Tumgik
breezytosca · 3 years
Text
sebenarnya kalo dipikir-pikir, abi dan umik bukan calon mertua yg demanding. adik2ku juga bodo amat dalam artian membebaskan siapa aja yg jadi partnerku, asal aku suka sama dia. keluarga besar juga no comment, malah terima2 aja asal dia baik.
cuman masalahnya, yg mau melewati tantangan ngadepin mereka ini ga ada. belum sih. tapi ya jadinya sayang aja dah takut duluan padahal justru aku yg menantikan.
___
lagi2 aku pengen bikin fake scenario.
“aku udah pernah kenalan sama adiknya seseorang. ya oke2 aja, tapi ternyata dia milih yg lain. pernah juga berusaha deket sama adiknya orang lain lagi, tapi ya tetep ghosting bahkan udah mau 2 tahun. jadi aku ga akan berharap lebih pun udah kenal sama siblingsnya.”
“aku selalu dalam posisi mengejar. mungkin karena tidak pernah dikejar dan ga mau kehilangan apa yg bagiku berharga. tapi, justru karena katanya laki2 naturalnya ngejar, aku yg ngejar justru melukai harga diri laki2. lalu ketika aku mencoba untuk nunggu dikejar, semua berujung aku ditinggal karena mereka mengejar orang lain. lalu aku bingung, bagaimana bersikap di pertengahan yang sekiranya akan berhasil?”
bandung, 30 september 2021
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
“maaf, aku ga suka tarik ulur. aku sudah menghabiskan banyak waktuku untuk 100% kegagalan yang aku dapatkan di masa lalu. kalau emang mas/ kakak/ abang/ kamu ga ada niat serius sama aku, lebih baik berhenti. aku sadar naturally aku akan give my all to someone yang aku pilih, khususnya yang punya tanda-tanda memilih aku. jadi, aku lebih memilih menunggu mereka yang milih aku duluan, baru aku akan give my all”
-sebuah fake scenario tentang tarik-ulur
bandung, 28 september 2021
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
Why does his shadow keep popping up inside my brain when the fact is I am a complete mess compared to him?
Come to think of it, it happened too on putra, awe, bram etc etc etc. So, perhaps it's just another step stone before the real one comes to me...
Jombang, 2 June 2021
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
apakah saat ini sudah memasuki masanya untuk memberi kabar via status wa? tanpa ada interaksi, namun saling tahu masing-masing sedang sehat dan baik-baik saja
hingga setahun lebih berlalu, aku tetap tidak tahu apa standar agar aku dikatakan lulus atas ujian ini
mas adi, aku benar-benar ga tau apa intensi ibumu waktu itu. maaf kalau kamu jadi terpaksa dengan niat baik ibumu gara-gara ketemu aku. silakan kejar perempuan yang kamu suka. aku di sini tetap menunggu jodohku sendiri, sambil menebak status wa mana yang terbaca olehmu dan mana yang tidak
jombang, 14 mei 2021
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
27 Desember
Sejak tahun 2019, ini adalah tanggal yang penting bagiku. Pertama, karena di tanggal ini di waktu Indonesia, aku membuka dan membaca kertas berisi nama dan nomor. Sebenarnya memang 26 Desember menjelang pergantian hari waktu Saudi, namun foto yg ku ambil berisi kertas itu bertanggal 27 Desember. Untuk kali pertama itulah ku cari nama "Mahdi ITB" di penjuru google. Dan di malam itulah aku terhenyak mengapa ada manusia sekeren itu di muka bumi
Kedua, ternyata, di tanggal inilah manusia itu lahir. Tepatnya pada 27 Desember 1994. 26 tahun yang lalu. Aku tidak menyangka hari pertama aku kenal nama panjangnya dan membaca nomornya, adalah hari dia menggulirkan angka umurnya
Tepat setahun lalu, aku ingat aku berdoa di Roudhoh Masjid Nabawi dengan sengaja belum membuka kertas itu. Aku mohon petunjuk jika manusia ini memang "orangnya". Dan sepertinya itu adalah kali terakhir aku berdoa di Saudi tanpa tercampur niat menggapainya. Sungguh hingga kini aku menyesali kehinaanku
Mungkin hanya aku di antara kami berdua dan keluarga kami berdua yang menganggap hari ini spesial. Semua seakan merasa tak ada yang terjadi dalam rentang setahun lalu. Biasa-biasa saja. Namun bagiku, sejak tanggal itulah hidupku tergoyah. Entah ujian apa, rasanya ujian keikhlasan ibadahku benar-benar diuji. Kesabaran pun demikian. Sabar menanti petunjuk, yang oleh egoku diartikan dengan hembusan kabar darinya, tetapi tetap tak terhembus hingga detik ini. Mungkin sebenarnya kesabaran menanti petunjuk yang paling tepat. Serta sabar untuk tidak lagi mengharap masa fluffy-fluffy bertukar kabar
Setelah tepat setahun tanggal ini terlewati, aku memutuskan rantai kebutaan dan kebodohanku sendiri. Aku merenung bahwa justru karena di Roudhoh aku berdoa soal petunjuk, maka secepat itulah doa itu akan terkabul. Inilah bentuk pengabulan doanya: bahwa manusia itu bukanlah "orangnya" yang aku cari. Maka sebagaimanapun aku meminta, takkan pernah diberikan padaku, karena memang bukan jatahku
Moment-moment menjelang setahun ini mengingatkanku kembali akan arti bersabar dan berjuang dalam doa. Aku disebut tergesa jika menyetop doa dengan alasan belum jua dikabulkan. Bimbang ragaku sebab dengan berdoa ku kembali mengingatnya yang tandanya membumbung harap pada manusia, tapi jika tidak berdoa maka tandanya aku tidak memiliki adab doa yang baik. Aku benar-benar tak tahu apa hal benar yang harus ku lakukan. Bila yang ku lakukan pertengahan di keduanya, akankah aku sanggup? Akankah ruh ini sanggup berdoa tentangnya dan tentang kesatuan kami di masa depan mampu beriringan dengan harap pada Allah bukan manusia?
