Tumgik
flutterink · 2 years
Text
Bagaimana bila ternyata aku tidak pernah lagi merasa baik - baik saja?
4 notes · View notes
flutterink · 2 years
Text
Ada hari dimana perasaan kita akan sangat begitu lapang menjalani hari-hari kita yang mungkin terasa berat bila dibandingkan hari-hari lalu. Namun, kita merasakan baik-baik saja sebab perasaan lapang yang kita rasakan saat menjalaninya. Perasaan ini tentu tidak bisa hadir tanpa adanya pengalaman kecewa yang pernah kita alami selama hidup. Dan poin yang utama adalah sebab pertolongan Allaah kepada diri kita yang begitu lemah ini.
Ada hari dimana kita tidak lagi merasakan sakit dan kecewa saat impian kita tidak terwujud. Sebab kita memahami bahwa segala sesuatunya adalah bagian dari takdir yang musti kita imani meski kurang mengenakan untuk diri kita. Namun kita tak lagi merasa kecewa, sebab kita memahami segala ketetapanNya adalah yang terbaik untuk kita sekalipun kita tidak memahami hikmah apa yang bisa kita ambil saat itu juga.
Inilah salah satu pertolongan Allaah. Menghadirkan perasaan ikhlas kedalam hati kita. Perasaan ini penting, agar kita tidak mudah untuk menyalahkan takdir. Atas apa-apa yang terlewat dari diri kita.
Ada hari dimana kita akan dibuat takjub, atas perasaan lapang ini. Sesuatu yang memang untuk kita akan menjadi milik kita pada akhirnya sekuat apapun kita melepaskannya.
Maka banyaklah bersyukur setelahnya wahai diri. sekecil apapun perasaan Ridha yang kamu rasakan adalah bagian dari kebaikan Allaah untukmu.
27/365 hari...
312 notes · View notes
flutterink · 2 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
You deserve it too, you know? Determined ghost believes it! ❤
Chibird store | Positive pin club | Webtoon
9K notes · View notes
flutterink · 2 years
Text
Adakah seorang ibu yang punya perasaan sama, atau aku yang berlebihan?
Entah cuma perasaan, tapi aku selalu merasa benar adanya. Aku merasa ketika punya anak pertama, aku menjadi lebih posesif. Sebelum menikah apalagi sebelum punya anak, aku merasa tidak pernah dibebankan hal ini. Setelah menikah, aku sempat merasa terbebani dengan pertanyaan kapan hamil, dan pernyataan kalau anak sebagai penguat rumah tangga. Alhamdulillah, qadarullah selang dua bulan, Allah memberikan aku kepercayaan, aku dinyatakan positif hamil. Namun, aku dibebani pernyataan lain. Aku disuruh tetap bekerja saja, biarkan anakku dengan nenek dari pihak suami, biar beliau yang berhenti bekerja. Sebelumnya aku belum menyatakan akan resign setelah melahirkan, barulah ketika mendekati HPL, aku mengutarakan rencanaku. Pilihanku untuk melahirkan di pihak orang tua, mulai memperlihatkan 'ketidakcocokan' aku dengan orang tua dari suami. Aku ingin agak lama tinggal dan belajar menjadi seorang ibu di rumah orang tua, tapi dari pihak sana selalu menanyakan kapan pulang dan mendesak supaya kembali dan tetap tinggal disana. Perlahan hatiku mulai berat untuk kembali, walaupun pada akhirnya harus ikut dan patuh pada suami.
Perasaan sakit itu, mulai bermunculan ke atas permukaan. Saat ada pernyataan yang berupa dugaan beliau, aku disangka tidak diurus baik oleh orang tuaku, dan pihak orang tua suami menyatakan bahwa mereka pun akan mengurusku bila mau melahirkan disana. Kemudian anakku disangka tidak pernah dijemur karena badannya kuning. Rasanya sakit sesakit sakitnya, apalagi aku seorang ibu yang baru, sedang tinggal bersama orang tuaku. Kalau itu berupa pertanyaan, maka aku memaklumi. Tapi bila berupa tuduhan, siapa yang tidak merasa sakit hati?
