Tumgik
dazerine · 7 years
Video
When Your Crush Shows Interest ✨
51K notes · View notes
dazerine · 7 years
Quote
Aries — there was a war in your childhood home, and you can still remember the fires, how the blood was pretty and sick on the bathroom’s pristine tiles, your mother’s still warm body limp in the tub. breathe in through the mouth: in, out, in. you are not guilty. her life is not on your hands. Taurus — it is okay to love things more than you love people; practical, even. people have left you, people will leave you – things, though, ah! things will not abandon you. buy yourself something nice. it is the least bad out of all your choices. Gemini — you die every night and are reborn at dawn; you are a walking graveyard, an army of yesterdays’ ghosts, and you no longer remember who you were at the beginning. do not weep for the stranger that once inhabited your bones. Cancer — you are in love with the idea of love more than you are in love with your lovers; that is why all your relationships are fleeting, why you are always falling apart. all the same, smile when he proposes. pretend you do not know how this is going to end. Leo — oh, you poor, poor thing. all you have ever wanted was love’s sunlight, but all you ever got were the thunderstorms, the clouds above your head heavy with sorrow, and so you chose to drown out the rain between the thighs of a lover. do not regret it, for they were good nights. Virgo — you cradled your heart all your life with such care, and when the day came for you to hand it to another, it shattered like glass in their grip. they did not mean to hurt you, you know. they just wanted to hold on, afraid it will slip through their fingers like sand. Libra — you are the king of bad choices, from lovers to the fights you pick when you are far from sober; you lost your sanity along the line between what is right and what is not, and you started hungering. i fear the day your hunger will be quenched – only justice will sate you, and that calls for everyone’s dying. Scorpio — you are the one everyone fears: the monster in the closet, the witch at the stake – the devil, falling. all of this is because they cannot understand you. they fear you like they fear death; instinctively. do not mind them, for death is a kind god: the sweetest sleep, the darkness from which life is born. Sagittarius — some days, you think the sea is but a giant mirror, the vanity of coquettish stars and lazy clouds in passing. some days, you think it is the fury of our earth mother, her tears and her sorrow saltwater in the breeze. on all of them, you want to sail its’ lengths; you want to get lost out on the abyss, feel small beneath the sky. Capricorn — you learned early on the art of silent war – the war carried by words, sharper than any other blade. at the same time, you have learned how little you mattered to the world, and so you cast yourself in armor. i just wish you would learn to love yourself, if only a little. your own words have been cutting you all along. Aquarius — there is a sickness in you called longing: you’re wanton, thirsty, hungry, wanting – what, exactly, well, that is part two, and none of us is really sure. you’re standing here, hands reaching for; come inside. i will pour us both some wine, and we can pass the waiting time together. one day, you will know what you are lusting after. Pisces — all you have ever loved seems to be taken from you, until your house is left an empty, cold thing, and your soul has been turned into a ruin. do not despair; get up from the floor, dust your clothes. there are seeds on the upper shelves in the shed. it is a time as good as any to start keeping a garden.
poetry for the signs: the “it is okay” edition, L. Schreiber (via angelicxi)
112K notes · View notes
dazerine · 7 years
Quote
I am obsessed with becoming a woman comfortable in her skin.
Sandra Cisneros  (via wordsnquotes)
42K notes · View notes
dazerine · 7 years
Text
Permasalahan Keadilan Sosial di Indonesia
Sebelum saya membahas permasalahan yang berkaitan dengan keadilan sosial di Indonesia, saya akan terlebih dahulu membahas apa definisi keadilan sosial itu sendiri. Menurut KBBI, keadilan sosial memiliki arti kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya. Dari definisi ini, menurut Anda, sudahkah keadilan sosial ditegakkan di Indonesia?