Sungguh perkara meluruskan niat begitu sulit bagiku. Aku sadar aku tak layak meminta dirinya untuk kondisiku yang jauh dari pantas. Namun ada sedikit ragu, jika ku berbenah, apakah itu untuk Allah atau minimal untuk perbaikan diriku, bukan untuk dia?
Hanya berupa secarik kertas yang ku buka di tanggal 27 Desember 2019 waktu Indonesia, namun cukup menggetarkan perenungan jiwa. Sungguh dahsyatnya ujian yang diberikan Allah melalui manusia satu itu
Dear yang namanya ada di sobekan kertas yang tersimpan rapi di dompetku,
Selamat menapaki usia 26 tahun. Semoga Allah melimpahkan keberkahan, kebaikan, perlindungan, penjagaan, petunjuk, kesehatan, ketenangan, kebahagiaan bagimu. Aamiin
Tak perlu engkau tahu ada seseorang yang tak kau ingat mendoakanmu pada Tuhannya dari kejauhan. Tetaplah jadi manusia keren nan istiqomah di jalan-Nya
Jombang, 27 Desember 2020
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
Mas faiz lamaran mendadak hari ini dengan proses lebih mulus daripada jalan tol. Alu seperti biasa, aku merenungi nasib dan menggali apa hikmah yg bisa diambil dari peristiwa ini. Hingga sampailah ada 1 kesimpulan (mungkin lebih tepatnya hipotesa):
"Kalau sudah jodoh akan effortless. Selama aku effortful, maka bukan jodoh"
Kalau dipikir-pikir sebenarnya tampaknya itu benar. Bagaimanapun indahnya dan sedemikian diaturnya pertemuanku dengan mas adi (contoh paling gampang), aku merasa hanya aku yg effort. Dia sama sekali tidak. Maka tepat 1 tahun sejak aku bertemu mas adi pada desember tahun lalu, aku memutuskan menganggapnya bukan jodohku. Karena aku terlalu effort, serta tidak ditemukannya kemudahan
Beberapa hari ini memang aku berpikir akan berjodoh dengan seseorang yg totally new. Sehingga tidak ada luka yg terbawa sebelum memulai proses serius. Dan bayangan yg tak digambarkan oleh sosok yg ku kenal membuatku lebih tenang
Aku tahu secara natural aku akan effort ke orang yg aku sayang. Namun rasanya, kini aku ingin ada orang yg effort demi aku
"Aku bersyukur bertemu kamu. Dan lebih bersyukur saat aku punya kamu"
"Aku bangga sama kamu. Aku bangga punya kamu"
"Gapapa, you're totally fine in your way. I find that interesting to know how you truly are"
Stare at me, gaze at my eyes, softly proudly
I really want these all
Tidak apa-apa aku belum bertemu seseorang. Tidak apa-apa kalau aku gagal lagi dalam percintaan. Tidak apa-apa kehilangan waktu untuk memulai program hamil
Bagaimanapun aku khawatir dengan kondisiku yg berjerawat dan bekas2nya sulit hilang, pcos, asma, turunan diabetes, turunan kanker, aku yakin akan dipasangkan dengan seseorang yg diberi kemampuan tackle semua kondisi itu. Akan diberi seseorang yg ku butuhkan dengan kondisi semacam itu
Di mataku aku ga peduli materi, tapi kondisi di atas membuatku butuh jatah bulanan buat skincare dan promil, maka seharusnya aku akan dikasih yg mampu memberikan hal itu. Tidak harus kaya apalagi sultan, yg penting dimampukan Allah memenuhi kebutuhan itu
Aku butuh pendengar, tapi aku juga suka mendengar. Maka pasti seseorang itu akan pas takarannya dalam mendengar dan bercerita bagiku
Aku masih kesulitan menyeimbangkan antara pengen gaul dengan pengen islami2 berorientasi akhirat, pasti dia mampu memberikan peta dan menuntun jalannya dengan cara yg juga bisa ku terima
Mungkin memang belum dipertemukan karena belum waktunya. Antara aku, dia, atau dua-duanya belum siap. Aku yg secara mental masih belum dewasa (setidaknya bagi ortuku), dan dia mungkin secara finansial masih merintis mengumpulkan modal
Di pikiranku, mengingat abi dan umik menikah dalam kondisi pas-pasan bahkan tanpa resepsi, aku berpikir jodohku adalah seseorang dgn gaji 4 jt atau 7 jt namun kami tinggal di jabodetabek. Akan terseok gaji segitu digunakan berdua, bahkan bila harus menyambut kehidupan bertiga
Tapi kembali lagi, jika memang aku butuh yg mampu menjalani promil berdua denganku alias mampu membiayai mampu menguatkan mentalku mau berusaha bersama, maka yg seperti itulah yg akan diberikan karena sesuai kebutuhanku
Sosok idamanku memang yg berkacamata, tinggi, kurus, kalem, pendiam, cerdas, baik hati, tidak merokok (aku tidak bisa membayangkan kesolihan krn itu abstrak); namun jika karakteristik fisik seperti demikian ternyata tidak sesuai kebutuhan aku bisa apa?
