Tumgik
Text
Tumblr media
Penulis : Aldo Rizki Kurniawan
Judul : Sketsa dari tahun 1967 berjudul "Pasar Burung Ngasem".
Dengan sketsa, kita tidak hanya diundang untuk membayangkan ceritanya sendiri, tetapi juga mengisi detail visualnya. Di sini, goresan spidol hitam Pak Tino berhimpit yang semerawut tetapi tetap mewujud menangkap dengan tepat suasana hiruk-pikuk sebuah pasar burung. Pasar Ngasem memiliki nuansa berbeda dengan pasar burung lain. Di pasar ini, pengunjung tidak hanya dapat menikmati keindahan burung saja, tetapi juga pertunjukan yang digelar oleh para pecinta burung. Misalnya, pertunjukan keahlian burung dara untuk terbang kembali ke kandang dan adu kemerduan suara berbagai macam burung. Dari pertunjukan itulah biasanya ada calon pembeli yang merasa tertarik dan kemudian rela membayar berapa pun harganya. Penjual kadang juga mau mengajari melatih burung agar dapat berkicau atau sekedar bercakap-cakap tentang cara memelihara burung.
Unsur penting dalam sebuah karya seni rupa adalah garis, Selain warna dan tekstur. Mengapa garis menjadi utama dalam dalam kajian yang dilakukan oleh pak Tino karena Garis adalah cara ungkap paling sederhana dan mengena sekaligus juga murah. Jadi Setiap orang pasti pernah melakukan pembuatan garis. Hal ini terkait dengan sejarah peradaban manusia bahwa pertama kali orang menggambar dengan garis. Garis menjadi tulang punggung utama untuk menciptakan berbagai macam bentuk. kalau anak-anak mempunyai pemikiran yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, jadi dia mengeluarkan ekspresi melalui garis. Hal tersebut yang menjadi menjadi satu inti pelajaran Pak Tino mengenai garis. kunci utama membuat sketsa burung adalah menggambar sketsa tidak perlu terlalu artistik. Yang paling terpenting adalah sketsa gambar tersebut dapat mewakili berbagai ciri secara detail, contoh seperti ukuran, bentuk, panjang paruh, warna, bulu, kaki, dan berbagai ciri khas lainya.
0 notes
Text
Tumblr media
Penulis : Aldo Rizki Kurniawan
Judul: Sketsa Tempat pemberhentian bus Wirobrajan Jogja tahun 1968
Sketsa (sketch) merupakan gambaran atau lukisan yang kasar, ringan, semata-mata garis besar atau belum selesai. Kadang kala hanya digunakan sebagai pengingat-ingat saja. sketsa mengarah ke gambar kasar, yang bersifat sementara, baik di atas kertas maupun juga berada di atas kanvas, sehingga suatu saat dapat berwujud 'lukisan/gambaran yang sesungguhnya' ‘sketch', yang dimana pengertian adalah 'begitu saja tanpa persiapan'. Sedangkan persamaan arti kata sketsa antara lain: 'coretan, gambar, ilustrasi, buram, coret, rencana, draf, konsep, skenario, ikhtisar, rangka, rang-rangan, reka bentuk. Kalau di sederhanakan, pengertian sketsa adalah pra rancangan gambar dengan medium garis.
Sketsa diterapkan secara esensi dengan adanya sebuah ungkapan emosi, ekspresi dan intuisi kedalaman kesan objek yang di gambar. Hasil karya sketsa mampu menunjukkan kematangan goresan seniman/desainer sebelum ia mewujudkan berupa karya cipta seni rupa/desain. Sketsa Tempat pemberhentian bus Wirobrajan Jogja tahun 1968, 24cm x 34 cm, spidol hitam pada kertas. Fungsi sketsa bagi Tino adalah untuk melakukan pendokumentasian momentum, ruang dan waktu. Baginya liburan dan berkeliling daerah adalah kerja seni. Sketsa adalah sebentuk pilihan estetik atas berbagai hal yang ada dan terjadi di lapangan. Baginya, kebiasaan dan kehidupan sehari-hari, misalnya adalah hal yang indah, sehingga ia harus mengerjakan sketsa.
