Tumgik
mahijaanstasia · 20 days
Text
DOSA TERHADAP ANAK PEREMPUAN.
TW//SUNAT
Seorang perempuan mendatangi Anastasia, ia membawa anak perempuannya yang masih cukup muda, mungkin usianya sepuluh tahun—Anastasia menebak dari presensinya. Anaknya tenang dalam genggam ibunya, sedang sang ibu menatap Anne sumringah. Sang dara lantas balik menyapa mereka ramah dan menanyakan maksud kedatangan mereka pada klinik kecil tempatnya bekerja.
“Bu, saya mau sunat anak saya.” Ucap sang ibu. Anastasia mengangkat alisnya—bertanya-tanya.
“Sunat? Anak perempuan Bu?” Tanya Anastasia memastikan.
“Benar bu.” Jawab sang Ibu kembali. Anastasia lantas menggeleng, tentu ia menolak tindakan konyol tersebut. Mengapa menyunat anak perempuan?
“Tidak boleh Bu, anak perempuan tidak boleh disunat.” Jawabnya, sang ibu terlihat tersinggung, ia menaikkan alisnya sebelah dan berdiri dari duduknya.
“Apasih Bu, itu tradisi di tempat saya kok.” Jawab sang Ibu ngegas. “Kalau gak disunat nanti anak saya centil, udah, sama izin saya kok sebagai ibunya, dokter tinggal sunat apa susahnya?” Tanya sang Ibu.
Anastasia tidak kalah meradangnya, ia bangkit dak menyamakan langkahnya pada sang Ibu. “Sekolah bu! Gak ada hubungannya menyunat anak perempuan sama genit.” Ucap Anastasia.
Sunat perempuan adalah sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia, sunat anak perempuan dimaksudkan untuk memenuhi paradoks yang dibentuk patriarki atas anak perempuan, menjadi perawan-ibu-pelacur.
Sunat perempuan adalah bentuk penindasan patriarki pada ranah seksual perempuan. Anastasia menolaknya, cukup ia yang mengalami trauma sebab pisau yang melukai dirinya atas pemikiran kolot orangtuanya tentang anak perempuan yang harus selalu sopan.
Sunat pada anak perempuan adalah kejahatan!
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 21 days
Text
PLOT ON: Siaran langsung
Senyum semanis sakarin dilempar Anastasia pada ribuan orang yang siang hari ini bergabung dalam siaran langsungnya. Anastasia memutuskan untuk berbasa basi lebih lama dengan penggemarnya sebelum akhirnya memutuskan untuk membahas topik yang telah ia sebutkan sebelumnya.
“Nah, jadi seperti yang aku bilang tadi, aku mau bahas soal otak laki-laki dan perempuan ya.” Ucapnya.
“Omong kosong yang sering diinterpretasikan sebagai kebenaran adalah gagasan bahwa laki-laki lebih pintar matematika sedangkan perempuan lebih pintar bahasa. Akhirnya, hadir sebuah asumsi bahwa perempuan lebih cerewet dan laki-laki senang berkompetisi atau lebih logis.” Seolah ada api yang membara di antara dwi maniknya, Anastasia memandang lurus gawainya sebelum akhirnya kembali fokus pada penjelasannya.
“Karena corpus collosum-nya lebih tebal, kedua belahan otak perempuan akan lebih terhubung secara aktif, mereka pun lebih multitasking sedangkan laki-laki lebih pandai menyetir. Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan teori yang didukung oleh tes neuropsikologi.”
“Padahal, jelas bahwa Daphana Joel dan Luba Vikhanski menegaskan dalam bukunya yang berjudul 'Gender Mosaic: Beyond The Myth of The Male and Female Brain (2019)' bahwa tidak ada otak perempuan dan otak laki-laki, otak manusia lebih menyerupai mozaik gender.” Ucap Anastasia, ia menyempatkan sebentar untuk mengambil dan menunjukkan buku yang ia maksudkan pada penotonnya.
“Catherine Vidal (2013) turut memvalidasi pernyataan tersebut, katanya 'jika melihat otak manusia, kita tidak akan dapat menebak otak itu milik laki-laki atau perempuan.' Secara biologis, otak laki-laki dan perempuan berbeda terkait dengan reproduksi seksual yang melibatkan hormon-hormon dan perilaku seksual yang dikendalikan otak. Tetapi, dari aspek kognitif yang meliputi kecerdasan, ingatan, atensi dan penalaran maupun dari aspek sensorial yang meliputi penglihatan dan pendengaran— tidak ada perbedaan antara otak bayi laki-laki dan perempuan.”
