya untuk tinggal dan hidup bersamamu. Maka jadilah engkau pengganti mereka baginya (berbaiklah kepadanya melebihi siapapun)".
Dan dari sini pula kita bisa simpulkan, bagaimana Allah memberikan kita contoh dari besarnya dan agungnya nikmat yang Allah berikan melalui contoh yang biasa kita anggap remeh atau bahkan kita (laki-laki) anggap tidak baik. salah satunya ditampakan melalui sifat materialistik seorang wanita. Yang dari Barokah ke-Materialistikan mereka, kita bisa memetik manisnya buah dari keindahan serta keadilan syariat Islam melalui hukum pembagian warisan. Wallahu 'Alam Bisshawab.
Kairo, 2 Maret 2023
2 notes · View notes
dmas-adr · 1 year
Text
Eksistensi Ilmu Mantiq serta manfaat mempelajarinya.
Salah satu nikmat yang harus kita syukuri sebagai Umat Islam, adalah Keharusan kita untuk memiliki rasa bangga terhadap berbagai peninggalan dan warisan berharga yang ditinggal para generasi umat terdahulu. baik itu bersifat material seperti peninggalan tempat dan benda bersejarah ataupun non material seperti budaya peradaban dan ilmu pengetahuan yang manfaatnya bisa kita rasakan sampai sekarang.
Apalagi dengan banyaknya karya Turost dari para ulama muslim yang tak ternilai harganya. seperti contoh Ilmu logika filsafat islam atau yang biasa kita kenal dengan Ilmu Mantiq.
Mungkin banyak dari kita yang belum terlalu mengenal Ilmu ini. Karena memang pada awalnya, Ilmu ini diadopsi dari disiplin ilmu barat. Jadi kesan beberapa ulama dahulu mengenai ilmu ini bisa dikatakan asing. Namun terlepas dari itu semua ada banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari mempelajari disiplin ilmu ini.
Sebelum masuk kepembahasan inti, penulis ingin memberikan judul beberapa maklumat penting dari apa yang akan disampaikan dalam artikel ini. Yakni:
Definisi Ilmu Mantiq
Sejarah singkat
Penerjemahan ke dalam bahasa arab
Pentingnya mempelajari ilmu Mantiq
Hukum mempelajarinya
Manfaat mempelajarinya
Refrensi
Adapun lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Definisi Ilmu Mantiq
Dikutib dalam kitab Idhahul Mubham Min Ma'ani As-Sullam, karya Syaikh Ahmad bin Abd Al-Mun'im Ad-Damanhuri, Mantiq secara bahasa diambil dari Masdar Mim yang bersifat Musytarak (yang memiliki arti banyak) dari Lafadz النطق yang bermakna اللفظ (lafadz/kata) atau الإدراك (pengetahuan).
Adapun secara Istilah, sebagai berikut:
قانون تعصم مراعته الذهن عن الخطأ في الفكر
Artinya: "Disiplin Ilmu yang menjaga pengetahuan dari kesalahan dalam berfikir."
2. Sejarah Singkat
Secara Umum, tidak ada yang tahu kepastian kapan ilmu ini muncul. namun telah ditemukan berbagai pendapat yang mengatakan dimana pertama kali ilmu dikarang. Dikutib dari kitab Al-Hai'ah Al-Mishriyah Al-'Ammah Lil Kitab karangan Dr. Zaki Najib Mahmud, pada abad ke-3 sebelum masehi, telah ditemukan disiplin ilmu yang serupa dengan ilmu mantiq. Dan ada pula yang beberapa peneliti yang mengatakan pada abad ke-6, Ilmu mantiq telah dikarang saat peradaban cina kuno. Bahkan juga ada yang berpendapat bahwa ilmu ini berasal dari peradaban mesir kuno.
Ust. Dr Yusuf Karam, dalam buku beliau yang berjudul Tarikh Falsafah Al-Yunaniyah, mengatakan bahwa pada abad ke-5 sebelum lahirnya Nabi Isa A.S, Ilmu ini telah diterapakan Masyarakat Yunani hingga mereka menjadi kaum yang terkenal dengan ketangkasan mereka dalam berargumentasi dan berdebat, berdasar faktor keterbatasan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, mereka menggunakan Ilmu ini untuk menutupi keterbatasan dan kebodohan mereka. Bahkan mereka tak segan-segan memutar balikan fakta dan mempermainkan kata-kata demi mendapatkan sebuah kebenaran yang didasari oleh ego dan keuntungan pribadi.
