Tumgik
pasarwedhus · 7 years
Text
tak berjarak waktu
di sini di sana berjarak ratusan kilo beberapa tahun lalu atau entah esok hari bagiku tiada beda bukankah kau, juga aku sudah lebih jauh dari itu semua?
0 notes
pasarwedhus · 7 years
Text
Do'a
Mulai dari SMA seingat saya, mulai sering mendengar Do'a dibacakan: "... dan tunjukkanlah yang batil itu sebagai batil dan karuniakanlah kami kekuatan untuk menjauhinya". Dalam bahasa Arab ternyata sudah sering dilafadzkan tetapi saya tidak paham artinya. :)) Sampai sekarang kalimat Do'a itu merupakan salah satu Do'a populer yang dibacakan orang. Pertanyaan yang timbul belakangan ini dalam benak saya, masih kurangkah contoh kebatilan yang diperlihatkan Tuhan sampai kita masih belum menjauhinya?
0 notes
pasarwedhus · 8 years
Text
Islam yang Tepat Waktu dan Kebablasen
Sudah dipublikasikan di islami.co
Suatu sore sepulang kerja, waktu menunjukkan sudah memasuki maghrib. Sayup-sayup terdengar suara adzan dari kampung sebelah. Karena tidak ingin ketinggalan jamaah maghrib di masjid kompleks, bergegas saya menyambar sepeda dan langsul pancal ke masjid.
Saya bersyukur ternyata sholat belum dimulai. Justru masjid relatif masih sepi. Hanya ada dua jamaah yang sedang duduk di dalam. Tak selang berapa lama saya ikut duduk, salah seorang bapak yang sudah ada sejak tadi menyodorkan mikrofon kepada orang yang masuk bareng dengan saya. Oh, masih belum adzan, pikir saya. Tetapi tiba-tiba, mikrofon ditaruh kembali, si orang itu berdiri diam. Ada apa? Selang beberapa saat, terdengar suara alarm “TIIIIII…….TTTTT!!!!”. Dengan sigap mikrofon disambar dan lantas terdengar kumandang adzan dari orang tadi. (Bagi yang belum familiar, alarm waktu sholat sedang nge-trend di masjid-masjid perkotaan belakangan ini).
Dengan takjub saya berkata dalam hati, “Allahu Akbar, Pekok e…..!!!!”
Kenapa harus menunggu alarm berbunyi dulu sih untuk adzan? Padahal jelas-jelas waktu sudah memasuki maghrib. Adzan sudah menggaung dari beberapa masjid sekitar. Ada dalam benak saya untuk membisiki Muadzin itu “Ini waktu sholat Akh, bukan absensi kantor” tapi urung saya lakukan.
Sepulang sholat, jadi teringat dengan kebodohan saya yang sama beberapa tahun sebelumnya. Waktu itu pulang dari dinas, semobil dengan teman-teman kantor di Denpasar. Tiba-tiba mbak Putu nyeletuk, “Loh, lu nggak batalin puasa? Kan dah waktunya”. Sambil liat HP, saya jawab “Ntar, masih kurang dua menit.” Doski langsung bales lagi “Halah, dua menit sih nggak material”.
Mendengar celotehan Mbak Putu yang notabene beragama Hindu itu, saya merasa tertonjok. Seolah-olah Doski bilang, ini orang Islam ribet banget cara beribadahnya. Saya langsung menyadari ketololan saya bahwa matahari sudah terbenam, dan saya lebih percaya kepada aplikasi HP. Jahilun Murokkab!
Qur’an mengatur waktu sholat berdasarkan posisi matahari, bukan jam. Dan waktu sholat adalah interval, bukan berhenti pada satu waktu. Jadi sudah memasuki waktu dzuhur adalah ketika matahari sudah mulai condong ke barat sampai dengan bayangan sudah sama panjang dengan objeknya. Baru kemudian masuk waktu ashar sampai matahari tenggelam, dsb.
