Tumgik
browniskukus-blog · 2 months
Text
Tumblr media
It's my 8 year anniversary on Tumblr 🥳
Ternyata 8 tahun secepat itu ya
0 notes
browniskukus-blog · 1 year
Text
Seorang lelaki tua terpekur menatap tepian jalanan basah, ditatapnya kendaraan lalu lalang di hadapannya. Ia menyandarkan sepeda tuanya sekaligus lelahnya. Dalam diamnya ia bergumam, mungkinkah dunia terlalu sempit untuk dihuni sendirian atau sepertinya sejengkal waktu semakin riuh, tak ada tanda-tanda hening barang sedetikpun.
Setelah menyandarkan lelahnya, ia tersadar. Dikayuhnya kembali sepeda tuanya bersamaan dengan tubuh rentanya. Barangkali ia senantiasa terpikir, kayuhan sepedanya seperti pula ia merapal doa. Semakin dikayuh dengan kencang, semakin pula dekat dengan tujuan. Ia terus mengayuh di tengah gerimis malam, lekat ia memandangi ujung jalanan. Esok paginya akan tiba kembali dengan hal yang sama dan akan diakhiri pula dengan hal yang sama.
(Teruntuk lelaki tua pengayuh sepeda di tepi jalan, mungkin seumuran dengan alm kakungku)
6 notes · View notes
browniskukus-blog · 1 year
Text
Cuaca yang tidak menentu ditambah huru hara di kepalaku, dari balik gedung tua
Rencana masa depan, sebuah tulisan tentang catatan kebanggaan, sederet impian, berjejer rapi di tengah hiruk pikuk kota. Adakah aku mampu memeluk semuanya menjadi satu?
Roket air meluncur tepat di atas kepala mereka. Setelahnya, mereka harus menerbangkan impian jauh melampaui kepala-kepala mereka. Lorong panjang dengan jejak kaki pewaris perubahan negeri kembali riuh. Aku mengenali bahwa mereka punya peluang besar untuk tumbuh. Menjadi ilmuwan, dokter, pedagang, pengusaha, sampai yang nyatanya tidak menjadi apa-apa pun ada dalam diri masing-masing. Semua hanyalah soal pilihan.
Ku dapati waktu hampir memasuki pukul 2 siang, hujan masih tetap menitik kuyup dedaunan di pelataran sana. Jalanan masih basah oleh kecipak air, pun orang-orang masih berlalu lalang mengais rezeki atau sekadar menunggu hujan reda. Bolehkah ku cari segelas minuman hangat untuk menghangatkan gigilku? Atau pikiranku? Atau untuk mematikan ribut-ribut di kepalaku. Kali ini saja...
Di balik gedung tua, menjelang jam 2 siang
0 notes
browniskukus-blog · 1 year
Text
Dalam waktu dekat akan kembali pada kumpulan manusia yang terpekur dalam guratan dahi. Menimbang-nimbang banyak hal dalam setumpuk berkas rapi, mengerjakan ini itu dalam kejaran berbagai pihak. Tentu semua itu bernama rutinitas, enggan tapi tak mampu dihindari seumur hidup. Semoga hati kian membaik
0 notes
browniskukus-blog · 1 year
Text
Rasa-rasanya daripada menjadi rumah untuk seseorang, aku justru ingin selalu mendukung seseorang yang aku cintai sebagai manusia sepenuhnya. Rumah itu dinamis, sementara manusia adalah makhluk statis, pun rasa cinta bersifat fluktuatif. Aku tidak ingin menjadi rumah untuk seseorang, aku akan mendukungmu penuh sebagai manusia. Ajak aku kemanapun kamu pergi, maka aku tidak akan keberatan membersamaimu seumur hidupku.
0 notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Kepalamu boleh saja berisik memikirkan ini itu, tapi ingatlah bahwa rasa syukurmu juga tidak boleh kalah bersaing dengan keluhmu setiap hari.
