Tumgik
farahmawati · 4 years
Text
“Tidak semua hal dari kita harus dipahami orang lain. Terkadang diam itu lebih menenangkan ketimbang memikirkan tafsir yang salah terhadap pikiran-pikiran kita.”
— Sama seperti berdiam pikir terhadap pikiran-pikiran orang lain.
633 notes · View notes
farahmawati · 4 years
Text
Tumblr media
Sometimes it broke my heart a bit to think such a young heart has to share everything to his baby brother. But I do feel content to see that we both growing together, masyaAllah ❤️❤️❤️.
Jazakumullahu khoiro ya naaaak, ibu sayang aa dan dede.
1 note · View note
farahmawati · 4 years
Text
“Ada 3 jenis anak muda yang patut diambil keteladanannya. Pertama, anak muda sukses yang bukan karena warisan bapaknya. Kedua, anak muda yang lantang menyuarakan kebenaran di depan penguasa. Ketiga, anak muda yang menyembunyikan amalan sepertiga malamnya.”
— Yang pertama soal dunia. Yang kedua soal dunia dan tanggung jawab akhirat. Yang ketiga itu soal akhiratnya. Ketiganya itu adalah manifestasi dari kesempurnaan seorang hamba–muda. (via herricahyadi)
919 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
Am I Left Behind?
Ada sebuah penyakit, saya tidak tahu nama resminya. Tapi kita namakan saja “Sindrom Ketinggalan Balapan”.
Indikasinya begini:
• Kamu sedang belajar atau meniti karir, tapi have no idea kamu mau jadi seperti apa di ujungnya nanti.
• Kamu ngeliat figur-figur hebat di bidang kamu. Di satu sisi kamu jadi bersemangat, di sisi lain kamu jadi overwhelmed karena ngerasa banyak banget hal yang mesti kamu pelajari untuk berada pada posisi seperti mereka.
• Efek lainnya juga, mungkin kamu jadi ngerasa ketinggalan, atau bahkan ngerasa udah salah jalan selama ini.
• Lalu kamu ngerasa tahun-tahun yang sudah kamu lalui kamu habiskan begitu saja, agak sia-sia. Kesal dan menyesal rasanya.
• Terlebih, kalau figur yang kamu lihat adalah teman sebaya kamu. Ada yang udah sampai di sana, ada yang udah jadi ini, ada yang sudah menghasilkan itu. Rasanya pengen mencet tombol restart hidup–andai saja ada.
Apa yang mesti dipikirkan-dilakukan dalam kondisi begitu?
Penanganan pertama: “Ingat, hakikat yang paling hakiki tentang hidup, bahwa kita semua akan mati, lalu semua cita-cita, pencapaian, karir–betapapun cemerlangnya, akan berakhir. Tutup buku. Apa yang penting adalah amal yang kita niatkan, persembahkan, untuk Sang Pencipta.
Penganan kedua: “Ingat, semua orang berproses. Semua yang ada di puncak pernah mendaki dari bawah. Jika kita masih di bawah, santai aja. Panik tidak akan membuat kita tiba-tiba berada di puncak. Tenang. Terus bejalan, selangkah demi selangkah. Lakukan sekecil apapun upaya kamu untuk menjadi versi lebih baik dari diri kamu, setiap hari, setiap waktu.”
Penanganan ketiga: “Ingat, hidup bukan balapan. Yang lebih dahulu menjadi hebat tidak membuatnya superior secara permanen dibanding kita; suatu saat kita bisa melampauinya. Terlebih, yang di mata kita sudah hebat, barangkali payah dan berantakan dalam sekian aspek–yang mungkin kita baik di sana. Kasih sayang keluarga, pertemanan yang berkualitas, ibadah yang khusyu’–banyak sekali hal yang matters dalam hidup yang tidak perlu syarat untuk memilikinya.
Oke, sementara segitu dulu.
Tarik nafaaas, hembuskan. Ayo kita jalan lagi, selangkah demi selangkah.
It does not matter how slowly you go as long as you do not stop.
Confucius
Bismillah.
