Tumgik
ayobercerita · 4 years
Text
Bertanya
Menurut saya, salah satu cara efektif untuk belajar adalah sering-sering bertanya. Entah bertanya kepada diri sendiri atau ke seseorang yang sudah ahli di bidangnya.
Saya sempat agak heran dengan salah satu cuitan seseorang di Twitter. Dia menyatakan rasa kagum terhadap salah satu rekan kerjanya yang punya akses ke berbagai informasi padahal tidak memiliki media sosial Twitter. Dari cuitan tersebut, saya jadi melihat ke dalam diri saya sendiri. Jangan-jangan saya ini orang yang malas bertanya makanya stuck di satu tempat.
Saya menyadari bahwa terkadang daripada bertanya ke seseorang, saya lebih memilih mencarinya sendiri di internet. Langkah ini mungkin engga sepenuhnya salah, tetapi saya melupakan satu hal. Lupa kalau informasi yang saya cari bisa didapatkan dengan mudah melalui bertanya pada orang yang tepat, dalam kasus saya adalah para senior dan superior di kantor.
Saya mencermati beberapa kasus di lingkungan dan teman-teman saya sendiri. Ternyata memang anak seumuran saya saat ini (millenials) cenderung membatasi interaksi dengan generasi sebelumnya. Senior dan atasan saya di kantor tidak pernah menggunakan media sosial sesering yang saya lakukan, namun mereka membaca dan menggali informasi dari orang-orang yang ahli di bidangnya. Mereka tidak membatasi interaksi antar generasi sehingga pengetahuan dapat diturunkan dengan mudah.
Saya yakin bahwa tidak semua informasi bisa kita temukan di internet. Saya yakin bahwa melalui bertanya, termasuk mengetahui cara bertanya dan urutan pertanyaannya, akan menuntun kita pada informasi yang lebih akurat.
Sementara pada kasus seseorang di Twitter yang sebelumnya saya ceritakan tadi, mungkin orang yang dia kagumi itu pintar dalam bertanya. Dia bisa mengakses informasi dari hal-hal sepele melalui warung kopi kaki lima, gerbong kereta, perpustakaan, taman kota, komunitas dan tetangga di rumahnya melalui bertanya. Dia bertanya, bertukar informasi dan mengonfirmasi semua hasil temuannya ke narasumber lain bahkan mungkin di internet sekalipun. Kuncinya hanya satu, mau bertanya.
0 notes
ayobercerita · 4 years
Text
Berlian
Seorang dosen mata kuliah bisnis pernah berkata kepada kami ketika pembelajaran berlangsung, "Seseorang akan keluar semua potensinya kalau dalam kondisi tertekan. Sama halnya seperti karbon yang berubah menjadi berlian."
Awalnya saya menga-amin-i perkataan tersebut karena memang dosen tersebut termasuk salah satu idola saya. Dia cakap, cekatan, cerdas dan berkompeten. Tidak mungkin skill tersebut dia dapatkan tanpa adanya berbagai macam tekanan selama dia menempuh studi di luar negeri. Dia pun sempat menjelaskan bagaimana proses dia mendapatkan semua yang bisa dia nikmati sekarang, termasuk gelar.
Namun perlahan saya menyadari sesuatu bahwa ada yang mengganjal dalam ucapan belio. Saya tidak mau menyalahkan karena kita tidak sedang mencari pembenaran. Saya hanya naif saja menerima ucapan belio dengan gamblang tanpa ada pemikiran kritis lebih lanjut. Padahal sebuah material karbon harus ditekan salam suhu bumi yang sesuai dan dalam waktu jutaan tahun untuk menghasilkan berlian cantik. Lalu, kamu mau ditekan sampai kapan? Sudah sesuai belum tekanan yang kamu terima ini? Apa benar kompetensimu naik dengan cara seperti itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang berputar di benak saya..
0 notes
ayobercerita · 7 years
Text
Jangan Sombong Sebelum Pake Telkomsel
Ingat kasus website Telkomsel dibobol hacker fakir kuota? Itu bukti kalau Telkomsel emang ditujukan untuk kaum jutawan!
Saya adalah pengguna Indosat pasca bayar. Dalam satu bulan, bisa habis 120 ribu untuk pulsa saja. Itu sudah semuanya sih, termasuk telepon, sms (masih jaman ya) dan internet. Alasan kenapa saya memilih paket ini, ya karena 100 ribu-an sudah bisa internetan 4G sepuasnya. Eh, tunggu dulu, yakin?
Bila dihitung dari jumlah pengorbanan yang dikeluarkan, 120ribu/bulan, sebenarnya cukup “murah”. Lha wong, sudah dapat bonus 60 menit telpon ke semua operator, 60 sms ke semua operator, telpon & sms sepuasnya ke sesama dan internet 4G sampe jebol. Mantab, kan?
Cuman, yang bikin saya geregetan itu internet 4G-nya itu, lho. Ini Indosat dulu pas kuliah teori perkembangan jaringan internet di Indonesia gapernah masuk apa ya? Mosok ngenet 4G sama 3G ngga ada bedanya. Sama 3G, lho bayangin, bukan HSDPA. Itikiwir tenan.
Ada beberapa teori yang saya kembangkan untuk menjelaskan kenapa bisa lelet lelet mesakke begitu. Pertama, memang sengaja dibatasi sama Indosat dengan alasan banyak pengguna yang kalau sudah online bakal merugikan pihak Indosat, misalnya saya. Gini deh, saya lebih sering pakai internet untuk streaming YouTube, download film dan main Dota. Streaming pun engga pernah sampe HD. Lha wong ra kuat si Indosat. Download film juga tidak setiap hari, kalau ada yang terbaru saja. Main dota ini yang cukup merugikan.
Untuk bisa lancar main Dota, butuh internet stabil dengan kecepatan 200 - 400 KBps. Padahal saya main Dota bisa 3-4 jam (ini tergantung, kalau weekend segitu). Perhitungan kasar saya, 200 KBps (diambil minimal) itu kan per second dikali 3 jam (minimal). Dor! Kalau dianalogikan warnet masih pake kuota nih ya, mungkin setiap main game, saya disuruh bawa BPKB motor buat jaminan.
Teori kedua, sudah diatur untuk lalu lintas data dengan pengguna lain. Ini saya simpulkan karena internet Indosat cuman mentok sampe 50 KBps kalau habis magrib sampai jam 12 malem. Ndess, ini 4G apaan 50 KBps? Buat buka facebook aja kembang kempis. Mentok main dinosaurus di Google Chrome. Intinya, setiap habis magrib, sistem otomatis switch ke mode super duper ngirit tenan. Sebagai gantinya, pengguna prabayar diberikan akses internet 4G pada umumnya. Padahal pada umumnya 4G Indosat tetep elek.
Itu hanya sebatas teori ya, saya bukan pegawai Indosat. Ada hal aneh yang saya rasakan sebenarnya. Orang yang mengajak saya memakai paket Indosat pasca bayar tidak pernah mengalami kejadian seperti internet lelet. Dia kalau ngenet normal-normal aja, bahkan bisa stream HD. Mungkin dia lebih awal pake jadi kena jatah banyak, kali ya. Sementara saya kan paketan pas promo mau tutup karena chaos. Sebenarnya bukan rahasia lagi kalo indosat suka ngasih promo dan promonya chaos. Mungkin mereka provider yang suka ngasih prank ke pelanggan. Coba saja periksa media sosial mereka, pasti banyak netizen tipe flamer di kolom-kolom komentar. Jadi kasian liatnya.