Anastasia berhenti sejenak setelah menjelaskan, ia mengintip pada kolom komentar siaran langsungnya, beberapa orang telah meninggalkan deretan pertanyaan yang segera ia jawab.
“Nah, yang berperan paling penting dalam pembentukan otak adalah interaksi anak dengan lingkungan sosialnya baik secara afektif maupun kultural. Perbedaan dan keberfungsian otak tidak berdasar pada jenis kelamin, melainkan pengaruh lingkungan internal dan eksternal pada tahap konstruksi sirkuit-sirkuit otak.” Ucapnya.
“Bahkan Plato— filsuf pertama yang menulis secara filosofis dan sistematik teologis, matematikawan Yunani atau dikenal sebagai salah seorang filsuf terbesar sepanjang masa dalam teorinya juga mengungkapkan bahwa 'perbedaan kualitas manusia tidak pernah dapat diukur secara gender.' Plato melihat, bawaan dasar laki-laki dan perempuan adalah sama. Pendidikan yang sama kepada laki-laki dan perempuan akan membuat kemampuan mereka sama.” Sambungnya.
“Begitulah kira-kira! Jadi otak itu sifatnya mozaik gender, ya. Lingkungan lah yang paling berpengaruh pada kerja akal nantinya, bukan karena jenis kelaminnya, selebihnya seperti biasa ya? Boleh tanya tanya pada link di bio saya saja. Sampai jumpa, terimakasih telah menonton!” Nada ceria tersebut lantas mengakhiri siaran langsung Anne hari ini.
Catatan: Penulis memberi informasi berdasarkan apa yang penulis baca tetapi sebagaimana manusia yang tidak sempurna, penulis memohon maaf apabila adalah kesalahan dalam memberi materi/teori
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 24 days
Text
PLOT ON: Siaran langsung.
Anastasia tak khawatir lagi—sekarang hari ketiga, juga kali ketiga sang dara melakukan siaran langsung pada kanal instagramnya, ia selalu mendapat respon positif dari penggemarnya. Beberapa narasi seksis maupun misoginis mungkin dilontarkan oleh sebagian orang, tetapi Anastasia tak mau pusing, toh tujuan utamanya menjadi influencer adalah untuk mengubah pola pikir orang-orang.
Meski tidak suka, Anastasia tidak menampik bahwa Patriarki adalah sistem—atau budaya—yang telah dilanggengkan sejak lama, sehingga tidak mudah untuk mengubah pola pikir orang-orang, penetrasi yang Anastasia angan-angankan memang dimulai dari lingkup terkecil dulu, jangan sampai mati dalam cekik ingin yang utopis juga.
“Halo teman-teman!” Suara ceria menyapa timpani sang dara, juga orang-orang yang mendengarnya melalui gawai. “Hari ini kita mau re-view buku Evolusi Perempuan karya Evelyn Reed ya, dia itu salah satu penulis kesukaan saya, buku lainnya yang terkenal adalah Mitos Inferioritas Perempuan.”
“Nah, makanya kita akan bahas soal buku ini ya!” Anastasi tersenyum cerah—aroma mint semerbak mendesak rongga pernafasannya, “Jadi, awalnya waktu saya beli, saya pikir buku ini cuma bahas soal perempuan aja. Tapi sewaktu saya baca bab pertama saya kebingungan, kenapa bukunya malah bahas hewan?”
Anastasia tidak melanjutkan narasinya, ia mulai terbiasa untuk sekedar melirik kolom komentar dan berinteraksi dengan ratusan hingga ribuan orang yang menonton siaran langsungnya. “Iya kan? Heran?” Responnya pada salah satu komentar penggemar.
“Ternyata, Evelyn Reed ini sepertinya sepemikiran dengan penulisnya Homo Sapiens, Guns, Germs and Steels atau The Origin of Species ya, bahwa manusia ini adalah hewan—kita adalah evolusi dari kera.” Anastasia menunduk lagi, ia tahu narasi tersebut akan menuai kontroversy, buru-buru ia meredam gejolak tersebut, “Woh, santai ya santai, apa yang sifatnya dogmatis boleh dipercaya ya. Saya gak akan menentang, sementara ilmiah begini, boleh dipertentangkan masing-masint, tetapi saya pribadi menyepakati begitu ya.” Ucapnya tenang.
“Jadi, buku ini bener-bener di luar dugaan saya, Evelyn Reed benar-benar secara detail menceritakan evolusi perempuan.” Anastasia melirik kolom komentarnya lagi, “Fokus bahasannya? Sabar dong, pelan-pelan. Kita baru aja mulai.” Jawabnya.