Kemudian aku diminta untuk menginap sementara, dengan perasaan yang berat aku turuti. Tapi, selama disana selalu ada pernyataan yang menyakitkan, ketika anakku diajak berbicara hal - hal menjurus yang menjauhkan aku sebagai ibunya. Aku merasa ibunya suami selalu mencari kesalahan - kesalahan supaya anakku bisa diasuh full time olehnya. Katanya aku tidak bisa menggendong, katanya aku tidak bisa bernyanyi. Saat itu anakku usia 1 bulan sedang senang - senangnya digendong. Kemudian, anakku selalu diajak tidur bersama ibunya suami, padahal anakku full ASI DBF, kalau malam selalu terbangun minta ASI. Walaupun tidak pernah kesampaian oleh ibunya suami, tapi kata - kata yang terulang itu selalu menyakitkan. Ketika bermain ke tempat kami, ibunya suami selalu bilang tempatnya panas, anakku tidak betah, lebih betah di rumah beliau. Katanya di tempatku, anakku hanya dibaringkan saja, jarang digendong, oleh ibu suami selalu digendong, alasannya anakku senang digendong, ujung - ujungnya mengajak berbicara anakku supaya diasuhnya oleh beliau saja. Pernah juga menyuruh anakku minum susu / ASI dari botol dot saja. Beliau juga menyuruh kalau sudah tidak minum ASI, tinggal bersama beliau, sekolah disana dan berharap nanti anakku besar, ketika butuh dan mau apa - apa larinya ke ibunya suami. Anakku selalu dibilang anaknya, anak terakhirnya. Bila kami hendak berpamitan pulang dari rumah beliau, dan anakku kebetulan menangis, beliau selalu berkata anakku tidak ingin pulang, inginnya bersama beliau saja. Kalau libur, katanya anakku titipkan saja, tinggalkan saja, sudah jarang menyusu ini (karena sudah makan MPASI). Padahal, jarang menyusu karena selalu dipegang beliau, dan ASI pun harus tetap sesering mungkin diberikan pada bayk walaupun sudah makan MPASI.
Puncaknya konflik ini, saat aku sangat sakit hati, marah, karena anakku yang masih bayi 3 bulan, full ASI, terus - terusan dibawa main keluar tidak diberikan pada aku ibunya, sampai pa**da** ini terasa full dan sakit karena tidak sering - sering menyusui. Aku marah ke suami, kemudian kabur dan cepat - cepat pulang. Ibunya suami membuat status "nyesek" dan aku menduga itu semua karena sikapku. Di rumah, aku mengutarakan perasaanku. Aku merasa sakit hati kalau ibunya terus - terusan berharap anakku bersama beliau. Disatu sisi suami di pihak ibunya, dengan berkata, kalau anakku jarang dipegang beliau, jadi biarkan ketika disana, anakku dipegang beliau. Disisi lain, suami berpihak pada aku, suami memberi pengertian padaku, bagaimanapun kakek/nenek tidak pernah berhak mengambil anak dari orang tua kandungnya. Suami pun tidak pernah setuju kalau anak diasuh orang lain, makanya suami sangat mendukung aku untuk resign agar anak diasuh oleh ibu kandungnya. Kakek/nenek itu senangnya hanya bermain bersama cucu, bukan yang bisa mendidik. Suami menceritakan juga kenapa ibunya bersikap demikian, karena suami sejak kecil lebih dekat dengan neneknya yang dipanggil ibu. Neneknya pun sama menganggap cucunya adalah anak bungsunya. Saat kecil, suami lebih memilih nenek daripada ibunya. Pernah sekolah dan tinggal bersama neneknya, tapi akhirnya suami kembali tinggal bersama orang tuanya karena terlanjur dibohongi saat liburan . Katanya liburan, tahunya tidak boleh kembali lagi tinggal bersama neneknya, dan akhirnya pindah sekolah. Suami saat itu merasakan rindu dengan neneknya dan malah sebelumnya merasa biasa saja ketika tidak tinggal bersama ibunya. Mungkin ini yang ibunya harapkan pada cucunya yang pertama ini, anakku.