Hingga setelah melewati berbagai vase dan masa yang panjang, terkenalah seorang Aristoteles yang berhasil manyusun ilmu ini dengan begitu terstruktur dan rapi.
3. Penerjemahan kedalam bahasa Arab
Sebagian peneliti berpendapat bahwa gerakan penerjemahan berbagai disiplin ilmu yunani secara umum, khususnya Ilmu Mantiq kedalam bahasa arab pertama kali yaitu pada masa Dinasti Ummaiyah (661-750 M). Namun juga banyak pendapat yang menguatkan gerakan penerjemahan ini di mulai pada masa Dinasti Abbasiyah (132-656 H/ 750-1258 M). Dan menjadi sangat berkembang pada masa Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur (136-158 H/754-775 M). Seusai diterjemah dan tersebar dikalangan masyarakat muslim, Para Ulama terdahulu tidak serta merta menerapkan dan mengambil dalil dari ilmu tersebut. Bahkan menentang beberapa pembahasan yang tidak sesuai, mengkoreksi, serta menambah pembahasan agar tetap teralur dalam prinsip ajaran islam. sebagai mana yang telah disebutkan Dr. Ali Sami Nasyar dalam karyanya yang berjudul Manahij Al-Bahtsi 'inda Mufakkar Al-Islam.
Dan tak terhitung sedikit pula para Ulama Islam yang menekuni cabang ilmu ini. Salah satunya adalah Al-Imam Abu Nasr Al-Farobi, yang begitu masyhur dikalangan filusuf islam sebagai salah satu ulama dengan kemumpunan luar biasa dibidang ilmu mantiq, serta berbagai karya beliau yang begitu memukau.
Tidak hanya itu. di abad ke-5 H, terkenallah seorang filusuf islam dengan nama Imam Al-Ghazali, yang sudah tak mungkin asing ditelinga kita dengan berbagai karya luar biasa beliau yang banyak sekali dikaji diberbagai pesantren ditanah air.
Dari kalangan Ulama' abad ke-10 H, ada Syaikh Ahmad bin Abd Al-Mun'im Ad-Damanhuri, Grand Syaikh Al-Azhar yang masyhur dengan karya beliau di bidang Ilmu Mantiq berjudul Idhahul Mubham min Ma'ani As-Sullam, yang mensyarahi Nadham Sullam Munawwaraq karya Syaikh Abd Ar-Rahman Al-Akhdhar, yang begitu populer sebagai kitab rujukan untuk belajar Ilmu Mantiq diberbagai pesantren. Dan masih banyak lagi ulama-ulama yang berkecimbung dalam disiplin ilmu ini.
4. Pentingnya belajar ilmu Mantiq
Ditinjau dari keselarasan dengan disiplin ilmu yang lain, ilmu Mantiq mempunyai peran yang sangat penting. Yaitu:
mengarahkan pemahaman ketika terjadi kesalahan dalam berfikir,
menunjukan tatacara dalam mendefinisikan (tashawwur) sesuatu untuk mengungkap hakikat kebenarannya,
sekaligus mengetahui katepatan dan kepantasan dalam menyampaikan argumentasi.
maka oleh sebab itu, Para Ulama menyebutnya sebagai معيار العلوم/Mi'yar Al-Ulum (Takaran Ilmu). Walau pun pada awalnya, eksistensi Ilmu Mantiq adalah pengantar untuk mendalami Filsafat Yunani. Namun setelah melalui berbagai vase penerjemahan dan penyelarasan oleh para ulama dulu, kini ilmu ini telah menjadi washilah untuk menjaga pemahaman dari kesalahan dalam berfikir. sebagaimana pula eksistensi ilmu Nahwu yang menjaga lisan dari kesalahan dalam berbicara. Seperti yang telah disampai Shahib As-Sullam, Syaikh Abdur Rahman Al-Akhdhari:
وبعد فالمنطق للجنان # نسبته كالنحو للسان
فيعصم الأفكار عن غي الخطا # وعن دقيق الفهم يكشف الغطا
Artinya: "Dan setelah membaca basmalah, hamdalah, dan Shalawat. Maka penisbatan ilmu mantiq bagi hati (akal) sama halnya penisbatan ilmu Nahwu bagi lisan. Yaitu menjaga fikiran dari kesalahan yang tak disengaja, serta mengatahui pemahaman yang rumit."