Pada dasarnya menulis yg ku rasakan dan ku pikirkan seperti di atas membuatku lebih tenang dan realistis. Sebuah bekal penting yg ku perlukan dalam membumbungkan tawakkal pada Allah terkait jodohku. Baik siapa, kapan, di mana, bagaimana. Dengan hadirnya tawakkal, aku harap kesabaran dikucurkan padaku. Sabar menanti kehadirannya sambil menata diri sendiri
Sudah cukup effortku memperjuangkan seseorang, kini aku harus benar-benar cukup menanti. Cukup menunggu. Hanya menunggu
Tidak usah meratapi pertemuan dengan mas adi tepat di bulan yg sama tahun lalu, itu cuman contoh kalau seindah apapun belum tentu ditakdirkan bersama. Setidaknya dikasih tau rasanya hampir berproses dengan seseorang yg beyond expectation. Allah tutup keburukannya karena bagiku dia memang too good to be true. Aku merasa tenang dengan statement "yg too good to be true biasanya malah not true". Jadi lebih baik aku percaya statement itu. Siapa tau sisi not true mas adi yg tidak aku ketahui adalah alasan besar dari Allah yg membuatku harusnya bersyukur tidak jadi sama dia
Gapapa. Aku tetap cantik, aku tetap baik, aku tetap cerdas. Tidak menghilangkan self worth ku. Aku tetap gagah berdiri mengarungi kehidupanku sendiri tanpa dia. Malah harusnya dia menyesal tidak memberiku kesempatan bahwa aku juga punya good points untuk diperjuangkan dan disyukuri keberadaannya
Dear unknown, semoga Allah senantiasa lapangkan dadaku dan memberiku sabar selama belum dipertemukan kamu
Jombang, 20 Desember 2020
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
Bye 2020, bodo amat 2021, mungkin memang di 2022 baru bisa dipikirkan. Soal jodoh maksudnya. Sekarang bodo amat aja dulu.
Jombang, 15 Desember 2020
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
Dear kamu jodohku nanti,
Akhir-akhir ini aku merenungkan kembali apa yg ku harapkan tentang kehidupan bersamamu di masa depan. Aku memimpikan kehidupan yang penuh pencarian hikmah. Menjalani hidup dengan percaya semua ada hikmah dan maknanya. Berbagi hikmah bersama, berdua. Tak muluk-muluk mengidamkan kehidupan surgawi qur'ani karena aku sadar aku masih jauh dari kata dekat dengan hal-hal itu. Jadi inginku sederhana: menjalani hidup dengan niatan akhirat, menikmati proses, mengingat Allah dengan pencarian hikmah. Aku percaya dengan menyadari hikmah, hidup terasa lebih enteng. Padahal sesungguhnya hidup tak pernah ringan.
Aku juga ingin alokasi tabungan dipakai untuk haji dan umroh berkali-kali. Alhamdulillah aku sudah pernah ke sana dengan keluargaku, tapi karena 1 dan lain hal, aku sedikit menyesal tidak maksimal ibadah karena Allah di sana. Jadi aku merasa aku harus ke sana lagi buat truly ibadah dan soul-healing. Semoga kamu juga berpikiran sama.
I dont know selisih umur kita berapa. Jadi ku pake kata "kamu" biar syahdu juga mudah.
Mungkin kita belum ketemu karena belum waktunya dan belum butuh satu sama lain. Aku masih bisa handle diriku hidupku sendirian, pun dengan kamu. Aku percaya kita ditakdirkan saling melengkapi. Nanti ada saatnya aku butuh kamu, kamu butuh aku. Sekarang sendiri dulu. Gapapa. Masih banyak hal menyenangkan yang bisa dinikmati mumpung belum ada pasangan. Semoga kamu juga fun di sana.
Sehat-sehat ya!
Jombang, 15 Desember 2020
0 notes
breezytosca · 3 years
Text
Dear kamu di masa depan,
Mungkin sekarang kamu sedang bersama seseorang yg salah. Bahkan mungkin galau karenanya. Gapapa. Aku ga cemburu. Karena aku juga pernah mengalami beberapa orang yg salah
Sabar-sabar aja ngadepin dia yg sedang kamu galaukan. Hang in there. Kita pasti ketemu dan dipertemukan. Aku nunggu kamu gerak duluan
Aku juga lagi sabar-sabarin diri buat ga risau nyariin kamu siapa, di mana, kapan, dan bagaimana kita ketemu
Jombang, 15 desember 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
Dear my future husband yg entah namamu siapa dan lagi di mana,
Kalau memang paling cepat kita bertemu di umur aku 26, semoga kita masih punya waktu buat program hamil sebelum aku 35. Dalam 9 tahun yg chance kehamilan sangat rendah, paling cepat kita dikaruniai anak setelah 3-5 tahun pernikahan.