Kadang aku merasa gagal dan sedih menjadi seorang ibu hanya karena pernyataan beliau. Aku tipikal orang yang senang dirumah, produktif di kamar. Terkadang lelah dengan kegiatan sehari - hari, jadi sangat jarang bermain keluar. Setiap berkunjung, anakku bermain dengan anak - anak lain. Ibunya suami merasa, anakku senang disini karena banyak teman, sering bermain dibawa keluar. Sementara, di rumah yang aku tempati, aku jarang keluar. Sesekali ajak anakku itupun kalau belanja saja, dan aku tidak melihat yang seumuran, yang ada pun lebih tua 2-3 tahun. Aku merasa pernyataan itu semakin memperkuat keinginan beliau yang ingin mengasuh anakku full time.
Padahal, tidak ada yang aku permasalahkan lagi dari ibunya suami selain ini, karena sebelumnya pun aku menghormatinya, sangat mendukung suami untuk berbakti padanya. Tapi semenjak hal ini terjadi, aku jadi selalu berharap bisa lebih berjarak. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan kalau anakku dipegang beliau saat kami berkunjung, hanya saja aku minta waktu agar anakku menyusu juga, dan rasanya tidak perlu juga mengajak anakku terus - terusan untuk tinggal bersama beliau, ada orang tuanya ini. Aku yang minta pada Allah, aku yang mengandung, aku yang melahirkan, aku yang menyusui, aku yang resign dari pekerjaan, aku yang menabung dan kursus jahit agar aku bisa produktif tetap menghasilkan uang supaya bisa full time bersama anak, apa rela kalau anakku diasuh dan lebih dekat dengan yang lain?
Aku merasa lebih baik ketika anakku berkunjung ke orang tuaku, dan keluargaku. Bukan karena mereka keluargaku, tapi di keluargaku tidak ada yang rasanya menurutku berlebihan seperti ibunya suami. Walaupun aku melihat semua sangat sayang, dan bapakku pun selalu bilang disini saja, atau nanti besar sekolah disini, tetap saja berbeda. Karena bapak tidak pernah mencari kesalahanku seperti yang pernah ibunya suami lakukan.
Kadang aku merasa tidak enak, karena pada dasarnya semua baik menurutku. Akupun menulis ini bisa saja semua hanya perasaanku saja, dan ibunya suami tidak merasa. Sayangnya, aku tidak bisa mengontrol orang lain, seperti apa yang aku harapkan ke ibunya suami supaya tidak terus menerus mengajak anakku bersamanya. Mungkin itu bentuk sayang untuknya, tapi tidak untukku dan bahkan berlebihan. Bagaimanapun juga, seharusnya beliau mengerti,kasih dan peran seorang ibu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Di sisi lain, aku juga harus terus berpura merasa baik - baik saja, tapi ujung - ujungnya aku selalu bersikap buruk karena sulit menyembunyikan rasa sakit hati, sedih dan kesal.
7 notes · View notes
flutterink · 2 years
Text
Barangkali niatmu yang kurang bersih dalam memohon, sehingga Allah menunda doamu untuk mengabulkan. Bisa jadi juga karena terlalu banyak maksiatmu hari ini, sehingga tidak layak doamu dijadikan nyata. Bersihkan lagi hati dalam meminta, dan kurangi lagi maksiat yang menjadi penyebab doa itu terhalang.
Ada seseorang yang bilang bahwa ia mencintai hujan, tapi tatkala hujan turun ia justru berteduh dan menghindarinya, tidak sedikit pula ia mencaci dan menghina hujan yang turun. Entah karena agendanya yang menjadi tertunda atau karena ia benci dengan basah.
Cintanya dusta, hanya sebatas kata yang keluar layaknya pujangga tapi sebenarnya ia tidak benar-benar cinta. Sebagaimana doa yang kamu langitkan, jangan sampai ia hanya sebatas kata saja, sedangkan kamu tidak berusaha menghindari maksiat-Nya.
