Tumgik
ddeenouvitaa · 4 years
Text
Ingatanku berputar kembali pada Desember tahun lalu, saat aku mencoba kembali ke Ibukota untuk kesekian kalinya. Aku mencoba mencari peruntungan disana. Ada lowongan menjadi asisten penelitian di salah satu rumah sakit yang cukup tersohor, dan aku memenuhi undangan untuk interview. Batinku, aku akan berusaha semaksimal mungkin karena kukira aku memiliki passion yang lumayan di research.
Kembali ke Jakarta menurutku adalah nostalgia. Hampir 4 tahun totalnya aku menginjakkan kaki ke daerah pinggiran Ibukota untuk mencari ilmu, menambah teman, sesekali mencari uang, dan mungkin juga mengukir kenangan. Haishhh
Sesampainya disana, aku memutuskan untuk menginap bersama junior ku dulu. Lalu esoknya langsung mendatangi interview. Kembali menjadi commuter. Ah, aku benar-benar rindu ternyata. Belum lagi kampus yang selalu kulewati saat pulang pergi menuju Jakarta. Ia tetap sama. Selalu ada hangat disana.
Pagi itu, aku ingat Hari Jumat. TGIF! Saking semangatnya, aku datang beberapa waktu lebih awal dan mempersiapkan kira-kira apa saja yang akan ditanyakan. Aku cukup percaya diri kali ini. Pertama kali sampai, ternyata aku bertemu dengan alumnus yang sama, yang juga menyebarkan info lowongan pada grup kelas.
Setelah beberapa penjelasan, jelas aku sedikit kecewa dengan pekerjaan yang sebenarnya. Posisi yang ditawarkan sebenarnya adalah tenaga magang. Tak apa, pikirku sambil menghibur diri sendiri. Paling tidak, aku bisa bekerja sambil mengerjakan hobiku: menulis. Selanjutnya, aku diwawancarai oleh kepala bagian yang akan aku tempati. Dan dari sinilah permulaannya..
"Apa pengalaman kamu dalam penelitian?"
"Saya sudah punya 2 penelitian yang sudah dipublikasikan, dok. Kemarin juga sudah pernah ikut symposium ke Jog..."
"Saya nggak perlu pengalaman jalan-jalan kamu ke Jogja" katanya sambil meninggikan suara. Aku terkejut. Benar-benar terkejut.
"Iya pak, eh dok, saya sudah terbiasa dengan jurnal ilmiah". meski gugup, aku mencoba untuk membuat pembelaan.
"Kuanti(tatif) apa kuali(tatif)?" tanyanya
"Kualitatif, dok" jawabku
"Ya nggak sesuailah sama kita" nadanya hampir membentak. Aku benar-benar gugup. I though that the worst interview for me.
Aku masih mencoba senyum, kemudian mencoba untuk membela diri (lagi).
"Saya juga pernah kuantitatif, dok. Penelitian akhir saya ketika diploma basisnya kuantitatif. Jadi paling tidak, saya sudah punya bekalnya. Saya akan berus..."
"Kita tuh butuh yang sudah jadi. Yang langsung mengerti, bukan yang usahakan usahakan, belajar belajar". Beliau kembali memotong jawabanku. Seketika aku tidak mau lagi ada dihadapannya. Tidak akan mau.
Dan bisa ditebak, dipertanyaan lainnya aku benar-benar di skakmat! Aku yakin sekali jika saja aku tidak menguatkan diri, air mataku akan tumpah saat itu juga. Aku tidak main-main pada kesempatan kali ini. Aku bahkan bela-belain dari Semarang di akhir tahun hanya untuk ini.
Setelah interview berlalu, aku merasa sangat bersyukur. Rasanya aku tidak akan maju ke tahap selanjutnya mengingat interview-ku sekacau itu. Tapi yang Aku takutkan jika takdirnya aku bekerja dibawah pimpinan beliau, rasanya lebih tidak sanggup lagi.
Pukul dua siang aku sudah keluar rumah sakit, menuju pulang. Ingin rasanya bercerita dengan teman karibku saat itu juga tapi ku ingat, saat itu masih jam kerja. Aku mengurungkan niat. Pulang sepertinya pilihan terbaik. Apalagi siang begini krl tidak akan penuh.