Dalam penerapannya, Imam Al-Ghazali telah memberikan contoh yang jelas kepada kita. seperti dalam kitab karangan beliau yang berjudul Al-Mustashfa fi Ushul Al-Fiqh, yang telah beliau susun menggunakan beberapa kaidah Ilmu Mantiq, dan menjadi rujukan pengambilan dalil bagi para ulama Ushul Fiqih. Bahkan dalam karyanya ini, beliau menyebutkan:
من لا معرفة له بالمنطق لا يوثق بعلمه
Artinya: "Barang siapa yang tak mengetahui ilmu mantiq, maka keilmuannya tidak dianggap."
Dari sini bisa kita ambil kesimpulan, bagaimana perhatian seorang Imam Al-Ghazali menggambarkan pentingnya mempelajari ilmu ini.
5. Hukum mempelajarinya
Masih dalam satu rujukan yang sama, Syaikh Abdur Rahman Al-Akhdhari menyebutkan:
وَالخُلْفُ في جَوازِ الاشْتِغالِ # بِهِ عَلى ثَلاثَةٍ أَقْوالِ
فَابْنُ الصَّلاحِ وَالنَّواوي حَرَّما # وَقالَ قَوْمٌ يَنْبَغي أَنْ يُعْلَما
وَالقَوْلَةُ المَشْهُورَةُ الصَّحِيحةْ # جَوَازُهُ لِسالِمِ القَريحَةْ
مُمَارِسِ السُّنَّةِ وَالكِتابِ # لِيَهْتَدي بِهِ إِلى الصَّوابِ
Jika kita simpulkan dari nadham diatas, maka mempelajari ilmu mantiq terbagi menjadi 3 hukum. Yaitu:
Menurut Ibnu Shalah, Imam Nawawi dan beberapa ulama lainnya melarang untuk mempelajari.
Beberapa kelompok lainnya, seperti Imam Al-Ghazali, menganjurkan untuk mempelajarinya.
Dan pendapat yang masyhur serta utama lebih memperinci lagi. Bagi yang memiliki kekuatan dalam berfikir serta kecerdasan yang memumpuni dalam mempelajari Al-Qur'an dan Hadist, maka diperbolehkan. Jika tidak, maka sebaliknya.
6. Manfaat mempelajarinya
Sebagaimana esensi ilmu mantiq yang bertujuan untuk menjaga akal dari kesalahan dalam berfikir dan berbicara, maka menurut penulis, ilmu mantiq selayaknya juga sangat bermanfaat untuk kita (Khususnya bagi kaum santri) sebagai tameng dalam mengklarifikasi berbagai informasi yang tersebar disekitar kita. Apalagi dengan sistem demokrasi di negara kita yang tidak hanya memperbolehkan, bahkan membebaskan kita untuk berbicara aktual maupun hoak sesuka hati, Ditambah lagi dengan mudahnya mengakses segala informasi lewat Smartphone atau media akses lainnya, Mengakibatkan banyaknya informasi hoaks dan berita-berita provokasi yang harus kita filter dengan serius.
Disebutkan dalam artikel KH. Ahmad Fatih Syuhud, pengasuh Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang, Jika problematika mudahnya kaum santri menerima informasi hoaks dan berbagai berita provokatif tetap dibiarkan, maka hal itu bisa menyebabkan kita terjatuh dalam dosa yang sangat besar. baca lengkapnya di: Dosa Besar Kaum Santri https://alkanews.com/dosa-besar-kaum-santri/
Dikutip pula dari situs wibesite resmi NU Online, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) dan Lembaga Ta'lif wan Nasyr PBNU berupaya mengadakan Ngaji Elektronik. Yang sasaran utamanya adalah kaum santri, Dengan pendekatan terhadap kajian ilmu Mantiq. Bahkan hal ini disuport penuh oleh Staf Khusus Kominfo bagian Komunikasi, Deddy Hermawan dengan harapan mencegah Disintregasi bangsa. Atau paling tidak dapat meminimalisir penyebaran berbagai informasi dan berita hoaks dikalangan masyarakat awam. Baca lengkapnya di: https://www.nu.or.id/wawancara/pesantren-perlu-hidupkan-dan-sebarkan-ilmu-manthiq-untuk-tangkal-hoaks-RyvEu
Dan tentunya masih banyak lagi berbagai manfaat yang belum disebutkan penulis dari mempelajari dan mendalami ilmu ini.
Kairo, 27 Januari 2023
7. Refrensi:
Syaikh Ahmad bin Abd Al-Mun'im Ad-Damanhuri (wafat 1196 H), Idhahul Mubham min Ma'ani As-Sullam.
Syaikh Sholih Musa Syarafi (wafat 1405 H/1985 M), Mudzakarat fi Al-Mantiq 'ala Sullam Al-Munawwaraq.