Sebab hakikat doa adalah mendekatkan diri pada Allah, sedangkan maksiat adalah cara termudah dan tercepat untuk menjauh dari-Nya. Jika benar kamu mencintai doamu, maka seharusnya kamu bisa menghindari dan mengurangi maksiat juga dosa.
@jndmmsyhd
562 notes · View notes
flutterink · 3 years
Text
Ada bagian dalam diri yang kuharap bisa dilengkapi ternyata tidak.
Ada bagian dalam diri yang ternyata harus ikhlas dilepaskan.
1 note · View note
flutterink · 3 years
Text
Ketika kita sudah beranjak dewasa, belajarlah untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pilihan kita sendiri, bukan orang lain. Sebab, kalau kita menyesal nanti, kita tidak menyalahkan orang lain. Lalu, kita belajar dari kesalahan sendiri, agar kedepannya lebih matang mempersiapkan kemungkinan buruk atas pilihan-pilihan kita
Sebuah nilai hidup yang aku pegang sampai hari ini. Terinspirasi saat sesi deep talk @careerclass bersama mentor kami, mas @kurniawangunadi
222 notes · View notes
flutterink · 3 years
Text
“Terimalah dengan setulus hati untuk dia yang kelak menjadi teman hidupmu. Dan untuk yang saat ini belum terlihat kejelasannya, maka cintailah sewajarnya, karena yang hadir belum tentu menjadi takdir.”
Menerima dengan tulus hati itu pada apa yang kurang darinya, masa lalunya yang rumit dan semua kekurangan yang akan nampak di masa depan. Bukan berarti membiarkan atau menghukuminya, tapi menerima dengan ikhlas dan membersamai untuk mengubah yang salah.
Terkadang kamu akan dibutakan oleh ekspektasi, dan akan dikagetkan oleh realita. Ibadah yang panjang sudah berarti ujiannya juga akan datang silih berganti, tidak mengenal sudah berapa tahun ia menjalani, tidak mengenal usia, ujian akan tetap ada.
Siapkan saja ilmu soal sabar dan mengalahkan ego, ilmu mengolah amarah dan berbicara yang baik, dan yang tidak kalah pentingnya yaitu ilmu mengubah prioritas yang menjadikanmu harus mengutamakan keluarga.
Jangan terlalu risau kapan ia yang dijanjikan Allah akan datang, risaukan saja ilmu kehidupan yang sampai hari ini belum banyak kamu dapatkan. 
Semangat memperbaiki dan menjadi baik, dariku yang juga masih belajar sampai akhir hayat.
@jndmmsyhd 
742 notes · View notes
flutterink · 3 years
Text
“Hal terberat bagi hati itu saat ia dipaksa untuk berpura-pura tersenyum bahagia, namun dikesendirian ia menangis perih. Tersebab apa yang dilakukan tidak pernah mendapat restu dari hati, raga dan hatinya saling berbenturan, menunggu siapa yang akan terlebih dulu mati. Raga atau hati.”
Pastikan jalan dan langkah yang kamu ambil saat ini telah selaras dengan apa yang hati butuhkan, jika tidak maka sebaiknya kamu berhenti sejenak dan menimbang ulang, sebab tidak mudah jika kamu harus selalu mendamaikan hati dan raga yang seringnya tidak sejalan. Seberani kamu mengambil keputusan, maka beranikan pula untuk menyelesaikan dengan sebaik-baik cara dan hasil.
Sekuat apapun hatimu menahan dan membohongi langkah kaki, tetap saja akan ada air mata yang harus kamu bayar yang jatuh tanpa kamu minta, entah dalam keramaian atau saat sendiri yang berteman sepi. Tidak mengapa, bukankah tumpahnya air mata itu akan menenangkan gemuruh hati dan raga yang sedang sakit? 
Aku pernah diposisimu, mendamaikan 2 arah yang selalu berseberangan soal keputusan dan tujuan. Percayalah bahwa itu akan semakin mendewasakanmu, lebih cepat dari yang kamu duga. 