4K notes · View notes
farahmawati · 7 years
Quote
Kamu tau apa yang amat menakutkan bagiku selain mencintai kamu? Yaitu mencintai dunia, melebihi apapun.
Karena cinta dunia, adalah cinta yang berujung pada ketidakpuasan yang tak berujung. (via choqi-isyraqi)
165 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
True :')
ibu dan makanan sisa
mbak yuna mulai makan. seringkali, makanannya bersisa. karena sayang, kadang-kadang saya habiskan juga. hambar, tidak ada rasa, tetapi kalau dibuang begitu eman. setiap mbak yuna makan, saya menjadi teringat akan bagaimana ibu saya makan.
biasanya, di rumah kami, nasi ditanak sesaat sebelum waktu makan tiba. “ayo makan, nasinya baru matang,” begitu kata ibu. kami semua akan langsung mengerubungi meja makan, menyantap nasi yang enak sekali.
tetapi ibu tidak makan nasi yang sama. ibu akan mengambil nasi sisa sesi makan sebelumnya–yang sudah kering, kadang-kadang juga keras. bahkan, ibu pun mengambil lauk sisa, sisa setelah kami, anak-anaknya, semuanya makan. harus selalu ada yang memakan makanan sisa–kalau tidak mau makanannya terbuang-buang. di rumah kami, orang itu adalah ibu.
tiba-tiba, saya salut kepada para ibu yang selalu mau menghabiskan makanan (sisa). ada banyak sekali ibu yang seperti ini, sampai tak peduli pada timbangan sendiri. habiskan makanan, Rasul tidak suka yang membuang-buang makanan.
soal makanan, seorang ibu adalah pemimpin dan pengelola yang luar biasa. ibu makan terakhir, memastikan bahwa semuanya cukup makan. ibu memakan makanan sisa, memastikan bahwa tidak ada makanan yang terbuang sia-sia, menyelamatkan makanan yang tak habis.
setelah menjadi ibu, saya baru bisa memahami pengorbanan ibu demi kenyamanan kami semua. ada banyak sekali bentuk pengorbanan lain yang tak saya lihat, ketahui. tentang makanan, saya belajar mencontohkan mbak yuna. “mbak yuna sudah kenyang? alhamdulillah. makanannya ibu yang habiskan ya.” lalu di hadapannya, makanan sisa itu saya masukkan ke mulut saya.
semoga ini tidak menjadi contoh bahwa “yasudah nak kalau nggak mau makan, ibu saja yang makan” tetapi menjadi contoh bahwa “nak, kita nggak boleh buang-buang makanan” sebagaimana ibu telah mencontohkan selama ini.
423 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Quote
Bagaimana kita tahu bahwa apa yang kita pilih itu tepat?
Bagiku, barangkali ini hanya salah satu cara mengetahuinya:
“Ketika kita tahu konsekuensi dari pilihan kita tersebut dan kita siap dengan konsekuensinya.”
Bukankah betapa sering kita memilih, tapi tidak siap dengan konsekuensinya? Hanya mau dengan pilihan tersebut, tapi tidak mau menjalani resikonya.
- Kurniawan Gunadi -
(via kurniawangunadi)
3K notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
telan saja
saya pernah punya cita-cita bekerja di perusahaan besar. ingin sekali mencicipi bagaimana rasanya menjadi “budak korporat” yang sesekali dapat tugas sulit nan banyak sampai lembur, lalu bisa misuh-misuh di media sosial tentang betapa rumitnya pekerjaan saya, betapa susahnya–sambil mengisyaratkan betapa hebatnya diri saya bisa mempunyai pekerjaan semacam itu.
selang dua tahun saya lulus kuliah dan bekerja, saya semakin sadar bahwa ternyata mengeluh tentang pekerjaan tidak elit sama sekali. norak dan malu-maluin malah.