Ust. Dr. Abdullah Muhyi 'Azbin (Dosen Akidah Filsafat dan Wakil Rektor Kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar), Kata Pengantar dari kitab Muqaddimah Likitab Syarh Al-Khabishi 'ala Matan Tahdzib Al-Mantiq li Syaikh At-Taftazani.
1 note · View note
dmas-adr · 1 year
Text
Tumblr media
"Mengucapkan Selamat Natal? Jangan lupa Bijak dalam Bertindak."
Akhir tahun telah tiba. Dimana moment selama satu tahun yang berlalu telah menjadi memori dari tempat pijakan kita dalam melangkah hingga bisa sampai saat ini. Moment ini bukan hanya terbilang spesial untuk mengiring kepergian akhir dari genapnya waktu satu tahun yang telah kita lalui, begitu pula dengan saudara kita dari Ummat Kristiani, Yaitu peringatan "Natal" yang biasanya diperingati pasca sebelum akhir tahun. yakni tiap tanggal 25 Desember.
Natal, mungkin sudah sangat tak asing di telinga kita tentang istilah ini. Bagi kita yang tahu karena sekedar menyaksikan, pasti memberi definisi tentangnya secara sederhana. yakni "Hari raya bagi Ummat Kristiani". Apakah memang itu hakikat definisi dari natal itu sendiri? Sebelum membahas terlalu jauh, kita akan coba menelaah sedikit tentang Asal Usul dan Eksistensi adanya Perayaan Natal.
Dalam KBBI, kata natal diartikan dengan kelahiran seseorang atau kelahiran Isa Al-Masih. dikatakan pula bahwa kata tersebut adalah Kalimat serapan dan berasal dari bahasa latin Dies Natalis (hari lahir). Singkatnya, definisi secara istilah yang bisa kita dari keterangan diatas adalah hari raya umat Kristen yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran Isa Al-Masih.
Kemudian, perayaan tersebut diperingati setiap tanggal 25 Desember disetiap tahun. kenapa diperingati pada tanggal itu? apakah berarti tanggal tersebut adalah tanggal dimana Isa Al-Masih dilahirkan? Dari berbagai refrensi yang sudah saya baca secara umum, Masih belum ada yang bisa memastikan kapan tanggal kelahiran beliau. Namun dikatakan pula bahwa sebab perayaan itu jatuh pada tanggal 25 Desember adalah menukil dari kisah zaman Romawi.
Pada saat kekaisaran Romawi, tanggal 25 Desember adalah hari perayaan dewa matahari. Setiap tanggal tersebut diadakan festival yang meriah. ketika itu, sudah banyak orang yang Romawi menjadi pemeluk agama Kristen. Namun banyak pula umat Kristen pada masa itu yang ikut merayakan hari lahirnya dewa matahari. Para Pendeta yang melihat bahwa budaya tersebut tidak benar. Untuk mencegah umat Kristen datang ke festival tersebut, para pendeta akhirnya membuat perayaan sendiri. Hingga pada tanggal 25 Desember, ditetapkan sebagai hari kelahiran Isa Al-Masih, yang bertujuan agar mereka tidak mengikuti festival tadi. Akhir, ketetapan ini diterapkan hingga saat ini.
Dengan penjabaran dari diskripsi diatas, bisa kita pahami secara umum tentang Definisi dan Eksistensi dari adanya perayaan natal. Agar kita bisa memberikan tanggapan dan sikap yang tepat sebagai seorang muslim dalam ber-mu'amalah kepada mereka. Namun ada beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan sikap yang tepat mengenai permasalahan ini. Demi menjalin Mu'amalah/interaksi yang baik, Bolehkah kita mengucapkan selamat natal kepada saudara kita yang Nashrani?
Secara Umum, tidak ditemukan dalil Nash baik dari Al-Qur'an dan Sunnah yang menjelaskan secara Dhahiriyah mengenai permasalahan ini. namun dari hasil ijtihad para 'Ulama, telah ditetapkan dua jawaban mengenai permasalahan ini. Ada yang mengharamkan, dan ada pula yang membolehkan.