“Fokusnya tentu membahas soal perubahan bentuk kehidupan manusia sih, dari berbentuk klan, suku sampai keluarga initi. Saya gak mau spill banyak, dikit-dikit aja supaya selebihnya kalian yang baca ya.” Ucapnya lagi.
“Ya, coba tanya-tanya deh di kolom komentar.” Anastasia lantas menunduk, mendekatkan indranya pada layar gawainya agar bisa membaca komentar dan pertanyaan pengikutnya secara seksama.
“Contoh evolusinya?” Anastasia nampak berpikir keras, “Sebetulnya sih banyak, ya. Tapi saya harap kalian terpantik untuk membaca sendiri ya nanti, saya kasih satu saja nih!”
“Kalian pernah mikir gak sih, kok haidnya perempuan itu ditumpangi stigma? Kayak, kalau kita haid harus sembunyi-sembunyi, atau bahkan dalam kepercayaan tertentu, haid itu enggak bagus? Perempuan yang haid harus dijauhkan dari sesuatu sebab akan membawa sial. Kira-kira kenapa ya?”
“Saya bingung awalnya, kalau dulu perempuan merupakan lambang ilahiah sampai patriarki merebut peradaban, lantas kontradiksi apa yang menyebabkan adanya bifurkasi stigma terhadap darah haid perempuan? Jastifikasi itu tidak mungkin hadir begitu saja pada masyarakat, pasti ada dialektikanya, tapi untungnya buku Evelyn Reed ini menjawab dengan baik! Bukan hanya secara faktor langsung, tetapi juga penjelasan mendasar.”
“Darah haid membuat laki-laki lemah, atau darah haid akan menyebabkan kegagalan perang/perburuan pada laki-laki. Sebelumnya para antropolog yang berjenis kelamin laki-laki telah menyalapahami bahwa tabu terhadap haid hadir sebab laki-laki zaman kebuasan menganggap bahwa perempuan haid akan menyebabkan kontaminasi pada laki-laki sehingga membawa kesialan pada mereka. Padahal, setelah menelisik corak kehidupan mereka, ditemukan sebuah fakta yang berbeda.”
“Bahwa, para ahli antropolog telah gagal melihat bahwa manusia pada zaman kebuasan tidak mengerti haid sebagai faktor biologis. Laki-laki menjadi kelompok gender yang melakukan perburuan dan peperangan, mereka harus disucikan setiap kali kembali, sebab mereka berlumuran darah.”
“Apabila perempuan menstruasi dan laki-laki berada di dekat perempuan, masyarakat tidak akan menganggap bahwa haid hadir sebagai konsekuensi biologis melainkan luka, luka berdarah. Semua darah adalah luka.”
“Sehingga laki-laki bisa saja tertuduh sebagai pelaku, penyebab mengapa perempuan terluka. Sehingga, perempuan yang waktu itu memegang kontrol sosial, mengkonstruksi sebuah tabu terhadap haid. Tabu adalah sebab, bukan efek mengapa darah haid jadi begitu mengerikan.”
“Tabu menstruasi dulunya adalah sebuah kenyamanan bagi perempuan, di mana perempuan merasa nyaman, membuat kelompok kolektif yang melindungi mereka dan merupakan sebuah bentuk perlindungan kepada lelaki agar tidak tertuduh melukai perempuan.”
“Sampai patriarki hadir dan melekatkan bifurkasi stigma terhadap haid. Tabu haid yang dulunya melindungi perempuan sekarang membuat perempuan dihukum oleh Dewa-dewa laki-laki.”
“Begitulah kira-kira! Jadi menurut saya, buku ini 10/10, temen-temen beneran harus baca, selebihnya seperti biasa ya? Boleh tanya tanya pada link di bio saya saja. Sampai jumpa, terimakasih telah menonton!” Nada ceria tersebut lantas mengakhiri siaran langsung Anne hari ini.
Catatan: Penulis memberi informasi berdasarkan apa yang penulis baca tetapi sebagaimana manusia yang tidak sempurna, penulis memohon maaf apabila adalah kesalahan dalam memberi materi/teori
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 25 days
Text
PLOT ON: Siaran langsung.
Anastasia mengaktifkan siaran langsungnya dengan terburu—sang dara tak lagi gugup seperti kali pertama ia melakukan siaran langsung, ia cukup senang sebab memiliki ruang untuk mendistribusikan pengetahuannya. Menurut Anastasia, memiliki pengetahuan berbasis analisis gender adalah sebuah privilase—mengingat sistem besar kapitalisme turut melanggengkan patriarki, sementara pendidikan hari ini merupakan perpanjangan tangab kapitalisme.