Ya gapapa.
Aku pcos disuruh nikah cepet sama dokter. Tapi cari jodoh ga semudah cari kopi susu. Aku sudah memperluas pergaulan, membuka hati, berdoa memohon jodoh, memperbaiki banyak aspek dalam hidup dan karakterku, namun memang belum terlihat bahkan hanya tanda-tandanya.
Bahkan rasanya, aku benar-benar tidak punya standar atau kriteria tentang apa yang aku ingin atau aku butuh. Boro-boro punya kriteria idaman. Yang ku pikir sekarang cuman 1: dia mau sama aku. Udah. Toh biasanya aku mau-mau aja karena emang sesusah itu nyari yg nerima dan sayang aku duluan. Capek aja selalu aku yg ngejar krn terlanjur sayang. Aku ga mau nyiksa diri sendiri. Dah, bebas lah dia gimana asal dia mau sama aku itu cukup.
Aku ngerti aku punya kelebihan yg bisa jadi self-worth ku. Misal, IQ superior, bekal pernah jd santri, dari keluarga harmonis, wajah jg agak manis, rambut bagus, ga punya tanggungan keluarga, riwayat pendidikan bagus. Tapi rasanya kalo ga ada yg mau ya percuma cari yg tinggi2. Yaaa bodo amat lah misal dia ga lebih pintar, dia punya tanggungan, agamanya masih kosong, dll. Kalo dia mau sama aku, itu cukup. Entahlah. Aku merasa sudah desperate.
25 nampaknya terlalu cepat bagiku. Aku masih tesis. Pasti pusing kalo harus multitasking dengan ngurus dan mikir pernikahan. Lulus okt 2021 dan itu udah 25 menjelang akhir. Taruhlah masih nyari kerja, 26 yang paling possible buat mulai cari jodoh. Mulai loh ya, bukan nikahnya. Yaudah ndakpapa. Harusnya umur segitu aku udah mateng. Benar-benar mateng. Ga perlu ngebut ngejar aneh2 kayak aku selama ini dari umur 20 21.
Sejak kegagalan yg terakhir, aku sudah menghentikan istikharah dan doaku terkait jodoh. Aku takut aku terlalu berharap pada sesuatu yang tidak pasti. Aku takut harapku membesar dengan memupuk doa karena terus mengingat dan menyebut nama atau kriteria. Aku rasa cukup doa-doaku terkait jodoh yang ku lantunkan sejak SMA. Semoga itu sudah cukup jd tabungan tuk dikabulkan, karena saat ini aku ingin istirahat tentang jodoh dan fokus dengan kuliahku.
Jombang, 19 oktober 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
Kalau dipikir-pikir, anime atau manga yg ku baca punya standar bikin nangis yg berbeda antara aku dan orang lain pd umumnya. Katanya i want to eat your pancreas bikin nangis, tapi aku enggak. Garden of words juga sedih, tapi aku diem. Mungkin karena ga relate sama ceritanya, atau ga pernah ngerasain emosi sejenis. Tapi cerita2 ringan yg seharusnya ga bikin nangis, aku bisa ngalirin air mata tanpa sadar. Dan kalo diinget2, nampaknya itu kondisi:
1. Pas si cewe berjuang tapi yg cowo ga acknowledge her. Ini aku banget. Selalu aku yg paling sayang dan paling berjuang dengan banyak berkorban.
2. Pas si cowo ngelindungin dan ngejar si cewe. Karena aku selalu ngerasain poin 1, di kondisi poin 2 ini aku nangis krn pengen ngerasain hal ini. Pengen diperjuangkan dan dilindungi gitu.
Yah pantes aja aku ga relate sama banyak cerita sedih krn ga pernah ngerasain ditinggal mati pasangan kayak i want to eat your pancreas, atau sayang ke berondong yg umurnya beda 12 tahun. Hahaha cengeng amat aku. Tadi juga ditanya temenku apakah aku orang yg pilih2 soal pasangan, aku jawab "gimana mau pilih2 kalo 1 pilihan pun ga ada? Apa yg mau dipilih?". Haha. Seems like aku memang tidak menarik didekati. Atau yaaa memang belum ada yg benar2 bisa ngasih value ke self-worth ku. Maksudku, orang yg bisa menilai bahwa diriku berharga. Sayang banget si orang itu belum ketemu aku hehe padahal aku pengen mengistimewakannya~
Jombang, 12 september 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
Aku sudah memutuskan untuk melepaskannya, bukan melupakannya. Sebagai manusia yg dianugerahi otak penyimpan memori, aku yakin melupakan suatu hal yang dipenuhi emosi tidak akan mudah. Bahkan sekarang aku sampai di titik menolak keras pernyataan positivity "mungkin dia akan datang dengan kejutan karena diam-diam mempersiapkan". Aku bahkan takut tuk sekadar berharap. Aku ketakutan atas harapanku sendiri. Aku benar-benar tak mau kembali ke masa-masa perjuanganku ke seseorang yg hanya ku kenal dalam 5 hari, lebih tepatnya ngobrol hanya sekali.