0 notes
Text
Tumblr media
Penulis : Aldo Rizki Kurniawan
Judul : Tino Sidin - Legenda Anak-Anak Indonesia.
Nama Tino Sidin begitu terkenal antara tahun 1970-1980an. Ia adalah seorang pelukis yang memiliki acara "gemar menggambar" yang ditayangkan di TVRI Yogyakarta & TVRI Pusat, Jakarta. Acara ini menempati ruang khusus bagi anak-anak hingga Tino Sidin patut dikenang sebagai "guru dengan jutaan murid" yang tersebar di seantero negeri. Pak Tino Sidin menggambarkan konsep bahwa siapa saja bisa menggambar dan bahwa menggambar itu sesungguhnya mudah. Perkembangan seni rupa di Indonesia pada tahun 1970-an dipengaruhi oleh kontribusi Tino Sidin dan terasa sampai sekarang, walau jarang diingat oleh masyarakat. Media pengajaran Tino Sidin melalui media TV, membawakan acara tetap “Gemar Menggambar” di TVRI. Penyampaian yang sederhana dan penuh motivasi dengan cara yang kreatif melalui media televisi memberikan ingatan dan simpati kepada anak-anak (Daoed Joesoef, 2015:38).
Alunan iramanya pengucapannya datar, terkesan ringan tapi mantap terasa tulus dan penuh daya magi untuk dierami dalam rekaman ingatan publik, dengan kurun waktu yang cukup panjang. Padahal, acara “gemar menggambar”nya Tino Sidin di TVRI sudah hilang sejak tahun 1989. Meskipun begitu, sampai sekarang Tino Sidin identik dengan “mantra sakti”nya itu. Setelah acara Gemar Menggambar Tino Sidin, acara-acara edukasi tentang seni rupa dengan menggunakan media massa elektronik interaktif seperti di TVRI tidak muncul kembali. Acara TV yang berisi edukasi tentang seni penting, karena seni memiliki fungsi sosial seperti yang disampaikan ( Dani Ibrahim, 2014) “Secara teoritis karya seni mempunyai tiga fungsi yaitu : fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik”.
Pengetahuan dan kebiasaan bersosial manusia yang bisa menjaga dari munculnya dampak destruktif era 4.0. Seni mengajarkan sikap apresiasi yang bisa diaplikasikan dalam bersosial. Sikap apresiasi memberikan kebiasaan untuk menilai sesuatu dengan detail dan semestinya. “Mengerti dan menyadari sepenuhnya seluk-beluk sesuatu hasil seni serta menjadi sensitif terhadap segi-segi estetikanya sehingga mampu menikmati dan menilai karya tersebut dengan semestinya.” (Soedarso, 1990).