0 notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Pernah aku begitu terpukau oleh pesona seseorang hingga ku rasa ia sebagai muaraku, sampai pada akhirnya ia pergi begitu saja dengan membawa separuhku. Aku berusaha kembali mendapatkan hatinya. Sayang sekali begitu ku dapatkan lagi hatinya, degupnya tidak lagi berdegup padaku. Aku melepasnya dengan ikhlas.
Sampai pada akhirnya aku kembali terpukau. Ya, apa pada akhirnya inilah nyalanya nyawaku? Pagi-pagi sekali, selalu ku dapati ceruk wajahnya pada ingatan pertamaku. Sebagai pembuktian, ia mempersuntingku di hadapan-Nya. Ku beranikan diri untuk turut serta berlabuh pada kapal ini. Menjadi penumpangya hingga akhir hayatku. Selalu ada peluknya menunggu pada setiap rasa letihku, menunggu untuk sekadar ku rapihkan kerah bajunya ketika ia bersiap bekerja dengan disisipkan rasa syukur atas segala rezekinya hari demi hari, atau sekadar berbincang barang sekian menit sebelum masing-masing dari kami tenggelam dalam senyaman-nyaman peluk satu sama lain menjelang tidur.
Ingatan tentang masa lalu hanya akan semakin usang dilebur sepi, menjadi hantu di sudut pikiran tanpa pernah menakut-nakuti perjalanan kami. Tiada pernah sedikitpun luruh rasa yang perlahan semakin tumbuh. Maka, menjadilah kita. Saling menyayangi dalam helaan nafas, dalam setiap doa panjang kepada-Nya. Aku mencintaimu sampai selesainya perjalanan kita nanti ❤
1 note · View note
browniskukus-blog · 2 years
Text
Kotak Kesedihan
Apa rasanya berada dalam segala hal yg asing setelah sekian lama berusaha menguatkan diri, kemudian pucuk pengharapan itu direnggas habis-habisan? Ia, matanya nyalang penuh dendam. Kebencian itu mengakar kuat, bak nyala api membakar seisi pilu. Remuk redam.
Anak gadis berlindung melalui tembok kokoh tegap. Ia lekat-lekat hanya menatap, enggan. Segala butir cerita digulirkan. Tiadalah lagi tempat menengadah hari ini atau seterusnya bagiku. Tidakkah ia tahu bahwa alam raya ini semacam cermin? Ia hanya melenggang santai, menggagap kosong. Ada belati yg ia simpan diam-diam
0 notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Sebab kaki kanan adalah harapan dan kaki kiri adalah berserah diri...
Catatan dari calon-calon kesedihan. Di sana tertulis pesan:
“Bagaimanapun kalian tahu aku akan datang, hanya satu yang bisa membuat kalian tenang menghadapiku. Bukan kuat yang dibuat-buat, atau bahagia yang pura-pura, melainkan penerimaan dan mengerti, bahwa aku ada di hidupmu untuk semakin mendekatkanmu dengan kepasrahan dan keikhlasan pada apa pun kehendak Tuhan: bentuk sesungguhnya dari kekuatan.”
402 notes · View notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Insecure dan Beauty Privileged
Hai, aku menulis ini semata-mata karena aku ingin mengutarakan apa yang sedang bercokol di pikiranku setiap malam menjelang tidur. Mungkin fenomena (baca judul) ini sudah semakin menjamur di sekitar kita ya. Mungkin banyak juga yang terkena dampak dari fenomena ini dan selalu merasa tersisih karena "dirasa" tidak memenuhi standar kecantikan yang dibuat oleh segelintir orang, lalu membudaya menjadi sebuah standar yang nyatanya ingin diikuti oleh sebagian besar perempuan. Tidak ber-make up tapi tetap cantik natural, glowing, bertulang hidung menonjol, putih, modis, langsing, silakan sebutkan lagi kalau memang ada. Benar nyata adanya memang, "cantik itu kalau nggak dari sananya ya dari dananya". Kalau punya dana, untuk 'membeli' sebuah kecantikan bukanlah perkara sulit, bisa permak sana sini, perawatan, atau diusahakan dengan berbagai cara. Apalagi yang dari gen memang sudah cantik, tidak perlulah susah payah pakai skincare macam-macam, tampilan wajah tetap menyenangkan dan memikat siapapun yang memandang sambil mengundang decak kagum "masyaAllah, cantik banget".