Mari kembali ke suatu waktu yang tidak lama dari sekarang, tepatnya empat hari lalu, tanggal 4 November 2016, ketika Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap kali disapa Ahok, didemo oleh ribuan masa akibat ucapannya yang dianggap menghina Islam. Yang saya ingin bahas dalam topik ini bukanlah tentang kesalahpahaman yang terjadi antara umat Islam dan Bapak Ahok, bukan juga tentang siapa provokator sebenarnya atau siapa yang seharusnya dilempar ke dalam bui. Yang saya ingin bahas adalah bagaimana jika Ahok adalah seseorang yang beragama Muslim, konflik tidak akan terjadi.
Indonesia telah menjadi sebuah negara ketuhanan yang mengakui Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman bangsa, suatu asas yang mencerminkan sekali bangsa Indonesia. Mereka mengumandangkannya dengan bangga, memakainya dengan dada yang dibusungkan, dan menunjuknya dengan kepala terangkat sambil berkata, “Ya, itulah semboyan bangsaku”. Tetapi, apakah implementasi dari nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri sudah terwujud?
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti ‘berbeda-beda tetapi tetap satu’, namun apakah negara kita sudah menerapkan semboyan tersebut dalam kehidupan sehari-harinya? Aksi “damai” tanggal 4 November lalu menjadi sebuah bukti nyata tersendiri.
Indonesia adalah negara republik dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hasil sensus 2010 menunjukkan 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Akibat yang terjadi adalah Islam menjadi agama yang sangat mendominasi di Indonesia. Ini, ditambah dengan pemikiran orang-orang Indonesia yang sempit dan takut akan perbedaan menimbulkan dampak yang negatif bagi kaum minoritas. Orang-orang yang berbeda dianggap salah tanpa didengarkan pendapatnya terlebih dahulu, mereka terlalu cepat dicap dengan sesuatu yang negatif. Contohnya pun tidak harus jauh-jauh saya cari, dari keluarga saya pun banyak yang menyebut Ahok sebagai non-muslim, seakan-akan itu adalah hal yang hina.
Seandainya saja Bapak Ahok adalah seorang muslim atau menyebut-nyebut agama lain dalam pidatonya, saya yakin demo beberapa hari yang lalu tidak akan terjadi karena mayoritas penduduk kita yang muslim akan lebih bersimpati kepadanya, mungkin mereka juga akan mengindahkan apa yang dikatakan, mencapnya sebagai orang yang berani karena mau berbicara tentang hal-hal yang dianggap sensitif di negara kita ini, atau mungkin mereka tidak akan peduli karena bukan agama mereka yang disebut.
Keadaan seperti ini membuat saya miris. Apalah arti semboyan yang dibanggakan, budaya yang unik, suku dan ras yang beragam jika nilai-nilai dari semua itu tidak diterapkan dalam kehidupan nyata, jika hanya satu dari berpuluh-puluh kelompok yang ada di negeri ini yang dianggap sebagai suatu kelompok yang dominan, jika para minoritas dihakimi dan dipandang rendah karena kepercayaan yang dimilikinya sehingga mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan kelompok mayoritas? Apakah ini yang disebut dengan keadilan sosial?
Yang membuat hati saya semakin terenyuh adalah masalah ini bukanlah masalah yang baru. Diskriminasi agama telah terjadi sejak dahulu, bahkan sebelum Ahok menjabat sebagai gubernur. Pada tahun 2008, terjadi penyegelan dan pembekuan Gereja Kristen Indonesia Yasmin oleh Pemerintah Kota Bogor tanpa sebab yang jelas. Masyarakat beragama Kristen dibiarkan terombang-ambing tanpa kepastian. Alasan-alasan yang konyol kerap kali diberikan oleh Pemkot Bogor atas sebab ditutupnya GKI Yasmin. Titik terang tidak ditemukan hingga dua tahun berikutnya, pada tahun 2010. Pada tanggal 9 Desember, Mahkamah Agung mengukuhkan izin pendirian bangunan GKI Yasmin sah dan legal. Kemudian, diadakanlah diskusi antara Pemkot Bogor dengan GKI Yasmin pada Maret 2011 di mana Pemkot Bogor menyatakan telah menerima salinan putusan Mahkamah Agung tertanggal 9 Desember 2010. Namun, keputusan Mahkamah Agung masih tetap diacuhkan oleh Pemerintah Kota Bogor. Hingga tahun 2014, Walikota dan Polres Bogor masih tidak mengizinkan jemaat GKI Yasmin untuk beribadah.