Meskipun punya sanggar formal di Jogja yang bisa kita lihat Tino Sidin juga berhasil membuat nilai-nilai yang bisa ditiru oleh murid.Dalam hal ini secara langsung mengajarkan kita banyak hal melalui karya-karya Tino Sidin yang bersifat visual baik berupa komik, berupa buku gambar, gambar-gambar yang diteladani, sketsa-sketsa nya itu maupun tulisan, ya yang ketiga yang dihasilkan. Masyarakat Indonesia menyematkan kata guru kepada Tino Sidin karena kemahirannya dalam memberikan pembelajaran melalui TV. Memberikan penjelasan bahwa Tino Sidin merupakan tokoh guru bukan karena beliau guru yang sebenarnya, melainkan guru dalam artian sebutan yang disematkan oleh masyarakat atas pekerjaan beliau menjadi pembawa acara Gemar Menggambar. Karena kemahiran Tino Sidin menanamkan motivasi untuk menggambar, membuat orang terinspirasi dan bisa diturunkan ke keturunannya. Motivasi yang diberikan Tino Sidin bisa diterapkan kepada anak dibawah umur 12 tahun karena menjadi kata apresiasi dan bukan sindiran seperti yang diungkapkan Daulat Saragi (2014) “Seorang guru menggambar yang baik seperti Tino Sidin selalu menghargai setiap karya anak, tetapi bukan berarti kita membohongi anak. Guru malah memberikan penguatan dan penghargaan”. Perjuangan Tino Sidin menjadi menjadi skala Nasional terjadi di tahun 1979 melalui acara tetap Gemar Menggambar TVRI. Seperti yang disampaikan. Tino Sidin mendapat tawaran dari direktur TVRI Jawa Tengah pada Tahun 1969 dan 9 tahun kemudian beliau ditarik untuk mengisi acara gemar menggambar di TVRI Pusat Jakarta. Gaya yang menarik dan cara yang mudah dalam membawakan acara Gemar Menggambar membawa Tino Sidin menjadi pembawa acara TV dari tahun 1969-1993. Populernya Tino Sidin membuat Televisi Republik Indonesia (TVRI) Stasiun Yogyakarta tertarik untuk mengajak Tino Sidin sebagai mengasuh acara “Gemar Menggambar” (1969-1979). Dilanjutkan ke TVRI Pusat (1979-1989). Kemudian Tino Sidin juga sempat mengasuh acara “Mari Menggambar” di Stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tahun (1993)”. Menjadi pengisi acara gemar menggambar pak Tino memulai proses dari kedatangan beliau ke Yogyakarta. Tino Sidin datang ke Yogyakarta tahun 1961 dan tinggal di kediaman keluuarga Soto Kadipiro/ pak Gurga. Tino Sidin mendapat tawaran dari Bu Suliantoro untuk mengajari anaknya menggambar. Setelah itu cara mengajar menggambar Tino Sidin jadi terkenal di Yogyakarta dan didengar oleh TVRI daerah Yogyakarta dan Tino Sidin ditawari menjadi pembawa acara Gemar Menggambar di TVRI. Bersamaan dengan itu Tino Sidin juga mengasuh anak-anak dalam hal menggambar di Yogyakarta dengan nama Pusat Latihan Lukis Anak anak ( PLLA) Yogyakarta pada Tahun 1970 sampai 1978.Keberhasilan Tino Sidin menjalankan acara Gemar Menggambar mengapresiasi banyak anak untuk tertarik pada seni rupa. Acara Gemar Menggambar adalah acara yang pertama kali disiarkan di Indonesia sebagai acara yang mempunyai muatan seni rupa. Tino Sidin terpilih menjadi pembawa acara tersebut karena metodenya yang menarik, mudah untuk ikuti, dan memberikan motivasi untuk tertarik pada seni rupa. Cara Tino Sidin mengenalkan seni rupa menjadi refleksi atau pembelajaran untuk mengembangkan sikap apresiasi seni rupa di Indonesia.
Soedarso. 1990. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Indonesia. Yogyakarta: Suku Dayar Sana. Saragi, Daulat. (2014). “Kontruktivisme Jean Piaget dalam Teori Bermain, Suatu Pembelajaran Seni pada Anak”. Pendidikan Seni Rupa UNIMED. diunduh 14 Desember 2021, dari http://digilib.unimed.ac.id/30890/1/102%20MAKALAH%20Daulat%20Saragi%20ke%20SURABAYA.. Joesoef, Daoed., Subanar G. Budi, SJ., Ardi Sun., Purwatmadi., Susanto Mikke. 2015. Tino Sidin Guru Gambar dan Pribadi Multi Dimensional. Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Ibrahim, Dani. (20014). “Seni Rupa Moderen dan Kontemporer” diunduh pada 8 Desember 2021, dari https://www.slideshare.net/danikazami49/seni-rupa-modern-dan-kontemporer.