Dulu, aku pernah percaya bahwa kita harus upgrade skill agar bisa "terlihat" di kalangan masyarakat, sampai suatu ketika aku menemukan fenomena beauty privileged yang membuatku merasakan bahwa upgrade skill bisa menjadi hal yang sia-sia karena tersingkir begitu saja oleh si good looking tapi kemampuannya biasa aja. Mau kamu jungkir balik gimanapun, kadang ada faktor "kalau kamu good looking 80% masalahmu akan selesai dengan mudah dan semua mata tertuju padamu" apalagi ditambah kaya, pintar, dan bisa bersosialisasi dengan baik (punya orang dalam adalah nilai plus juga). Sungguh dunia akan tertuju padamu. Lalu bagaimana nasib si yang tidak good looking? Ya nasibnya serba biasa aja, hidup sesuai dengan alurnya tanpa ada nilai plus, berdiri dengan kekuatan sendiri, kalau mau nangis ya harus bisa menyeka air mata sendiri. Sedih tapi nggak apa-apa deh, udah bisa. Ini tulisan apa sih? Penulis juga tidak paham 🙏
Lalu, apakah si tidak good looking tidak berusaha untuk memperbaiki tampilan fisik setelah upgrade skill? Tentu memperbaiki pastinya, bahkan melakukan berbagai cara. Pakai produk perawatan kecantikan, datang ke klinik kecantikan, datang ke Sp.KK, minum obat telan, oles krim pagi krim malam, sunblock tiap hari, cuci muka pakai facial wash yang klaimnya ada collagen, makan makanan sehat, olahraga, tapi dari sinilah kadang kita mahfum harus paham bahwa ada usaha yang mengkhianati hasil alias semua itu tidak ada hasilnya dan dirasa tidak ada perubahan di wajah malah semakin parah. Di sinilah level capek pakai skincare sudah berada di tahapan, "tolong kasih tau tempat pemasangan susuk aja deh skincare nggak mempan nih." Ya mau gimana lagi kan? 😊😊
Kemudian bismillahirahmanirahiim, mantap berusaha menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya. Berusaha buat tetap tegar menghadapi gempuran cewek cantik natural, glowing, di setiap jalan yang ditemui. Setiap melihat fenomena itu kadang terbesit, "amalan apa yang bikin orang pada cantik-cantik banget, Ya Allah?" Kemudian melihat diri sendiri, bukannya membaik, tapi justru uang makin menipis buat perawatan. Orang-orang nih semakin perawatan tuh semakin cantik. Kalau aku cantik enggak, miskin iya *menghela nafas dalam-dalam*. Lagi-lagi mari kita keluarkan kata-kata andalan penguat sejuta umat, "yaudah mau gimana lagi?". Ibarat kata nih, kita sudah berusaha buat menerima dengan lapang dada, mencintai dan menyayangi diri sendiri dengan susah payah, tapi masih ada mulut rese ibu-ibu biasanya yang bilang kalau muka kita makin parah. Ya, padahal tanpa dikasih tahu juga saya sudah memahami bahwa muka saya kayak jalanan Solo-Purwodadi, bu. Saya hanya butuh dikuatkan, tapi ibu sudah meruntuhkan usaha saya untuk tetap tegar di tengah rasa insecure yang semakin hari semakin meningkat.