“telen aja,” begitu pesan mas uta kepada kami adik-adiknya. di dalam dunia yang mengembangkan diri kita, baik sekolah, kuliah, maupun bekerja bahkan berkeluarga, selalu ada hal yang tidak enak, tidak sesuai keinginan dan harapan, tidak pas menurut kita. terhadap hal-hal seperti itu, kata mas uta, telan saja.
pertama, apapun pekerjaan yang kita miliki, sadar nggak sadar, pekerjaan kita juga adalah jawaban dari doa diri kita sendiri, diri yang sebelumnya. pekerjaan kita juga adalah buah dari upaya-upaya kita yang sebelumnya. misalnya, seseorang yang berprofesi sebagai dokter tentunya telah melalui pendidikan menjadi dokter. menjadi dokter itu doanya sendiri, hasil usahanya sendiri.
kedua, percayalah di luar sana ada banyak sekali manusia yang menginginkan, berusaha dan berdoa, untuk bisa memiliki pekerjaan yang kita miliki.
ketiga, daya juang dalam bekerja–dalam hidup–itu pentingnya luar biasa. setiap kali kita menelan ketidaknyamanan, kita sedang menjadikan diri kita lebih kuat, lebih hebat. tapi yang terutama, seharusnya ketidaknyamanan bisa menjadikan kita lebih bijak, lebih baik dan dewasa. masa iya daya juang kita segitu-segitu saja. di dunia ini ada banyak sekali orang yang tidak kunjung berkembang karena terhadap masalah yang segitu-segitu saja, cara dirinya merespon juga begitu-begitu saja. jangan jadi yang demikian.
keempat, menjadi bermanfaat itu artinya menyelesaikan masalah, bukan menjadi bagian dari masalah atau nambah-nambahin masalah. semakin banyak dan besar masalah yang bisa kita selesaikan, semakin bermanfaat diri kita artinya. kita bekerja, dibayar orang, intinya adalah untuk menyelesaikan masalah. itulah mengapa kita tidak boleh mengecilkan diri di depan masalah. yap, jadilah lebih besar daripada masalah yang ada!
kelima, diri kita di hari ini memang merupakan akumulasi dari diri kita yang sebelumnya. tapi, diri kita di masa yang akan datang ditentukan oleh diri kita di hari ini pula. semua prestasi kita di masa lampau, termasuk gelar atau di mana kita sekolah, hanyalah nilai yang berharga sesaat saja. saat kita ikut kontes mahasiswa berprestasi, misalnya. saat kita baru pertama kali mendaftar kerja, misalnya. kalau sudah bekerja, semua itu berkurang nilainya. yang terus bernilai adalah kecakapan nyata diri kita. plus, attitude bekerja kita, sikap dan perilaku kita.
keenam, prinsip ke-aku-an hanya boleh berlaku kalau kita sudah menjadi orang besar. definisi orang besar? silakan diartikan sendiri. yang jelas, masih muda begini, nggak perlulah kita gengsi apalagi malas untuk melakukan hal-hal yang menurut kita kurang berkelas. jadi, tinggalkanlah semua cara berpikir “ya kali gue bla bla bla”. anggaplah selalu bahwa diri kita ini masih belajar, masih remah-remah, masih belum ada apa-apanya.
disuruh nunggu dosen sampai bosen? telen aja. bikin laporan capek-capek eh cuma dibaca gitu doang? telen aja. udah gaya-gaya magang di perusahaan keren nggak taunya cuma disuruh motokopi? telen aja. harus kerja di pabrik, kotor-kotoran, becek-becekan? telen aja. intinya, terhadap apapun yang menurut kita nggak enak (apalagi yang enak), telen aja!
ketujuh nih, nggak ada pekerjaan yang remeh atau kecil. yang ada, orang yang melakukannya, yang meremehkan atau mengecilkan. segala sesuatu yang dikerjakan sungguh-sungguh selalu akan bermakna besar, dan sungguh-sungguh dapat membuat seseorang menjadi besar.
terharu nggak sih sama Allah. ada dosa-dosa yang hanya bisa terhapus atau terampuni dengan lelahnya mencari nafkah. jadi, kalau lelah bekerja atau berupaya apapun dalam hidup, ingat saja itu sambil tagih janjinya Allah. berdoa, minta diampuni dan dihapus dosa-dosa kita. bukannya misuh-misuh di media sosial. yang begitu, ternyata norak kan.
dan jangan lupa, telen aja. sambil ngetawain semuanya juga boleh. mendingan kita yang ngetawain hidup daripada hidup yang ngetawain kita. bersyukur dan berbahagialah!