Sebagian teman dekatku tahu bagaimana caraku berpikir dan menyikapi sesuatu, khususnya hidup. Dan bagi mereka, aku dewasa. Sayangnya, lebih besar bagian orang-orang mengenalku sebagai anak-anak. Bahkan orangtuaku sendiri aku yakin 100% mereka menganggap aku anak-anak, mungkin juga lupa aku sudah umur 24. Mungkin aku masih dianggap umur 20 bahkan 18. Jadi, mungkin ini yg membuatku gagal memiliki daya tarik bagi laki-laki dewasa, bukan om om tua maksudku. I dunno. Aku memang punya 2 sisi yg bisa ku gunakan kapanpun dibutuhkan: dewasa dan anak-anak.
Banyak yg tak tahu bahwa aku sudah memikirkan segala hal tentang pernikahan lebih dari 3 tahun lalu. Aku sudah membuat daftar kebutuhan wedding, mahar, seserahan, lamaran (meski bukan tanggung jawabku). Masing-masing pun dilengkapi tingkatan murah, sedang, mahal yg dapat disesuaikan budget sang calon. Sungguh aku sama sekali tidak ingin merepotkan dan memberatkannya. Aku selalu menyiapkan worse case seandainya yg datang pada abi adalah orang tidak mampu. Aku rela downgrade skincare, rela mikir ngatur duit bulanan dan ga tinggal di tempat fancy, bahkan aku yakin memaksakan diri untuk masak agar hemat. Aku bahkan nabung krn aku tahu aku butuh mesin cuci, mukaku rewel ga bisa skincare macem2, aku butuh obat haid bulanan; dan aku ga yakin si calon mampu menyediakannya. Aku benar-benar tidak ingin menyusahkan. Aku mau minta tas juga sungkan, meski seharusnya memang menjadi bagian seserahan. Belum lagi soal ilmu, sudah beragam dan sering sekali aku ikut pelatihan nikah bermacam topik. Bahkan sering sekali aku memberi nasihat ke teman2 yg akan menikah atas bekalku. Padahal aku sendiri belum menikah bahkan sungguh2 menyiapkan pun belum karena calon belum ada.
Untuk membuat diriku lebih lega, aku jadi memaknai arti sebenarnya memperbaiki diri. Sekuat apapun aku menyiapkan, jika calon saja belum dikasih apalagi suami, maka tandanya Allah nilai aku belum mampu. Pasti ada hal yg aku belum siap atau belum selesai makanya belum dikasih. Dan itulah hakikat memperbaiki diri di semua sisi, karena kita tidak tahu mana yg belum baik, jadi perbaiki saja semuanya.
Terima kasih wahai masa laluku yg belum benar2 berlalu lama, karenamu aku belajar bahwa yg terbaik belum tentu baik buat aku. Bisa saja justru yg biasa2 saja yg baik untuk aku. Aku tahu aku tak setara dan pantas untukmu, tapi pasti aku setara dan pantas untuk seseorang. Dan itu cukup. Tak perlu muluk2. Aku pasti akan cukup untuk dia dan dia juga cukup untuk aku. Tidak berlebihan.
Aku tidak tahu bagaimana seharusnya aku bersikap di masyarakat. Aku happy dengan sisi kanak2ku, tapi aku juga harus membranding diriku yg dewasa tuk menarik minat. Apa aku yg terlalu bergantung pada pernyataan "oke manusia tidak lihat, tapi Allah lihat"? Jadi mungkin kesannya aku tidak berusaha dan menyerahkan pada Allah saja. Berserah memang baik, namun alangkah lebih baik jika dilengkapi usaha. Wallahu a'lam.
Sejujurnya aku masih trauma buka linkedin. Aku trauma cari2 info tentangnya. Sudah cukup aku berdamai dgn menghapus nomornya, menghapus nomor adiknya, dan tidak lagi stalk mencari kabarnya lewat apapun. Biarlah dia gemilang dengan dunianya, aku yg remah-remah akan dgn duniaku sendiri.
Tak selamanya ditakdirkan bertemu seseorang yg spesial untuk bersama, ada kalanya takdirnya sebatas bertemu tuk belajar hikmah hidup. Dan mungkin itu fungsi kehadirannya di diriku. Hanya itu.
Ya Allah terima kasih atas hikmahnya. Alhamdulillah. Terima kasih atas legowo yg Engkau beri. Aku senang sudah tidak tersiksa perasaanku sendiri.
Jombang, 11 september 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
He was perfectly fabulous yang membuatku berpikir tidak ada secuil pun celah tuk ku lengkapi. Aku tidak tahu kekurangannya, tidak tahu kebiasaan buruknya, tidak tahu trauma-traumanya, masa lalunya, ... I totally space out.