Sekarang kita semua dipendekkan nalarnya dengan maghrib adalah jam 18 lebih sekian menit pas (tidak kurang, tidak lebih), di mana sebuah stasiun TV menayangkan perjalanan ke Raja Ampat hanya untuk mengumandangkan adzan. Ternyata ada ya madzhab yang untuk adzan pun, harus jauh-jauh terbang ke Papua.
Belum habis kaget saya dengan terciptanya alarm adzan di masjid, muncul tambahan tips dalam ber-sholat yang ditempel di masjid kantor. Point pertama yang menjadi kurikulum adalah, kesalahan dalam sholat, dengan pasal pertama - tidak menyegerakan sholat setelah mendengar adzan adalah suatu kesalahan.
Loh, berarti sholat yang tidak segera setelah masuk waktunya itu salah. Kalau salah berarti tidak sah. Tidak diterima Tuhan. Saya yang sering terlambat dalam sholat langsung “gemetar”. Jadi, sholat yang selama ini saya lakukan, sia-sia!
Bandingkan dengan di kampung, adzan ashar berkumandang sekitar setengah lima sore adalah hal yang biasa. Bukannya tidak mau tepat waktu, jam segitu adalah waktu normal petani selesai nyawah. Bayangkan kalau waktu manjing ashar, harus sholat di masjid, maka minimal jam 2-an siang para petani harus sudah berada di rumah. Butuh waktu juga untuk membersihkan lumpur-lumpur dan keringat. Jika setelah sholat ashar mereka harus ke sawah lagi, tentu tidak efektif. Dan perlu digarisbawahi lagi, jangan mengecap orang-orang di kampung malas adzan, muadzinnya sendiri jam segitu masih ada di sawah.
Jadi kangen dengan komentar bijak seorang Kyai, “Ealah, cah kui sregep banget. Wes mlebu wayah maghrib wae ijek gelem sholat Ashar.”
Gelombang islam yang sekarang populer justru islam yang formal dan kaku. Islam yang harus dapat diukur, accountable, kasat mata dan bisa dibandingkan-bandingkan. Entah antar sesama orang islam, atau dengan pemeluk agama lain. Di mana untuk sholat harus ada orang lain yang tahu agar bisa menjadi saksi atas kealiman kita. Jika tidak ada yang pernah menyaksikan engkau sholat, maka engkau adalah kafir! No matter what!
Padahal sejatinya agama adalah jalan untuk menemukan keromantisan pribadi dengan Tuhan, melebihi keromantisan hubungan suami istri. Bagaimana mungkin engkau mengeloni istrimu di depan umum?
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Quote
untuk Marsha cahayaku nggak ada kata yang bisa aku sampaikan selain maaf dan terima kasih sudah memberikan arti di hidupku yang sempit ini aku harus pergi, bukan meninggalkanmu tapi hanya terlepas darimu jika kamu yakin akanku maka memang cara inilah yang terbaik untuk dijalankan
Sabrang Mowo Damar Panuluh
Permintaan Hati
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
There Are Two Types
Ada yang bersepeda, ada yang sepeda-sepedaan. Yang bersepeda adalah bapak-bapak siomay pink yang di kemudian hari membuka kios di daerah Palmerah. Yang sepeda-sepedaan adalah mereka yang mulai ngonthel keliling Monas, tapi dari rumah sepedanya dinaikkan ke mobil terlebih dahulu.
Ada yang makan, ada yang kuliner. Yang makan adalah mereka yang patuh kepada Sunatullah bahwa tubuh membutuhkan nutrisi yang kemudian diberi alarm berupa rasa lapar di perut. Jadi prioritasnya adalah yang penting makan-nya. Yang kuliner adalah mereka yang lebih mengutamakan mulut daripada kebutuhan perutnya. Apa iya para pencicip rasa ini diberi anugerah oleh Tuhan untuk tidak mempunyai rasa kenyang?
Ada yang doing sholawat, ada yang singing sholawat. Emang beda? Ya jelas dong. Yang pertama adalah orang yang mengekspresikan rasa cinta kepada Rasul Junjungannya. Sedangkan yang kedua banyak kita temui pada saat bulan puasa, yang terdengar ketika kita berbuka di warung atau berbelanja baju di mall. Semacam yang satu mencintaimu, dan yang kedua mengatakan cinta padamu. Yang satu bernyanyi dengan jiwanya, yang lainnya lip sing!