Dari sisi pengharaman, tidak terhitung sedikit beberapa 'Ulama yang berfatwa demikian. Misalnya Syaikh Khotib Asy-Syirbini, yang memberikan fonis kepada pelakunya. yakni dengan menta'zir orang yang melakukannya. Seperti yang beliau sebutkan dalam karangan beliau:
يعزّر من وافق الكفار في أعيادهم..... وهنّأه بعيد
[مغنى المحتاج/ص. ٥٢٦/ج. ٥/م. الشاملة]
Artinya: "Dan dita'zir orang yang berserikat dengan orang kafir dihari raya mereka..... dan orang yang mengucapkan selamat kepada mereka." (Mughni Al-Muhtaj/hl. 526/jl. 5/Maktabah Asy-Syamilah)
Dan dari sisi pembolehannya, banyak sekali dari kalangan Ulama, baik dari kalangan Mutaqaddimin dan Mu'ashirin yang memberikan fatwa demikian. Seperti contoh perserikatan Para Ulama Mesir yang membentuk sebuah lembaga fatwa yang disebut Dar Al-Ifta' Al-Mishriyah. Diwakili Oleh Mufti mesir Syaikh Ali Jum'ah, Menfatwakan bahwa boleh dan dianjurkannya mengucapkan selamat natal kepada umat Nashrani. Belaiu menyebutkan:
المسلمون في غاية الربوح، إنهم يعظّمون المسيح ويعظّمون أمه، ولذلك إذا وجدنا قوما يفرحون بمولد ذلك النبي العظيم الذي لم يستحلّ صارحا، لأنه في يوم القيامة لا يجد ذنبا قد فعله يعتذر به للناس وهو يحاولهم إلى شفاعة المصطفى صلى الله عليه وسلم، ولأنه من أول العزم من الرسل، ولأنه هو السابق على نبينا صلى الله عليه وسلم، وهو الذي رفع بجسده عنصري إلى السماء، يقول إمام أحمد: ومن عقائدنا رفع بجسده عنصري إلى السماء ولقّه النبي صلى الله عليه وسلم في السماء الثانية في ليلة الإسراء كما في البخاري، إذًا نحن أمام الشخصية عظيمة يحتفل بها ولا بأس أن نعيّد عليهم
Artinya: "Dalam tujuan kemenangan umat muslim, sesungguhnya mereka (berhak) menghormati Nabi Isa Alaihissalam dan ibu beliau. Oleh karena itu, jika ada kaum yang bahagia atas kelahirannya, yang tidak bisa dipungkiri bahwa dihari kiamat nanti beliau tidak akan mempunyai dosa sebab apa yang beliau perbuat kepada manusia. Karena beliau akan membimbing dan mengarahkan mereka pada syafa’at Nabi Muhammad SAW. Dan karena beliau termasuk dari para rasul Ulul 'Azmi dan mempunyai posisi lebih dahulu dari kenabian Nabi Muhammad SAW. serta Nabi yang diangkat beserta jasadnya kelangit. Imam Ahmad berkata: "termasuk dari Aqidah kita (Asy'ari), adalah (meyakini) diangkatnya Nabi Isa dan jasadnya ke langit. Serta pertemuan beliau dengan Nabi Muhammad SAW di langit kedua saat peristiwa Isra' seberti yang telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori". Maka kita seharusnya menjadi grada terdepan yang gembira atas kelahiran belaiu. dan tidak masalah kita merayakannya (karena kita lebih berhak dari pada mereka).
Singkatnya, Boleh kita mengucapkan selamat natal sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi Isa Alaihissalam. Bahkan beliau berpendapat kalau seharusnya kita yang lebih berhak atas kebahagian kelahiran beliau dari pada mereka. mengenai dalil kebolehannya, beliau bersandar pada surat Al-Mumtahanah Ayat 60:
لَا يَنْهَاكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya: ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
Berbuat baik dan adil, atau bisa kita artikan menjalin interaksi sosial yang baik kepada semua orang, adalah perbuatan yang dianjurkan dalam islam. walaupun dengan adanya perbedaan kepercayaan. selagi mereka tidak berbuat dan berperilaku buruk kepada kita. seperti yang telah bisa kita lihat secara jelas dalam ma'na ayat diatas.
Tidak hanya itu. Syaikh Yusuf Qardhawi pun membolehkan mengucapkan selamat natal kepada kaum Nashrani. Dengan bersandarkan pada surat An-Nisa' ayat 86:
وإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا۟ بِأَحْسَنَ مِنْهَآ أَوْ رُدُّوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ حَسِيبًا
Artinya: "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu."
Belaiu berkata, mengucapakan selamat natal kepada kaum Nashrani adalah bentuk dari hubungan bermasyarakat. Maka apabila mereka mengucapkan selamat disaat kita merayakan hari raya kita, mengapa kita tidak membalasnya? padahal niat mereka hanyalah sederhana. Yakni untuk mengajak kita dalam kebahagian mereka. Bahkan mereka pun bersimpati disaat kita tertimpa musibah. dengan mengambil ma'na dhahir dari ayat diatas, Bahwa membalas salam mereka adalah diperbolehkan dan dianjurkan.