Sejak hari yang menyakitkan itu (bagi saya), dalam hati saya berjanji dengan mantap untuk tidak mengulik keadaan fisik seseorang entah seperti apapun keadaannya karena kita tidak tahu, dia sudah semaksimal apa untuk berusaha menerima dirinya dengan penuh lapang dada. Kita tidak pernah tahu seberapa besar usahanya menutupi segala rasa insecure, seberapa sering dia menangis sendirian karena terpikirkan segala kekurangannya itu. Seberapa banyak malam-malam yang dia habiskan untuk tetap terjaga memikirkan cara apa lagi yang harus dilakukan untuk memperbaiki kekurangannya, dan sederet usaha lain yang dilakukan dalam diam. Jangan tambah lagi dengan ucapan yang dirasa ringan, tapi berdampak besar untuk melukai seseorang. Peliharalah lisanmu untuk menguliti kekurangan fisik seseorang.
Aku sedang menceritakan semua pengalaman diri sendiri tentang ketidak-good lookingan-ku yang membuatku merasa insecure dan tersisih.
Salam dari saya, si muka permukaan bulan atau muka peyek kacang. Kata-kata itu saya dapatkan dari ibu-ibu di sekitar saya, tanpa dia tahu usaha apa yang sudah saya lakukan untuk menerima diri sendiri dengan lapang dada. Itulah juga yang menjadi salah satu alasan utama saya taat prokes kemana-mana pakai masker, lumayan menutupi kekurangan.
4 notes · View notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
“setelah berlayar lama, akhirnya akan ada tempat untuk berlabuh kembali. menyandarkan hati dan segenap perasaannya. yang kemudian menjelma dalam bentuk tidak mau ditinggalkan dan tidak ingin meninggalkan.”
— selubungwaktu
67 notes · View notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Semoga selalu ada rezeki dalam setiap hamdallah yang terucap dengan penuh rasa syukur setiap hari.
0 notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
78/365
Pada akhirnya, ada beberapa hal yang harus kita terima. Bahwa kita tak mampu melampaui batas, perihal kemampuan yang terbatas.
Hari ini, aku melepaskan satu yang pernah aku harapkan, karena bertahan lebih utama. Jalan yang terbuka untuk menjelajahi banyak tempat dan banyak kisah, menuliskannya dalam fakta, telah aku tutup dengan ketidakmampuan ku.
Setidaknya, aku pernah berusaha dengan sungguh. Mengorbankan yang layak aku korbankan. Hingga mimpi itu melenggang keluar dengan selamat tinggal yang melegakan.
Aku sudah merekamnya dengan baik, kegagalan yang datang sekali lagi sudah bagai tamu bulanan yang akan nyeri di hari pertama. Tapi esok, aku yakin akan selalu kembali baik.
Tidak apa-apa, tak semua usaha mendapatkan hasil yang diinginkan. Beberapa dari mereka, hanya pembelajaran untuk bekal berikutnya.
49 notes · View notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Tunjukan padaku tentang pagi atau tentang sebuah bahtera lekas melaju dalam sebersit ingatan koyak
Jauhkan padaku akan sebuah marabahaya turun perlahan dalam desis igaumu
Lalu, kembali kau seka keluh cemasku, tangis parauku, membatulah aku pada teduh kedalamanmu
Ah inginku selalu menjadi tawa tangis rengek bocah meringkuk, menyusup di sela-sela kokoh bahu dan lenganmu
Gamit aku selalu pada tiap jengkal hela napasmu, abai kita pada rungau puncak khayal
Semoga abadi tidak sekadar dalam ingatan, tapi di mata mereka kita adalah senyawa
Doa yang disampaikan dengan segenggam harapan panjang
(Aku, menulis untuk diri sendiri)
0 notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Bukan untuk Menyempurnakanmu
Kelak, aku ada bukan untuk menyempurnakanmu. Aku ada untuk menarik napas panjang menghadapi keras kepalamu, aku ada untuk melihat ke dalam matamu, lalu mengangkat satu alisku, ketika kamu mulai ragu terhadap sesuatu…
…aku ada untuk melihatmu dari sudut mata, ketika leluconmu salah tempat, aku ada untuk diam seribu bahasa ketika kamu mulai tidak peka, aku ada untuk menepuk pundak dan pipimu, mengangkat wajahmu yang mulai menampakkan lelah dan putus asa, kemudian berlagak hebat dengan mengatakan, “semua akan baik-baik saja.”