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Jamaah atau Tidak?
Saya yang notabene dari kampung kaget dengan berbagai istilah islam kekinian yang mulai menjalar di Ibu Kota ini. Dulu saya hanya mengetahui istilah NU atau Muhammadiyah. Sekarang bertambah khazanah saya dengan informasi mengenai Ahmadiyah, Syiah, Sunni, Islamic State, dan baru-baru ini mulai terdengar juga adanya wacana tentang Khilafah dan Islam Nusantara.
Dengan agak bingung, timbul pertanyaan dari diri saya sendiri, Nabi Muhammad dulu mengikuti aliran yang mana?
Kebingungan itu tampaknya juga dirasakan oleh mama saya yang kebetulan sedang menengok anaknya. Suatu subuh, mama berniat jamaah di masjid depan rumah kakak saya di Cempaka Putih. Sepulang dari masjid mama lantas bercerita kalau tadi sholat subuh dengan tiga kali sujud di rekaat pertama. Setelah membaca ayat di rekaat pertama, tanpa rukuk, sang imam langsung sujud. Mama saya kaget namun masih tetap mengikuti sang imam. Sehabis sujud itu, sang imam langsung berdiri lagi melanjutkan membaca ayatnya.
Saya langsung tertawa mendengar cerita mama. Karena saya juga baru tahu kalau ternyata ada sholat yang seperti itu.
Kakak saya yang sudah lama tinggal di situ menjelaskan, sujud yang dilakulan imam adalah sujud karena telah membaca ayat sajdah.
Kakak saya melanjutkan ceritanya kalau makmum dan imam di masjid tersebut ternyata sering tidak nyawiji. Mereka merasa paling benar sendiri dalam melakukan sholat.
Pernah sang imam melakukan sujud as-sajdah tetapi ada makmum yang tidak mengikuti imam dan tetap berdiri. Adakalanya sang imam membaca doa qunut di rekaat kedua, tetapi semua jamaah tidak ada yang mengamini. Di hari berikutnya ada makmum yang lain mengingatkan imam berkali-kali dengan mengucapkan shubhanallah karena sang imam tidak membaca doa qunut. Di lain waktu ada imam yang lupa membaca doa qunut, sehingga beliau melakukan sujud syahwi di akhir sholat. Namun tetap ada makmum yang tidak mengikuti sujud syahwi sang imam.
Mama kemudian bilang, kalau sholat jamaah itu harusnya bersama-sama. Apa artinya dijadikan imam kalau tidak dipatuhi. Lagi pula, tidak ada yang tahu sholat siapa yang diterima oleh Allah.
Bisa jadi sholat yang dilakukan sang imam benar sehingga membuat sholat seluruh jamaah diterima. Atau bisa jadi ada satu makmum yang mengikuti gerakan sang imam yang mungkin salah, namun dengan rendah hati tetap mengikutinya membuat sholat seluruh jamaah diterima oleh Allah.
Saya jadi ingat satu cerita tentang seluruh penumpang pesawat yang seharusnya jatuh di daerah Jogja (karena kondisi pesawat tidak memungkinkan untuk tidak jatuh) ternyata diselamatkan oleh Allah karena doa satu penumpang yang dekat kepada-Nya.
Kalau dalam sholat jamaah pun masih ada yang belum benar-benar jamaah, bagaimana orang islam akan belajar dari bangsa Tionghoa yang sudah berjamaah dalam bidang ekonomi?
*NB: Kata mama bisa diganti dengan ibu, emak, umi, atau yang lainnya agar terdengar familiar.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Video
youtube
Ngapunten
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Peradaban Growak Ndase dan Pasar Moda(l)r
Kebanyakan orang Islam akan refleks untuk mengucapkan Alhamdulillah setiap setelah mendapatkan rezeki. Entah itu setelah makan, mendapatkan kesembuhan, dan apalagi mendapatkan transferan dari perusahaan (baca : gaji).