Kesimpulannya, 100 ribu-an dapat 4G unlimited itu kudu bersyukur. Meskipun 4G-nya juga cuman ya, sak onone lah timbang ora. Langganan Wi-Fi aja minimal 200 ribu per bulan, harusnya 100 ribu murah kan? Kalau mau lebih sombong lagi paketan 1 juta punya Telkomsel. Itu cuman buat jutawan ya, kalau belum ya Axis lah minimal.
2 notes · View notes
ayobercerita · 7 years
Text
Tidak Ada Yang Salah dengan Membayar Lebih Mahal
Seorang dosen pernah berkata kepada saya di dalam sebuah kelas,
“Kalau kalian masih membeli barang karena harganya yang murah, berarti kalian uncivilized.”
Nasihat ini mengganggu saya setiap kali ingin membeli barang untuk keperluan jangka panjang, smartphone misalnya. Bagaimana tidak, lha wong saya saja orang kere masak mau kemaki dengan beli barang mahal. Yang ada saya harus puasa beberapa hari demi sebuah barang mahal, kan ora lucu kui.
Beberapa kali saya pun harus dilanda dilema setiap mau membayar sesuatu dengan harga yang murah,
“Mosok aku jadi uncivilized ntar, tapi uncivilized itu apa sih…?” “Kalau aku uncivilized kan artinya tidak beradab, kan aku masih pakai baju dan sopan.”
Ya, dilema seperti itu sukses membuat saya galau jika membeli sesuatu untuk keperluan jangka panjang. Sulit dijelaskan di mana salahnya beli barang murah padahal yang murah kan belum tentu jelek.
Ya, saya pengguna salah satu brand smartphone asal Tiongkok - terkenal murah - yang dibeli dari distributor. Maksudnya distributor adalah barangnya tidak resmi masuk Indonesia (semoga mereka sudah bayar pajak ya) sehingga harganya jadi jauh lebih murah. Awalnya saya tidak merasa keberatan karena Xiaomi memang tidak memiliki store resmi di Indonesia. Mereka juga tidak menawarkan jasa pelayanan purna jual, jadi tidak akan ada garansi resmi dari Xiaomi. Distributor hanya menyantumkan garansi khusus distributor yang dijanjikan bisa diganti apabila rusak sebelum waktu satu tahun. Entah ini benar apa tidak karena alhamdulillah saya belum pernah klaim garansi ke distributor.
Dengan membeli, berarti saya menyetujui. Saya harus paham dengan semua risiko yang akan ditanggung nantinya. Seperti embuh nandi le mengklaim barangnya pas rusak, port charger yang tidak sesuai dengan umumnya port di Indonesia, aksesoris yang susah ditemukan dan beberapa hal trivial lainnya. Menurut saya, itu masih bisa ditoleransi asalkan menjaga Xiaomi saya dalam keadaan sehat sentosa, tidak dipakai untuk kegiatan ekstrem apalagi dibanting-banting.
Namun yang susah adalah harus memakai firmware China, negara asal pembuat Xiaomi. Ada pilihan firmware (ROM) global yang bisa diunduh gratis di website MIUI, tapi kalau sudah diinstal tidak bisa konek ke 4G. Jaringan ini sengaja diblokir pemerintah karena Xiaomi yang saya pakai belum memenuhi syarat TKDN. Yasudah, saya masih bisa terima. Hanya saja dengan memakai ROM China, beberapa aplikasi menjadi sering error sendiri. Tidak banyak sih, hanya beberapa. Tapi aplikasi yang crash dengan sendirinya adalah aplikasi penting, tetap saja mengganggu. Ini hal trivial yang terjadi berulang-ulang sehingga sulit ditoleransi. Begitulah azab azab pemakai barang dari distributor yang tidak resmi.
Dua bulan berlalu, kaka saya ikutan membeli Xiaomi. Bedanya dia membeli yang versi resmi dan dijual di Erafone dengan harga 200-300 ribu lebih mahal. ROM yang digunakan sudah versi global dan bisa 4G. Artinya sudah memenuhi syarat TKDN di Indonesia. Saya coba gunakan beberapa kali dan memang benar. Barang resmi masuk Indonesia, terutama untuk Xiaomi, itu lebih bagus dari berbagai sisi. Saat dijalankan tidak ada hambatan, nyaris berjalan smooth. Tidak ada aplikasi crash yang suka keluar sendiri. Sinyal 4G stabil dan sudah tersedia PlayStore. Untuk versi ROM China engga ada PlayStore ya. Aplikasi bisa diunduh pakai appstore berbahasa mandarin, susah lah pokokmen. Kalau mau ada PlayStore harus mengunduh atribut Google baru bisa dipakai, ribet kan. Itulah nikmatnya beli Xiaomi resmi Indonesia, engga ribet.
Pengalaman kedua masih sama, seputar smartphone. Kali ini saya diberi kesempatan menggunakan henpon Samsung selama satu minggu. Dari segi harga kalau dikomparasikan jelas beda, Xiaomi far away lebih murah bisa sampe sejuta di bawahnya. Dengan spesifikasi yang sama, kadang lebih bagus Xiaomi malahan, Samsung diberi harga yang mencekik kebanyakan rakyat Endonesa, ya termasuk saya. Makanya ini diberi kesempatan pakai Samsung kan saya senang.
Henpon Samsung yang saya gunakan adalah tipe mid-end. Fitur yang dibawa pun khas henpon sekelas mid-end. Bedanya si Samsung punya beberapa fitur yang menurut saya, kok asik ya dapet banyak gini. Ada fitur yang khusus untuk mendaftarkan gawai (gadget) kita agar garansi bisa diklaim tanpa harus pakai nota, ini cukup keren meski masih biasa saja. Ada fitur yang bila diaktifkan akan menawarkan promosi dari berbagai brand bisa berupa kupon, potongan harga sampai gratisan. Semua sudah terintegrasi oleh brand Samsung cukup dengan logi akun Samsung. Fitur ini mulai menarik. Ada fitur yang bila diaktifkan melalui akun Samsung akan mendapatkan langganan majalah gratis dari berbagai penyedia majalah dan surat kabar di Indonesia. Entah bisa gratis sampai kapan, tapi fitur ini keren. Ada yang bisa meneruskan panggilan kita ke nomor orang lain saat baterai sudah low. Ada fitur keamanan berkendara yang ketika henpon Samsung kita ditelpon tidak akan bisa kecuali kendaraan kita sudah benar-benar berhenti. Keren kan, itulah kenapa brand ini mahal.
Dari segi performa hepon, Samsung bukan sosok dermawan saat memberi RAM. RAM yang diberikan tidaklah besar, tapi masih cukup. Namun yang bikin saya makin deg deg sir, henpon ini engga lag tuh. Aman-aman saja ketika dipakai. Berjalan smooth dan enak digrepe-grepe. Menurut sumber yang saya temukan, ternyata kinerja henpon Samsung bisa bagus karena didukung Touchwiz UI yang bisa bekerja efisien. Hasilnya selain smooth, baterai pun tidak boros. Cukup dipakai seharian dari pagi dicabut sampai menjelang tidur (jam 9 malem ya ini maksudnya)
Pengalaman ini mengajarkan saya kalau tidak ada yang salah dengan membayar lebih mahal. Dengan membayar lebih, kita pun bisa mendapatkan lebih banyak hal menarik dan bermanfaat. Wajar ya, barang murah itu sudah dipangkas sana sini demi menghemat biaya produksi. Sudah bayar murah masih mau dapat banyak, dasar tidak sopan.