Masalah yang dihadapi oleh kaum minoritas Indonesia tidak berhenti sampai disitu saja. Ketua Komnas HAM 2014, Siti Noor Laila, mengungkapkan sulitnya mendapatkan rumah ibadah bagi masyarakat Kristen di daerah Jawa. Perusakkan bangunan Majelis Jemaat Gereja Pantekosta juga terjadi pada 2014 silam.
Inikah keadilan sosial yang dimaksudkan oleh para perumus Pancasila bertahun-tahun silam? Apa yang akan mereka katakan jika mereka melihat implementasi sila kelima pada masa kini? Indonesia lahir dari banyak unsur yang kemudian dirangkum dan disimpulkan dalam lima sila yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Unsur-unsur ini saling berhubungan satu sama lain. Mereka bersinambung dan berdinamika, ketika satu unsur hilang, unsur-unsur lainnya tidak akan berjalan dengan baik.
Inilah yang terjadi di masyarakat kita. Ketika unsur keadilan sosial dalam masyarakat hilang, begitu juga rasa persatuan. Ini terbukti dari diskriminasi yang seringkali terjadi. Persatuan kini dilihat dari kesamaan, bukan perbedaan yang mempunyai tujuan akhir yang sama. Jika rasa persatuan sudah hilang, kemanusiaan dan kerakyatan pun akan turut menipis. Tidak akan ada lagi rasa simpati antar sesama manusia, yang mereka lihat hanya perbedaan diantara mereka, mereka menjadi semena-mena dalam berbuat, mereka menjadi selalu memikirkan dirinya sendiri, egois, apatis, tidak bermoral. Mereka melakukan segala cara untuk memusnahkan perbedaan tersebut, membuat yang minoritas menjadi lemah dan menguatkan yang mayoritas. Kebencian pun tumbuh dalam hati masing-masing kelompok, dan tanpa disadari, nilai ketuhanan pun mulai lenyap. Apakah ini akhir dari negara kita?
Sebagai generasi muda yang bermoral, generasi emas yang dengan kehendak Tuhan dapat membuat Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi, ini adalah salah satu dari tugas agung kita. Untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan, kita tidak bisa sendiri, kita membutuhkan orang-orang disekitar kita untuk bisa membantu. Kita membutuhkan rasa persatuan, rasa ingin berbaur dan menyatu dengan sesama pemimpin bangsa. Dari sinilah muncul rasa kemanusiaan dan kerakyatan. Kita menjadi lebih empati terhadap  sesama, lebih peduli, kita akan saling membantu dalam susah dan ada pada saat senang pula. Dengan inilah kita dapat melaksanakan tugas-tugas yang dapat membanggakan bangsa, kita berjihad di jalan Tuhan tanpa rasa takut karena kita semua satu. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika.
Inilah sepercik dari pikiran saya mengenai keadilan sosial yang ada di Indonesia. Esai ini tidak bertujuan untuk merendahkan siapa pun, anggaplah ini sebagai muhasabah bagi pembaca dan diri saya sendiri. Mulailah untuk mengintrospeksi diri, jadilah seseorang yang lebih baik dari sebelumnya, dan pedulilah terhadap sesama.
 Carissa Azarine Delicia (16/398977/PS/07176)
Referensi:
https://putrisr.wordpress.com/2014/06/07/121/
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141020072549-20-6862/diskriminasi-agama-yang-tak-kunjung-henti/
http://kbbi.web.id/adil
0 notes
dazerine · 8 years
Photo
Tumblr media
10K notes · View notes
dazerine · 8 years
Photo
Tumblr media
They’re sooo beautiful
3K notes · View notes
dazerine · 8 years
Audio
654 notes · View notes
dazerine · 8 years
Text
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Universitas Gadjah Mada
Carissa Azarine Delicia (16/398977/PS/07176)
Kita sering sekali mendengar ungkapan-ungkapan seperti Universitas Perjuangan, Universitas Nasional, dan Universitas Pancasila sebagai julukan untuk Universitas Gadjah Mada. Namun, apakah kita mengetahui asal-muasal julukan-julukan tersebut? Apa yang membuat Universitas Gadjah Mada pantas untuk menerima istilah tersebut?