Semangat, jangan berhenti dan meninggalkan apa yang seharusnya kamu selesaikan, ya :’)
@jndmmsyhd  
500 notes · View notes
flutterink · 3 years
Text
Bagaimana mungkin Allah menelantarkan mereka yang percaya akan takdir rezeki dan kemudahannya, sementara untuk orang yang ingkar dan tidak percaya tuhan saja Allah masih memberikannya rezeki di dunia?
Tidak mungkin pula Allah membiarkan hambanya sendirian dalam kesusahan dan kesulitan, sementara Allah saja juga memberikan kemudahan setelah kesulitan bagi orang yang tidak beriman. Sebagaimana tidak mungkin pula Allah tidak mempertemukan seseorang yang sedang mencari dengan apa yang ia cari, orang yang jauh dari Allah saja banyak yang sudah dipertemukan.
Benarlah, yang kurang darimu barangkali hanya kurang percaya dan kurang memperbaiki ibadah, kurang mengusahakan semampu dan sekuatnya, dan kurang berprasangka baik pada-Nya.
Bukankah jika Allah sudah mengiyakan, mustahil langit tidak menurunkan hujan dan bumi tidak menumbuhkan? Sehebat itu padahal kekuatan percaya dan doa, sayangnya kamu lebih suka berprasangka buruk dan pesimis, lebih suka mengadu pada manusia daripada penciptanya.
Menunggu reda
@jndmmsyhd
667 notes · View notes
flutterink · 3 years
Text
memahami takdir
Tawakkal dan takdir adalah hal yang paling sulit dipahami. Keduanya butuh banyak sekali ilmu karena urusan takdir itu bisa sangat sederhana, bisa juga kompleks. Dibilang sederhana karena ketika kita paham, di setiap kejadian baik dan buruk, jawaban dari segala pertanyaan “kenapa?” itu cuma satu:
“Karena Allah berkehendak demikian“
Tapi untuk menerima jawaban tersebut, butuh hati yang ridho sekaligus pemahaman yang baik juga tentang hidup. Ridho saja tidak cukup. Butuh ilmu. Ilmu saja juga nggak cukup. Butuh ridho atas segala ketentuannya.
Tadi di twitter, ada bahasan yang lewat:
“Nggak sholat tapi tetep kaya, pinter dan karir naik. Hati-hati itu istidraj“
Di inbox juga beberapa kali ada pertanyaan kayak gini sih. Dalam Islam, ada banyak konsep yang perlu kita pahami. Istidraj itu memang ada. Tapi tidak semua keluasan itu istidraj. Tidak semua kesempitan itu mendatangkan pahala. Mana yang istidraj? Mana yang bukan? Hanya Allah yang tahu. 
Ada nasihat dari ustadz Farid Dhofir yang selalu saya ingat saat membahas tentang Halawatul Iman. Beliau bilang:
Bersyukurlah orang yang bisa merasakan manisnya iman dalam setiap ibadahnya. 
“Bagi yang belum bisa merasakan, bagaimana ustadz?“
Tetap beribadah dengan niat mencari ridho Allah. Kalau niat kita lurus, Allah catat sebagai pahala. Niat kita beribadah itu ya lillahita’ala. Jangan sampai kita beribadah hanya demi ekstase. Karena kalo yang dicari cuma ekstase, orang yang meditasipun bisa juga nemu ekstase.
Nyambung lagi ke bahasan tentang istidraj tadi. Saya rasa ini juga sering banget sih dirasain temen-temen yang baru un-hijrah. Aduh. Saya nulis ini hati-hati banget. Khawatir melukai yang lain. Tapi kalau nggak diobrolin, saya khawatir fenomena ini dianggap nggak ada hha.
Di dunia ini, dalam circle manapun, yang namanya orang arogan dan kalau bicara ngasal aja tuh pasti ada aja. Di lingkungan kajianpun juga. Agama itu ibarat baju. Kalau yang pake baju itu hatinya baik, baju tersebut akan mempercantik hatinya dan dari luar juga kelihatan tambah cantik. Tapi kalo yang pake dasarnya suka ngomong ngasal ke orang, dalil Al Qur’an pun bisa dipake buat menyakiti orang lain.