Sampai di Stasiun Juanda, aku langsung menuju kereta ke Bogor. Tidak lama aku menunggu. Aku memilih gerbong tengah. Ada bangku kosong dan aku langsung menuju tempat itu. Duduk lalu tenggelam dalam pikiranku. Dengan wajah yang masih tertutup masker, yang juga menyembunyikan kesedihanku.
Tidak beberapa lama, aku mencoba menghubungi rumah. Ada ibu yang setia mendengarku. Tapi rasanya aku terlalu cengeng untuk menceritakan kembali. Telepon terhubung.
"Gimana, mbak?" tanya ibu.
"Aku nggak tau bu, aku nyesel" kataku. Air mataku sudah makin banyak. Aku menelpon sambil menunduk. Menceritakan semuanya. Lalu menangis.
"Gapapa udah. Kamu udah berusaha. Allah udah liatin usaha kamu. Mungkin dokternya lagi PMS" ibu mencoba menghiburku. Tak sadar, aku membuka masker sedikit untuk mencari angin. Sesak rasanya. Kereta tak pernah sesesak itu meskipun aku pernah ada di jam pergi kerja. Aku mengipaskan tangan. Agar sedikit lega. Tapi sama saja. Aku menoleh sekitarku. Tidak ada yang peduli sepertinya. Lalu melihat ke sampingku. Ada lelaki seumuranku sepertinya, sepertinya memperhatikanku sedari tadi. Name tag khas dokter dan jas putih dokter ada dipangkuannya. Damn! Kupikir tidak ada yang mendengarku bicara tentang jurnal, rumah sakit, kesehatan dan lainnya. Dia pasti telah membatin banyak hal, curigaku. Aku menutup masker kembali. Aku masih disambungan telepon dengan ibu. Lalu mencoba berbasa-basi bahwa aku sudah tidak apa-apa. Mencoba melucu, lalu pamit dari telepon. Klik. Rasanya aneh saja menangis di samping laki-laki yang tidak aku kenal. Aku mencuri pandang. Dia masih bertindak seolah tidak mendengar percakapanku. Tapi senyumnya tetap saja...
Di stasiun selanjutnya, ada bapak-bapak paruh baya yang naik lalu sepertinya kebingungan hendak mencari tempat duduk. Saat itu aku masih riweuh dan tidak ngeh kedatangan bapak itu. Mas-mas sebelahku mempersilakan bapak tua duduk dan sekarang dia berdiri tepat di depanku. Alamaaaak. Kenapa harus di depanku sih, pikirku.
Beberapa stasiun kemudian, aku mempersilakan duduk pada bapak tua lain yang masuk ke gerbong. Aku lalu berdiri. Pas disamping mas-mas tadi. Tidak lama, salah satu bapak tua turun, menyisakan bangku kosong. Lelaki sebelahku menyilakan duduk kepadaku, tanpa kata. Ia memandangku, lalu melirik ke bangku kosong itu. Aku menggeleng. Stasiun universitasku tak lama lagi. Dia masih saja menyilakan agar ku duduk. Aku menggeleng. Hingga akhirnya adegan sila-menyilakan itu berakhir saat ada mas-mas lain duduk. Aku tersenyum, tapi tetap saja tertutup oleh masker wajahku.
Akhirnya peringatan kereta sebentar lagi akan sampai telah berbunyi. Jujur, aku masih tak karuan karena moodku benar-benar rusak karena interview hari itu. Setelah turun kereta, aku berjalan menuju kos adik kelasku, sambil melihat makanan yang dijual sekeliling stasiun. Moodku biasanya membaik dengan makanan, tidak dengan hari itu. Suasana hatiku makin buruk. Ingin menangis! Allah ternyata sangat lembut mengingatkanku. Di perjalanan menuju kos, seorang anak kecil, yang mungkin usianya 9 - 10 tahun, sedang menggendong adiknya, sekitar 4 tahun usianya. Pakaian mereka lusuh. Kalau tidak salah ingat, ditangannya ada karung kecil dan botol air kemasan.
Astagfirullah ya Allah, maafkan aku yang cuma kau beri ujian begini saja sudah mengeluh. Maafkan..
