Tumgik
biggerone · 2 years
Text
Haii Bayi Pandanya aku yang penuh dengan Woah dan Wahh!
Aku gatau deh mo ngomong apa, beneran yang stuck gitu gabisa nulis panjang panjangg gitu lagi pusing nulis paper sejarah sosial wkwkwk tapii selamat ulang tahunn, selamat merayakan bertambahnya umur ke-dua puluh satu kali-nya dalam hidupmu!
Selamat menyaksikan!
Semogaa kamu diberikan umur panjang yang bermanfaat, diberikan kesehatan, kelancaran rezeki, dimudahkan urusannya, moodnya bagus bagus, aamiin!
Sepertinya ada terlalu banyak hal yang ingin kutuliskan tapi gabisaa, sebagai gantinya aku kasih video dengan lagu favoritmu yang tadinya mo dibikin jedag jedug tp sulit pol aku belum bisaa:(
Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
biggerone · 3 years
Text
Sungguh, aku tidak tahu cara membuat judul melalui aplikasi Tumblr ini. Maukah kau mengajarkanku?
Selamat sore menjelang malam! Ketika aku menulis tulisanku kali ini, lagi-lagi aku sedang berada di tempat favorit keempatku. Setelah membaca tulisanmu semalam, aku jadi teringat mengenai sahabat baikku dan bakpaoku tempo hari. Sepertinya dirimu sedang berada dalam mode baby dino sehingga aku harap tulisan ini bisa sedikit membuatmu tersegarkan dari buku-buku sastra dan jurnal-jurnal yang harus kau baca tiada henti.
Nutrisari Milky Orange. Satu varian minuman dari Nutrisari yang kukenal lewatmu. Kau pada pagi hari yang cerah itu mampir ke tempat favorit keempatku dan memesan segelas minuman dingin. "Ini Milky Orange," katamu. Aku yang penasaran dengan rasanya pun meminta izin untuk mencicipi sedikit minumanmu dan hanya kau jawab dengan kalimat izin yang singkat. Aku tidak begitu ingat apakah kau memesannya karena warnanya lucu, namanya yang lucu, atau karena namanya yang lucu. Aku hanya mengingat bahwa kau suka hal-hal yang lucu dan seringkali memilih suatu hal berdasarkan lucu tidaknya sesuatu.
Bicara mengenai lucu, aku agak tidak setuju denganmu yang mengatakan bahwa dinosaurus itu tidak lucu. Maksudku, tak pernahkah kau bercermin? Atau mengambil swafoto? Meskipun aku bisa mewajari bahwa kita tidak bisa melihat apa yang ada dalam diri kita. Kata orang, kita justru seringkali tidak mengetahui diri kita. Misalnya, orang yang pintar seringkali tidak mengetahui bahwa ia pintar, malah bisa jadi dia merasa tidak paham apa-apa. Contoh lain adalah karisma. Orang yang berkarisma seringkali tidak menyadari karismanya, tapi orang lain lah yang merasakannya. Kupikir ini sama dengan dirimu. Bagaimana kau bisa melihat dino sebagai sesuatu yang lucu, sedangkan kau sendiri adalah bayi dino yang lucu itu sendiri? Kuharap kau paham mengenai penjelasanku yang rumit seperti jalan menuju ke tempat favorit keempatku yang katamu rumit.
Melanjutkan soal Milky Orange, kemarin aku menyarankan sahabat baikku untuk memilih minuman tersebut ketika ia sedang bingung melihat-lihat banyaknya pilihan minuman. "Pilih yang ini saja, kemarin temanku mencobanya dan ternyata enak. Aku juga sudah mencobanya." Kataku padanya. Ia menjawab, "oh, teman yang kau kirimkan fotonya padaku saat sedang berada disini? Kupikir itu kekasihmu." Aku sedikit kaget karena ia bisa mengingat dan menebak orang yang kumaksud, padahal bisa saja itu orang yang lain, kan? Percakapan singkat itu ku akhiri dengan bibirku yang berkata: "bukan, itu temanku," dilanjutkan dengan hatiku yang berbicara sendiri, "setidaknya untuk saat ini. Masa depan tidak ada yang tahu, kan?". Kuharap kau bisa mendengarnya langsung ketika ia mengatakan bahwa minuman itu sangat enak. Bahkan ia sekarang sering sekali memesan minuman tersebut.