Untung ada "Alhamdulillah" lho.  Adabnya mengharuskan kita untuk berterima kasih kepada semua aspek yang berpengaruh hingga transferan tersebut bisa diterima. Kalau kita cut off, secara materi, kita harus berterima kasih kepada Bank Indonesia karena sudah menerbitkan uang - customer karena sudah membeli jasa/barang - Bank customer - Bank kita. Belum lengkap juga kalau belum menyebut Sergey Brinn & Larry Page karena sudah menghadirkan Android yang dengannya kita bisa menginstallkan Mobile Banking untuk nge-cek rekening. Itu baru dari arus uangnya. Belum dari penjual bensin yang yang sudah mengisikan bahan bakar ke mobil sehingga kita bisa mengantarkan barang dagangan, misal. Dibelakangnya lagi, mungkin ada mbah-mbah tukang pijet yang sudah mijeti penjual bensin itu sehingga dia bisa bekerja setelah seminggu "boyoken".
Mahasiswa di Semarang, sebagai contoh lain. Ketika makan Penyetan Mak Sum belakang fakultas hukum, akan tidak afdol kalau makan tapi tidak membayangkan kerja keras para petani cabai, penjual terasi, peternak lele, yang tanpa mereka kita tidak bisa menikmati santapan paling lezat seantero kampus waktu itu.
Maka, Alhamdulillah kita ucapkan sebagai perwakilan atas semua hal-hal yang terjadi dibelakangnya hingga sekarang bisa kita nikmati rezeki nya. Dengan kata lain, Alhamdulillah adalah short cut untuk mensyukuri serta mendoakan semua hal yang sudah diciptakan oleh Tuhan, karena tidak ada satu partikel pun di alam semesta ini yang sendirian. Semuanya saling terikat satu sama lain.
Growak Ndase Di sisi kehidupan lain. Mari kita ambil sektor ekonomi saja, yang pernah iseng saya pelajari selepas SMA, walau sampai sekarang masih belum juga saya pahami. Karena logika pemahaman yang sudah saya jelaskan di awal belum terpakai oleh para cendekia-cendekia ilmu ekonomi di Dunia saat ini.
Karena secara ekonomi, kebesaran Tuhan bisa diukur dalam angka dan persen. Lebih tepatnya, berapa persen pencapaian dibandingkan periode sebelumnya. Sebutkan apa saja, - Indeks Harga Saham Gabungan - Interest Overnight, SIBOR, LIBOR, JIBOR - BI Rate, Interest Loan - Omzet, Nett Income, Gross Profit, ROA, ROE - NPL, IRR, NPV, PP - GDP, GNP, Prediksi Pertumbuhan Ekonomi - dan juga Gaji/Pendapatan
Bahkan sekarang ukuran kecerdasan seorang manusia dan ukuran BRA pun diukur dengan angka.
Ilmu ekonomi yang sampai saat ini berkembang adalah ilmu "kacamata kuda," di mana kebanyakan teori dasarnya cemen bersembunyi di balik ceteris paribus. Gimana ekonomi mau menyelesaikan permasalahan hidup coba kalau aspek lain dianggap tidak ada.
Harga kecap Rp 10 ribu satu botol. Jika dalam sehari ada pembeli sebanyak 100 orang, dan warung buka selama 30 hari sebulan, maka dalam hitungan ekonomi omzet yang akan saya dapat adalah Rp 30 juta. Kenyataannya saya justru harus berhutang sebesar Rp 200 Juta untuk memperbaiki warung dan mengganti persediaan stok kecap karena kebakaran. Ditambah sebelum kebakaran, saya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3 Juta untuk berobat selama 10 hari akibat diare.
Tetapi apakah saya merasa rugi? Tidak jawab saya, karena nyatanya saya selamat dari musibah kebakaran itu. Ditambah lagi, saya juga sempet berbagi sedikit rezeki ke dokter yang mengobati saya.