Aku menangis lagi. Untung saja masker masih menutupi dan jilbabku menyamarkan airmataku yang berkali-kali jatuh. Allah jauh lebih sayang padaku. Aku bahkan jauhblebih lemah dibanding adik-adik yang ku temui di sekitaran stasiun. Aku merutuki diriku yang terlalu cengeng. Sekalipun begitu. Air mataku tidak langsung kering.
Aku mengurungkan niatku menuju mall yang sekarang sudah di hadapanku. Tadinya aku ingin me time. Tapi aku bisa mengira wajahku sudah lebam karena terlalu banyak menangis. Too much
.
.
.
.
Dan ingin hanya pulang..
Semarang, 20 Februari 2020
Tumblr media
2 notes · View notes
ddeenouvitaa · 4 years
Text
Setelah Pisah
Tumblr media
Setelah pisah, kita benar-benar memutus untuk mengakhiri semua. Semua yang diimpikan, semua yang dicita-citakan. Kita memutuskan bahagia meski tidak bersama. Diakhiri dengan permusuhan. Diam satu dengan lainnya. Lalu terpuruk salah satunya.
Ya. Di awal mungkin ada salah satu yang masih memendam kecewa. Pun bahagia juga tak bisa dijamin walau kita bersama. Aku sendiri? Mencoba bermain dengan logika. Jika di awal saja Tuhan telah memberi tanda, lalu bagaimana aku yang seorang hamba harus menetangnya?
Katamu, aku terlalu cepat menyerah, terlalu suka gundah, intinya kau bilang aku lemah. Lalu apa bedanya kau yang kutinggal, berjarak, lalu tak lama kau menghilang, kembali bertamu, dengan seseorang yang baru. Aku sudah katakan, jika memang Tuhan mengijinkan, kau akan ku ijinkan kita bersama. Setelah masing-masing dari kita benar-benar tak lagi berkeluh kesah dengan jalan cerita kita. Nyatanya? Kau tak siap. Aku dengan perjuangan, kau dilanda godaan. Tak apa. Perjuangan akan hambar jika tidak ada penghianatan, bukan?
1 note · View note
ddeenouvitaa · 4 years
Text
Thank you, next
48 hal yang harus kuucapkan terima kasih padamu...
Terima kasih karena bersedia mengenalku, tanpa momen itu cerita kita tidak akan pernah ada.
Terima kasih karena membuatku mampu melupakan masa laluku beserta luka-lukanya.
Terima kasih karena pernah, sedang, atau masih mencintaiku.
Terima kasih karena pernah mau belajar menaklukkan kerumitanku.
Terima kasih karena pernah meluangkan waktumu untuk menemaniku.
Terima kasih karena pernah mengakui bahwa kamu merindukanku.
Terima kasih karena pernah ada di suatu masa untuk tujuan yang baik.
Terima kasih karena pernah mau belajar memaklumi ketidaksempurnaanku.
Terima kasih karena pernah menjanjikan kita.
Terima kasih karena pernah melibatkanku ke dalam hal-hal hebat yang kau alami.
Terima kasih karena pernah membuatku merasa beruntung, di saat ada banyak orang lain yang ingin dekat denganmu.
Terima kasih karena pernah dengan bangganya memperkenalkanku di hadapan teman-teman dan keluargamu sebagai orang yang kau sayangi.
Terima kasih karena masih mau mengobrol denganku di saat kita kehabisan topik untuk dibahas.
Terima kasih karena masih mau mendengar cerita yang sudah kuulang berkali-kali.
Terima kasih karena mau memaafkanku atas segala kesalahan yang kubuat.
Terima kasih karena mau mendengarkanku.
Terima kasih karena membiarkanku mencintaimu.
Terima kasih karena tidak membiarkanku berjuang sendirian.
Terima kasih karena menciptakan atmosfer tawa, di saat dunia sedang tidak berusaha melucu.
Terima kasih karena berusaha untuk ada.
Terima kasih karena menjatuhiku cinta yang baik.
Terima kasih karena tetap peduli padaku di saat kita sedang bertengkar.
Terima kasih karena membuatku merasa dibutuhkan.
Terima kasih sudah mau bertahan di saat kondisi yang kita hadapi sangat menyulitkan kita.
Terima kasih sudah mau menguatkan kerapuhanku dan tidak sedikitpun berniat meninggalkanku.
Terima kasih telah menjadi inspirasi untuk semua tulisanku.
Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik.
Terima kasih telah menjadi dirimu sendiri untuk kucintai.