Itu tadi sedikit ceritaku soal Milky Orange dan sahabat baikku. Aku masih ingin membicarakan mengenai bakpaoku tempo hari, yang ku beli terlalu banyak dan harus kuhabiskan keesokan harinya. Aku agak sedih karena kau lebih ingat kesimpulanku bahwa "jangan membeli bakpao terlalu banyak". Padahal, itu hanyalah satu abstrak untuk kesimpulan yang sesungguhnya ketika aku melanjutkan, "atau kau tidak akan mampu menghabiskannya langsung dan harus memakannya kembali keesokan harinya. Bakpao tidak enak dimakan ketika sudah dingin, keras dan tidak enak lagi."
Ketika aku menulis paragraf ini, aku sudah pulang dan sedang bersantai di tempat favorit pertamaku, yaitu kamarku. Aku ingin menceritakan kepadamu sedikit pengalaman setelah seharian menggunakan kacamata yang baru saja kuambil dari optik kemarin.
Pertama, kacamata ini bentuknya bagus. Banyak yang mengatakan kacamata ini lebih baik dari yang sebelumnya. Sayangnya, kau malah belum berpendapat sama sekali mengenai kacamataku.
Kedua, kacamata ini menggunakan bahan yang berbeda dari kacamataku sebelumnya. Ketika digunakan, kacanya terasa lebih cembung dan membuat warna menjadi lebih kontras. Aku masih pusing ketika memakainya karena kacamata ini memiliki lensa silindris dan sepertinya membuatku benar-benar tidak nyaman. Namun sepertinya aku hanya butuh waktu untuk terbiasa. Semoga.
Ketiga, kacamata ini tidak nyaman digunakan untuk melihat melalui ekor mata. Lensanya hanya fokus di tengah dan bila melihat melalui ekor mata, maka akan menjadi sangat tidak nyaman. Ditambah dengan darah rendahku yang sewaktu-waktu bisa muncul, kacamata ini membuatku cukup tidak nyaman seharian ini.
Itulah sedikit ceritaku mengenai kacamata baruku. Bagaimanapun, ini adalah kacamata yang sudah kupesan dan kubeli sesuai kebutuhanku, menurut dokter. Jadi aku harus terbiasa dan menggunakannya, kan?
Kurasa tulisan kali ini sangat panjang, dibandingkan tulisanku yang kemarin-kemarin. Kuharap kau tidak bosan membacanya dan malah menambah kebosananmu dalam mengerjakan tugas. Jangan lupa sebentar lagi ada tenggat pengumpulan UTS. Kupikir, mengerjakan sendirian akan terasa membosankan. Jadi, bagaimana jika kita mengerjakan tugas bersama?
1 note · View note
biggerone · 3 years
Text
Malam ini, aku melihat pembaruan status WhatsApp-mu. Entah ya, dulu, aku pernah membaca quotes galau mengenai mereka yang berawal dari sedekat nadi dan berakhir menjadi penonton story. Aku tak pernah membayangkan akan berada di posisi tersebut, bahkan memahaminya pun tak mampu. Atau terbalik ya? Tapi ya itulah maksudnya. Mungkinkah aku benar-benar mengalaminya sekarang?
Aku sedang berada di tempat bersantai favoritku yang keempat setelah kamarku, ruang tamu rumahku, dan dimanapun-itu-asal-bersamamu. Seperti biasa, aku mendengarkan lagu yang diputar dari televisi dan menyesap minuman hangatku. Seperti yang kau tahu, aku tidak bisa meminum minuman dingin, kan? Itulah mengapa aku selalu memesan minuman hangat. Namun, hari ini, aku memutuskan untuk memesan sesuatu yang berbeda. Tidak lagi kopi di gelas kecil seperti yang biasanya selalu kupesan, kali ini aku memesan segelas Milo hangat di gelas besar. Mengapa begitu? Hal ini dikarenakan aku membawa sebuah lolipop rasa stroberi yang tempo hari dirimu berikan padaku. Sungguh, aku masih tidak mengerti apa yang terjadi hingga tiba-tiba kau memberiku satu pack permen lolipop. Namun tenang saja, aku suka permen kok. Mungkin dulu permen menjadi salah satu makanan favoritku, tapi akhir-akhir ini aku lebih suka menikmati senyum yang tersungging di bibirmu setelah meminum Nutrisari Milky Orange yang katamu akan menjadi minuman favoritmu.