2K notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
You may be able to fool others, but you cannot fool God, look into your heart & see the truth for yourself.
- Spiritual Truths
97 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Photo
Tumblr media
30 Ogos 2017, 8:13AM. . Ujian hidup selalu melelahkan, . Kadang-kadang sehingga kita merasa lemah dan tak mampu untuk bernafas lagi, . Tetapi yakinlah pada Allah yang Dia sangat dekat dengan kita, . mampu mendengar suara hati kita, rintihan kita, . kerana memang adalah sifatnya yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, . Dialah Pemillik Hati kita, Jasad kita, Fikiran kita, . Justeru mohonlah pada Dia akan kekuatan hati, . kebersihan jiwa, kelancaran fikiran, . Dengan izinNya segala yang kusut akan sirna semula. . #abuhanifah #alhamdulillah #dakwahituseni #harinidahingatmati #muhasabah #muhasabahdiri #muhasabahbersama #my_genggua #ikutcarakita #hikersmalaya #hikers #hiking #hike #outdoormalaysia #gengsukatravel #kakidaki #kakihikingmalaysia #peringatan #peringatanbersama #igersmalaysia #igmalaysia #ig_my #kallafah #abbasyislamicdesign
19 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
Genggamanmu
Kamu hanya bisa mengenggam sesuatu sesuai ukuran kepalan tanganmu, tak pernah lebih. Kalau memaksakan, tentu ia akan lepas dari tanganmu. Ukuran genggaman tanganmu berbeda dengan milik orang lain. Untuk itu, takaran atas segala sesuatu, berbeda setiap orang. Dan membandingkan antara diri kita dengan orang lain, tidak akan pernah memberikanmu jawaban yang memuaskan.
PemberianNya terukur dalam takaran kebijaksanaan yang sulit kamu pahami dan seringnya baru dipahami belakangan.
Setiap kejadian, setiap rezeki, segala sesuatu yang ada di hidup kita adalah takaran yang terbaik untuk diri kita, kita sajalah yang sering salah memahami maksudNya. Kita yang sering suka menerka-nerka, menghubung-hubungkan kejadian yang satu dengan yang lain sebagai pembenaran atas asumsi kita. Kita sering merasa ada ketidakadilan, padahal kita sendiri yang tidak adil pada diri sendiri karena membanding-bandingkan.
Apa yang ditakdirkan menjadi milikmu tidak akan pernah menjadi milik yang lain. Hanya saja, seberapa sering kita merelakan apa yang kita genggam untuk diberikan kepada yang lain. Bukankah kepemilikan yang hakiki itu ketika kita membelanjakan rezeki itu di jalanNya? Bukan yang terus menerus kita genggam erat.
©kurniawangunadi
1K notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
What is 'Work'?
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat melakukan interview kepada salah seorang calon karyawan yang melamar kerja di perusahaan yang saat ini sedang saya bangun, sebutlah namanya Shinta. Di awal interview Shinta memperkenalkan dirinya dengan baik, dan sepanjang berjalannya interview juga menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan singkat, padat, lugas, it’s obvious she was being well-prepared.
Hingga sampailah pada satu pertanyaan terakhir, pertanyaannya sederhana:
“Menurut kamu, kerja itu apa sih? What is ‘work’?”
She look surprised.
Kali ini, dari ekspresinya kita tahu, bahwa Shinta tak menduga akan mendapatkan pertanyaan demikian. Sambil coba menjawab, Shinta terlihat lebih gugup, jawabannya tidak relevan, susunan kalimatnya berantakan, tanda otak dan mulutnya sedang bekerja bersamaan, namun terpisah satu sama lain.
Well, it’s not about Shinta. I never blame her. It’s all about the question, and what should be the answer. Right?