0 notes
ayobercerita · 7 years
Text
Samsung, Simple dan Menggoda
Minggu lalu rumah saya sempat terjadi chaos gara-gara ada yang menikah. Sudah anak pertama yang menikah, pertama kali pula ngurus nikahan, ribet lah. Semua orang mondar-mandir dan kondisi rumah acak-acakan. Saat situasi sedang hectic harus menghubungi catering karena makanan kurang, henpon Ibu saya tiba-tiba meninggal. Die, blank, gabisa diapa-apain, matot, wes marakke nesu pokokmen. Melihat henpon-nya yang meninggal mendadak, ibu memanggil saya.
“Ini kenapa ya Pin? Kok tiba-tiba mati?”
“Lah? Tadi ibu apain? Jatuh po?”
“Engga kok cuman buat nelpon”, kemudian ibu saya sedikit cerita tentang kejadian henpon Samsung yang belio gunakan tiba-tiba mati.
Ya pantas saja, dipakai nelpon semua orang dalam waktu bersamaan gimana engga memilih suicide tuh henpon. Wajar sih, ibu kan ingin menjadi tuan rumah yang baik dan sigap dalam segala kondisi, hanya saja henpon Samsung yang digunakan sudah renta. Sehingga duet maut keduanya tidak harmonis.
Esoknya, dalam keadaan yang masih hectic, saya disuruh ke bengkel henpon Samsung. Sejatinya saya pun tak pernah tau service center Samsung itu di mana. Maklum ya, saya pengguna Xiaomi yang tidak pernah memiliki service center di manapun. Setelah debriefing cukup lama, akhirnya saya paham kalau di Jogja Tronik ada service center Samsung, tepatnya di lantai satu. Dengan masih mengenakan baju batik, celana klombor berbahan kain warna hitam, tas pinggang kecil mirip penagih utang panci yang suka keliling kompleks, saya pergi ke Jogja Tronik (JogTron).
Sampai di sana, toko pertama yang saya datangi malah Erafone cuman gara-gara bisa nyobain segala merk smartphone. Semua saya cobain sampai si embak embak SPG nanyain,
“Mas jadinya beli hape yang mana?”
“Jadinya saya mau ke toilet dulu, sebelah mana ya mba?”
Dengan muka bete, si embak menunjukan arah toilet.
Saya naik ke lantai satu dengan bersusah payah. Kenapa bisa susah payah? Karena sistem eskalatornya bikin pusing. Sering saya salah posisi, mau naik malah dapet yang turun. Mungkin bukan sistem peletakan eskalatornya yang bikin pusing, tapi saya saja yang kluthuk.
Karena saat itu siang hari, rupanya banyak yang antri pada mau benerin henpon Samsung. Merasa kok bakal suwe le nunggu, saya memutuskan untuk mengambil jalan lain. Kembali turun ke lantai dasar dan bertanya sama salah satu konter henpon.
“Mba, di sini ada service henpon terpercaya dan bagus ndak ya? Selain service center Samsung.”
“Coba ke T-cell mas, di sana paling bagus.”
Cuus meluncur ke bengkel henpon bernama T-cell (nama disamarkan ya)
“Mas mau serpis henpon Samsung. Ini tiba-tiba mati kemarin mas, kira-kira kenapa ya?”
“Coba saya tanyakan dulu ya……. Mas ini harus ditinggal, maksimal 3 hari nanti ke sini lagi.”
“Tapi saya ndak mau kalua tiba-tiba suruh bayar ya, pokoknya dicek dulu.”
“iya mas.”
3 HARI PUN BERLALU
Saya masih belum diberi kabar oleh mas-mas T-cell soal henpon Samsung kemarin. Saya coba telepon langsung dan disuruh datang saja ke T-cell buat ambil barang. Sampai di sana mas-mas T-cell memberi kabar kalau henpon ibu saya tidak bisa dibenerin. Mati, musnah, sirna, die, tak tertolong, lenyap, kudu tuku anyar gara-gara LC powernya mati. Duh deekk, saya harus pulang membawa kabar duka mosok.
Namun, sebelum saya pulang mampir ke service center Samsung sebentar. Ambil nomor antrian dan ternyata tidak terlalu lama antrinya. Saya sudah berburuk sangka dengan si Samsung, kupikir bakal lama eh taunya cepet.
Tiba giliran dan saya maju menemui emak-embak CS Samsung.
“Mba, ini henpon kemaren tiba-tiba mati. Bisa tolong diperbaiki?”
“sebentar ya mas, kami cek dulu mohon ditunggu.”
“Lama ya mba? Saya haru pulang dulu?”
“Paling lama 30 menit mas”
Buset dah Samsung bisa tau henpon kita kenapa-kenapa cuman dalam waktu 30 menit dibanding T-cell. Yaa, T-cell ndak salah sih, mungkin emang lagi banyak pelanggan jadi harus menunggu.
30 MENIT PUN BERLALU – Nama saya dipanggil
“mas ini henponnya sudah menyala.”
“loh kok… mba… bisa nyala?”
“ya dinyalain mas.”
Tetot, saya blank sebentar. Kirain bakal ganti mesin kan diagnosis sebelumnya tidak mungkin bisa ditolong.
Si embak kemudian menjelaskan kalau ternyata henpon kemarin tidak mati, hanya LCD blank dalam kondisi henpon masih menyala. Sederhananya, LCD henpon ibu saya harus diganti. Ongkos penggantian saat itu 840 ribu dan dikerjakan dalam waktu 3 hari. Itu juga gara-gara stok LCD habis jadi harus menunggu dikirim dari Jakarta, mungkin kalo stoknya ada bisa dikerjakan lebih cepat.
Ya begitulah kisah singkat dengan Samsung. Brand besar memang bisa dibuktikan reputasinya. Setidaknya dibandingkan T-cell yang harus nunggu 3 hari, udah gitu salah diagnosis. Mungkin mereka wes bete liat henpon jadul dengan tampang pemilik yang ngga kuat bayar mahal. Sejak kejadian itu, kok saya tergoda buat ganti Samsung ya...
Tetot. Belum sanggup beli.
0 notes
ayobercerita · 7 years
Text
Smartfren, Mulai dari Metamorfosis sampai Mimikri
Salah satu provider seluler yang saya favoritkan adalah Smartfren. Menurut saya smartfren pantas difavoritkan semua orang karena kualitas sinyal yang sangat baik. Ya, tidak ndet-ndetan njuk ilang. Stabil dan bisa dipaksa ngebut sampai 19Mbps konstan di rumah saya, kalau lain tempat biasanya beda ya. Oiya ini versi 4G yaa.
Semua berawal dari rekomendasi seorang teman yang memakai produk smartfren sebagai daily driver. Ya, dia menggunakan smartfren dari jaman belum ada 4G. Bisa dibayangkan dulu leletnya seperti apa sampai jadi salah satu produk meme unggulan dengan tagline “I hate slow”. Hanya saja, teman saya si hipster ini memakai smartfren untuk keperluan media sosial dan messenger. Tidak sampai menonton di YouTube atau bahkan main Dota. Menurutnya, smartfren cukup untuk sekeder bermedia sosial dan chatting.