Malam ini, jika kau sudi untuk membaca tulisan ini, keadaanku sedang sangat pusing. Menghadapi UTS yang tiba-tiba muncul, menghadapi bulan terakhir program kerja himpunanku, menghadapi turnamen universitas yang semakin dekat, dan menghadapi banyak hal lainnya. Datang ke tempat favorit ke-empatku ini menjadi pilihan yang sangat tepat menurutku, karena disini aku bisa menenangkan pikiranku barang sejenak. Kulihat, kau juga akan sibuk dengan beberapa urusan, ya? Aku harap semuanya akan baik-baik saja. Maksudnya, semua urusanmu, yang sepertinya akan menyenangkan sekaligus memusingkan.
Kenapa aku menulis tulisan ini? Yaa aku hanya ingin menulis sesuatu selain menulis tugas saja. Bukan suatu alasan yang spesifik, tapi katamu, jika sedang banyak pikiran, maka menulislah, kan? Jadi, itulah ceritaku malam ini. Terimakasih sudah membaca!
2 notes · View notes
biggerone · 3 years
Text
Sebuah Draft Dari Tahun 2017
"Sini, duduk. Banyak yang mau aku ceritain ke kamu." Ajak Renata. "Semenjak kamu pergi, banyak hal yang terjadi disini. Ga aneh kalo kamu bingung pas liat tempat ini. Tempat yang dulunya indah, sekarang udah tinggal kenangan. Perang mengubah segalanya. Meskipun, pada akhirnya, perang bisa berakhir dengan kedamaian. Banyak pengorbanan yang harus dilakukan demi bisa hidup damai begini. Kematian adalah hal yang bisa disini. Kamu ga bakal bisa bayangin gimana rasanya ngeliat orang yang kamu cintai mati di depan mata kamu, dan kamu ga bisa ngelakuin apapun. Tapi, aku bersyukur sama Tuhan, karena kamu selamat. Karena, itu berarti Tuhan masih menyisakan seorang yang aku cinta. Dan aku minta, kamu jangan berubah. Tetep jadi cintaku, ya?" Katanya menahan tangis. "Hei, jangan nangis. Aku ga bakal berubah kok. Mungkin, sifatku bakal berubah, dikit. Tapi, perasaanku akan tetep sama. Hatiku bakal tetep nyimpen satu nama, yaitu kamu. Renata." Jawabku. "Hah, bullshit, Do! Kamu ga usah bohong sama aku, aku tau kamu udah punya cinta lain di hidupmu! Aku udah liat semuanya. Aku ga minta kamu tetep cinta sama aku, aku cuma minta kamu tetep jadi cintaku. Cintaku yang pertama, dan yang terakhir." Ucapnya yang mulai terisak. Bagaimanapun, dia juga cinta pertamaku meskipun sekarang ada cinta lain di hidupku. "Renata, aku janji, aku bakal tetep jadi cintamu, yang pertama. Dan maaf, di akhir hidupmu, aku udah bikin kamu cinta sama cowok ga jelas kaya aku. Makasih, makasih banyak." Jawabku. Kupeluk dia perlahan, membiarkan dia menumpahkan air matanya di pundakku. Perlahan tapi pasti, kurasakan isakannya mereda disertai nafasnya yang melemah. Kuangkat dagunya agar aku bisa menatap mata hitamnya yang hingga kini selalu dapat menghipnotisku. "See? Aku ngerasain apa yang kamu rasain. Aku ga bisa ngapa-ngapain di saat terakhir gini. Disaat cinta pertamaku menahan sakit, aku ga bisa ngelakuin apapun. Aku emang cowok pecundang. Maafin aku Ren, maafin aku." Kataku lirih. "Kamu bisa kok." Renata tersenyum, "Kamu bisa senyum buat aku. Senyum, dong. Aku mau liat senyum kamu buat yang terakhir," kata-katanya sedikit tercekat, sebelum ia melanjutkan, "Jadi, aku bisa ninggalin dunia ini dengan bahagia." Hah, aneh-aneh saja Renata-ku ini. Dengan menahan air mata, kupaksakan sebuah senyum yang ia balas dengan senyum yang amat manis. Perlahan, senyumnya memudar disertai deru nafasnya yang tak terdengar lagi. Kugenggam erat tangannya dan kurengkuh tubuhnya dalam pelukanku. "RENATAAAA!!"
1 note · View note
biggerone · 3 years
Text
Tulisan pertamaku; tentangmu, tentunya.