Terima kasih telah mengikutsertakanku ke dalam perjalanan bersamamu.
Terima kasih telah memilihku, di saat ada orang yang jauh lebih baik dalam segala hal untuk kaupilih dibandingkan aku.
Terima kasih telah bersedia menjadi bagian dari hidupku dan menjadikanku bagian dari hidupmu di saat ada orang yang jauh lebih pantas memasukinya.
Terima kasih telah menawarkan kebaikan yang tak akan pernah bisa aku balas.
Terima kasih telah membawa anugerah yang tak henti-hentinya membuatku bahagia.
Terima kasih telah mendoakan kebahagiaanku.
Terima kasih telah bersusah payah menerjemahkan dan memahami sisi lain diriku yang sulit dimengerti.
Terima kasih telah mencintaiku sebagai diriku sendiri.
Terima kasih untuk semua mimpi yang pernah kau bagi dan ingin kau wujudkan bersamaku.
Terima kasih untuk segala pengalaman, kenangan, dan momen yang sengaja kauciptakan banyak-banyak untukku.
Terima kasih untuk segala pemberian, hadiah, dan kejutan yang kauberikan khusus untukku.
Terima kasih untuk setiap dukungan, nasihat, dan saran yang selalu membuatku jauh lebih tenang.
Terima kasih untuk setiap ucapan selamat pagi, selamat malam, selamat tidur, selamat istirahat, dan perhatian-perhatian kecil lainnya.
Terima kasih untuk setiap sentuhan, pelukan, dan genggaman yang sebentar dan lama.
Terima kasih untuk cara-cara sederhana yang tidak bisa dilakukan orang lain, namun kau berhasil membuat bahagia.
Terima kasih untuk janji yang benar-benar kau wujudkan.
Terima kasih untuk air mata bahagia, debar di dada kiri, dan senyuman manis yang disebabkan olehmu.
Terima kasih untuk masa lalu, masa sekarang, (mungkin) masa depan, dan segalanya yang telah terjadi. Aku belajar banyak darimu.
Terima kasih untuk hal-hal lainnya yang tidak bisa kusebutkan yang pantas untuk mendapatkan terima kasih. 
Dan terakhir, terima kasih karena telah mengakhiri cerita ini dengan baik.
:)
2K notes · View notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Beberapa bulan di rumah, ternyata sangat sangat berdampak pada beberapa kebiasaan dasarku. Makan contohnya. Di rumah, aku dibiasakan untuk makan bersama dan berbincang bahkan sambil curhat.
Merasa sangat beruntung karena hampir 3 tahun diperantauan aku hanya makan sendiri. Di fast food. Di pujasera. Di kantin asrama. Di kamar. Sedih? Tidak terlalu. Karena seringkali yang kukerjakan sembari videocall orangtua atau teman. Sesimpel itu.
Lain lagi beberapa hari ini. Aku kembali namun bukan ke Depok. Pergi ke kampung orang tuaku. Mencari tempat rehat yang lain 😅. Beda lagi kebiasaannya. Jetlag. Iya. Nasi yang terlalu pulen juga salah satu faktornya. Lebih parah lagi karena aku lahir di ranah beras pera' ambyar (katanya budeku sih gitu kalo tekstur nasi pera'). Belum lagi beda kebiasaan makannya. Karena sibuk masing-masing, waktu makan tidak ada yang sama. Aku? Makan kalo benar-benar sudah tidak mau dengar celotehan budeku😂.
Seperti kebiasaan, yang mungkin kubutuhkan adalah sebuah kehadiran. Ga perlu duduk di depan sambil menatap segitunya. Malah nanti aku ga jadi makan. Cukup temani, dengarkan. Syukur-syukur kalau mau teman hidup selamanya. Nggak cuma pas makan doang..
Oke, abaikan!
Semarang, 25 September
Tumblr media
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Pagimu yang terluka,
Malammu yang menyiksa
Hal yang ingin kau lupa
Justru semakin nyata..
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Bagi sebuah rayuan, kau terlalu mudah untuk goyah atau seseorang yang bertahan?
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Naaaaaa na na na na na na na~
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Seseorang yang ditinggalkan, apa boleh egois? Hmm..