Anastasia tak membuang waktu, ia menampilkan senyum semanis sakarin di antara bibir semerah delima yang ia miliki. Jemarinya menyapa kemera—tiga ratus orang bergabung dengan cepat. “Wah, wah ramai ya…” ucapnya.
“Halo selamat malam teman-teman, seperti kemarin aja ya? Saya gak mau lama-lama nih, kita langsung bahas aja. Bisa enggak sih laki-laki menyusui?” Ucapnya.
“Sebetulnya, perkara laktasi jantan itu erat kaitannya dengan perseteruan antar jenis kelamin ya, teman-teman.” Anne berhenti sejenak, ia mencoba melirik kolom komentar pada gawainya, “Menurut Jared Diamond, topik tersebut menggambarkan kegagalan penejasan melalui fisiologis dan pentingnya penalaran evolusi untuk mengerti seksualitas manusia….”
“Jadi singkatnya, yang harus kita pertanyakan itu adalah kenapa evolusi gen mamalia tidak menghendaki laki-laki yang menyusui? Kenapa perempuan?” Ucap Anastasia menggebu, seolah seseorang memang berada di depan wajahnya.
“Sebetulnya, kemampuan laktasi atau menyusui itu masih merupakan potensi dari fisiologis laki-laki meski tidak masuk dalam kemampuan normal mereka. Ibaratnya laki-laki itu punya perangkat kerasnya tapi tidak punya perangkat lunaknya.” Anastasia tertawa, narasi tersebut sejak dibaca sampai sekarang ia ucapkan lagi masih jenaka baginya.
“Laktasi pada jantan itu eloknya menggambarkan semua tema utama dalam evolusi seksualitas.” Anastasi merasa tenggorokannya tercekat, ia berhenti sejenak dan meminta izin pada orang-orang yang menonton siaran langsungnya agar diberi waktu untuk meneguk air.
Setelahnya—setelah basah tenggorokannya, sang dara kembali menyapa teman-teman dan melanjutkan narasinya, “Sebetulnya ada banyak contoh ya, cuma gak bisa saya sebutkan semua. Tetapi salah satunya, laktasi spontan pada pejantan pernah dilaporkan terjadi pada spesies hewan liar yaitu kalong Dayak.”
Kening Anastasi berkerut kecil, ia menangkap sebuah komentar yang mempertanyakan mengapa ia membahas hewan. “Loh ya, kita kan evolusi dari kera?” Ia mengedipkan mata setelahnya.
“Jadi, baik itu manusia atau pada hewan, laki-laki bisa berlaktasi. Maka kita patut bertanya, lantas kenapa evolusi memberi tugas menyusui pada perempuan?”
“Maka kita harus mengingat bagaimana perselisihan evolusioner antar jenis kelamin telah menyebabkan hanya ibu yang mengasuh anaknya pada kurang lebih 90 persen dari semua spesies mamalia. Bagi spesies-spesies yang keturunannya dapat lestari tanpa pengasuhan induk jantan sama sekali, jelaslah bahwa permasalahan laktasi pejantan tak bakal muncul.” Jelasnya dalam sekali tarikan nafas.
“Jadi, jawabannya adalah adanya kepentingan genetis egois para pejantan yang paling terpenuhi dengan mengejar betina-betina lain untuk dihamili.”
“Sudah dulu ya penjelasan saya, ada yang mau bertanya?” Anne lantas melirik gawainya dan membaca salah satu komentar. “Kalau begitu apa boleh memberi suntik hormon pada laki-laki, lalu laki-laki saja yang menyusui?” Anne menggeleng.
“Tidak ya, teman-teman! Jumlah nutrisi pada asi yang dihasilkan laki-laki tidak lebih banyak daripada yang dihasilkan perempuan sekarang, jadi tidak saya sarankan untuk melakukan itu. Kasihan bayinya.”
“Selebihnya seperti biasa ya? Boleh tolong tanya pada link di bio saya saja. Sampai jumpa, terimakasih telah menonton!” Nada ceria tersebut lantas mengakhiri siaran langsung Anne hari ini.
Catatan: Penulis memberi informasi berdasarkan apa yang penulis baca tetapi sebagaimana manusia yang tidak sempurna, penulis memohon maaf apabila adalah kesalahan dalam memberi materi/teori
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 25 days
Text
Dokter, kenapa menjadi influencer juga feminis?
Sebab saya mulai menyadari, dunia ini kejam untuk perempuan.