Si hipster (teman saya) sampai rela mendemonstrasikan betapa bagusnya smartfren digunakan di segala medan. Bahkan dia masih bisa dapat sinyal di dalam lift menuju basement. Lucunya lagi, setiap demonstrasi yang dia lakukan sukses memikat hati saya. Kalau boleh saya sarankan dia jadi brand ambasador smartfren saja.
Akhirnya saya mengganti smartphone menjadi Andromax (yang saat itu masih CDMA, belum 4G). Dan ternyata beneran, smartfren engga jelek sama sekali. Sinyal bagus dan stabil di angka 100Kbps. Engga pernah naik atau turun. Konsisten banget emang mempertahankan tagline “I hate slow”. Cumam 100Kbps itu saat masih CDMA yaa belum 4G. Dijajal di berbagai medan pun sukses membuat saya makin jatuh cinta. Meski saat itu cuman Andromax C3 yang cuman punya RAM 512MB, tetap bisa syombong pake smartfren. Dipakai di basement, lancar ; dipakai di lift pun lancar ; dan saya coba travelling ke Pacitan pun masih lancar di tengah belantara perjalanan. Harusnya si smartfren saat itu pakai tagline “biar lambat asal selamat” jadi engga dibully habis-habisan.
Karena tak tahan dengan Andromax C3 yang suka ngambek kalo dipakai mainan lama-lama, akhirnya saya ganti. Dengan berganti smartphone lain, otomatis tidak bisa lagi pakai smartfren. Sedih kan yaa kehilangan sosok yang setia, stabil dan membawa kita selamat sampai tujuan.
Namun, smartfren tak pendek akal. Doi (smartfren) menjadi salah satu first mover yang membawa 4G ke peradaban Endonesa. Setelah sebelumnya ada Bolt 4G yang cuman bisa digunakan di ibu kota saja. Smartfren datang membawa angin segar. Doi menawarkan 4G ke hampir seluruh Jawa. Ya, saat itu coverage-nya baru bisa Jawa saja. Strategi pengenalan 4G-nya pun cukup cerdas. Doi mengenalkan lewat modem 4G yang umum disebut MiFi (Mini Wi-Fi) yang bisa diisi ulang langsung dapat kuota internet.
Suksesnya MiFi di Endonesa kemungkinan terjadi karena dua hal, pertama warga sudah bosan dengan sinyal lelet dan tak stabil. Kedua karena MiFi itu fleksibel dibawa ke mana-mana. Tanpa harus membeli smartphone Andromax, kita bisa menikmati layanan 4G smartfren. Asik kan.
Berubahnya smartfren dari CDMA ke 4G merupakan langkah besar yang baik. Bisa dibilang ini adalah metamorfosis yang sempurna. Cocoklah kalau sekarang pakai tagline “I hate slow”. Soalnya yaa memang bener-bener stabil dan kuenceng e ndess. Tenan.
Kenapa si merah bisa cepat? Rahasianya adalah pita frekuensi yang doi gunakan. Smartfren menggunakan pita frekuensi band 5 di 850 MHz sampai frekuensi 2300 MHz terhitung sejak tahun 2016 (sumber : kompas tekno).
Kemudian smartfren melakukan manufer lagi di tahun ini. Smartfren mencoba mengajak semua orang yang tadinya memakai provider seluler GSM pindah menjadi smartfren. Langkah ini dimulai dengan mengenalkan paket data smartfren GSM ke konsumen pengguna GSM. Paket besar dengan harga murah tentu saja menggiurkan semua orang. Yang jadi pertanyaan, bagaimana bisa smartfren menjadi GSM?
Jawabannya adalah dengan bermimikri. Smartfren GSM sejatinya ya smartfren 4G biasa cuman dilabeli GSM aja. Nama GSM di sini menurut saya cuman sebagai bahasa pemasaran agar lebih mudah dikenali. Lantas apakah bisa dipakai di smartphone GSM? Jawabannya iya, asalkan smartphone berada di band 5 frekuensi 850 MHz sampai 2300 MHz. Artinya tidak semua smartphone GSM bisa, hanya yang keluaran terbaru. Dan tebak kabar baiknya, hampir semua smartphone keluaran terbaru mendukung frekuensi 850MHz. Menarik bukan.
Ini langkah yang cerdas dan cekatan. Membidik pasar lebih cepat sebelum didahului provider seluler lain. Kalau sampai smartfren bisa dikenalkan sebagai GSM, bagaimana nasib GSM kalian? Masih mau pakai?
MiFi menurut saya pun salah satu langkah cerdas. Mengenalkan produk layanan 4G smartfren tanpa harus mengganti Andromax. Cukup dengan membeli MiFi smartfren yang disertai bonus kuota melimpah. Orang pasti suka.
Hanya satu yang belum dikelola sama smartfren. Kenapa tidak mengeluarkan paket praktis khusus online gamer yang membutuhkan kuota untuk bermain game. Tidak perlu secepat 19Mbps, cukup stabil dan konstan. Game online hanya butuh kecepatan stabil, tidak perlu terlalu cepat. Akan lebih baik kalau dikemas dalam bentuk MiFi yang fleksibel dibawa ke mana-mana. Jadi tetap bisa main Dota meski di gubuk ronda.
Sumber :
https://www.google.co.id/amp/s/app.kompas.com/amp/tekno/read/2016/12/14/11364887/resmi.smartfren.matikan.cdma.1.900.mhz
0 notes
ayobercerita · 7 years
Text
Teman Dikala Cari Bribikan
Bribikan, tidak semua orang akan paham dengan kata ini. Ya.. bisa dibilang gebetan atau anak gaul menyebutnya crush. 
Bel kelas berbunyi, semua anak bergegas masuk kelas, kecuali aku dan segelintir anak ngeyel. Menurutku bel berdering bukan pertanda masuk kelas, tapi guru bawa buku dari ujung jalan pertanda masuk kelas. Kalo ngga masuk minimal dijewer lah ya.
Pak Sukro datang dari kejauhan membawa buku matematika tebal. Aku pakai nama “Sukro” karena memang si bapak mirip tokoh di iklan Sukro, botak - licin - menggemaskan. Ok, bagian menggemaskan dicoret, intinya mirip Pak Sukro di iklan Sukro.
Belio masuk kelas lalu meletakan buku, mecoba membaca beberapa lembar lalu membuka kelas dengan pertanyaan.
“Ada yang ingin ditanyakan?” - Ya, Pak Sukro tipikal guru yang membuka kelas dengan pertanyaan untuk ditanyakan kepada dirinya. Mana kita tau ya, bisa bangun saja suda Alhamdulillah Wasyukurillah eh masih disuruh tanya. Mana tau kita mau tanya apa..
Kadang kepikiran buat tanya, “Pak, tadi pagi keramas pakai sampo apa?”, tapi tak kulakukan. Selain bakal tidak dijawab atau lebih parahnya dilempar kapur, bisa-bisa kualat-pulang pun tak selamat.
Pak Sukro juga tipe guru dengan vibra minim nyaris suaranya ikut ketelen kalo bicara. Dari belakang, belio kayak kumur2 sambil corat-coret papan tulis. Bayangin aja, kita itu belajar matematika sudah susah masih aja surah nebak-nebak gerak lidah kumur belio.
Aku yang duduk selalu konsisten di barisan ujung belakang tidak pernah denger belio ngomong apa. Ya itu tadi, mencoba menebak gerak lidah kumur sambil mencocokan dengan tulisan di papan tulis.