Untuk lebih membatasi dan menjaga sikap. Syaikh Sa'id Ramadhan Al-Buti menyebutkan batasan dalam penerapannya. seperti yang beliau jelaskan dalam karangan beliau:
يجوز تهنئة الكتابيين: النصارى واليهودى بأفراحهم ويجوز تعزيتهم بمصائبهم بل يسن ذلك كما نصّ عليه الفقهاء ويجوز الدخول لمعابدهم لمناسبة ما بشرط أن لا يشترك معهم في عبادتهم
[افتتاء الناس/ص. ١٠]
Artinya: "Diperbolehkan mengucapkan selamat pada Ahlul Kitab: Nashrani dan Yahudi ketika hari raya mereka. dan boleh pula menjenguk mereka dikala tertimpa musibah, seperti yang telah di Nash-kan oleh para Fuqaha'. Serta diperbolehkan memasuki tempat ibadah mereka selagi tidak mengikuti peribadatan mereka." (Istifta' An-Nass/hl. 10)
Disini tidak jauh beda dengan beberapa fatwa sebelumnya, Syaikh Al-Buti membolehkan perkara tersebut. Bahkan beliau menganjurkan kita untuk saling membantu ketika terjadi musibah diantara mereka. dan memberikan Had Al-Ibahah (batasan kebolehan) dengan syarat tidak mengikuti 'Amaliyah Peribadatan mereka.
Dari berbagai fatwa para Ulama dalam membahas masalah ini, kita sudah tidak perlu lagi membahas siapakah diantaranya yang benar dan salah, apalagi sampai memperdebatkannya. Karena walaupun Istinbat Ahkam yang dihasilkan mempunyai hukum yang berbeda, tetapi secara keseluruhan, semuanya mempunyai Masdar Istidlal (sumber pengambilan dalil) yang sama-sama kuat. Dan hasil akhir solusi dari permasalahan ini akan kembali kepada individu kita masing-masing.
Secara realita, hukum pertama memang terbilang tegas. Karena memang hal-hal yang berhubungan dengan keimanan tergolong permasalahan yang sensitive untuk dibahas. maka kehati-hatian menjaganya dengan bentuk mengharamkan bisa saja dibenarkan. Namun dalam konteks ini, peran hukum kedua juga patut untuk lebih didahulukan. Karena Menjaga keharmonisan dan kesejahteraan adalah cara terbaik untuk mencegah adanya perseteruan dan permasalahan yang dampaknya akan menjadikan kerusakan yang lebih besar. Karena mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada mengutamakan kemaslahatan. Dalam Qaqa'id Fiqhiyah disebutkan:
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ اامَصَالِحِ
Artinya: "Menolak kerusakan lebih dikedepankan dari pada mengutamakan kemaslahatan".
Langkah awal yang harus kita jadikan tolak ukur dalam bertindak adalah Kondisi serta Situasi kita. Kalau memang disana tidak ditemukan Illat (permasalahan) yang menuntut kita untuk melakukan perbuatan ini, maka kita bisa ber-taqlid dan menerapkan hukum pertama. Namun jika memang ditemukan Illat yang menuntut kita untuk melakukan itu, Maka kita diperbolehkan ber-taqlid dan menerapkan hukum yang kedua. Pada intinya, adanya berbagai hukum yang telah ada adalah untuk mempermudah kita dalam bertindak. Oleh karena itu, pilih hukum yang membawa kita untuk bersikap bijak dalam bertindak. Wallahu A'lam Bissawab
Mohon koreksinya🙏
0 notes
dmas-adr · 1 year
Text
Dengan Tauriyah, ungkap pesan rahasia dalam Nadham Alfiyah.
Tumblr media
والثان منقوص ونصبه ظهر # ورفعـه ينـوى كذا أيضا يجرّ،
(ألفية ابن مالك، ص.١١٢/ط. مكتبة شاملة)
"Bagian kedua (dari Isim Mu'tal Akhir) adalah Manqush. Ketika Nashab I'rabnya jelas. Dan Rofa'nya Taqdiran. begitu pula Jernya."
Dalam Kaidah Ilmu Balaghoh, pasti sudah tak asing dengan dengan istilah "Tauriyah". Atau simpelnya menyampaikan suatu pernyataan, namun ada maksud lain secara tersirat dari apa yang diinginkan.