But, why does it matter? Menurut saya, penting banget. Bayangin aja, kalau dipikir-pikir, dari 24 jam yang kita lewatin dalam sehari, let say kurang lebih 8 jam kita pakai buat tidur, dan 8-9 jam kita gunakan untuk bekerja (asumsi kita kerja 8 to 5). Itu kalau kerjanya ‘teng-go’ alias pulang tepat waktu, kalau lembur? bisa 10-11 jam kita bekerja. Itu belum sama waktu yang kita habiskan untuk transport berangkatnya ke kantor. Let say di Jakarta, yaa standard-nya kira-kira 1-2 jam lah sekali berangkat, pulangnya sama segitu juga, dengan kondisi harus menguras hati karena harus dempet-dempetan di KRL, atau macet-macetan di jalan. Berapa tuh totalnya? Minimal 12 jam! Bahkan kalau lembur bisa sampai 14 jam dari 24 jam yang kita punya dalam sehari. Gila ya?
Nah tapi faktanya, banyak banget orang-orang di dunia ini yang mengalami stress, bahkan depresi, karena kerja. Sampai ada yang sampai males banget ke kantor, menunggu-nunggu weekend datang dan terbeban ketika Senin tiba, sengaja berlama-lama di waktu istirahat, banyak yang menantikan hari libur, dan banyak lain hal. Buat yang sudah menikah, bahkan gak jarang karena kerjaan, gara-gara ada masalah di kantor, masalahnya hingga dibawa-bawa ke rumah tangga, komunikasi jadi gak berkualitas.
Bayangin tuh, the reason we woke up in the morning adalah untuk melakukan repeatable-action kayak yang saya sebutin di atas. Beberapa bahkan benar-benar ngelakuin itu berulang-ulang dari lulus kuliah sampai pensiun setelah puluhan tahun bekerja. Nah, pertanyaan besarnya adalah: Is that all worth it? Do we really spend our life, or waste our life? If it’s not worth it, so why do we do it?
For some reason, emang gak bisa munafik, “Ya kalau lo gak kerja ya lo gak hidup, there’s no free lunch!”. Sadly, it’s true. Nah, ini sebenarnya ya pilihan hidup masing-masing, kalau mau tetap begitu ya nggak apa juga. Tapi ya coba ditanya aja ke dalam diri sendiri: “Is that worth it?”. Jika jawabannya tidak, so there must be something wrong with you.
Trus apa tuh yang salah? Well, in my opinion, yang salah adalah cara kita memandang ‘kerja’ itu sendiri. Bagi kebanyakan orang, kerja itu ya bertahan hidup, kita kerja hanya untuk makan. Waktu yang banyak kita habiskan itu, ya sekedar untuk survive. Apa implikasinya? Buat sebagian orang, jadinya meaningless. Gak ada purpose-nya, hilang arah, sehingga yang dirasakan ya hanya berlelah-lelahnya saja, berangkat ke kantor jadi beban. Kalaupun dapat gaji, ya toh gaji akan selalu habis juga tiap bulannya, gak peduli seberapa besar gaji yang didapat (btw ini bener lho).
Menurut saya, definisi ‘kerja’ yang seharusnya, adalah #berkarya. Gimana tuh maksudnya? Coba sekarang bayangin, kalau seandainya di dunia ini semua orang dapat gaji yang memadai, tiap orang sudah bisa menghidupi dirinya masing-masing, urusan survive nya sudah selesai. Lalu? Apa yang akan kita lakukan? What would you do? Jalan-jalan sepuasnya? Shopping? hang out sama temen dan keluarga sepuasnya. Oke, tapi saya jamin gak akan lama. Paling sebulan dua bulan. Or let say setahun lah. Then what?
Kerja yang membuat kita bahagia, adalah kerja yang merupakan panggilan hidup kita, based on apa yang ingin kita tuju, kerja yang sesuai dengan life mission kita. Saya jamin, berapapun gajinya, kita akan lebih bahagia. At the other side, kalau kita bekerja sesuai dengan life mission kita, maka orientasi kita pun otomatis akan berubah, yang tadinya salary-oriented menjadi accomplishment-oriented. Hidup yang kita habiskan, jadi berharga. Meaningful.
