Tumgik
buburcangijo-blog · 7 years
Text
Assalamualaikum
Dear Gadis Rusia dari negeri Selayang Pandang, maaf jika beberapa hari ini aku kembali mengusik hidupmu. Menerormu dengan dering telpon yang berkali kali. Seharusnya aku mengerti jika dirimu mencoba untuk menjaga jarak denganku.
Terima kasih sekali Karna sudah menerima panggilanku di hari kamis siang kemarin, meski dirimu harus mengerjakan tugas lain.
Aku masih ingat betul terakhir kita bertemu dalam keadaan baik tepat di tanggal 6 februari, sepulang dari rumah Buddy, yg dengan baik hati menjamu kita dengan makan siang yg dibarter dengan dua bungkus kerupuk. Saat itu kita memang datang dalam keadaan fakir tanpa rupiah. Kau sempat menatapku di senja penutup hari sebelum aku turun dari kendaraanmu, dan kita berpisah.
malamnya ku coba menghubungimu yg kau jawab dengan text “even you could hear my heart this evening”.
Setelah itu aku merasa perlahan kau mengilang dan sulit untuk ku ajak bicara. Bahkan kau sempat melarangku untuk datang ke hari wisudamu. Memang aku yg susah mengerti atau tak tau malu, yang nekat datang menemuimu meski dengan perasaan canggung dan penuh malu padamu.
After that, time flies so fast. Aku masih mencoba menghubungimu dengan ancaman “ this is will be my last call”. Tapi ternyata selang berapa hari aku masih tetap saja menghubungi mu dan tak berhasil. Shame on me.
Sekitar dua minggu aku mencoba untuk tak menghubungimu. Hingga pada suatu malam di bulan April aku memberanikan diri menghubungimu melalui pesan suara (sesuai permintaanmu). Aku mengajakmu bertemu dan kau mengiyakan ajakanku.
14 April, kita bertemu di suatu tempat yg dari namanya ku kira toko penjual obat nyamuk. Hanya satu jam rentang waktu yg kau berikan untukku, tepatnya pukul 14:00 sampai 15:00 WIB. Sialnya aku datang terlambat dan membuang 5 menit berharga yg kau berikan.
Aku sudah siap dengan apapun hasil pertemuan kita nanti, meskipun sesungguhnya aku berharap pertemuan itu bisa menjadi islah diantara kita dan kau berhenti mogok bicara kepadaku. Di awal aku membayangkan pertemuan kita yg hanya Kurang Dari satu jam itu berjalan santai bagaimana layaknya dua orang sahabat yg lama tak bertemu. Tapi Apa daya, belum sempat aku menghempaskan bokong ke kursi, belum sempurna senyum yg kupasang, kau langsung menyambutku dengan tatapan asing dan mengajakku untuk langsung mengatakan Apa yg ingin Ku katakan. Aku membeku, sekuat tenaga aku mencoba untuk menjaga kesadaranku, meyamakan irama detak jantung dengan kepalaku. Yg Bisa keluar dari mulutku hanya frasa “aku rindu”. Ku coba membendung air di pelupuh yg serasa air bah. Hingga akhirnya ntah kenapa aku beranjak ke kamar mandi dan tanpa sadar pipiku basah, tak mampu menahan air bah. Merasa kembali normal, aku keluar Dari kamar mandi dan menemuimu lagi. Kali ini dengan tubuh yg lebih siap merespon segala sikapmu.
Namun Apa daya, ternyata aku cukup lemah dihadapmu, Gadis Rusia. Kembali aku beku. Sementara kau terus mendesakku untuk berkata Apa yg ingin Ku katakan, aku mencoba mencari topik pembicaraan agar tidak terlihat kalah dan lemah dihadapmu. Tapi tetap saja gagal, yg keluar air mata yg coba Ku Seka dengan jari agar tak terlihat olehmu.