Kenangan 5 hari butuh 5 bulan proses melepas. Alhamdulillah gladly hanya dipertemukan kurang dari seminggu. Sungguh bersyukur, Allah Maha Baik. Tak terbayang jika lebih dari seminggu akan sejatuh apa mentalku memperjuangkan sesuatu yg setipis serat benang. Memang benar doa ibu luar biasa. Kekuatannya mengalahkan kumpulan doaku. Aku benar-benar tidak dipertemukan. It hurts when my mother said "umik sedih liat kamu sedih" when I didn't intend to be sad.
Hehe aku ternyata kembali bucin untuk seseorang yg tidak pasti. Ternyata aku masih bodoh. Semoga ke depannya tidak, aamiin. Toh sekarang aku happy-happy saja tanpa ada yg menyukai ataupun menyukai orang~
Jombang, 9 september 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
Sudah lama rasanya aku tidak menginginkan mas umroh kembali. Not a slightest. Bener2 pengen orang yang totally new for me.
Come to think of it, i was so pathetic to really really love someone who made a zero communication nor interaction with me. Bener2 menyedihkan.
Alhamdulillah semua sudah berlalu. Aku sudah menemukan motivasi dalam diriku untuk melalui perkuliahan ini. Motivasi internal memang yg terbaik, meskipun mungkin ga keren.
Yeah, thanks to me yang sudah mau berubah lebih baik dan hidup berdasarkan diri sendiri dan tidak menggantungkan kebahagiaan ke orang lain. I am happy.
Jombang, 7 september 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
For me, the answer is BIG NO.
Bahkan sejak awal memang tidak ada komunikasi. Jadi tidak bisa juga dibilang "remain" karena eksistensinya memang tidak pernah ada.
Nampaknya orang-orang (khususnya dirinya dan keluarganya, ditambah ortuku) tidak pernah tahu betapa SAKIT dan TERSIKSAnya aku pasca pertanyaan "sudah punya calon apa belum" dan peristiwa secarik kertas berisi nomor hp.
Aku tidak boleh -dilarang bahkan-, mengucap "seandainya" atas hal-hal yg telah terjadi. Dan aku memutuskan tidak mengucapkannya walau seberapa keras aku ingin mengutuk dengan pengandaian itu.
Mungkin kala itu aku terbawa suasana. Menginginkan anak s1 itb sebagai pasangan dan ternyata terpenuhi sebagai kualifikasi dirinya membuatku mudah tertiup khayal. Memang hanya terjebak suasana.
Aku tak tahu apakah kekagumanku sejak dulu terhadap itb dan anak itb ternodai dengan hal ini.
Yang jelas, menabur harapan baru atas sosok yg bahkan aku tidak berani menyebut klasifikasinya adalah jalanku. Percuma menaruh harap akan spesifikasi jika pilihan terburuk saja tidak ada yg datang ke ortuku.
Kala itu, ku pikir dengan berjuang keras semua menjadi mudah. Tapi aku salah. Usahaku benar-benar terhalang dinding pembatas yg sangat jelas dan keras. Dinding aturan agama, dilengkapi aturan norma dan titah ibunda. Aku tidak bisa menggores sedikitpun dinding itu, meski hanya sebuah klik follow di instagram atau salam di chat wa. Sehingga, aku diam saja, menanti di balik dinding sebelah sini sambil berjuang keras menurut versiku.
Aku pernah merasa bahwa tuk menjadi seseorang yg dia perhitungkan, aku harus setara dengannya. Aku berjuang keras tuk dapat IP setinggi-tingginya. Namun, kenyataan memang tak seindah khayalan. Justru aku dihempas dengan IP terburuk sepanjang riwayatku berpendidikan tinggi.
Aku terlalu memfokuskan hidupku tuk mengejar orang lain. Lupa akan esensi menikmati proses dan menyelami diri sendiri. Dan kemudian terbentuklah mental block. Tanpa ku sadari, justru itulah yang menghambat otakku berpikir mengolah ilmu. Dan di saat mental block itu hancur, segala titik terang ilmu tiba-tiba bersinar sangat terang lalu membuatku merutuk diri sendiri yg memahami hal sederhana saja tak mampu.
Ternyata memang kerja kerasku tak bisa menembus dinding itu. Ujung-ujungnya kembali ke sisiku, kehidupanku. Aku telah menyia-nyiakan usahaku.
Pada akhirnya, kami memang tak setara. Sekeras apapun aku berusaha, aku tak sama dengannya. Aku sedang tidak membahas kesamaan diriku dengannya, yg ku bahas adalah levelnya, dunianya.
Dinding agama yang membatasi laki-laki dan perempuan seharusnya bisa menyadarkanku tuk menghentikan kepayahanku berjuang keras. Karena dinding itu baru bisa hancur ketika pihak di seberang dinding membangun janji dengan Allah tuk menjadi pakaian bagi pihak sebelah sini. Selama dinding masih ada, dinding tetaplah dinding. Tidak boleh digempur karena fungsinya memang membatasi.
Ya, aku telah salah berusaha naik ke dinding dengan membumbungkan doa agar dinding ini dihancurkan orang yg ku pilih. Usaha keras itu sudah beberapa bulan tak menemui hasil. Sebab kemudahan adalah pertanda hal baik, maka jika tidak ada kemudahan kemungkinan memang bukan hal baik. Jadi, sudah cukup usaha kerasku.