944 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Quote
ada orang-orang yang tertekan dalam menjalani hidup, karena ia mengambil setiap kesempatan yang ada. Tapi ada pula orang-orang yang bahagia menjalani hidup, karena ia memilah-milah kesempatan.
(via choqi-isyraqi)
251 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Quote
Feeling messed up? Try to do good things. A lot of good things. You need to feel good about yourself first, that you are not a mistake, a bad guy, a man of failure. Start with this, you’ll have the energy to make the “train” moving.
(via yasirmukhtar)
285 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
Ramadhan #2 : Melalui Peran
Sewajarnya remaja, kita senang melihat orang tampan atau cantik. Apalagi ketika kita mendambakan sosok yang menjadi pasangan kita itu yang cantik atau yang tampan. Layaknya artis korea semisal. Sebagai sosok-sosok yang luwes saat kita ajak ke kondangan.
Tumblr media
Dan kini, iklan dan barisan newsfeed di instagram pun banjir dengan kecantikan dan ketampanan. Cantik dan tampan dalam definisi rupa. Semulus kulitnya, seputih kulinya, selurus rambutnya, sekeren bajunya, sehitam alisnya, dan berbagai definisi yang tampak sangat lahiriah. Sesuatu yang pasti tidak akan berusia panjang, tapi kita sangat terpesona dan ikut menikmatinya. Beberapa dari kita menjadikannya sebagai kiblat dari definisi itu, karena kita tidak memiliki definisi sendiri apa itu cantik, apa itu tampan.
Dan saya kasih sedikit rahasia. Bahwa sejak dulu, bagi saya cantik (karena saya laki-laki) adalah ketika seorang perempuan memiliki dan menyadari perannya. Perempuan yang mengambil peran secara langsung, secara nyata, terjun ke lapangan, dan memberikan dampak positif. Dan jujur, perempuan seperti itu memang sulit kita jumpai di dunia maya. Sulit menemukan fotonya dengan busana OOTD, apalagi ikutan photoshot untuk ajang-ajang tertentu.
Perempuan yang memiliki dan mengambil peran itulah yang cantik. Setiap peran yang ia ambil, layaknya perawatan kecantikan. Setiap kali ia mengajar, ia sedang merawat hatinya. Setiap kali ia membantu orang lain, ia sedang merawat empatinya, setiap kali ia duduk dalam barisan rapat membahas tentang masalah di masyarakat dan mendiskusikan solusinya, ia sedang merawat akal sehatnya. Dan semakin ia berperan, ia tampak semakin cantik.
Jujur saja, bukankah ada beberapa teman kita yang demikian? Cantiknya terpancar setiap kali ia menjalankan peran kebermanfaatannya. Auranya mengalahkan setiap serpihan bedak dan gincu. Dan arenanya bukan di instagram, tapi di tempat tempat jauh yang sinyalnya mungkin angin-anginan.
Dan pandainya teman-teman laki-lakiku adalah mereka berhasil mempersunting yang demikian. Perempuan-perempuan yang berperan, bukan baperan. Perempuan-perempuan yang berhasil mendefinisikan dirinya sendiri. Perempuan yang sigap, mau berjuang, dan tidak keberatan untuk ikut memikirkan kondisi orang lain. Tidak hanya berpikir tentang kenyamanan dan keamanan diri dan keluarganya.
Dan definisi cantik itulah yang dianut oleh sebagian besar teman laki-laki saya. Satu persatu dari mereka menemukannya. Di organisasi, di komunitas, di lingkungan-lingkungan nyata yang selama ini mempertemukan peran mereka.
Dan kalau kita mau mengukurnya dengan standar kecantikan seperti iklan di televisi, barisan selebgram, dan definisi cantik yang hanya tampak secara lahir. Mereka mungkin kalah jauh. Tapi mereka berhasil mendifinisikan dirinya sendiri, memiliki nilai-nilai yang utuh yang lahir dari dalam diri, bukan dibentuk oleh iklan, oleh dunia maya.
Dan satu hal, mereka berhasil menemukan laki-laki baik yang masih baik akal sehatnya. Sesuatu yang paling dikhawatirkan oleh perempuan di luar sana, adakah laki-laki baik? jangan-jangan laki-laki menyukainya hanya karena kecantikan?