“Heeehhh nduulll... gundul.. gundull... gundul nulis, nggak denger lhoo ndull kamu ngomong apa” *sambil melempar pecahan kapur* - Dia adalah Tamam, teman satu bangku denganku.
Ya, memang demikian si Tamam. Suka ngomong seenak dia, Tidak peduli pak Sukro denger apa tidak. Dia adalah orang yang melihat dunia sebagai kanvas kosong untu digambar sesuka hati. Dia bukan orang yang dengan gampang mengikuti aturan. Selalu punya cara sendiri menghindari dunia yang penuh aturan.
Aku tertarik dengan Tamam karena memang dia orang yang lucu. Selalu punya ide buat bikin banyolan. Kelas jadi tak terasa membosankan. Si Tamam ini sejatinya anak yang cerdas. Dia bisa menyeleseikan soal matematika yang diberikan oleh Pak Sukro di depan kelas tanpa menunggu diberi rumus. Seolah dia tau ke mana angka mengalir dan dia pun tinggal mengiikutinya.
Namun, dunia tidak bekerja seperti matematika. Di pikiran Tamam, dunia masihlah kanvas kosong tempatnya berkarya. Dia lebih memilih menggambar di setiap lembar bukunya daripada harus menyeleseikan tugas matematika. 
Hampir setiap lembar hanya diisi gambar, bahkan buku paket matematika pun digambar. Gambar-gambar ilustrasi di buku matematika dia modifikasi sedemikian rupa sampai bergeser dari adegan guru memegang trapesium menjadi rocker yang sedang memukau penonton. Seru punya teman seperti dia, hidup tak pernah membosankan.
“Xianying, gundul ngga nengok nengo juga, ngga usah kerjain lah gambar aja”, begitu kata Tamam.
“Mam, daripada dengerin dia ngomong gajelas, aku mau curhat soal bribikan nih.” - Aku
“Gimana gimana?” - Tamam
bersambung.....
0 notes
ayobercerita · 9 years
Text
Kebetulankah sebuah pertemuan?
25 Januari 2015
Maaf kalo harus rehat menulis kisah Raka dan Mbah Sarinah (lagi). Bukannya tidak menemukan inspirasi, hanya saja otakku sedang terisi banyak hal untuk ditulis hari ini. Inspirasi menulis ini muncul ketika selesei menonton serial 'The Flash' episode 18. Aku sedikit berpikir mengenai arti sebuah pertemuan saat mendapati prolog episode 18 dari serial tersebut.
Kalau ditelusuri, aku sudah pernah membahas mengenai setting kehidupan dalam tulisan sebelumnya. Bisa dilihat kalau kamu memiliki banyak waktu untuk membaca satu-satu. Kali ini pun aku masih dihadapkan dengan pertanyaan sulit mengenai 'teman' atau bisa dikatakan 'teman-teman'. Siapa sebenarnya mereka dan apa misi mereka berada di samping kita selama ini? Kenapa kita harus bertemu dengan mereka? Kenapa harus orang ini yang menjadi teman kita dari sekian ribu kemungkinan bertemu teman lain? Sebuah kebetulankah atau memang takdir yang menentukan?
Banyak pertanyaan muncul ketika mendengar kata 'teman'. Otakku tidak pernah berhenti berputar bahkan untuk istirahat beberapa detik sekalipun. Pikiranku lebih mengarah pada setiap momen aku berjumpa dengan teman-temanku. Sebuah takdir yang menentukan? Atau hanya kebetulan belaka aku bisa bertemu dengan orang ini kemudian kami berteman? Sungguh sulit untuk dijelaskan. Namun aku yakin mereka muncul dari gabungan dua momen tersebut.
Aku juga berpikir bahwa teman muncul di sisi kita dengan membawa misi yang berbeda dari teman lainnya. Kita mungkin bisa bilang bahwa kita sama-sama bertemu di bangku kuliah, tetapi perjalanan hidup nantinya akan menentukan perbedaan fungsi dari teman tersebut. Aku selalu berpikir andai saja aku tidak sempat mengenal Aef, mungkin aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk menulis. Bertemu dengan Babi yang banyak mengajari cara tertawa di saat hati pun tak sanggup lagi menangis. Bertemu Tita yang selalu memberikan pandangan luas tentang bagaimana memandang dunia. Aku selalu bersyukur bisa bertemu dengan mereka, bukan berarti yang tidak kusebutkan menjadi tanpa arti. 
Tetapi ada sebuah pertanyaan besar ketika aku dihadapkan dengan bangku SMA. Saat itu mungkin pikiranku belum bisa selues sekarang. Bisa dibilang juga pikiran sempit yang sok idealis. Aku masih memandang bahwa dunia hanya sebatas yang ada di depanku saja, meskipun sekarang masih sama setidaknya aku sudah bisa melihat dari sudut pandangn yang berbeda. Saat itu aku bertemu dengan seorang gadis. Entah suatu alasan atau hanya lonjakan hormon semata, aku menyukainya. Kalau ada yang bertanya kenapa bisa suka, jawabannya sesederhana 'aku tidak tau'. Meskipun bisa jadi iseng semata aku menyukainya.
Singkat cerita, kisah kami tidak baik. Banyak sekali tantangan dan kesalahpahaman komunikasi di antar kami. Sulit juga untuk dijelaskan, meskipun itu hanya dalih kalau aku tidak ingin bercerita lebih.Hingga akhirnya kami memilih jalan masing-masing. Jalan ini membawa kami untuk tidak bisa bertatapan lagi satu sama lain. Entah akan bertemu lagi nantinya atau tidak, kami tidak punya pandangan soal itu.
Banyak pertanyaan muncul ketika aku dalam keadaan galau saat itu. Pertanyaan mengenai keberadaan gadis itu. Aku selalu mencari jawaban kenapa gadis itu harus dihadapkan kalau hanya berakhir dengan jalan tidak memuaskan. Kenapa harus dia yang menjadi gadis itu, kenapa bukan yang lain saja. Aku tidak punya jawaban tersebut sampai sekarang. Mengenai misi apa yang dia bawa untukku atau untuk apa kami harus bertemu. Meskipun segala macam bentuk perdebatan berusaha dihindari, hal itu tetap terjadi.
Sampai saat ini aku hanya memberikan satu kesimpulan. Bahwa setiap orang yang 'mampir' membawa misi yang berbeda untuk kita. Entah siapapun itu nantinya, keberadaan mereka bukan tanpa arti dipertemukan begitu saja. Untuk kasus si gadis, aku bisa mengambil pelajaran berharga darinya. Bahwa sesuatu yang dipaksakan itu tidak pernah berhasil bagaimanapun kamu berusaha memperjuangkannya. Aku memahami satu hal saat berusaha berkomunikasi dengan dia. Sesuatu yang selalu kulakukan tidak pernah bisa mencapai sasaran dengan tepat. Komunikasi kami banyak sekali menghadapi 'noise' yang kusebut itu dengan ketidakcocokan. Dari sanalah aku mulai sadar, semakin kamu mencoba untuk menyampaikannya, pesan tersebut malah semakin bias ditelan suara.
Kalau memang tidak cocok pada dasarnya memang tidak bisa semena-mena untuk dipaksaan. Seadainya waktu bisa diputar kembali pun, aku yakin hasilnya akan sama. Lantas misi si gadis hanya untuk mengajari itukah kepadaku? atau ada kejutan lain setelahnya, aku tidak tau. Kalau saja bisa bertemu, ucapan terima kasih yang pertama kali kulontarkan untuknya. Terima kasih sudah mengajariku sejauh ini untuk melihat bahwa dan memahami apa yang ada di sekitarku. Terima kasih untuk waktu yang singkat selama kita bertemu. Sekali lagi terima kasih sudah mau mengenalku.