Memang, aku kecewa karena sejak bocah selalu bertepuk sebelah tangan. Boro-boro dikejar, punya ketertarikan padaku saja nampaknya tidak. Jadi rasanya aku seperti punya dendam untuk menjadi wanita yg dikejar dan diperjuangkan dengan usaha keras. Dan kisah yg banyak terjejer di tumblr ini biarlah menjadi patah hati yg terakhir.
Ambisi tuk menikah duluan sebelum mantan sepertinya akan kandas. Dia menyatakan tuk menikah setelah pindah ke jatim. Dia juga sudah berkenalan dengan keluarga besar sang perempuan. Langkahnya sudah jauh dibanding aku yg memulai kenalan dengan seseorang dengan menyebut "namaku rumaisha milhan, dipanggil sasha" pun belum. Jika benar ini terjadi, maka ini adalah ditinggal nikah yg ke-4 kalinya. 2x mantan zaman alay smp yg sebenarnya tidak bisa disebut mantan krn cuman smsan biasa, 1x kakak tingkat idola pas di ui, dan mantan yg ini. Bila teman yg awalnya suka denganku dan bertahun kemudian ku jd suka dengannya berhasil nikah bulan ini, maka mantanku menjadi yg ke-5 dalam daftar orang yg membuat status "ditinggal nikah" padaku, sayangnya dia gagal menikah.
Entahlah. Mungkin memang aku diminta melakukan banyak hal menyenangkan sebelum benar-benar diminta orang. Maka, aku memutuskan untuk bahagia.
Malang, 21 agustus 2020
“How to tell if somebody is genuinely interested in you: If you removed all of your effort from the equation would any communication remain between you? If not, there is nothing there and you deserve better.”
— Beau Taplin
981 notes · View notes
breezytosca · 4 years
Text
Once again, aku mau bilang,
Aku ingin diperjuangkan. Aku mendambakan laki2 yg tulus menyayangiku dan dibuktikan dengan memperjuangkanku. Aku ingin laki2 yg menjaga dan melindungiku. Aku ingin laki2 yg sayang aku duluan dan berkorban untuk mendapatkan aku dan tetap berkorban untuk aku. Aku ingin disayang. Aku ingin laki2 yg duluan. Aku ingin ditatap dengan tatapan sayang. Aku ingin melihat senyum laki2 yg bangga memilikiku dan senyum riang melihatku. Aku ingin laki2 yg memahamiku, dan handle aku dengan caranya yg sesuai dengan harapku.
Namun,
Yang namanya keinginan hanyalah keinginan. Tetap akan kalah dengan yg namanya takdir. Dan aku sudah terbiasa menerima yg jauh berbeda dari keinginan. Sehingga, pun nantinya harus aku yg memperjuangkan, nampaknya hal itu telah menjadi reflekku yg tak perlu ku pikirkan bagaimana caranya. Pengalaman memberikan dan melakukan yg terbaik bagi laki2 yg ku suka selama bertahun-tahun adalah buktinya.
Mari kita lihat apakah keinginanku akan diwujudkan oleh laki-laki takdirku di masa depan.
Malang, 20 agustus 2020
0 notes
breezytosca · 4 years
Text
Alhamdulillah aku baik2 saja. Tak lagi nyesek. Sudah tak kenapa2.
Barangkali memang perasaan terhadap mas umroh memang ilang timbul seperti sinyal di pedalaman. Ku harap sinyalnya hilang sepenuhnya agar aku tak repot.
Barusan scroll google photo. Ketemu ss dm ku dengan kawan ku pas maba. Dia curhat nada marah jengkel krn belum jg ketemu pasangannya. Padahal siap nikah mah udah. Dia bilang, "gue pengen punya orang yg ngelengkapin tulang rusuk gue yg hilang".
Terus aku mikir. Emang pada dasarnya manusia merasa butuh saling melengkapi. Bukan cuman pengen dilengkapi, tapi juga melengkapi. Makanya dibilang "saling". Terus kalo konteksnya tulang rusuk, berarti ga cuman laki2 sebagai rangka yg butuh dilengkapi tulang rusuk, perempuan jg butuh rangka biar bisa berdiri tegak sebagai tulang rusuk.
Terus aku mikir lagi, mungkin kita2 para jomblo belum dipertemukan (atau mungkin udah ketemu tapi belum waktunya disatukan) karena:
- sebagai laki2, belum kuat sebagai rangka untuk jd pondasi dan ngasih ruang buat tulang rusuk
- sebagai perempuan, belum kuat sebagai tulang rusuk untuk melengkapi rangka
Gimana mau ketemu rangka atau tulang rusuk kalo diri sendiri belum kuat? Apanya yg mau saling melengkapi? Padahal hakikatnya keduanya saling membutuhkan.
Nginep di malang dan momong bayi membuatku berpikir ulang tentang kesiapanku mengubah status. Aku mengamati kegiatan mbak dan masku yg keluarga baru dan punya bayi, serta bude dan pakpuh yg puluhan tahun berumah tangga. Jd tau gimana rutinitas keluarga baru dan ibu rumah tangga.