Nah, di dunia ini, nyari manusia yang bisa berada di tengah-tengah itu langka banget. Orang yang hidupnya punya masalah dan galau terus cerita ke temen kajian dan dapet jawaban yang nggak enak biasanya akan langsung takut buat cerita lagi. Setelah itu, mereka biasanya nyoba nyari circle yang bikin nyaman. Apapun itu.
Saya sering banget nemu di sosmed orang-orang yang buka jilbab dan hidupnya jadi ngerasa lega kemudian karirnya naik lagi. Banyak juga yang dengan tidak sensitif bilang:
Hati-hati, itu istidraj.
Pernah ada temen yang sampe nanya ke saya:
“Beragama itu kok ribet banget ya. Hati kita sakit bukannya dihibur. Giliran bangkit dan membaik, dibilangnya istidraj”
“Yang ribet itu manusia. Bukan agama”
“Kira-kira kenapa ada orang yang rajin ibadah tapi miskin. Terus ada yang males ibadah tapi kaya“
“Cuma Allah yang tahu“
“Bukan istidraj?“
….
Saya pernah dalam kondisi yang lagi males banget ibadah. Sibuk kerja dan capek. Pulang kerja langsung tidur. Isya suka telat. Tapi ya kerjaan tetep lancar. Pernah juga lagi taat banget tapi apa yang saya minta malah nggak dikasih, Kemudian saya baca juz amma dan ada ayat dalam surat Al Fajr:
Fa ammal insaanu idzaa mab talaahu Rabbuhuu fa akramahuu wa na’ ‘amahuu fa yaquulu Rabbiii akraman.  Wa ammaaa idzaa mabtalaahu faqadara 'alaihi rizqahuu fa yaquulu Rabbiii ahaanan. 
Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.”
(QS Al Fajr 15-16)
Sebagai manusia, saya merasa kadang terlalu berprasangka. Padahal saya sama sekali nggak tahu cara kerja takdir. Pada akhirnya, saya berusaha jujur dengan diri sendiri dan tidak ingin berprasangka apapun atas takdir Allah selain mengingat bahwa lapang dan sempit adalah ujian. Juga selalu mengingat bahwa kasih sayang Allah itu luas. Rezeki untuk makhluk tidak akan pernah ditahan terlepas kita taat ataupun tidak. Justeru kita yang harus merasa malu kalau misal nggak taat tapi jatah rezekinya tetep dikasih dengan baik tanpa kurang suatu apapun.
…..
“Katanya kalo taat bisa bikin kita lega dan bahagia. Kenapa ada banyak orang yang hidupnya tetep bahagia aja meskipun nggak taat? Apa hatinya mati?“
Wallahu a’lam jugaaa. Yang tahu hati mana yang mati dan hidup ya cuma Allah. Ulama memang menjelaskan bagaimana ciri-ciri hati yang mati. Gunakan untuk introspeksi diri sendiri. Jangan dipake buat membelah dada orang lain.
“Bahagia itu bisa dicari dimanapun. Dalam taat ada. Dalam maksiat juga ada. Kesedihan juga ada dimanapun. Dalam maksiat dan taat juga ada wkwk. Mulailah pelan-pelan menjalani hidup yang baik dan pelan-pelan mendekat ke Allah. Jangan tanya kenapa-kenapa karena nggak bakal tahu jawabnya juga. Ntar aja di akhirat tanyain kalo masih inget”
….
Selama kita hidup di dunia, kita akan selalu terikat sama sunnatullah yang ada di dunia. Bahwa kalo hutan digunduli, daerah resapan air banyak dikasih beton dan ga ada drainase ya bakal banjir mau kamu doa kayak apapun. Bahwa kalo kamu nggak belajar, ya nggak bisa bim salabim lulus ujian mau kamu doa kayak apapun. Bukan karena “keajaiban doa” yang tidak berfungsi. 
Tapi segala keteraturan tersebut ya sebenernya udah “keajaiban” dari Allah agar hidup kita jadi lebih mudah dicerna akal. Bayangin kalau di dunia ini nggak ada keteraturan sama sekali. Banjir didoakan doang langsung surut. Kebakaran hutan didoain aja langsung berhenti. Doa-doa manusia bakal saling bertabrakan dan berantakan.