Rasa-rasanya beberapa hari terakhir ini sangat mudah untuk baper. Ditinggal nikah, baper - nanti teman mainnya siapa - Ditinggal pergi jauh -nanti aku mau cerita sama siapa- dan ditinggal saat masih sayang-sayangnya *ehh
Nggak tau sih tapi ya itu tadi, rasanya egois gitu kalo musti nahan seseorang buat berkembang, yekan ? Antara ditinggal, dan meninggalkan sendiri nih, akupun ga yakin buat 100 persen kalo milih salah satunya. Ngga tegaan, atau mungkin ngga rela (?)
6 notes · View notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Healing
Beberapa hari yang lalu, telah sebulan rasanya sepeninggalku dari ibukota. Tak ada alasan lain, kali ini pulang untuk benar-benar memutuskan pulang hingga aku pulih. Sebelumnya, aku pernah cerita tentang kesehatanku, bukan?
Setibanya disini, hal yang perlu aku lakukan adalah serangkaian pemeriksaan medis. Kata dokter, ini bisa jadi penentu akan dibawa kemana hubungan kita.
How poor I am! Hasil yang terlihat ternyata tidak menjamin keadaanku yang sebenarnya. Memang, untuk beberapa menjadi lebih baik, tapi tidak masalah utamanya. Aku kira ini karena kebiasaan lamaku yang kembali menghantui. Insomnia dan alergi adalah koentji. Apa kabar kesedihan? Aku padamu (lagi).
Skip tentang masalah tubuhku, kabar buruk (atau bahagia?) lainnya terjadi. Aku mendapat kabar bahagia tak terduga dari seorang yang pernah kuinginkan menghabiskan waktu dengannya. Yap! Seseorang dari masa lalu datang setelah mendiamkan dan memutuskan hubungan tanpa sebab. Ia datang ke rumah bertemu dengan ayah, memberikan undangan hari bahagianya. Lha, aku ? Baru terjaga dari tidur siang saat ayah memberikan kabar tersebut, dan malah ku sambut dengan "Oh, iya kan ibu sama ayah diundang juga". Setengah sadar aku menduga itu adalah undangan dari teman SD ku dahulu. Tapi setelah dibuka ternyata.. AMBYAAAAAAR
Sekian,
Tumblr media
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Rehat (?)
Sepagi ini, kembali merasakan menjadi manusia.
Beberapa minggu ini aku seperti kembali pada kebiasaan burukku. Kembali tidur diatas tengah malam, dan terlambat bangun. Sangat buruk. Begitu buruknya ketika kau bangun namun matahari telah tinggi. Rasanya malu sekali, dibanding makhluk lain yang tak punya pikiran, aku jauh menghamba lebih buruk.
Ada alasan bagiku kenapa aku berubah kebiasaan menjadi seperti ini.
Begini,
Beberapa waktu lalu aku diberi kesempatan untuk datang tes kerja di beberapa perusahaan di ibukota. Makanya hari itu aku memutuskan untuk nekat kembali, sedang keadaan kesehatanku belum pulih sepenuhnya. Beberapa obat dari dokter kubawa, untuk berjaga-jaga. Serangkaian pemeriksaan juga kulakukan untuk mengetahui keadaanku saat ini. Hasilnya, dokter mengijinkan aku pergi dengan syarat: aku mempertahankan gaya hidupku yang -agak- membaik beberapa bulan ini.
Kabar baiknya, untuk urusan akomodasi aku tidak perlu ribet soal itu. Temanku sudah mengurusnya semua. Ia mencarikan akomodasi tepat benar di jantung ibukota. Dasar aku saja, yang mungkin susah beradaptasi, aku mengalami beberapa kesulitan. Kesepian misalnya.
Aku tidak bergurau tentang kesulitan itu, tapi bagiku itu memang sangat mempengaruhi.
Hari demi hari, dalam seminggu mungkin hanya beberapa kali saja aku keluar kos untuk urusan tes kerjaku, sisanya tidak kemana-mana. Buruknya, berdampak pada malam hari. Aku tidak bisa tidur. Malam hari serasa berbeda, suasana, cuacanya, dan hawa-hawanya. Pikiranku melanglangbuanaaa. Insomnia! Ini yang aku takutkan. Dan ini menjadi hal buruk yang akan mempengaruhi kesehatanku. Pasti karena metabolisme tubuhku juga akan berubah jika waktu tidurku berkurang.