Dan untuk teman-teman baru atau teman yang akan bertemu nantinya, apa misi yang kalian bawa? Aku tidak sabar menantikannya.
3 notes · View notes
ayobercerita · 9 years
Text
Raka dan Mbah Sarinah #6
Diajak Mikir
21 Januari 2015
Pukul sepuluh pagi suasana depan rumah Mbah Sarinah terlihat sepi. Dia juga tidak terlihat sedang sisik sujen seperti biasanya. Biasanya jam segini dia sedang membersihkan kandang ayam. Bisa juga sedang menyapu halaman depan. Bahkan tidak jarang sedang memasak untuk makan siang. Rupanya benar salah satunya, dia sedang memebrsihkan kandang ayam. Kandang ayam yang dia bersihkan tidak jauh dari markasnya menyisik sujen. Sama-sama terletak di depan rumah dekat dengan jalan. Tidak lama, Raka datang dengan penampilan tidak biasa.
Raka: Mbah!...... Isuk-isuk wes ngesiki tenek pitik. (pagi-pagi sudah membersihkan kotoran ayam)
Mbah Sarinah: Yoben to, pitik ya pitikku. (biarin, kan ini juga ayam-ayamku) .. (sewot)
Raka: Ngak bengembang yoo nek mung ngesiki tenek pitik. (tidak akan berkembang kalo cuma bersihin kotoran)
Mbah Sarinah: Kayak kamu berkembang saja Rak..
Raka: Wee... aku wes PAUD ya saiki.. (aku sudah sekolah ya sekarang)
Mbah Sarinah: Sekolah di mana emang?
Raka: Jauh pokonya, simbah ngangeti yoan nek tak andani. (simbah juga tak akan tau kalau aku jelaskan)
Mbah Sarinah: Sakarepmu Rak...
................................................................................................................
Raka mengambil batang kayu kecil panjang lalu menggambar sesuatu. Tampaknya tidak begitu jelas apa yang coba dia diskripsikan lewat gambarnya. Lebih mirip lingkaran tidak beraturan. 
Raka: Mbah.. Aku sudah pintar sekarang.
Mah Sarinah: Pinter ngapain emang?
Raka:  Galoo aku wes iso nggambang. (nih aku sudah bisa gambar)
Mbah Sarinah: Gambar opo kui? Mung kaya benang ruwet. (gambar apa itu? lebih mirip benang kusut)
Raka: Weeeee.. sing penting bisa yoo, daripada simbah, mung ngisiki tenek pitik. 
Raka: Saiki tak ajak mikir kih mbah.. (sekarang tak ajak mikir nih mbah)
Mbah Sarinah: Gayamu koyo iso mikir wae. (gaya kayak bisa mikir aja)
Raka: Iso yoooo.. (bisaa yaaaaa)
Mbah Sarinah: Yaudah yok mau berpikir soal apa?
Raka: Sek..
................................................................................................................
Mbah Sarinah: Heh.. Malah diem aja........
...............................................................................................................
Mbah Sarinag: Rakaaa........... hoe......
...............................................................................................................
Mbah Sarinah: Tak tinggal nek diem aja..
Raka: Mbah! Jenenge mikir ki yoo diemm! Ada po orang mikir teriak-teriak?. (namanya orang berpikir tuh diem aja.)
Raka: Wes aku meh mungeh.. Simbah ngaiso diajak mikir.. (dah aku mau pulang, simbah nggak bisa diajak mikir)
Mbah Sarinah: Anake sopo to koee.... (anak siapa sih ini).. (bergumam)
Raka pulang sambil membawa batang kayu dan menyeretnya pulang membetuk satu garis mengikuti langkah kecilnya. 
0 notes
ayobercerita · 9 years
Text
Raka dan Mbah Sarinah #5
Ngerti Ora?
21 Januari 2015
Sepertinya seri terakhir dari dua sejoli ini telah memaksaku untuk melanjutkan. Setelah kubaca ulang, tokoh Raka sempat membawaku kembali bernostalgia. Dia tidak hanya cerdas, tapi juga licik dan menawan. Tingkahnya tidak akan bisa lepas dari sorotan orang-orang. Menurutku dia patut diberi suatu kehormatan. Kehormatan sederhana berupa tulisan.
Seperti biasanya, Mba Sarinah sedang asik sisik sujen. Dia terdiam dalam bisu sambil menyayat sujen satu demi satu. Entah apa yang ada di dalam kepalanya, hal itu tidak membuatnya lepas dari tatapan sujen yang sedang dia usap sampai halus. Kemudian pengacau pun datang, Raka dengan sepeda mininya.
Kriiingg........Kriiiingggg......Kriiingggg........Kriiiinggg
Raka: Mbaaaahh!........
Mbah Sarinah: (nengok ke arah jalan depan rumah)
Raka: Hoe.... Hoe.... Hoe... Hoe
Mbah Sarinah: Cah gemblung malah mbajuli mbahne... (malah godain simbah)
Sreeeetttt... (terdengar suara ban bergesekan dengan tanah)
Raka: Mbah!!
Mbah Sarinah: Simbah ora budeg.. (sewot)
Raka: Ngapunten mbah.. (maaf mbah)
Raka: Mbah.. ngerti ongak? (tau tidak)
Simbah: Simbah rareti opo-opo, lagi wae duduk tidak ngerti apa-apa. (simbah tidak tahu apa-apa, baru saja duduk tidak tahu apa-apa)
Raka: Waaaahhh... Simbah ngak gaun! (simbah tidak gaul)
Mbah Sarinah: Gaun penganten po?
Raka: Gaun ki dinggo penganten to? (gaun itu dipakai buat penganten to?)
Mbah Sarinah: Jaremu gaun... (katamu gaun)
Raka: Ngaakk yooooo... (nggak yaaa)
Mbah Sarinah: Karepmu rak.... simbah kesel koe ngeyel. (terserah kamu, simbah capek dan kamu ngeyel)
Raka: Yowes.. (yaudah)
...........................................................................................................
............................................Hening panjang......................................
Raka: Mbah! Ngerti ngak? (tau tidak?)
Mbah Sarinah: Dibilangin simbah tidak tahu ko ngeyel.
Mbah Sarinah: Emang tau tentang apa yang mau kamu tanyain?
Raka: Simba we ngak ngenti ko malah ganti takon. (simbah aja tidak tau malah ganti tanya)
Mbah Sarinah: Kamu aja tidak jelas mau tanya apa.. (sewot)
Raka: Nek simbah ngak ngenti youwis ngasah takon, aku kan meh takon.. (kalau simbah tidak tau ya tidak usah tanya, aku kan yang mau tanya)
Mbah Sarinah: Jak padu yo koe lee.. (ngajak ribut ya kamu).
Raka: Padu itu apa?
Mbah Sarinah: Padu itu ribut.
Raka: Wooooo.. tak andake mamah. (aku bilangin mama)
Mbah Sarinah: Karepmu..
Raka: Wes yo mbah.. (duluan ya mbah)
Mbah Sarinah: Heh! Sembrono... itu rotiku arep digawa lungo.. (Heh! Sembarangan.. itu rotiku malah dibawa kabur)
Raka: Aku ngeneh mbah.. wes yoo.. (aku lapar mbah.. duluan ya..)