Secara makna, terkategorikan dua bagian:
- Ma'na Qarib/Makna dekat
- Ma'na Ba'id/Makna jauh
Ditinjau dari sya'ir yang Ibnu Malik sebutkan mengenai pembahasan I'rab Isim Mu'tal Akhir tadi, sacara ma'na juga ada dua:
1. Ma'na Qarib, yah.... seperti makna yang disebutkan di awal☝
2. Ma'na Ba'id, yang kurang lebihnya insyaAllah begini:
"(Generasi) kedua makin menurun. Dan 'رفعه'/kebangkitannya dinantikan. Begitu pula kemenangannya".
Pada generasi kedua (yang dimaksud adalah kita yang berada pada masa 'Ulama Mu’ashirin), Ibnu Malik telah meramal bahwa pasti akan terjadi penurun kualitas keilmuan dibanding dengan generasi pertama dahulu(Yakni 'Ulama mutaqaddimin). Hingga beliau mengungkapkan bahwa kebangkitan serta keberhasilan kita, menjadi harapan besar yang diimpikan para 'Ulama terdahulu.
Yang pada intinya. perlunya kita menyadari apa peran keberadaan kita sekarang. Sebagai mana yang kita tahu, Bagaimana besarnya harapan para Ulama terdahulu kepada kita sebagai penerus perjuangan mereka. dengan keterpurukan terhadap ilmu seperti yang kita hadapi sekarang, bukankah sama halnya membiarkan perjuangan dan pengorbanan mereka sia-sia karena berhenti di tengah jalan?
نحن أولدهم من جنين العلم
"Kita adalah putra-putri mereka (Para Ulama) dari janin keilmuan."
*NB: mohon koreksinya🙏
Kairo, 10 Desember 2022
1 note · View note
dmas-adr · 1 year
Text
"Teramat sulit untuk diluapkan, terlalu singkat untuk dirasakan, dan teramat hampa untuk dipertahankan. mungkin terlalu remeh pula untuk diungkapkan.
Semakin Jauh dalam berandai, semakin tinggi apa yang harus digapai. Jujur, ini bukan suatu hal yang mudah. Apalagi mengharap takdir indah dengan sebatas kepala menengadah. Aku takut jika nantinya hanya tahu bahwa bunga itu indah, yang pada akhirnya hanya bisa melihat ia dipetik orang lain dengan keadaan pasrah.
Dari kejauhan, terpancar indah perangainya. Dalam hayalan, kesejukan yang menyertainya. pada kenyataan, Hanya diri yang yang tak pernah menyadarinya. Bahwa kepantasan, telah membatasi diriku dan dirinya.
Sadar diri akan kekurangan, mungkin adalah langkah terbaik untuk memulai perjuangan. Bukan tak bersyukur atas semua yang diberikan. Namun mempersiapkan masa depan agar tak dipenuhi dengan penyesalan.
Aku memang gegabah ketika memutuskan, memang bodoh dalam menentukan pilihan, memang egois dalam menuntut keinginan. Akan tetapi aku yakin, selagi niat karena-Nya tetap dipertahankan, tujuanku kan selalu diliputi dengan kebaikan.
Aku tak tahu, apakah dengan mengharapkanmu, kebaikan itu akan terus menyertai tujuanku. Bahkan hingga saat ini, niat yang kupertahankan hanya untuk-Nya saja masih dipenuhi dengan lika-liku.
Ya Rabb.... Aku memang belum bisa Mencintai-Mu sepenuhnya. Aku memang belum mampu memberikan hatiku untuk-Mu seutuhnya. Tapi aku yakin cinta-Mu padaku tak kan pernah pudar selamanya.
Enkaulah Sang Maha Cinta dan Sang Pemberi Cinta. Dengan agungnya kasih sayang-Mu yang masih belum bisa kupahami karena sangat hinanya kebodohanku, biarkan kebaikan terus menyertai tujuanku tuk bisa bersamanya. Jadikan rasa cintaku padanya, menjadi perantara untuk sampai pada cinta-Mu yang sesungguhnya....
Ku relakan rinduku dengan kepayahan tuk menggapai Cinta-Mu. Maka limpahkan selalu tujuan ini dengan karunia-Mu. Ku tahan sesakit apapun luka tuk mendapat ridho-Mu. maka bimbing aku tuk memilih serta melewati banyaknya jalan terjal tuk sampai pada-Mu. Dan perbolehkan diri yang hina ini untuk menyisipkan satu nama disela-sela do'anya kepadamu. dan jadikan nama itu bagian dari perjalanan terindah tuk sampai pada cinta-Mu...