(TW // SEX UAL HAR AS S MENT) KILAS BALIK HIDUP ANNE MAHIJA.
“Ketika aku menyadari bahwa aku perempuan, semua tempat menjadi tak aman bagiku, ketika aku mengadu pada ayahku, ia menjawab ‘laki-laki memang begitu,’ lantas aku menjadi lebih takut lagi ketika aku menyadari—ayahku pun sama, ia seorang laki-laki.”
Plot on: menggunakan sudut pandang orang ke-3 serba tahu.
Sebetulnya—ia lahir atas ikatan yang telah dipersatukan oleh Tuhan, pun sebetulnya sang dara adalah konsekuensi dari dua orang yang “bersenang-senang,” lahirnya memang atas kehendak semesta, melalui konsen antar dua anak manusia yang melebur bersama ego mereka. Tetapi nyatanya, surga pencemburu dan mengutuk eksistensinya.
Semula, seluruh dunia bergemuruh menyambut lahirnya, seorang anak perempuan dengan sisi wajah yang merona, seolah bunga yang mekar di tengah terik yang membara. Hadirnya diberkahi oleh sang Adiwidia, hujan lantas membasahi semesta bersamaan dengan menggemanya tangis sang dara. Sang ibu diberi selamat, “selamat atas lahirnya putrimu yang cantik ini.” Terlebih sang ayah yang jelas tak memiliki kontribusi apa-apa selain menyemburkan spermanya ke leher rahim sang istri.
Ah! Betapa bahagianya lelaki berusia 25 tahun itu, tawanya menggema seolah Aprodhite memberkahi mereka, seolah sang dewi kini berada dalam peluknya, menjadi menifestasi atas segala bait dan puisi yang indah merayu. Gelak tawa si kecil jadi sihir, semua orang terpanah—dalam pandang mereka seolah ada pola yang meranah hingga tak lepas dwi manik mereka mengobjektifikasi bayi yang masih menggeliat dalam peluk ayahnya itu.
“Kamu sangat mencintai bayi perempuanmu, ya?”
“Kamu tak lepas dari anak perempuanmu, ya?”
“Kamu adalah ayah yang penyayang!”
Semula, baik istrinya maupun anak perempuan yang kini telah tumbuh menjadi remaja cantik tersebut pun percaya pada pujian yang dilontarkan oleh banyak orang terhadap Dewangga, sebagai ayah—tak pernah lepas indranya dari tubuh sang anak, tak pernah lepas jemarinya menari memberi kasih pada permukaan kulit anaknya—pun ranum semerah delima sang putri kerap basah ia cumbui.
--dan, bukankah itu cinta?
Bukankah itu semestinya?
Mengapa menaruh terlalu banyak curiga pada ayah yang penuh hatinya oleh bunga-bunga seindah puterinya?
Ternyata—kekhawatiran itu memang nyata adanya.
Ternyata, curiga itu memang beralasan, sebab pada malam yang pengap—sang dara kerap berakhir sesak oleh jemari yang berupaya menjamah tubuhnya, ia masih menjadi bunga yang didamba oleh setiap orang, tetapi ayahnya berubah menjadi kumbang pencuri madu hingga sang dara penuh oleh peluh, ia basah oleh cairan teratai merah. Lantas tak ada yang tersisa darinya selain kelopak yang perlahan berguguran.
Rintik hujan pada malam itu menjadi bising yang meredam desahnya mengalun—menggema memenuhi kamarnya. Tak ada yang tersisa darinya selain tubuh yang menjadi sehelai kertas penuh bait-bait taksa. Ayahnya menggubah banyak kalimat penuh cacian disana, hingga sang dara sesak dalam tiap jarak antar bait, meringsuk, meringkuk. Melahirkan narasi-narasi penuh penghakiman, penuh stigma.
Banyak hal berubah sejak hari itu—ayahnya bukan lagi lelaki yang dikenalnya penuh kasih, ia berubah menjadi orang lain. Ia berubah menjadi mimpi buruk yang kerap menghantuinya.
Tetapi, di antara segala perbuatan keji yang ditorehkan sang ayah pada lembar kertas berbuku sendu miliknya, yang paling menyedihkan adalah—ia harus terus diam, ia tak boleh bersuara ketika tubuhnya dijamah, ketika ia dirudapaksa atau ibunya akan tahu perihal ini.
Bahwa suaminya adalah adalah seorang pemerkosa.
Bahwa anaknya adalah korban rudakpaksa ayahnya,
Bahwa sang suami telah ingkar.
Bahwa sang anak telah lama mati—terbelenggu ketakutannya.