Jadi, tolong terima, keberadaanku bukan untuk menyempurnakanmu. Silakan kecewa. Tapi rasanya tidak perlu aku katakan, bahwa kamu, dan segala yang ada di sana (di dirimu), sudah merupakan takaran yang paling pas untuk dihadapi dengan kekuatan yang aku miliki.
– @dedesisi
576 notes · View notes
browniskukus-blog · 2 years
Text
Aku Ingin Lekas Punya Rumah
Aku memang berada di rumah, di sebuah bangunan kokoh berpintu-pintu, berjendela-jendela, dan bersekat-sekat ruang untuk beraktivitas. Tapi tahukah bahwa rumah ini rasanya kosong, tidak ada peserta makan malam di meja sambil bercengkrama, bercerita tentang hari ini berlalu seperti apa, atau sekadar membuat kudapan bersama, atau sekadar saling bersulang mengudara tentang segala bentuk kesulitan yang harus dilewati. Sepi, sepi sekali. Hanya sesekali penghuninya bertukar sapa, itupun seperlunya dan sudah. Masing-masing penghuni rumah tidak merasa saling memiliki. Jadi, ya sudah kubuat kesimpulan bahwa akupun tidak perlu susah payah untuk mendekati mereka.
Lalu untuk apa aku di rumah? Untuk sekadar mengisi ruang kosong yang ada sepertinya. Aku tidak ingin berada di sini dan kumohon lekas bawa aku pergi dari sini untuk memiliki rumahku sendiri. Kumohon untuk biarkan aku merasakan bagaimana rasanya pulang ke rumah, lalu menemukan seseorang untuk sekadar memulai bercerita tentang hari ini atau apapun. Untuk sekadar diterima dan merasa nyaman. Hari-hari berlalu di rumah dengan rasa "aku ingin pergi dari sini" setiap hari. Aku ingin selalu berbenah dan tidak lagi berada di sini. Aku muak dengannya, dengan segala yang terjadi di masa lalunya yang pada akhirnya berdampak untuk keberlangsungan hidupku hari ini. Aku muak melihatnya ada, aku muak melihatnya seperti orang frustrasi karena aku yakin dia menyesal telah membuat kami semua dicampakan. Hitunglah berapabelas tahun menjelma puluhan tahun dia meninggalkanku -untuk hidup bersama 2 orang baik hati yang salah satunya telah dipanggil di haribaan-Nya meninggalkanku selamanya- lalu kemudian dia sendiri ditinggalkan oleh laki-lakinya demi perempuan lainnya lagi. Dia meninggalkanku demi "mendampingi" laki-laki yang sekarang telah mencampakkannya. Jangankan nafkah, pulang saja tidak pernah.
Aku selalu ingin punya rumah. Selalu ingin merasa bahwa pulang adalah sebaik-baik tempat yang nyaman, damai, dan dapat membasuh segala bentuk rumitnya persoalan, sambil menikmati secangkir teh atau kopi hangat. Yaa, sederhana. Seperti yang selalu orang lain rasakan, tapi aku tidak. Aku muak dengan hidupku dan sekali lagi, kalaupun aku boleh memilih, aku pun tidak ingin berada di sini.
Dariku, yang tidak pernah menemukan arti rumah dan pulang sampai usia seperempat abad.
0 notes
browniskukus-blog · 3 years
Text
Tumblr media
Ya, lalu bagaimana menyoal ini? Kau harus tahu bahwa aku adalah salah satu pendoa yg paling tabah perihal berharap kepada-Nya
1 note · View note