Tumgik
Text
Sanawi, Penjual Es Krim yang omzetnya miliaran rupiah per bulan namun hanya lulusan kelas 1 SD.
Lahir ditengah-tengah keluarga tidak mampu dan tidak berpendidikan, tidak menyurutkan semangat Sanawi untuk meraih kesuksesan. Pasalnya pria yang hanya lulusan kelas 1 SD ini mengakhiri sekolahnya lantaran faktor ekonomi. Ditengah desas desus masyarakat yang menilai bahwa pendidikan adalah salah satu jalan meraih kesuksesan, maka Sanawi membuktikan bahwa tidak selamanya pendidikan tinggi menjadi satu satunya faktor mencapai kesuksesan.
Kisah sulit Sanawi dimulai ketika orang tuanya memutuskan untuk memberhentikan sekolahnya ketika masih kelas 1 SD. Sanawi yang kala itu masih anak-anak, mulai mencari nafkah dengan memandikan sapi milik juragannya. Tidak berhenti sampai disitu, ketika menginjak usia remaja (16), Sanawi memutuskan untuk merantau ke Jakarta bersama tetangganya dengan berbekal uang dari hasil panen 10 pikul ketela yang berhasil ia jual  dengan harga 750/pikul. Namun, nasib Sanawi tidak membaik lantaran ketika tiba di Jakarta dirinya ditipu oleh tetangganya sendiri yang meninggalkannya di stasiun pulo gadung. Hingga Sanawi akhirnya memutuskan untuk kembali ke tanah asalnya di Blora Jawa Tengah.
Bukan Sanawi namanya jika berhenti sebelum mencoba, Sanawi memutuskan untuk kembali ke Jakarta meski dirinya tidak mengetahui pekerjaan apa yang nantinya akan ia kerjakan ketika tiba di Jakarta. Dengan berbekal suara dari rumah ke rumah, Sanawi menawarkan jasa untuk “Mengecat Rumah” di perumahan perumahan. Namun sayangnya tak satupun dari pemilik rumah diperumahan tersebut yang memperdulikannya. Hingga ia memutuskan untuk membersihkan rumah yang tak berpemilik. Namun karena kesungguhan dan kegigihannya untuk bertahan hidup, Sanawi pada akhirnya memperolah tawaran pekerjaan dari seseorang yang secara kebetulan bertemu ketika ia membersihkan rumah kosong tersebut. Nasib baik belum memihak pada Sanawi, karena tak lama setelah ia memperoleh pekerjaan, dirinya di pecat oleh majikannya dengan alasan tidak ada tempat tinggal untuk Sanawi.
Kesuksesannya dimulai ketika ia memperoleh tawaran untuk kerja proyek di Samarinda Kalimantan sebagai kuli batu. Dengan gaji Rp 45.000 per hari dan tiket pesawat yang ditanggung oleh majikannya membuat Sanawi nekat untuk merantau ke Kalimantan tanpa pikir panjang. Karena kebiasaannya yang suka mencoba hal baru, Sanawi memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mengadu nasib dengan berjualan Es Krim bermodalkan sepeda yang ia pinjam dari temannya. Dengan penghasilan awal yang mencapai Rp 150.000 per hari membuat Sanawi optimis untuk menggeluti pekerjaan yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kisah suksesnya.
Sanawi yang saat itu tengah menikmati karirnya mulai untuk melakukan doktrinisasi terhadap teman temannya yang bekerja di proyek tersebut untuk bekerjasama dengannya dengan iming iming gaji seperti yang ia peroleh per harinya. Karena kegigihannya dalam bekerja dan jiwa tidak patah semangat meski kerap diremehkan, ditipu, bahkan diabaikan kini bisnisnya “Vanesa Ice Cream” telah menuju puncak dengan membuka cabang hingga ke seluruh Kalimantan, Makassar, bahkan Jakarta.
Kini pengusaha yang memilki 17 rumah, omzet Rp 1,5 miliar, dan 700 karyawan itu telah berhasil membuat publik tercengang. Tercatat sekitar 9000 ember Es Krim perbulannya berhasil ia jual. Sanawi juga menjual 40 ribu lebih cone es krim “kerupuk tempat es krim”. Tak berhenti sampai disitu, Sanawi juga memiliki bisnis jual bebek beku, ayam beku, supermarket bahkan persewaan container. Meski pria yang baru bisa membaca ketika bisnisnya telah berjalan 3 tahun dimulai dari 2007 ini berpesan kepada para pemuda yang mengingikan jalan kesuksesan seperti dirinya untuk tetap menomorsatukan pendidikan agar tidak mudah ditipu, kerja keras, menyimpan duit, dan jangan memberi hutang pada orang.
0 notes
Text
Menulislah
Hembusan nafasmu tidaklah kekal, namun goresan tinta dalam karyamu akan kekal dalam ingatan setiap insan yang membacanya
0 notes