“Dan mengapa aku terlahir memiliki vulva? Dan mengapa aku lahir sebegai perempuan? Dan mengapa tubuhku dijamah? Apakah ini dosa ayahku? Atau tuhan memang membenci anak perempuan? Sebab—aku baru saja mendengar kabar bahwa aku bukanlah korban pertama ayahku. Sebelumnya, ada perempuan muda yang jua harus diam ketika liang senggamanya dipenuhi oleh superioritas ayahku. Perempuan itu—ibuku, korban rudapaksa ayahku yang berakhir terpenjara bersama pelaku pemerkosaannya dalam sebuah ikatan yang direstui tuhan, jua akhirnya merasa bahagia sebab sang pelaku berjanji menikahinya.”
Ah, sial. Mengapa begitu sakral pernikahan hingga tumbuh benih cinta pada akhirnya?
Dan demikian deretan kata yang menggambarkan hidup dari Anastasia Mahija, seorang anak perempuan yang harus diam ketika ia dirudapaksa ayahnya selama bertahun-tahun. Sebab dunia ini pilu dan keji bagi anak perempuan, sebab tak ada tempat baginya untuk mengadu tanpa dihakimi. Akhirnya—ia membenci laki-laki, akhirnya, ia membenci hubungan pernikhan juga pada akhirnya ia membenci tuhan.
Tumblr media
1 note · View note
mahijaanstasia · 26 days
Text
PLOT ON : SIARAN LANGSUNG.
Wajah Anastasia nyaris memenuhi layar gawainya sendiri ketika jemarinya menekan opsi “Siaran langsung” pada aplikasi instagramnya yang baru-baru ini mencapai hingga 10.000 pengikut. Sang dara berdecak, sulit mempercayai bahwa kini ia berada di bawah naungan ATUT Entertaiment. Siapa sangka, perempuan muda yang kerap merutuki sistem kapitalisme itu pada akhirnya merangkaki sistem itu juga.
Apakah sedang berkompromi? Apakah sedang menikmati menjadi buruh atau komoditi? Atau memang telah lenyap waras dan meluruh sudah isi kepala dan ideologinya? Entahlah—itu biar jadi rasahasia kecil yang disimpan oleh Anastasia.
“Halo teman-teman…” dengan canggung kuasa Anastasia bergerak membelah udara, digerakkan ke kanan dan ke kiri seolah tengah menyapa seseorang. “Wah, halo…. Terimakasih sudah menonton siaran langsung saya ya!” Ucapnya antusias.
Inilah yang sebetulnya dicari oleh Anastasia, sebuah ketenaran—sebuah pengaruh, hingga ia bisa menyebarkan isu-isu perempuan dan kesetaraan gender.
“Saya gak bisa lama-lama nih temen-temen, saya langsung ke pokok pembahasan saja, ya?” Ucapnya.
“Temen-temen, selama ini kalau kita mendengar soal kekerasan seksual, mungkin yang terpikir atau yang ada di kepala teman-teman adalah—oh, kekerasan seksual itu adalah bentuk dari kecacatan moralitas, atau Oh, itu karena seseorang tidak bisa mengendalikan nafsunya.” Anastia mulai menjelaskan—hilang sudah canggung yang melingkupinya bersamaan dengan banyaknya narasi yang keluar dari bibirnya.
“Nyatanya temen-temen, kekerasan seksual tidak hanya itu saja. Kekerasan seksual itu bukan sekedar karena ada yang mau menjadi korban atau pelaku. Tetapi kekerasan seksual ada karena relasi kuasa. Bahkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa, sebuah organisasi non-goverment nih, dikemukakan bahwa pada kasus yang mereka temui, pelaku itu memang merasa berhak untuk memperkosa korban.” Ah, meski tidak terlihat oleh kamera—tangan sang dara mengepal kuat, rasanya emosi dalam dirinya masih sama, masih susah dikendalikan.
Ia buru-buru menenangkan diri, berupaya menangani detak jantungnya yang bertulu-tulu. “Jadi, sebenernya—kekerasan seksual adalah sebuah tindak kekerasan yang dilatar belakangi oleh relasi kuasa, nah, apasih sebenernya relasi kuasa itu?” Anastasia berhenti sejenak—ia mengintip kolom komentar pada layar gawainya.
“Wah, wah. Ada satgas dari kampus merah muda… benar sekali jawabannya.” Senyum merekah jadi penghias wajah Anastasia, “Lebih tepatnya ketimpangan relasi kuasa ya. Ketimpangan relasi kuasa itu terjadi apabila pelaku memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding korban.” Sambungnya.
