Tumgik
penahisasworld · 5 years
Text
Cermin : "Tertutup Namun Terlihat
Seorang perempuan mengunggah foto dirinya yang tanpa jilbab ke status wa, tetapi dengan privasi hanya teman-teman perempuannya yang dapat melihat SW itu.
Seketika bejibun komentar dari teman-temannya; "Astaghfirullahitu aurat", "Jangan lepas jilbab yang setelah lama kamu perjuangankan" "jilbabmu kemana?" "Sekalian aja jadiin PP!" Dan beragam komentar lain yang sejenis.
Perempuan itu menjawab seadanya "Iya aurat" , "nggak berani jadiin PP takut orangtuanya masuk neraka heheh," , "lagian aku private kok" ,"hayu atuh nasihati aku, lagi bingung nih".
Balasan teman-temannya beragam lagi; "Lah tau aurat ngapain upload gituan" , "Sama aja upload gitu jeblosin ortu ke neraka, di privasi tapi pamer," , "aurat perempuan itu semuanya, sayang" ,ada juga yang kirim video nasihat gambarnya wanita bercadar dan berjilbab lebar.
Kebanyakan teman-temannya memang yang berjilbab lebar, ada juga yang bercadar ya pantas atuh komentar nya banyak yang kontra dia upload foto tanpa jilbab.
Di tempatnya, perempuan itu tercenung. Bingung dengan sekelebat pertanyaan yang selama ini berputar-putar di otaknya. Sebuah pertanyaan yang dijawab dengan pernyataan namun tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti labirin. Seperti Paradoks Russel.
"Jika perempuan adalah aurat, sumber fitnah, dan semuanya yang ada pada perempuan adalah aurat, kecuali ketika shalat atau setidaknya yang umum di lihat. Dan tujuan perempuan menutup aurat itu untuk melindungi dari fitnah, agar tidak di lihat yang bukan mahram, agar membantu menundukkan pandangan kaum pria. Tapi hey! Sekarang tujuan itu seperti sudah melenceng dari yang semestinya, iya mereka menutup aurat, bagus kok. Tapi kenapa malah disebut melenceng? Lihat sekarang udah ada dunia baru, tempat orang-orang nongkrong dan menjelajah dunia tapi orangnya tetap diam di tempat, Dunia Maya. Lihat di sana! Beragam spesies manusia ada semua."
"Berhubung yang sedang dibahas perihal menutup aurat, saya hanya akan menjelaskan satu spesies itu."
Perempuan itu diam sebentar, menyeruput kopi hangat yang cukup lama didiamkannya. Terlihat santai.
"Zaman sekarang ada yang tertutup tapi hakikatnya ingin dilihat."
"Contohnya apa? Udah pake jilbab, lebar banget, bahkan ada yang cadaran, maen hp buka fitur kamera, cekrek-cekrek, pilih yang sekiranya bagus, atau edit dikit ubah filter, udah perfect buka sosmed; FB, WhatsApp, Instagram, LINE dan sejenisnya, unggah deh foto itu, tambahin caption-caption dakwah. Seketika saya bertanya terhadap diri sendiri; biar apa dakwah tapi foto diri sendiri? Kok kesannya kayak ingin dilihat ya, pamer foto pribadi, nunjukin seakan 'saya berjilbab lebar, saya cadaran nih' , atau juga kesannya kayak yang nunjukkin bahwa yang sholihah itu seperti itu; yang jilbabnya lebar, cadaran, pake jubah,dsb. Kenapa tidak memakai foto kucing, kurma atau bunga mawar tuh yang identik dengan wanita muslimah?"
"Terus juga sekarang banyak beredar video dakwah tapi gambarnya wanita jilbaban, cadaran, kayak video yang dikirim tadi, kok kayak yang ingin dilihat gitu. Cantik, bundar matanya, lentik bulu matanya, tebal alisnya, Jadi jatuhnya laki-laki tuh pada tambah penasaran ke yang pake cadar, gimana ya wajah di balik kain sakral itu? Kan? Kan? Kalau di dunia nyata aja bisa tuh nundukkin pandangan kaum pria, kalau di depan gak tau kalau di belakang kan heheh. Apalagi yang di dunia Maya, tidak gampang menundukkan pandangan laki-laki kalau udah lihat akhwat jilbab lebar, apalagi yang memakai cadar. Sosmed untuk umum kan? Bebas buat siapa saja suguhan yang ada di sana."