Menurut kacamata ekonomi yang sekarang dipakai di seluruh dunia, saya mengalami kerugian. Analis Kredit Usaha Rakyat yang memakai ceteris paribus dalam pekerjaannya akan segera mengajukan lelang atas agunan kredit saya. Karena saya sudah wanprestasi dalam pembayaran angsuran.
Lha dipikirnya saya juga menghendaki adanya kebakaran itu?
Oalah ngger, ngger.. lha wong kuda saja nggak selamanya pakai  kacamata jhe.
Logika Pasar Moda(l)r Salah satu advanced step dari perekonomian saat ini adalah terciptanya suatu usaha yang barangnya tidak jelas kelihatan. Yang dilihat hanyalah asumsi dan analisis tentang keadaan perekonomian. Yup, Bursa Saham atau Pasar Modal (kalau mau menganalogikan dengan interest, ya silahkan). Ekonomi saja sudah terbukti tidak mampu menyelesaikan masalah, ini Pasar Modal masih berani menggunakan teorinya untuk memulai landasan utama usaha. Lah, bagaimana coba?
Syahdan di suatu planet, hiduplah para ilmuwan yang memegang tampuk informasi dan menggunakan alat bernama ramalan masa depan untuk melakukan suatu transaksi (baca: jual beli kondisi/keadaan). Bukannya apa-apa. Kalau memang keadaan Dunia saat ini hanya bisa mengakomodir sistem ekonomi yang seperti ini, ya silahkan, monggo-monggo saja. Saya hanya ingin urun rembug, urun ide.
Kemarin saya kaget,  ini keuntungan pasar keuangan lebih tinggi dari pasar riilnya. Kok bisa?
Saya kembalikan lagi ke topik tantang bersyukur yang sudah beberapa saat kita lupakan. Mbok ya, ketika mendapatkan keuntungan dari hasil trading, minimal ya mengucapkan Alhamdulillah dan membacakan Alfatehah kepada orang-orang kecil yang tidak kita sadari sebenarnya telah membantu kehidupan kita. Kalau mau lebih konkret ya harusnya pasar keuangan bagi-bagi semacam THR-lah untuk semua pelaku pasar riil .
Lha kalau tidak ada para petani cabe, petani merica, penambak garam, dan para pekerja yang dianggap rendahan itu maka INDF bisa gulung tikar. Kalau tidak ada pasar riil yang berkerja dibelakang panggung kita, kita hanya jualan abab, lho!
Kalau memang kejadiannya tidak seperti yang saya tulis ini, lantas seperti apa?
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
tan keno kiniro kinoyo ngopo
Mengurusi tiap tetes embun yang hadir sebelum kokok ayam jago. Menyamar menjadi para peminta hanya untuk menyapaku. Ada kalanya meniupkan angin untuk menggugurkan dedaunan di depan rumah. Dan kadang, bisa aku temukan dalam senyuman mbok jamu di pasar itu. Pasar Wedhus.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
History of A Creation
So, is there a God?
Tumblr media
Or there are so many Gods.
Tumblr media
Let’s imagine.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Godbless, Majnun, dan Gala Premiere
Kita bisa banyak belajar dari untaian syair lagu yang dinyanyikan oleh Haddratus Syekh “Godbless”, sebuah band yang berdiri tahun 1973. Lagu bertemakan Panggung Sandiwara menohok dengan lembut untuk mengingatkan kita semua bahwa kehidupan ini hanyalah sandiwara belaka. Saya bersyukur lagu tersebut sudah lama diciptakan sehingga sampai saat ini saya masih bisa menikmatinya. Bayangkan kalau lagu yang menyitir Al-Qur’an - laibun wa lahwun - tersebut dipublishnya sekarang. Pasti akan mendapat kecaman keras dari Front Pembela Icik-icik dan aliansinya karena dianggap mempermainkan Kitab Suci.
Loh, laibun wa lahwun sendiri kan artinya memang permainan. Jadi orang yang bermain tersebut dianggap main-main? Ya emang bener dong!