“Kekerasan seksual erat kaitannya dengan ketimpangan relasi kuasa antar jenis kelamin sehingga ada pihak (pelaku) yang menyalahgunakan pengetahuan, status sosial dan ekonomi atau hak nya untuk melakukan perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh khususnya alat vital dan fungsi reproduksi seseorang (penyintas) tanpa konsen atau persetujuan.” Anastasia diam sejenak, ia melirik kolom komentarnya lagi dalam sekali gerak mata sebelum akhirnya kembali fokus pada pembahasannya.
“Jadi, Relasi kuasa menjadi alat penindasan, ia ditentukan oleh hubungan hierarkis. Memiliki kekuasaan berarti memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang memiliki kuasa tersebut. Dengan memiliki kekuasaan, otomatis yang bersangkutan memiliki pengaruh termasuk terhadap orang-orang yang ia jadikan korban kasus kekerasan seksual.”
Anastasia memperbaiki duduknya, ia membuka lembar demi lembar catatan yang ia siapkan agar tidak terlewat dan keluar dari topik. “Menurut Foucault, kuasa dijalankan melalui serangkaian regulasi tertentu yang saling mempengaruhi. Kuasa menjalankan perannya melalui serangkaian aturan-aturan dan sistem-sistem tertentu sehingga menghasilkan semacam rantai kekuasaan. Secara garis besar, terdapat dua faktor terjadinya kasus kekerasan seksual. Yakni faktor penyebab dan faktor pemicu. Faktor penyebabnya ialah ketimpangan relasi kuasa. Sementara faktor pemicunya bisa bermacam-macam. Bisa karena perekonomian, pendidikan yang rendah, bisa juga karena pemahaman agama yang berbeda dan lain hal.”
Anastasia mulai bergerak gelisah dalam duduknya—ia memutuskan untuk mengikat rambutnya ke atas agar bisa lebih leluasa. “Maka, andaikata tidak ada ketimpangan dalam kehidupan masyarakat kita, akan sangat kecil kemungkinan terjadinya kasus kekerasan seksual.” Setelahnya, Anastasia membungkuk kecil, ia meraih gawainya dan memperhatikan kolom komentar.
“Saya bingung mau sambung apa, saya izin liat komentar ya. Silahkan tanya-tanya kalau mau.” Ucapnya.
“Oh ini, siapa pihak yang sering disubordinasi dalam relasi kuasa? Pertanyaan dari Mbak Ajeng, terimakasih sudah tanya ya, saya izin jawab.” Gawainya lantas diletakkan kembali, Anastias memilih duduk dengan posisi tegap.
“Kalau menurut saya pribadi ya, sebetulnya siapapun rentan untuk dipinggirkan. Tetapi melihat kenyataannya, kultur patriarki telah menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki atau sebagai masyarakat kelas kedua (second sex), sehingga perempuan dianggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam bidang politik, sosial, dan lain sebagainya dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki kekuatan penuh dalam kontrol sosial.” Anastasia bernafas berat, “Jadi ya daam hal ini, perempuan yang rentan disubordinasi.”
“Melalui pengetahuan saja contohnya, kita sering mendengar bahwa laki-laki dengan sosok maskulinitasnya adalah figur yang kuat sementara perempuan dengan feminitasnya adalah figur yang lemah. Hal ini jika terus menerus dilanggengkan maka akan membentuk suatu paradigma kepercayaan bahwasanya laki-laki memanglah sosok yang selalu kuat dan perempuan selalu lemah. Dengan begitu masyarakat memiliki pengetahuan laki-laki kuat dan perempuan lemah.”
Anastasia menunduk lagi, ia melirik kolom komentarnya. “Satu pertanyaan saja ya dulu? Bisa dilanjutkan kapan-kapan atau teman-teman tanyakan lewat DM, saya harus menangani pasien setelah ini. Terimakasih sudah menonton teman-teman.”
Ucapan tersebut mengakhiri siaran langsung Anastasia malam ini, ia mematikan siaran langsungnya dengan terburu-buru.
Catatan: Penulis memberi informasi berdasarkan apa yang penulis baca tetapi sebagaimana manusia yang tidak sempurna, penulis memohon maaf apabila adalah kesalahan dalam memberi materi/teori
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 26 days
Text
DATA DIRI:
Nama: dr. Anastasia Mahija
Nama panggilan: ANNE
Tempat, tanggal lahir: Rumah sakit, 8 Maret 1996.
Pekerjaan: DOKTER
Pekerjaan sampingan: Seorang feminist influencer, aktivis perempuan, kadang-kadang mereview buku-buku perempuan.