Dulu saya juga sering bertanya sih ~XD
Kenapa makluk yang nggak signifikan kayak manusia dikasih perasaan, bisa ngerasain sakit di dunia. Sementara di akhirat masih diancam juga sama neraka :D Tapi lagi-lagi yhaaa, wallahu a’lam. Cukup pahami bahwa di dunia ini kita sedang diuji. Lakukan hal terbaik yang kita bisa. Selalu minta petunjuk dan ampunan sama Allah. Manusia selalu berbuat salah dan jarang tahu arah mana yang benar-benar mengantarkan kita pada kebaikan.
301 notes · View notes
flutterink · 4 years
Text
Kapan terakhir kali kamu menikmati sholatmu? Tanpa terburu-buru dan pikiran yang menjelajah dunia padahal raga sedang dihadapan Tuhan. Kapan terakhir kali kamu menangis dalam sholatmu? Yang dulu pernah dan sering menetes air mata karena tau hanya Dia yang mampu, yang kini berubah dengan semakin bertambahnya usia, semakin kenal manusia malah semakin menaruh harap padanya.
Hanya sedikit tulisan untuk diri saya sendiri, saat teman dan kakak tingkat satu persatu Allah panggil, dan saya menunggu giliran. Seberapa ibadahnya saya hanya diri sendiri dan Allah yang tahu, seberapa ikhlas beramal dan bersedekah hanya diri sendiri dari Allah yang tahu.
Semoga Allah berikan istiqomahnya dan keberkahannya, yang dulu sempat mudah mendekatkan diri pada-Nya namun kini susah untuk khusyu' meminta pada-Nya.
@jndmmsyhd
866 notes · View notes
flutterink · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Menjadi tugas orang tua untuk mendidik ruhiyah anak agar fitrah keimanannya tumbuh sejak dini.
Yuk, simak tahapan #pendidikan #ruhiyah pada anak.
.
.
.
211 notes · View notes
flutterink · 4 years
Text
3 hal yang selalu dirindukan. Keluarga, rumah dan rintik hujan.
0 notes
flutterink · 4 years
Text
Kekuatan Doa
Ketika kita tak memiliki daya untuk mengubah seseorang, yakin bahwa Allah-lah akan yang mengubahnya. Maka, berdoa adalah jalan ikhtiar kita sebagai seorang muslim untuk saling mendoakan kebaikan, terutama keluarga.
Jangan pernah meremehkan kekuatan doa. Ibarat tetesan batu yang setiap hari ia jatuh luruh, mampu memecah sebuah batu yang keras.
Well, kita tidak harus menjadi sempurna untuk membahagiakan orang-orang di sekitar kita. Sadari jikalau salah; perbaiki, luaskan penerimaan, lapangkan pemaafan, dan bersyukurlah. Jangan pernah meniadakan Allah dalam setiap langkah kita.
Mintalah pada-Nya, dan teruslah meminta. Meminta adalah bukti iman kita sebagai seorang hamba, bahwa kita takkan mampu melewati semua tanpa-Nya.
Bersabarlah. Allah akan memberi ganjaran bagi orang-orang yang menghiasi dirinya dengan kesabaran.
"Sifat-sifat yang baik itu tidak diberikan, kecuali pada orang-orang yang sabar." (Q.S Fushshilat: 35)
Pena Imaji
336 notes · View notes
flutterink · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Menjadi orang tua adalah amanah bagi setiap pasangan suami-istri. Mendidiknya sesuai fitrah adalah ladang pahala bagi kedua orang tuanya. Namun, masih banyak pasangan suami-istri yang tidak "sadar" ketika menjadi orang tua. Yuk, simak cara untuk menjadi orang tua secara sadar.
#parentingbydesign #menjadiorangtuasecarasadar #islamicparenting @freepik
218 notes · View notes
flutterink · 4 years
Text
MasyaAllah nak, can't wait to see you❤️
Tumblr media Tumblr media
314 notes · View notes