Bagaimana mungkin hidup bukan dagelan kalau kita berada di suatu peron, sedang menunggu kereta, kemudian kita mengucapkan selamat jalan kepada orang yang akan naik kereta duluan. Padahal kita tahu bahwa kita akan meyusul ke tujuan yang sama menggunakan kereta berikutnya. Bukankah lebih menyenangkan kalau kita mengucapkan sampai jumpa?
Saya menyapa dengan menggunakan gelar Haddratus Syekh kepada Godbless juga bukan sebagai olok-olok. Apa salah jika saya memberikan kehormatan untuk pihak yang bisa mengingatkan saya kepada kebaikan? Dan bukankah mereka adalah sebenar-benarnya Band Sufi (yang saya jumpai di awal-awal selain Padi yang semoga di kesempatan lain bisa saya ulas)  yang mengajak tanpa memerintah, memberitahu tanpa menakut-nakuti dengan ancaman siksaan Tuhan. Karena toh Tuhan juga nggak serem-serem amat kayak yang sampeyan bayangkan kok.
Semua jalan hidup bermuara pada Tuhan. Band Godbless mencari dan kemudian menemukan Tuhan dalam dawai gitar dan lengkingan suara Ahmad Albar, sang vokalis.
Berbeda dari Godbless, Qais si Majnun menemukan Tuhan dalam diri Layla. Bukan wujud Layla, namun dzat Tuhan yang mengeja wantah dalam diri Layla. Sehingga apapun yang berbau Layla, entah itu tembok rumah, tempat lahir, tetangga kota, tanah tempat Layla berpijak, rintik hujan, sampai dengan angin yang berhembus dari rumah Layla, bisa digunakan sebagai pengantar salam rindu bagi Majnun. Karena cintanya kepada Layla adalah juga cintanya kepada Tuhan, maka semua hal yang “berbau” Tuhan juga ia cintai.
Mencintai Pencipta, berarti mau tidak mau harus mencintai seluruh ciptaannya. Karena dalam setiap penciptaan akan selalu terkandung dzat Penciptanya. Jika anda mencintai Sambel Tumpang Koyor, berarti anda juga harus mencintai para pembuat tempe, karena Sambel Tumpang Koyor tidak akan menjadi Sambel Tumpang Koyor tanpa adanya tempe yang belakangnya “k” (tempe bosok). Lalu apakah ada satu atom pun yang ada di alam semesta ini yang bukan kreasi Tuhan?
Silahkan dicoba dijalankan sendiri tips di atas. Perbanyaklah bercinta dalam hidupmu niscaya tidak akan ada satupun benih kebencian yang akan muncul. Kecuali kebencian dari istri pertama.
Soal masalah cintanya Majnun lebih besar kepada Tuhan atau kepada Layla, biarkan besok dia pertanggungjawabkan sendiri di Padang Mahsyar. Kemungkinan jika ditanya oleh Layla dan kemudian oleh Tuhan di tempat terpisah, bisa jadi jawabanya berbeda. =))
Karena tidak menemukan bahan untuk menyambung bahasan sebelumnya dengan bahasan terakhir, maka langsung saja. Ada statement paling ciamik dari seorang yang saya anggap sebagai guru saya, Sujiwotejo, “tangis dan tawamu hanya berlebihan saat kau lupa bahwa hidup cumalah akting dari naskah semesta yg belum kau baca.”
Pertanyaan yang bisa diambil dari statement tersebut adalah, kapan kita nonton film nya? Tapi ya jelas Tapi mari kita kupas perlahan-lahan.
Pertama, di dalam setiap pementasan, pasti akan fade out (kalau istilahnya salah mohon dimaafkan). Entah itu satu persatu pemain tidak tampil lagi di dalam pementasan, atau secara berbarengan akan mengakhiri pementasan tersebut. Entah itu keluar dengan cara diculik karena melakukan perlawanan terhadap pemerintah, atau dengan cara dieksekusi karena menjadi kurir narkoba. Tergantung sutradaranya.