Hingga akhirnya aku melontarkan topik pembicaraan yg berhasil membuat kita tertawa kecil, meski hambar. Topik tentang bagaimana ketika aku berak dan tetiba ada gempa. Peristiwa yg Ku alami ketika menjadi pasukan perdamaian di negeri bencana.
Satu jam berlalu, kau mengingatkan bahwa waktuku sudah habis. Di penghujung pertemuan kau mengingatkan bahwa kemungkinan aku bertemu denganmu lagi seperti nya sulit. Yg Ku tafsirkan secara sederhana bahwa kau tak ingin bertemu lagi. Sebelum aku pergi kau memberikan sedikit nasihat yg isinya Kurang lebih “ kurangi main main, ternyata nyari duit susah, sekolah lah yg jauh”.
Aku pulang dengan perasaan campur aduk. Marah? Tidak, dendam juga tidak. Terluka? Pastinya iya. Aku masih menganggapmu teman baikku. Terima kasih untuk satu jammu yg berharga.
Hampir dua bulan aku tak menghubungimu, menganggap sudah tak ada yg perlu dibicarakan. Meski sejujurnya aku berharap tiap dering telpon itu berasal dari dirimu. Beberapa kali kita bertemu, namun kita sepertinya benar benar menjelma menjadi asing. Bahkan “hai” pun tak terucap. Lalu beberapa hari kemarin aku memberanikan diri menghubungimu untuk memberitahu bahwa dalam hitungan hari aku akan segera menanggalkan status mahasiswa yg sudah lama Ku sandang. Aku sempat takut kalau kau tak akan mengangkat panggilanku. Dan kalaupun kau angkat percakapan kita akan kaku. Tapi ternyata kita berhasil bicara dengan baik. Mungkin semesta telah menyembuhkan kita lewat waktu.
Banyak hal yg ingin Ku tuliskan tentang mu, Gadis Rusia. Tentang hal" yg membuatmu menyukaiku, juga dalam bersamaan membenciku. Lain kali mungkin akan Ku tuliskan
2 notes · View notes
buburcangijo-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Kau tau apa yang membuatku menyukai pagi? Sinar Mentari yang menyentuh lembut wajahku. Membawa kehangatan yang mengalir ke jiwa. Ku rasakan kelembutan dan kasih sayang dari tiap foton cahaya yang hinggap di wajahku. Wajahmu seakan beradu dengan cahaya keemasannya yang dipantulkan oleh samudra. Itu bagian yang tidak kumengerti. Apakah itu bagian dari keindahan yang harus ku nikmati, atau cerminan luka yang harus diobati. Ntahla. Yang pasti pagi ini tuhan menyapaku lewat mentari
1 note · View note
buburcangijo-blog · 7 years
Text
Cara terbaik untuk sembuh dari luka adalah dengan mengabaikan luka itu sendiri. Jika mulai terasa gatal, itu pertanda bahwa lukamu akan sembuh. Tahan la rasa gatal itu. Karna jika mampu menahannya maka tak lama lagi lukamu akan sembuh. Namun sayang banyak yang tak mampu menahan rasa gatal tersebut dan menggaruk lukanya. Akibatnya, malah membuat rasa gatal menjadi perih dan memperparah lukamu.
0 notes
buburcangijo-blog · 7 years
Text
Hai, Apa kabarmu "kawan" ? Yang dulu pernah menjadi "rumah" bagiku, tempat di mana aku bisa menjadi diriku. Tempat di mana aku bisa berkeluh kesah tentang betapa getirnya hidup. Ku harap kau baik saja di Sana. Ingin ku menyapa, bertanya tentang kabarmu namun aku tak tau bagaimana caranya. Kau tau, "kawan", aku punya tumpukan cerita yang ingin Ku bagi denganmu. Aku masih menunggu kau kembali dan sedia mendengar cerita (lebih tepatnya ocehan, bahkan mungkin rengekan). Karna semakin lama tumpukan cerita ini semakin menggunung.
0 notes