Kalau kamu perempuan, buatlah definisi yang tampan bagimu itu seperti apa. Itulah yang akan membuatmu lebih mudah untuk mengenali, siapa orangnya.
28 Mei 2017 / 2 Ramadhan 1438H | ©kurniawangunadi
1K notes · View notes
farahmawati · 7 years
Photo
Tumblr media
18 July 2017, 11:07AM. . Kepergian tak bermakna apa apa pun bagi jiwa-jiwa yang yakin, . Sebab, apa pun itu, . Mereka tahu, . Yang semestinya ada dan tiada, . Sudah digariskan dengan sempurna. . #abuhanifah #alhamdulillah #dakwahituseni #harinidahingatmati #muhasabah #muhasabahdiri #muhasabahbersama #my_genggua #ikutcarakita #igersmalaysia #igmalaysia #ig_my #gengsukatravel #thedaiegraphy #peringatan #peringatanbersama #kallafah #abbasyislamicdesign #cahayaislam
20 notes · View notes
farahmawati · 7 years
Text
19. kebaikan laki-laki
kalau kita lihat, di dunia ini ada banyak sekali laki-laki yang baik. laki-laki yang rajin sekali ke masjid dan tekun sekali beribadah. laki-laki yang gigih sekali belajar dan giat sekali bersekolah. laki-laki yang begitu sungguh-sungguh bekerja dan menjemput nafkah. laki-laki yang sangat setia dan taat kepada kedua orang tuanya. laki-laki yang nyaris tidak punya catatan keburukan. kalau beruntung, kebaikan-kebaikan itu berkumpul di satu orang.
kalau kita pikir-pikir dan rasakan, mungkin ada laki-laki baik yang berbuat baik kepada kita (perempuan). menjadi sahabat dan mendengarkan seluruh keluh kesah kita. memberikan semangat setiap hari. mengantarkan kita pulang atau pergi. membelikan makanan saat kita sakit. mengirimi kita berbagai kado. menjadi orang pertama yang panik saat sesuatu tak baik terjadi kepada kita. menjadi yang paling penasaran atas tulisan kita atau karya kita. mungkin ada, laki-laki yang menyayangi kita.
tapi taukah kamu? sesungguhnya kebaikan laki-laki yang bisa terhitung oleh (ayah ibu) seorang perempuan hanyalah satu: melamarnya. kalau ada laki-laki yang mengaku memperjuangkanmu tapi tidak melamarmu, tidak menikahimu, percayalah bahwa perjuangannya belum penuh. sebaliknya, pun begitu. dia yang tidak (belum) berbuat apa-apa tetapi melamarmu, sesungguhnya dia telah melakukan segalanya.
sebab bukanlah perkara kecil bagi seorang laki-laki untuk meminta perempuan dari orang tuanya. tidak dua atau tiga kali dia bergelut dengan dirinya sendiri (terlebih dahulu). ada banyak risiko yang dia putuskan untuk ambil. ada sebongkah tanggung jawab besar yang tiba-tiba diangkatnya sendiri, hendak diletakkannya di pundaknya sendiri.
maka janganlah kita perempuan, yang belum menikah, terhanyut dalam kebaikan-kebaikan yang (masih) semu. maka tak perlu jugalah kalian laki-laki berbuat baik yang semu-semu itu. salah-salah malah ada harapan tidak perlu yang ikut tumbuh. pada suatu titik semua itu tidak penting. semua itu akan kalah dengan dia yang melangkahkan kaki kepada ayah.
maka janganlah kita perempuan, yang sudah menikah, iri dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukan para laki-laki lain kepada pasangannya. apalagi tergoyahkan kesetiannya karena ada laki-laki yang baik kepada kita. semua itu kalah dengan dia yang telah melangkahkan kaki kepada ayah.
karena ada banyak laki-laki baik, tetapi kebaikan laki-laki hanyalah satu. maka, hitunglah kebaikan yang satu itu–hitung baik-baik. :)
4K notes · View notes