Kemarin pagi, aku terbangun oleh dering alarm dari ponselku. Sudah pukul tujuh lebih. Aku bangkit dari tempat peristirahatanku, kemudian duduk di tepiannya. Kuhirup nafas dalam-dalam -saat itu, entah mengapa, aku yakin, hari ini akan menjadi suatu hari yang tidak biasa. Ku buka aplikasi komunikasi yang biasa ku gunakan untuk menghubungimu, tetapi hanya kekecewaan yang aku dapati disana. Pesanku belum kau balas, mungkin kau terlalu lelah setelah semalaman berlarian di dunia pikiranmu yang tak berujung itu. Melelahkan, ya? Harus memikirkan hal-hal yang rasanya tidak ada habisnya, tekanan yang seakan-akan muncul dari berbagai arah. Membuat dada serasa sesak dan membuat kepala rasanya akan meledak. Aku selalu berharap agar aku tidak menjadi satu dari sekian hal-hal yang membuatmu merasa seperti itu. Tapi, yah, sepertinya itu hanya harapan belaka. Berbeda dari pagi hari pada umumnya dalam hidupku, yang mana aku biasanya akan menghabiskan pagi dengan menghibur diri dan bersenda gurau denganmu, kemarin pagi aku bangun dengan setumpuk pesan mengenai perkuliahan yang akan segera dimulai. Memasuki semester baru, mendekati akhir perjalanan perkuliahan, dan harus segera mempersiapkan langkah serta rencana di kemudian hari. Alih-alih menghibur diri, aku justru memenuhi isi kepalaku dengan pikiran-pikiran yang, jujur saja, membuatku memikirkan keputusan beberapa tahun lalu, ketika aku memutuskan untuk mengambil program studiku saat ini. Keputusan di masa lalu yang membuatku khawatir akan masa yang akan datang. Sedikit-sedikit, aku bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi dirimu -yang selalu dipenuhi pikiran-pikiran akan masa depan dan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kemarin pagi, entah bagaimana awal mulanya, aku menemukan kembali satu istilah yang pernah aku baca sebelumnya. Carpe diem. Suatu istilah yang sebenarnya tidak asing bagiku, tetapi selama ini aku selalu berpikir bahwa itu adalah nama seseorang atau ungkapan romantis -sesuatu yang menurutku tidak penting. Namun, kemarin pagi, entah mengapa rasanya aku sangat ingin untuk mencari tahu artinya. Ternyata, carpe diem adalah suatu frasa karya seorang penulis Romawi bernama Horace. Horace, dalam salah satu karyanya, menuliskan begini: "Carpe diem, quam minimum credula postero" yang berarti "petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok". Maksud dari frasa itu adalah, lakukan yang terbaik pada saat ini, karena masa depan adalah suatu ketidakjelasan. Entah mengapa, kalimat ini kemudian berputar-putar di kepalaku dan berhasil membuatku berpikir seharian -selain berpikir tentangmu tentunya. Pagi ini, aku telah menyelesaikan pemikiran panjangku dan berhasil memahami kalimat tersebut. Mungkin aku bisa memahami kalimat tersebut lebih cepat apabila aku tidak berpikir tentangmu, tapi pastilah akan sangat sayang jika aku hanya berpikir mengenai ungkapan lama tanpa memikirkan mengenai dirimu. Carpe diem. Sekarang. Aku -dan mungkin dirimu- selama ini seringkali terfokus pada pikiran-pikiran mengenai masa depan yang entah akan menjadi seperti apa. Kita terlalu takut akan waktu yang akan datang, seperti aku yang selalu takut untuk kehilanganmu, misalnya. Padahal, aku tidak akan pernah benar-benar kehilanganmu, selama aku masih menjaga dirimu di memoriku. Yang harus ku lakukan hanyalah melakukan apa yang bisa ku lakukan saat ini, bukan? Carpe diem. Aku terlalu sibuk dengan pikiran-pikiran akan masa depan, tanpa sadar bahwa saat inilah momen yang akan menentukan apa yang akan terjadi di hari esok. Maka, dengan ini, aku, yang selalu takut akan kehilanganmu, memutuskan untuk mengabadikan dirimu di dalam memoriku. Mengabadikanmu dalam tulisanku, karena katanya jika ingin abadi, maka menulislah. Tulisan ini adalah bentuk "carpe diem"-ku untukmu. Semoga setelah ini, aku tidak perlu cemas akan kehilanganmu, karena dirimu telah abadi dalam tulisanku.
6 notes · View notes