Sempat ku berpikir apa aku lebih baik mengkonsumsi obat tidur saja, tapi setelahnya aku menyerah akan hal itu. Akan makin memperburuk keadaan saja jika aku nekat untuk memakai obat tanpa sepengetahuan dokterku. Beberapa waktu lalu saja ketika aku terpaksa mengkonsumsi obat dengan efek tidur yang 'biasa', aku malah teler seharian. Lalu kali ini sengaja mengkonsumsi obat tidur? Jangan bodoh kau, Marimaar!
Aku berpikir lebih jauh, mungkin saja lingkungan yang membawaku seperti ini. Tidak seperti Depok, dimana aku masih punya beberapa teman yang bisa kuajak bicara, lingkungan kali ini berbeda. Penuh dengan orang baru dan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Rasanya aku jenuh jika tiap hari tidak ada tempat untuk berbagi cerita. Hahaha dasar aku!
Akhirnya, setelah dua minggu lamanya aku menjalani tes, rejeki sepertinya belum berpihak padaku. Aku gagal setelah MCU. Disini, aku memutuskan untuk pulang. Rasanya tidak baik jika aku bertahan tanpa tahu arah tujuan. Aku mendiskusikan hal ini kepada keluarga dan beberapa teman untuk mendapatkan nasehat terbaik. Akhirnya, kuputuskan untuk menggenapi hingga satu bulan sembari menunggu hasil dari lamaranku yang lain.
Aku kemudian mengabarkan kepada teman-temanku tentang rencana kepulanganku pertengahan bulan ini. Beberapa teman akhirnya mengajakku bertemu. Kita berbagi cerita dengan latar belakang yang sama kerasnya: tidak mudah untuk mencari kerja yang kita inginkan. Beberapa teman bercerita sukanya di tempat barunya. Ya, hidup tidak selalu senikmat kulit ayam k*c. Aku sadar, akan selalu ada ujian-ujian yang akan menggiring kita ke tempat seharusnya. Kita hanya perlu waktu yang tepat, dan.. mengurangi sambat. Mungkin saja, Allah masih ingin kamu rehat. Sebelum nanti ada waktu kamu benar-benar kurang istirahat.
Pagi ini, ada yang berbeda. Sepertinya semesta memberi kesempatan bagiku untuk merasakan pagi yang beberapa minggu ini kurindukan. Pagi ini kurasa cuacanya tidak terlalu berbeda dari kampung halamanku. Dingin. Karena hujan datang pagi ini. Tidak seperti biasanya, alergi dinginku kambuh. Aku bersin-bersin. Entah mengapa aku malah senang seperti ini. Kembali seperti manusia bagiku, dibanding bangun tidur dengan keadaan matahari yang terlalu kering. Juga, tidurku nyenyak walaupun hanya 4 jam. Kemarin aku mengunjungi teman, dan mungkin aku menggali endorphin dari suatu pertemuan. Setidaknya, perlahan kesepianku terobati.
Alhamdulillah!
1 note · View note
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Introvert atau Ekstrovert?
Iseng-iseng beberapa waktu yang lalu mencoba tes MBTI. Berbeda dengan hasil yang sebelumnya, kepribadianku ternyataaa berubah gaes! Herman sayahh.
Iya, berubah. Dari yang introvert jadi ekstrovert dong.
Terus aku mencoba untuk membuat praduga, kemungkinan apa saja yang mempengaruhi perubahannya. Jeng jeng jeng.. memori rasanya berputar, seperti dulu rasanya pernah sayang, sekarang malah hilang.
Tapi setelah dipikir pikir, nyatanya tidak ada yang berubah. Sebagian orang mungkin menilai aku adalah introvert sebelum benar-benar mengenal lebih jauh, dan akan berubah menjadi power puff girl saat kota diserang lebih welcome saat sudah nyaman. Pun dengan kebiasaan-kebiasaan yang tetap sama: tidak terlalu suka dengan keramaian, lebih mengenal diri sendiri, bahkan masih hobi me time ke mall sendirian. Berbeda dengan keadaan yang mengharuskan bertemu dengan banyak orang, mau tidak mau ya harus sesuai keadaan. Masa' pas pertemuan gitu ada yang nanya terus dikangenin dikacangin gitu? (Cuma karena alesan kebanyakan introvert itu pendiam(?))