Nah, ngomong tentang sutradara, mari kita sepakati terlebih dahulu kalau sutradara yang dimaksud dalam pentas ini adalah Tuhan. Jika anda bersikukuh sutradaranya harus Hanung Bramantyo atau Fajar Nugros, ya silahkan anda yang bikin tulisan, nanti saya yang baca. Sampai di sini tidak ada yang yang keberatan kan? Baiklah kita akan lanjutkan.
Yang kedua, di dalam pementasan pasti ada plot yang akan menggambarkan akhir pertunjukan ini akan dibuat seperti apa? 
Dari genre melow, ada cerita yang diplotkan dengan “cause happy ending is too mainstream” contohnya Romeo & Juliet, atau Layla dan Majnun itu sendiri. Kalau cerita-cerita itu dibuat dengan happy ending, maka akan sangat tidak indah jika anda sebagai penonton kemudian melihat Romeo dan Juliet berdebat untuk menentukan akan mengambil cicilan rumah atau cicilan mobil terlebih dahulu. Atau Layla dan Majnun bertengkar gara-gara berebut ingin mencuci popok anaknya. Oleh karena itu, Sang Sutradara berencana menghentikan cerita di Plot tertentu yang dirasanya cukup untuk mengakhiri ceritanya.
Bagi yang menghendaki akhir yang bahagia, mari kita tengok Ainun Habibie yang pacaran, kemudian menikah, dan kemudian hidup bahagia di Jerman. Eh, tapi kok di akhir film terlihat Prof. Habibie menangis ya? Jadi ini termasuk Happy Ending atau Unhappy ending?
Padahal kita semua harus tahu, kalau kisah tidak selesai Romeo dan Majnun itu justru merupakan hal yang romantis. Sama seperti kisah seorang pecinta di tahun 70 an yang bela-belain naik bus malem puluhan kilo dari Jogja. Kemudian setelah berjalan sampai di depan rumah wanita yang dicintainya, dia langsung balik ke terminal untuk kemudian pulang ke Jogja. That’s it. Sorry to say but, ya dia tidak butuh membuktikan apa-apa ke wanita yang dicintainya. Karena bagi dia pembuktian cintanya adalah perjalan yang dilalui dalam semalam itu. Betapa romantisnya plot cerita itu.
Yang ketiga, selama ini kita dikisahkan bahwa di Alam Mahsyar akan dilakukan timbangan, kemudian akan dibagi-bagikan buku catatan kebaikan atau keburukan dan selanjutnya diperlihatkan gambaran apa yang kita lakukan selama hidup. Bisa jadi itu adalah Gala Premiere untuk film/pementasan seumur hidup yang sudah coba kita bahas dari awal tulisan ini. Mana ada hukuman yang lebih menyiksa dibandingkan dengan diperlihatkan semua aib-aibmu seumur hidup kepada kurang lebih 20 Milyar manusia (jika tidak percaya silahkan diriset sendiri). Dengan layar Multiquadruple IMAX, Ndolly Digital Surround Soud, serta effect 4DX, maka penonton akan dapat merasakan goyangan dan semprotan-semprotan air yang pernah terjadi di dalam hidupmu.
Dan di sanalah kamu akan berdiri dengan satu kata takjub. Jiancukkkkkk!!!!!!!!
Akhir kata, jangan percaya jika ada yang mengatakan tulisan ini merupakan hasil dari ketercerahan pikiran dan hati penulisnya. Di mana coba letak ketercerahan dari tulisan yang dibuat menjelang tengah malam dengan teman secangkir kopi dan dua batang rokok ditambah dengan hati yang nostalgia tapi tetap mendengarkan Larc~En~Ciel yang digeber keras?