Mbah Sarinah: Bocah gemblung anake sapa ta..(sewot)
Raka pun pergi meninggalkan Mbah Sarinah sambil membawa potongan roti lapis milik Mbah Sarinah. Sepeda mini dia kayuh sambil menikmati potongan itu.
0 notes
ayobercerita · 9 years
Text
Ibu-Ibu Apa Sih Salahku?
Tidak bisa disebut dengan paksaan juga sih, tapi tulisan ini akan datang karena permintaan seorang teman, Swastita Tati. Mungkin aku salah melafalkannya, hanya nama itulah nama yang muncul di otakku saat ingin memainkan jari di atas keyboard.
Ibu-Ibu apa sih salahku?
Pernahkah kamu mengendarai sepeda motor? Seandainya pernah, apa yang membawamu tetap terjaga di atas sana? Imajinasi kah? atau hanya sekedar duduk sampai ke tempat tujuan?
Sedikit sulit bila harus menceritakan pengelaman di atas sana, bagiku itu tidak hanya duduk dan melihat jalan. Bukan juga sambil menyuarakan nyanyian. Hanya berpikir dan terdiam, kemudian suatu masalah itu datang, ibu-ibu pulang dari pasar.
Pernahkah kamu berhadapan dengan ibu-ibu yang baru saja pulang belanja dari pasar saat sedang mengendarai sepeda motor? Apakah mereka bersifat jinak atau sebaliknya? Bagiku mereka di jalan adalah sesuatu yang lebih dari rumit untuk dijelaskan. Yaah wanita memang begitu, semakin bertambah usia, semakin sulit pula untuk diajak kerja sama. Namun itu mungkin hanya perasaanku saja.
Pernahkan kamu bertemu ibu-ibu sepulang dari pasar? Membawa barang belanjaan sambil mengendarai motor? Kalau saja pernah, kusarankan untuk tidak usah mendekatinya seinci pun.
Mereka biasanya membawa helm yang sama sekali tidak layak dipakai. Posisinya sudah kendor dan tidak pas lagi bila ditaruh di kepala. Nengok sedikit saja helm tidak ikutan nengok, hanya kepala selebihnya kekuatan helm yang terus menjaganya agar tetap di sana. Bila kamu di sampinya kemudian menyapa mereka, tidak akan ada wajah yang ditunjukan. Hanya helm. Kepala memutar tetapi tidak dengan helm.
Tidak lebih baik dari helm, kaca spion pun juga tidak bisa dikatakan baik. Mereka tidak bisa digunakan untuk melihat situasi di belakang motor. Biasanya ibu-ibu hanya mengandalkan feeling saat ingin berputar atau menyebrang. Kekuatan feeling mereka jauh dari kata cukup untuk melakukan itu. Tidak jarang spion hanya tinggal gagangnya saja, tidak ada cermin sama sekali. Kupikir itu sengaja diletakan untuk mempercantik motor.
Bagaimana dengan kondisi motor? Sejauh ini baik-baik saja, mungkin kelebihan kapasitaslah yang perlu dikomentari. Terkadang pula ada beberapa ekor ayam menggantung pasrah di jok belakang. Mungkin si ayam telah tahu takdir yang membawanya. Sesekali juga terlihat bayam dan aneka sayuran lain terseret-seret kejam di atas motor. Mereka telah layu dan seolah pasrah tanpa tujuan. Berakhir jadi sayur asem pun mereka tak sanggup membayangkan.
Dari sekian hal yang paling mengkhawatirkan ada satu, kemampuan mereka mengendarai sepeda motor. Tidak buruk bila ingin diungkapkan, tetapi janglah sering-sering juga melakukan. Mereka, ibu-ibu, tidak bisa ditebak bila beradap di depan kawanan. Tidak bisa disalip bila hanya ingin iseng mendahuluinya. Mereka kebal bahkan oleh truk pasir sekalipun. Tidak tertandingi di medan jalanan. Bila hal itu digambarkan seperti sedang main ular-ularan. Kamu mencoba menyalip dari kiri, mereka akan mengikuti. Menyalip dari kanan, tidak akan luput dari pengihatan. Ingat bahwa feeling mereka sangat tajam?
Kalaupun berhasil berada di sampingnya, itu juga tidak akan bertahan lama. Belokan mengejutkan akan menguhujani pengendara di sampinya. Mereka tidak pernah tahu bahwa ada orang lain di sampinya. Ingat bahwa helm mereka longgar? Itu adalah desain khusus untuk pertahanan diri dari godaan orang-orang sekitar. Oohh ibu-ibu apa salahku? 
Sebagai catatan, tulisan ini tidak dihadirkan untuk menghujat para ibu-ibu sepulang dari pasar. Bagiku mereka tidak bisa juga disalahkan, tetapi semua akan menjadi masalah bila sudah tertangkap kamera mataku. Saranku sederhana saja, bagi kalian yang masih sayang dengan ibu kalian. Antarkan beliau ke pasar lalu jemput kembali setelah usai, tidak merepotkan juga karena mereka adalah ibumu sendiri. Itung-itung sebagai tanda terima kasih atas jasa mereka selama ini dan satu hal yang penting, jangan sampai ibu kalian kutemui di jalan sendirian dan melakukan beberapa adegan yang telah dijelaskan. Mereka akan berakhir menjadi tulisan atau malah bacaan ringan.
0 notes
ayobercerita · 10 years
Text
Tancap dan Terjang
Jumat, 25 Juli 2014
Kalau saja aku boleh berkata jujur, aku bukanlah seorang pengendara motor yang baik. Lebih tepatnya bukan pengendara motor yang ramah. Segala rintangan kuterjang demi satu tujuan. Kedengarannya memang mengerikan, tetapi begitulah kenyataan.
Jok motor mungkin telah memanaskan pantatku hingga seperti singa yang kelaparan. Kadang tidak peduli dengan siapa aku berpapasan, asalkan bisa sampai tujuan masa bodoh dengan peraturan. Ahh tidak, semuanya  terlalu berlebihan, aku tidak separah itu kelihatannya. Kebiasaan buruk di atas sepeda motor sepertinya memberiku banyak pelajaran.
Aku pernah tidak sengaja menabrak kakek-kakek pembawa gulungan rumput yang akan dibagikan kepada ternaknya saat pulang sekolah. Meskipun sulit untuk mengakui bahwa kejadian itu murni kesalahanku karena memang dia duluan yang menabrak roda belakang sepeda motorku. Ya, dia yang nambrak duluan.
Semua itu terjadi selepas aku pulang sekolah, SMA. Aku tidak sedang hangover atau semcamanya. Tidak pula dalam pengaruh obat-obatan, hanya saja tidak melihat ada seorang kakek-kakek bawa gulungan rumput yang begitu besar menyebrang jalan sambil membawa sepeda. Untung saja reflekku bagus, kutancap gas lalu kulewati dia dengan manis. Sayang sekali kakek-kakek tersebut tidak bisa diajak kerja sama. Dia malah menikungku dari belakang. Menambrak roda belakang sampai jatuh terjengkang. Awalnya aku tidak merasakan ada sesuatu yang salah sampai seorang bapak-bapak penjual pecel lele meneriakiku. Kutengok kaca spion lalu berhenti, kemudian sesuatu yang bodoh terjadi.