Ponakanku yg bayi bener2 sebuah trial untukku. Aku ga pernah berani gendong bayi, boro2 nina boboin. Tapi kekuatan dan keberanian itu tumbuh begitu saja. Ternyata, refleks sikap keibuan itu benar2 muncul pada waktu dibutuhkan. Aku yg kagok ketemu anak2 (bahkan bisa dibilang benci anak2) tiba2 bisa punya lagu sendiri pas momong ponakan. Tiba2 jd kuat gendong dan bikin dia bobok di gendonganku. Tiba2 bisa paham kapan dia ngantuk, laper, pup, pengen mandi, ga mau makan, pengen nenen, dsb. Tiba2 bisa ngajak dia ngobrol tanpa mikir. Yess biasanya aku mikir, anak usia segini obrolannya apa ya? Yg udah sesuai umur tuh ngomongin apa ya? Kebanyakan mikir malah bikin ngobrol sama anak2 jd ga natural dan ga ngalir. Dan reaksi mereka males sama aku yg jd ninggalin kesan ga bisa handle mereka minimal ngajak ngobrol dan main. Jadilah bertahun2 aku selalu menolak berurusan dgn anak2 bahkan bete. Beberapa tahun lalu aku ikut pesantren anak dan sengaja milih yg usia TK biar ngerasain ngurus bocah. Dan masih kagok ga tau harus apa.
Memang yaa, ga semuanya cukup dengan baca teori. Kadang aku merasa aku manusia teori. Baca doang tau doang tapi pas praktik atau ketemu insiden sehari2 kagok kebingungan. Yhaa meski di sisi lain atau kondisi lain, aku ga suka teori krn lebih suka langsung spontan di lapangan. Emang sih manusia ga saklek bersifat dan bersikap konsisten di semua keadaan, perlu adjust dan adaptasi dalam masing2 kondisi.
Ku bersyukur melepas perasaan dan harapanku ke mas umroh (bahkan aku ga mau nyebut namanya drpd aku kenapa2) malah justru membuat diriku rileks menjalani hidup, khususnya berkaitan persiapan menjadi istri dan ibu. Aku momong ponakan ya karena memang pengen ngeramut dia, pengen dia nyaman dan seneng, itu aja. Mungkin ada sedikit keinginan dan niat menjadikan pengalaman itu sbg bekal persiapanku berumah tangga, tapi bener2 sedikit, bahkan lebih sering ga kepikiran soal itu. Murni pengen momong dan main sama ponakan aja. Ga kebayang sih kalo masih ngejar mas umroh atau siapa kek, yakin deh malah maksain diri harus perfect harus bisa harus ini itu soal momong bayi. Yg mana, hasilnya pasti direspon buruk sama bayi karena konon bayi tau mana yg tulus dan tidak.
Ngejar seseorang baru ku sadari justru menyiksaku karena semua proses jadinya ga natural. Terlalu memaksakan diri untuk bisa. Fokus ke hasil. Padahal hasilnya lebih bagus dengan menikmati proses. Yaa seperti momong ponakan tadi.
Contoh lainnya ya kuliah. Kayaknya semester kemarin aku terlalu ngoyoh buat jadi top score agar layak disandingkan dengan mas umroh yg cemerlang. Padahal di sisi lain, udah lama aku ga menjadi orang yg ngejar nilai karena lebih seneng mahamin ilmu. Ditambah lagi pada dasarnya aku ga linier, ga punya dasar jd harus nambah pemahaman. Belum lagi bingung galau lulus mau jadi apa karena ternyata matkulnya bukan yg aku suka atau aku cari. Terus aku juga masih males belajar karena abis drowning banget mentalku abis akumulasi kehidupan dan masalah di depok. Sungguh konflik batin. Pas tau IP sempet di bawah 3 stres ga karu2an sampe pusing dan sakit. Pundung jg dgn ga mau ngapa2in.
Eh pas remed, pas banget udah ngelepasin perasaan. Ternyata enjoy banget aku belajarnya. Padahal itu matkul yg entahlah gimana aku deskripsiinnya, intinya aku kesulitan. Pas hasil keluar, keluar IPK final, 3 tipis. Alhamdulillah. Amazing, aku ga stres. Biasa aja dapet segitu. Bersyukur2 aja. Seneng2 aja. Alhamdulillah aku kembali ke diriku yg agak bodo amat sama nilai. Yg penting ilmunya dan pengalamannya.
Jadi yaa, walaupun awalnya jadi keinget mas umroh karena melihat dan merasakan kehidupan awal rumah tangga, dan kembali berharap disatukan sama dia suatu hari, cukup sampai situ saja. Yg penting sekarang aku nikmati prosesnya, aku enjoy aja jalanin hidup. Terserah nanti sama siapa nikahnya, bodo amat dia gimana persiapannya, aku seneng dengan prosesku sendiri. Dan aku yakin dia bakal bangga sama aku kalo kami udah nikah dan tau gimana aku. Agak pede, tapi yaudahlah. Toh bertahun2 aku selalu minder ngerasa ga bisa dan ga punya apa2. Sekarang waktunya aku menghargai diriku sendiri. Aku bangga dan bahagia dengan proses pendewasaan pikiran dan jiwaku. Terserahlah aku ga secemerlang orang lain atau diriku yg dulu2. I am enough.
Malang, 19 agustus 2020
0 notes