"Nih juga, kalau perempuan itu sumber fitnah, tapi dari apa dulu? Menurut saya dari jadi bahan omongan. Kenapa? Why? Contohnya kita tinggal di suatu desa yang mayoritas penduduknya tidak terlalu Islami. Kita baru saja dapat hidayah buat tutup aurat, mulailah pakai pakaian yang longgar, atau banyak yang langsung pake gamis, jilbab lebar, kaos kaki, atau bahkan cadar, warnanya gelap lagi. Dia keluar rumah, tetangga yang lagi kumpul pada ngeliatin, bisik-bisik, 'tumben dia pake jilbab', 'wah kayaknya dia ikut aliran apa gitu', 'serem euy kayak teroris', ada anak kecil teriak 'mamah ada ninja' mulai deh di situ kita jadi bahan perbincangan, hayo kalau jatuhnya ghibah, kita juga kena dosanya hlo, walaupun apa yang dibicarakan tidak sesuai dengan apa yang kita niatkan."
"Kita mah niat nutup aurat kan, tapi kenapa jadi bahan omongan?
Karena kita berlebihan, mencolok dari yang lain, dan saya yakin jauh dari lubuk hati dan setidaknya sedikit, kita ingin jadi pusat perhatian, ingin di lihat makanya di unggah ke sosmed!".
Jilbab itu nggak wajib, yang wajib itu menutup aurat. Jadi jika tidak ingin menjadi fitnah, ya jangan berlebih-lebihan. Sesuaikan dengan lingkungan asal tidak melenceng dari kewajiban. La Tusyrifu!
Kembali lagi ke tadi perempuan yang upload foto tanpa jilbab, sebenarnya dia hanya ingin menguji kesadaran teman-temannya, apakah mereka paham atau emang belum paham. Tapi kebanyakan mereka sudah paham, perempuan itu aurat, tapi mereka tidak sadar kalau mereka masih mengunggah foto dirinya yang tertutup ke sosmed.
Tertutup tapi sejatinya ingin dilihat!
Dan jika dilihat dari perempuan yang mengunggah foto tanpa jilbab sebenarnya dia juga jadi bahan fitnah, tapi kita lihat surah Al Kahfi ayat 60-82, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Kalian akan mengerti setelah membaca dan memahaminya.
#penahisasworld
6 notes · View notes
penahisasworld · 5 years
Text
Lapang
Tidak ada rangkulan atau apapun itu untuk yang sekarang. Semuanya seperti dominan pada yang sudah dominan. Hidup penuh tingkatan gradasi. Tidak ada kerataan.
Pada awalnya saya hanya mengetahui secara teori perihal ‘penilaian manusia’. Tapi, sekarang saya merasakan betapa kejadian nyata itu beribu kali lipat lebih menyakitkan sekalipun dari rangkaian diksi kesakitan menyedihkan seseorang. Bukan. Bukan haus akan penilaian, tapi hidup di lingkungan penuh kasta itu menunjukkan kualitas dirimu.
Awalnya ketidakpedulian menguasai pikiran dan kelapangan hati lebih diunggulkan selama menghadapi peristiwa yang sebenarnya mencubit hati. Tapi, untuk sampai sejauh ini, dirasa perlu mengupgrade diri sendiri agar bisa lebih berguna, agar bisa lebih berkualitas, agar bisa lebih bermanfaat. Ya. Pikiran positifnya, ini hanya perihal waktu.
Bohong jika tidak ada kesakitan yang dirasa dikala merasakan apa itu diskriminasi secara halus di hadapan publik. Sebenarnya kala itu pandangan sudah mengabur, dan ingin rasanya tenggelam di dasar palung lautan paling dalam. Merutuki diri sendiri, atas mungkin kesalahan yang tidak disadari. Ini lebih menyakitkan dari sekadar rentetan diksi ‘Jangan terlalu dipikirkan, penilaian manusia itu tidak penting, yang penting penilaian Allah.’
Guys, memang tidak ada yang salah dari kalimat itu, mungkin itu sebagai sedikit motivasi untuk jangan terlalu terpuruk. Tapi actionnya tidak semudah berkata ‘Jangan terlalu dipikirkan’. Lingkungan berperan besar atas kenyamanan kita hidup sehari-hari. Menabung ridho Illahi.
Hikmahnya kekuatan hati, kelapangan hati, orang yang jarang pernah merasa kesakitan pada batinnya, sebenarnya diragukan seberapa kualitas kekuatan hatinya, imannya.
Khawatir jika seketika beban menimpa dari berbagai sisi yang mengguncang batinnya. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Jadi, bersyukurlah kamu yang pada sewaktu-waktu beban berat menimpa, kamu tidak lagi kaget. Karena, kekuatan hatimu sudah terbiasa dengan hal-hal semacam itu.
Besok, mungkin kamu akan tertawa geli mengingat betapa dramatisnya dulu ketika dihadapkan pada hal yang tidak seberapa dibanding yang sekarang, atau yang akan datang. Oleh karenanya, kamu dapat mempersiapkan kelapangan hati untuk tidak merasa paling menderita menghadapi beban yang lebih berat dari hari ini.
Oke cukup sekian ungkapan diksi tidak nyambung dari saya, semoga setidaknya kalian yang membaca bisa menangkap makna dari tulisan absurd yang saya sendiri bingung tema pembahasannya apa :D.
2 notes · View notes