Universitas Gadjah Mada adalah universitas yang diisi oleh mahasiswa-mahasiswi yang berasal dari penjuru Indonesia, dari Sabang hingga Merauke. Beberapa orang bahkan sering sekali mengatakan bahwa Universitas Gadjah Mada adalah ‘Indonesia Kecil’ karena sangat beragamnya budaya-budaya dan orang-orang yang berasal dari etnis yang berbeda yang terkumpul dalam satu lingkup ruang, yaitu Universitas Gadjah Mada. Di dalam Universitas Gadjah Mada, orang-orang dengan latar belakang yang beragam tersebut saling bertemu, berkenalan, berproses, dan berdinamika bersama sehingga timbul kesatuan yang utuh tanpa memandang perbedaan. Fenomena ini sesuai dengan sila ketiga Pancasila yang berisi, “Persatuan Indonesia”.
Sila  kedua dan kelima Pancasila, yang berisi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, juga sangat cocok dengan kepribadian Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada tidak hanya diisi oleh orang-orang dari latar belakang yang berbeda, namun ia juga diisi oleh orang-orang dengan status sosial yang berbeda dan yang memiliki keterbelakangan fisik. Meskipun begitu, semua orang tetap diberikan perlakuan yang sama. Para mahasiswa dengan disabilitas diberikan ilmu yang sama banyaknya dengan mahasiswa yang tidak memiliki disabilitas. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk dapat diterima di Universitas Gadjah Mada tanpa terkecuali. Orang yang memiliki uang lebih akan memiliki peluang untuk masuk Universitas Gadjah Mada yang sama dengan orang yang keuangannya terbatas. Disabilitas pun tidak memperkecil kesempatan seseorang untuk bisa berkuliah di kampus kita tercinta ini.
Universitas Gadjah Mada adalah universitas yang dibangun oleh rakyat untuk rakyat. Cucuran peluh, darah, dan air mata tidak menghentikan mereka untuk tetap membangun Universitas Pancasila ini menjadi tempat mencari ilmu yang layak untuk mahasiswa. Setiap batu yang digunakan, arah yang ditentukan, dan tanaman yang ditanam tidak hanya dibangun dengan asal. Setiap bagian dari Universitas Gadjah Mada memiliki filosofinya sendiri yang berhubungan dengan Pancasila. Universitas Gadjah Mada juga dipimpin oleh para pemimpin hebat yang namanya masih terkenal hingga sekarang, seperti Dr. Sardjito. Para pemimpin di Universitas Gadjah Mada berjuang keras untuk memberikan yang terbaik bagi para mahasiswa. Tanpa rakyat dan tanpa pemimpin, Universitas Gadjah Mada tidak akan berdiri tegak seperti sekarang. Ini adalah implementasi sila keempat yang berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebjiaksaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Universitas Gadjah Mada memiliki banyak sekali organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan, baik yang dibawah universitas atau fakultas. Namun, kedua jenis organisasi ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengembangkan ilmu agama dan memperkuat iman para mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa Universitas Gadjah Mada menjunjung tinggi moral-moral agama yang dianut oleh tiap-tiap mahasiswa, namun tingkat toleransi antaragama juga tidak hilang. Ini sesuai dengan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan yang Mahaesa”.
Banyak sekali yang dapat dibanggakan dari Universitas Pancasila, Kerakyatan, Perjuangan, dan Nasional ini. Oleh karena itu, kita harus terus membanggakan dan mengharumkan nama kampus kita tercinta ini sambil terus menjunjung tinggi prinsip-prinsip kepancasilaan dalam Universitas Gadjah Mada karena fondasi dari universitas ini adalah Pancasila.
0 notes