Tiba-tiba terdengar ketukan dan suara memanggil, “Ainun? Ainun kan?“
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Agama Apa Aja
Sempat kaget waktu menulis di form untuk pembuatan surat keterangan lahir dari rumah sakit. Agamanya apa? Reflek langsung ingin lari dan menghampiri anakku dan berkata, “hei nak agamamu apa?” Tapi aku urung berkata seperti itu ke anakku karena khawatir dia langsung bangkit dan berkata seperti Bayi Nabi Isa, “wahai bapak, sesungguhnya Tuhan itu hanyalah Allah, dan aku disini diutus oleh Beliau untuk menunjukkan jalan yang benar bagi kalian semua, wahahahaha.. ” Dan tentu jika adegan itu terjadi, maka aku akan menjadi bapak seorang Musailamah Al Kadzab junior. Kolom agama dalam surat keterangan kelahiran juga tidak perlu-perlu amat. Karena bukankah semua bayi yang lahir itu dalam keadaan muslim, bapak ibunya lah yang kemudian menjadikan sebagai Nasrani, Yahudi, atau Majusi? Tapi karena aku tidak mengisikan apa-apa dalam kolom itu, aku telah menjadikan anakku sebagai seorang atheis!
1 note · View note
pasarwedhus · 9 years
Text
Pulogadung - Harmoni
- Ada orang hebat yang dengan semangat kesederhanaan mencalonkan diri menjadi sopir. Setelah menjadi sopir, angkutan dibawa ke tujuan kondekturnya. - Ada yang rela hujan-hujan dan kebanjiran mendukung jagoannya di depan pengadilan yang dihakimi oleh tetangga kawan sang jagoan. - Ada penumpang yang dulu mati-matian mendukung sang sopir, sekarang mati-matian menyalahkan sang kondektur. Karena sang sopir sudah tidak mau mendengar teriakan penumpang. - Kondektur merasa tidak ada apa-apa dengan kelakuannya menaikkan banteng ke dalam kendaraan. Mumpung sopirnya anak angkatku, katanya. - Jagoan yang sudah menang sidang ganti mengancam para montir sebab berencana menggagalkan penunjukannya menjadi penjaga malam kendaraan. - Di bagian kanan terdengar sayup-sayup keributan penumpang yang menuduh penumpang yang duduk di sebelahnya tidak akan masuk surga, karena kursi yang didudukinya adalah milik setan. - Sementara itu, di bagian belakang kendaraan, ada seorang bapak yang sedang asyik mencuci popok anaknya yang baru lahir.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Zaman Plastik dan Ilmu Ikhlas
Move on adalah dengan menggantikan barter dengan pertukaran digital. Kita pegang plastik yang dibuat menjadi ukuran tertentu hingga muat untuk dimasukkan ke dalam dompet dan kantong baju kita. Sementara angka-angka pada kartu diputar menggunakan kesepakatan tertentu hingga nilainya terus beranak-pinak. Dan tanpa kita sadari, penggandaan angka-angka tersebut langsung di top-up ke saldo pahala kita oleh malaikat Roqib, karena keuntungan tersebut langsung kita sedekahkan kepada para pemilik Bank tanpa pernah kita tahu berapa jumlahnya. Betapa hal tersebut merupakan suatu bentuk amalan yang utama. Bukankah sedekah sebaiknya tidak diketahui tangan kanan maupun tangan kiri bukan? Belum lagi kalau kartu itu hilang, kita tidak akan bisa mengklaim agar saldo kita dikembalikan. Sementara pencatatan nominal uang tersebut langsung pindah ke rekening pendapatan Bank. Ah, betapa jaman sudah semakin canggih. Dan manusia akhirnya akan sanggup mencapai sari kehidupan, ilmu ikhlas.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Text
Sukses Adalah ..
Jadi yang masuk surga hanyalah orang-orang yang sukses? Ah, jika sukses diukur menggunakan perhitungan jaman sekarang, Nabi Muhammad juga gak bakalan masuk surga.
Lha wong menurut beberapa riwayat, ketika meninggal beliau masih mempunyai hutang.
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Photo
Tumblr media
Setiap satu kerlip cahaya langit di malam hari, bisa jadi adalah sebuah galaksi. Jadi seberapa luas semesta ini?
0 notes
pasarwedhus · 9 years
Photo
Tumblr media
Yth. Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, mohon untuk kolek data terlebih dahulu ke Prof Habibie, apakah waktu kecil beliau memakai pakaian yang berSNI?
0 notes