Tumblr media
Menurutku, tidak masalah sejauh kepribadian bisa ditempatkan dengan baik pada porsinya masing-masing, yekan?
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Bersyukurlah untuk kehilangan~
Pernah nggak kita berpikir, pas kita ditinggal dengan hal yang menurut kita itu baik, ternyata Allah punya rencana yang lebih besar.
Dan, kita yang sebelumnya terlalu nyaman, dibuat sulit untuk menerima kenyataan.
Kenyataan bahwa yang kita genggam erat ternyata diam-diam menikam,
Padahal telah sedemikian rupa kita berusaha untuk mempertahankan.
Tapi tenang,
dengan adanya kehilangan, kita telah dibukakan,
Bahwa selama ini kita salah utk membuatnya bertahan,
bahwa selama ini, yang kita percaya sepenuhnya, ternyata sia-sia..
Dan kita telah dihindarkan,
- Dengan waktu yang akan terbuang percuma jika tetap bertahan.
- Dengan fikiran, tenaga, dan mungkin hati yang terlalu banyak tercurahkan kepadanya,
- Dari hal yang menurut kita baik, sebenarnya tidak, hal yang sama sekali tidak sepadan menurut - Nya,
Menuju hal baik yang telah disiapkan-Nya
- dariku, 'D' mahasiswi tingkat akhir yang baru saja kehilangan topik skripsi dan seseorang yang hampir kujadikan pelabuhan pencarian, diwaktu yang hampir sama
30 Maret, 2018
Tumblr media
1 note · View note
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Relationship, Meet, and Judge
Beberapa hari yang lalu, salah satu teman ibu bertamu ke rumah. Mereka berbagi rindu dalam temu, berbagi cerita karena sempat terpisah beberapa masa. Mungkin ada setengah jam mereka bersama, lalu kembali, mereka berpisah. Sepulangnya beliau, ibu akhirnya menjawab keingintahuan yang belum sempat aku tanyakan.
"Beliau telah berpisah, dan sekarang dengan keluarga barunya", jelas ibuku
"Nah iya aku mau tanya kenapa bukan si om yang datang.. "
"Kita tak pernah tahu sampai seseorang benar-benar menjelaskan apa yang telah terjadi. Beberapa orang menentang, tapi kita nggak tahu sebenarnya bagaimana", kata ibu lagi. Aku auto merenung.
Iya, mungkin disekitar kita, atau mungkin kita sendiri seringkali menduga apa yang sedang terjadi pada seseorang (dengan yang lainnya). Sudah putuskah? Masih berhubungankah? Serumit itukah kehidupannya? Lalu ujung-ujungnya menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Belum lagi julid-julid yang pedesnya level 5 ayam geprek, harus dihadapi, dengan senyuman.
Dan aku ingat! Aku adalah tipe orang yang berkomentar dengan hal sekecil apapun, walaupun itu gumaman. Maapkeun ya Allah. Pernah suatu ketika lagi JJS menikmati kesendirian, lalu berpapasan dengan seorang perempuan yang tak sengaja menabrakku karena asyik dengan gawainya. Aku emosi dwongs. Terus ya seperti biasa, stel tampang angkuh (ini beneran keahlian alamiah karena wajahku yang antagonis, huhuhu). Mbaknya masih tetep jalan tanpa memperdulikan. Okay, FINE!
Namun setelah kejadian sore itu, aku berfikir bahwa tidak ada salahnya jika memberikan 'pemakluman'. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada tiap orang, siapapun itu yang kita temui. Mungkin saja orang yang bertemu denganmu, sebelumnya mendapat kabar bahagia karena pekerjaannya, lalu membagikan ceritanya denganmu, atau mungkin, seseorang yang kamu temui di jalan sebelumnya mendapat berita buruk tentang orang yang dicintainya, sehingga tak memperdulikan kamu yang disenggolnya ketika berpapasan. Sering pula, seseorang menyapamu dengan senyuman hangat, padahal ia sedang memikirkan masalah dan ujian yang dihadapinya. Who knows, kan?
Tumblr media
4 notes · View notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Bawaannya sedih, seharian kesel, bikin mangkel. Tapi diluarnya masih nyoba jadi elegan. Beneran deh, capek akutuhh.