Alamat: Jl. Seberang wilayah, RT, 30, RW, 4. No, 77.
Kegemaran: Membaca.
Makanan kesukaan: Makan hati.
Alasan menjadi selebriti: Ingin melakukan propaganda media agar semua orang menjadi feminis.
Pendidikan terakhir: Dokter.
Warna kesukaan: Gak tau, males.
Tumblr media
0 notes
mahijaanstasia · 26 days
Text
BERKECAMUK, MENGAMUK LANTAS TUNDUK? TERKUTUK! SISTEM INI TERKUTUK.
Manusia, bagaimana mendefinisikan manusia? Bagaimana memahami manusia? Homo sapiens yang berhasil berevolusi dan beradaptasi dengan dunia yang fana hingga mereka berhasil merangkaki puncak rantai makanan?
Manusia? Sumber dari segala masalah? Makhluk mukhallaf yang dibenani tanggungjawab? Makhluk yang mampu menguasai makhluk lain? Atau mungkin yang paling dibanggakan oleh entitas manusia itu sendiri, manusia adalah makhkuk multiakal? Mereka yang memiliki berat otak yang jauh lebih berat dari hewan-hewan lainnya?
Bagaimana pun pendefinisian manusia, yang paling melekat atas mereka adalah “Superioritas,” itu nyata adanya dan dibuat seolah itu hakikat maupun mukjizat. Akhirnya, tekonstruksi keserakahan, akhirnya mereka saling berperang, mereka membentuk masyarakat kelas dan saling meminggirkan satu sama lain.
Maka—terkutuk, surga maupun manusia mengutuk perempuan sebagai entitas yang harus tunduk melalui sistem patriarki yang penuh konstruk! Bifurkasi stigma, tubuh perempuan dikekang dogma hingga mereka dihujam petaka.
Siapa yang tetapkan bahwa mereka adalah kelompok kelas kedua? Siapa yang tetapkan bahwa mereka boleh dan seharusnya didomestikasi? Ideologi kejantanan! Akhirnya apa? Akhirnya hanya ada manusia-manusia serakah, sedang sekelompok lainnya harus termangu atas doktrin inferioritas yang pagu.
Lahirnya—lahirnya mereka seolah hadir atas surga yang pencemburu. Dalam puisi menjadi bunga paling indah, tetapi meski dirayu eksistensinya, mereka dianggap seolah tak punya esensi, hanya riak yang terlalu bergemuruh atau bahkan air yang paling anyir.
Kita harus menuntut! Menuntut—menuntut siapa? Menuntut apa? Dunia dibelenggu oleh sistem Kapitalisme yang turut meminggirkan perempuan, yang membagi peran dan tanggungjawab perempuan dan membatasinya hanya pada fungsi maternalnya saja.
Seolah mereka lupa bahwa peradaban dilahirkan oleh perempuan, bahwa punggung perempuan telah memikul perubahan sosial masyarakat pada masa kebuasan. Bahwa perempuan telah memberi emansipasi agar laki-laki bergeser dari perburuan yang menyita waktu menjadi petani lewat hubungan pernikahan!
LANTAS KENAPA?
KENAPA PEREMPUAN DIPINGGIRKAN?
KENAPA SISTEM BESAR INI MENINDAS PEREMPUAN?
HARUS APA?
KEPADA SIAPA KITA INGKAR?
SIAPA YANG HARUS DITUNTUT?
Anastasia Mahija—semula, entitas manusia dengn vulva dan rahim itu memilih mengutuk sistem kapitalisme yang hanya mengeruk keuntungan dari buruh perempuan, menjadikan mereka sebagai kelompok gender berupah rendah yang rentan dieskploitasi.
Tetapi, sang dara berbenah diri. Jika sistem besar tersebut memberi surplus dan kesempatan untuk mempengaruhi psikologis orang lain agar selalu takut—agar selalu mengikuti trend, agar mematuhi dan mengikuti perkataan selebriti pujaan mereka seolah itu titah Tuhan.
Kenapa tidak merangkak masuk ke dalam sistemnya, menjadi perempuan yang digemari oleh perempuan lainnya. Menggunakan sosial media dan ketenarannya sebagai tempat propaganda dan menjadikan semua orang FEMINIS? KENAPA TIDAK?
MARI ANASTASIA, MARI MERANGKAKI SISTEM KEPARAT ITU, MARI, MARI MEMBUNUH SETAN-SETAN PATRIARKI MELALUI SITEM YANG MEREKA CIPTAKAN SENDIRI.
Tumblr media
0 notes