Hal pertama yang terlintas saat turun dari sepeda motor adalah "kok doi bisa jatuh ya?"
Bapak-bapak si kumis tebal penjual pecel lele pun langsung marah-marah. Semua kata-kata pedas dia lontarkan. Dari A sampai Z tidak ada yang terlewatkan, rapi dilibas habis sama si kumis tebal tadi. Anehnya, kata-kata yang dia lontarkan tidak mempengaruhiku sama sekali. Aku masih fokus dengan pertanyaan, "Kok bisa jatuh ya nih si embah embah tukang babat rumput kan aku ngga nambrak dia?"
Dengan tatapan masih penuh tanda tanya, kutolong si embah sampai berdiri. Kami sempat mengobrol dan dia juga sempat menasehatiku. Meskipun aku masih menyangkal kecelakaan tadi adalah salahku, aku memilih diam tanpa kata. Perdebatan cuma menambah deretan masalah.
Si Kakek kemudian pergi dengan sepeda bersama gulungan rumput kesayangannya. Aku masih diam dan berpikir. Kemudian memeriksa sejenak yang terjadi pada sepeda motorku. Ahh syukurlah semua baik baik saja. Sampai di rumah barulah aku sadar ada sesuatu yang ketinggalan. Si kumis tebal tadi apa kabar ya? Tidak ada dari kami berdua yang mengajaknya mengbrol bahkan. Kasian, dia terlupakan.
0 notes
ayobercerita · 10 years
Text
Cerita Kemarin Sore
Jumat, 25 Juli 2014
Beberapa hari yang lalu aku menikmati buka bersama temen SMA. Yah bukan buka bersama yang meriah karena hanya beberapa orang saja yang datang. Sedikit mengecewakan, tetapi tidak dengan makanan yang mereka sajikan. Kalau ditanya kenapa mengecewakan? Mungkin karena acaranya saja yang kurang rapi. Lagian sore itu juga hujan, tidak banyak yang bisa datang terutama pengendara sepeda motor. Pantaslah jika tidak banyak yang hadir untuk makan.
Aku mengenal baik beberapa di antara mereka. Apalagi sang ketua acara yang selalu menanamkan kejutan di setiap acara. Tidak heran apabila di tengah acara ada semacam permainan konyol atau bahkan penampilan unik dari seorang teman. Yaahh apa boleh buat, dugaan itu benar. Bersamaan dengan permainan konyol, sebuah penampilan tidak biasa juga dihadirkan. Kali ini sebuah penampilan khusus berupa stand up comedy.
Aku memang mengenal baik semua kawan SMA-ku, baik yang suka bertingkah aneh sampe yang jarang tertawa sekalipun. Tetapi untuk penampilan stand up comedy, aku tidak bisa jamin. Kebanyakan dari mereka memang lucu, bahkan tidak jarang ada yang selalu datang membawa pengaruh lucu. Sayang bukan mereka yang harus maju, melainkan yaa coba tebak siapa itu...
0 notes
ayobercerita · 10 years
Text
Wah!!
Jumat, 25 Juli 2014
Wah sudah lama ditinggalkan rupanya. Sedikit usang meski belum begitu berdebu. Sebenarnya lama tidak mengisi dan menulis dikarenakan laptop yang tidak mendukung. Padahal aku sudah mulai menikmati jari-jemari yang menari bersama tulisan. Kadung jadi anak komunikasi sih, mau gimana lagi?
Sedikit bocoran juga kalau ternyata membuat tumblr seperti ini terisnpirasi oleh mbah Aef. Sekian dan terima kasih Aef.
1 note · View note
ayobercerita · 10 years
Quote
Wanita menolak bukan karena tidak mau, mereka hanya belum mengenal orang yang mengajak, menawarkan, dan memberinya sesuatu.
0 notes
ayobercerita · 10 years
Quote
Doa sebenarnya tidak benar-benar dikabulkan karena jalan hidup sudah ditentukan
2 notes · View notes
ayobercerita · 10 years
Text
KeGabutan memaksaku menulis beda.....
"Hai Piin.. Mau ke mana?"
"Ke sana..."
Aku tersenyum, rupanya dia tau kalau aku mengikutinya.
Sorot remang-remang lampu taman menerangi jalanan. Rupanya sudah tengah malam, pantas saja. Untung tidak ada yang liat, bisa jadi bahan olokan kalau mereka semua tau.
Aku masih mengikutinya. Tidak ada percakapan dalam keheningan tengah malam. Pokoknya sampai dulu ke tempat tujuan, pikirku. Sebuah mobil hitam diparkirkan di sudut halaman.
"Lhoh kok beda? baru ya mobilnya..?", tanyaku.
"Emmmm... hadiah kok Piin..", jawabnya ragu.
Hadiah macam apa dikasih mobil begini. Aku cuma terdiam lalu tersenyum. Sudah tidak mengherankan jika dia membawa mobil. Apalagi mobil baru, di malam spesial seperti ini mungkin dia ingin tampil maksimal.
"Capek ya pake heels..", dia mengeluh.
"Salah sendiri pake sepatu gituan, kalem aja tetep oke kok, hahaha.", jawabku enteng.
"Yaaa kaan hari ini beda Piin..", jawabnya sambil manyun.
Malam itu kami saling bercerita. Bersender di mobil barunya. Seperti nostalgia, hanya saja dia sudah beda. Meskipun begitu, aku tetap menikmatinya. Tidak ada yang berubah dari cerita-cerita sebelumnya. Dia tetap lepas dan tertawa bebas. Mungkin aku saja yang menganggapnya beda.
"Kamu cantik hari ini meskipun....... menor, hahahaha", sedikit kugoda dia.
"Jahaattt", rengeknya.
"Cuman aku lebih suka kamu tampil seperti biasanya. Sederhana, tetapi memesona.", jawabku sambil tersenyum.
Kemudian ada hening panjang. Aku tidak tau apakah dia tersenyum atau hanya diam saja. Wajahnya tertutup kegelapan. Aku hanya bisa memastikan kalau dia mungkin tersenyum.
Kami bercerita sepanjang malam. Cerita enteng seputar sekolah dulu. Topiknya terlalu biasa, tetapi kami masih saja bisa tertawa. Aku rindu tawa itu. Sudah hampir dua tahun dan aku baru bisa melihat dia tertawa lagi. Lebih tepatnya tertawa karena obrolan kami.
Entah perasaan apa yang tergambar malam itu tidak bisa didefinisikan. Seingatku hanya rasa nyaman. Seperti pulang. Sedangkan dia sendiri, aku tidak tau. Kugenggam tangannya dan dia tidak keberatan. Mungkin itu sudah cukup menggambarkan.
"Bulannya bagus ya....... Kamu mau pulang kapan?", tanyaku.
"Emmmm.. sekarang aja ya udah malem..", jawabnya sambil melihat jam tangan.
"Ati-ati ya..."
(telpon berdering)
"Udah dicariin tuh, hahaha."
"Iyaa, bentar ya Pin."
"Oiya Pin bareng aja yuk sampe parkiran depan, motormu diparkir di mana?"
"Enggak ahh, aku jalan aja.. Lagian yang lain belum pulang."
"Ayuuk gapapa.", jawabnya sedikit memaksa
"Ngga usaahh."
"Yaudah deh, daah Ipiin."
Daahh, sampai ketemu di pertemuan kita yang entah kapan lagi datangnya ya. Semoga selalu baik dan sehat di sana.
0 notes