- dari seseorang yang di PHP in teman, seseorang yang nge-gap gebetannya jalan ama sahabat baiknya, pada satu raga dan waktu yang sama
4 Februari 2019
1 note · View note
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Aku sukaaaaaaa
Repetisi dalam Puisi: Sama yang Tidak Bersama
(Sebuah ulasan singkat puisi “Dia yang Memunggungimu” karya Khrisna Pabichara)
Puisi Dia yang Memunggungimu ini menyampaikan kepada pembaca suasana hati aku yang hanyut dalam harapan sendiri; bertepuk sebelah tangan. Harapan itu tampak pada awal kalimat pada setiap bait:
Kita berada di pelukan yang sama;
Kita berdiam di rumah yang sama;
Kita tegak di jalan yang sama. 
Aku masih berpikir positif bahwa  mereka masih berada di pelukan, rumah, dan jalan yang sama. Namun, itu hanya fiktif belaka sebab kesamaan yang dimaksud ternyata berada pada kotak yang berbeda, bahkan terpisah: 
Aku memeluk lututku, kamu memeluk bayangnya; 
Aku di masa entahmu; kamu di masa lalunya; 
Aku memandangi punggungmu, kamu menangisi punggungnya.
Larik selanjutnya masih mengungkapkan situasi yang bertepuk sebelah tangan, untuk menjelaskan larik sebelumnya.
Dalam puisi ini, Khrisna Pabichara melakukan pengulangan kata, bentuk imbuhan, dan bunyi atau yang disebut dengan repetisi. Repetisi dalam puisi ini membantu penulis untuk menyampaikan makna sama yang tidak bersama kepada pembaca. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis penggunakan kata sama pada setiap bait dalam kalimat pertama untuk menggambarkan bahwa aku dan kamu sedang melakukan hal yang sama, tetapi… melakukan hal yang sama ternyata tidak selalu bersama.
Kita berada di pelukan yang sama. Aku memeluk lututku, kamu memeluk bayangnya. Kamu akan tenang meninggalkanku, aku pasti senang menunggalkanmu.
Pada bait ini terdapat pengulangan kata memeluk; pengulangan bunyi pada tenang dan senang; pengulangan bunyi dan bentuk imbuhan pada meninggalkan dan menunggalkan. Karena itu, untuk menyampaikan makna bertolak belakang, penulis juga menggunakan repetisi dan memilih diksi yang memiliki kemiripan bunyi untuk memunculkan keindahan.
Repetisi dan kemiripan bunyi tersebut juga terdapat pada bait kedua dan ketiga.
Kita berdiam di rumah yang sama. Aku di masa entahmu, kamu di masa lalunya. Kamu berbahagia dengan melupakanku, aku berbahagia dengan mengingatmu.
Kita tegak di jalan yang sama. Aku memandangi punggungmu, kamu menangisi punggungnya. Kamu mengandalkannya, aku mengandaikanmu.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa penulis pun melakukan repetisi pola setiap baitnya. Repetisi inilah yang membuat makna puisi dapat disampaikan dengan tepat sebab dalam repetisi terdapat penekanan yang diciptakan oleh penulis.
Tumblr media
puisi:  Dia yang Memunggungimu-Khrisna Pabichara (https://www.kompasiana.com/1bichara/57866427f0927366089b5f32/dia-yang-memunggungimu)
6 notes · View notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Kau (?) akupun
Kau dan aku adalah hal yang masing - masing kita pikirkan. Akan jadi baik jika kita berusaha, akan jadi buruk bila terabai. Kemarin rasanya kita telah sama-sama berusaha untuk jadi baik, namun lelah, lalu kini sama sekali tidak memperdulikan satu sama lain. Kau, akupun. Setidaknya begitulah yang kita tampilkan pada semua orang.
Aku kira hanya aku yang berpura-pura begitu. Kau tidak. Benar kan? Kita tidak lagi satu. Bahkan jika bertemu, aku pun kau akan menyesal rasanya bahwa pernah ada kita. Dari bangun sampai kau terlelap, aku pernah bersama meski jarak pernah berada diantaranya.
Hari ini, aku lalu harus bagaimana?
Lalu besok?
Jika itu tanpamu,
Apakah
akan baik saja
?
Tumblr media
0 notes
ddeenouvitaa · 5 years
Text
Halo, kamu apa kabar?
4 notes · View notes