-
Untukmu yang sedang membaca tulisan ini, Ku tak tahu apakah kau merasakan perasaan yang sama atau tidak. Namun, ku harap ini bisa menyampaikan bagaimana rasa bahagia karena telah mengenalmu. walau sebatas satu topik, bahkan seuntai kata pun yang telah menjadi kenangan sederhana.
Aku tak berambisi tuk menjadikanmu milikku, tapi aku akan berjuang menjadi manusia yang layak tuk bersanding denganmu. Jikalau memang dimasa depan, kita kan bertemu di titik kebahagian yang sama.
Walapun juga tak menutup kemungkinan kalau kita akan bertemu di titik kebahagiaan yang berbeda. bagaimana pun juga, apapun yang terjadi adalah jalan terbaik dari-Nya untuk kita.
Yang bisa dilakukan sekarang adalah menjalani proses terbaik, tuk mendapatkan hasil yang terindah. Dan tak ada proses terbaik tuk bisa bersamamu kecuali dengan jalan yang telah Allah SWT tetapkan padaku.
Dan yakinlah. bahwa menjauh, adalah cara terbaik tuk menjaga."
- Kairo, 6 Dec 2022 -
NB: Jangan lupa, baca ini sambil dengerin lagu "Thounsand Years" dan makasih banget buat yang request and suport✨
Tumblr media
10 notes · View notes
dmas-adr · 1 year
Text
"Resiko, untukmu yang menyertai setiap perjalananku".
Sebelum melangkah, kita akan dihadapkan dengan berbagai jalan yang disertai dengan bermacam-macam resiko. Baik yang sedikit, ataupun yang banyak rintangannya. bahkan tidak sedikit pula jalan yang memiliki resiko kegagalan.
Semua itu pasti akan kita temui. Dan andai pun ada dan boleh memilih, pastilah jalan tanpa resiko dan kemungkinan kegagalan adalah pilihan yang tepat untuk kita pilih. Namun, ini bukan soal "memilih". tapi "memahami" .
Aku memang tak mengerti dan tak akan pernah tahu tujuan hidup yang kalian inginkan. Bukan pula sok tahu menahu tentang penderitaan dan kepayahan yang kalian rasakan. apalagi mengatakan hal itu dengan sangat mudahnya.
"إِذَا فَتَحَ لَكَ بَابُ الفَهْمِ فِي المَنْعِ # عَادَ المَنْعُ عَيْنُ العَطَاء."
"Bila telah terbuka kepadamu pintu pemahaman dari sebuah kegagalan, maka ia akan kembali dan menjadi nikmat terindah bagimu."
Begitulah. Seorang Ibnu Ata'illah memahami arti dari sebuah kegagalan. Apalagi hanya sebatas resiko yang kita harus hadapi kenyataannya?
itulah mengapa adanya jalan yang penuh dengan resiko, bukan suatu yang pantas untuk dipilih. Tapi pahamilah, dia adalah batu pijakkan yang harus kau lewati untuk terus mempertahankan langkahmu. Dialah yang membantu mempertahankan tegakmu dikala kau berjalan. Dan dia pula yang bisa mebuatmu tak terjatuh walaupun seterjal dan sesulit apapun jalan yang harus kau lalui.
Tanyakanlah pada dirimu, apakah niat dan tujuanmu yang sekarang sudah tepat? sudahkah kau meletakan ketakutan dan keraguan dihatimu dengan tepat, dan membedakannya dengan rasa takut dan khawatir yang seharusnya kau letakan ditempat lain?
Ingat kawan....
Jangan pernah mengatas namakan rasa takut atas resiko dan kegagalan dengan mengatakan itu semua hanya kehati-hatian belaka, hingga kau akhirnya malah berhenti melangkah!
Hadapi dia, Taklukan dia, yakinkan pada dirimu bahwa sebatas kerikil saja tak cukup untuk menghentikan langkahmu. Selagi dengan niat dan tujuan yang benar, kau tak perlu takut melangkah.
Kau tahu tentang waqaf? Orang yang memberikan barang sacara Waqaf, tak akan pernah khawatir terhadap barang yang ia berikan. Karena dia telah yakin, bahwa penerima barangnya pasti dan akan selalu menggunakannya untuk kebaikan. Sama halnya dengan hidup. Selagi kau telah telah me-Waqafkan nya untuk Allah, mempasrahkan niat hidupmu hanya untuk-Nya, Maka Ia akan menggiring hidupmu untuk selalu menuju kebaikan.
Ingatlah! semua hal yang telah direncanakan-Nya, adalah proses terindah yang tak akan pernah kau duga.
-
-
-
Kairo, 02 Desember 2022
Tumblr media
11 notes · View notes