0 notes
Text
Mengenal Sosok Tino Sidin
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Penulis : Ade Marlinang Tino Sidin adalah seorang guru gambar terkenal yang lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, pada 25 November 1925. Mendapat julukan “Guru Gambar Sejuta Murid” pada era 1970-an, sosoknya menjadi dikenal masyarakat karena posisi beliau pemandu guru gambar pada salah satu program acara belajar menggambar untuk anak-anak. Semasa hidupnya, beliau aktif dalam Kepanduan / Pramuka serta Palang Merah, dan pernah bekerja sebagai art direktor, aktor film , penulis, maupun guru kebatinan dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Selain dikenal sebagai seniman dan guru gambar, Pak Tino menempuh perjuangan dan perjalanan hidup sejak pasca-kemerdekaan. Pak Tino aktif dalam Kepanduan dan Palang Merah, di tahun yang sama beliau bersama Daoed Joesoef dan Nasjah Djamin mendirikan Kelompok Angkatan Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Medan. Pada masa revolusi kemerdekaan di Tebing Tinggi, beliau menjadi salah satu pengibar bendera Indonesia saat peristiwa bendera Jepang diturunkan. Tahun 1944-1945, beliau pernah menjadi kepala bagian poster kantor penerangan Jepang di Tebing Tinggi. Tahun 1947, Pak Tino hijrah ke Yogyakarta, dan bertugas sebagai guru bersamaan dengan jabatannya sebagai anggota Tantara Pelajar Brigade 17 Yogyakarta sampai tahun 1949.Kemudian di tahun 1949, beliau pergi ke Jakarta dengan TNI divisi Siliwangi dan bergabung dengan Taman Siswa Jakarta untuk belajar di sana. Tahun 1951, beliau pulang ke Tebing Tinggi dan ditugaskan di Taman Siswa untuk mengajar di Taman Dewasa Taman Siswa Tebing Tinggi, lalu menikah pada tahun 1951.[1] Pada tahun 1961, beliau mendapat bea siswa pampasan perang Jepang untuk mendalami ilmu menggambar di ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia ) Yogyakarta jurusan seni murni grafis. Karir Pak Tino kemudian naik setelah mengampu program acara televisi di TVRI yang berjudul “Gemar Menggambar” yang berlangsung dalam kurun waktu 20 tahun diawali th 1969 sd th 1978 di TVRI Yogyakarta kemudian hijrah ke TVRI Pusat Jakarta sampai tahun 1990an. Acara tersebut tayang setiap minggu sore, memperkenalkan Pak Tino kepada anak-anak di rumah dari seluruh penjuru daerah di Indonesia akan trik dan teknik menggambar mudah. Teknik menggambar yang diajarkan yaitu: menarik garis lurus dan garis lengkung. Pak Tino selalu memberikan motivasi pada anak-anak di untuk mengirimkan hasil gambar mereka dan memberikan apresiasi atas hasil karya mereka. Program acara televisi ini kemudian menjadi tontonan wajib bagi anak-anak usia Sekolah Dasar sehingga Pak Tino mendapat julukan sebagai “Guru Gambar Sejuta Murid”.[2] Pak Tino mengajar gambar kepada anak-anak dalam program acaranya tersebut, bukan ditujukan agar anak-anak menjadi seniman, melainkan mengajarkan mereka untuk mencintai kesenian melalui gambar. Pak Tino memacu anak-anak untuk memiliki keberanian dan menghilangkan keraguannya dalam hal mengambar. Ucapan-ucapan yang sering Pak Tino gunakan, seperti “Ya Bagus..”, “Jangan takut-takut ya..” atau “Besok kirim lagi ya..”, tidak hanya sekadar untuk membahagiakan anak-anak, namun bagi Pak Tino kesenian itu tidak ada yang benar dan salah, yang ada adalah keberanian untuk berkarya. Kreativitas dari Pak Tino memberikan kesan bahwa menggambar itu mudah dan menarik.[3] Pandangan masyarakat terhadap Tino Sidin sebagai guru gambar dipengaruhi oleh kreativitasnya. Proses beliau menjadi pembawa acara Gemar Menggambar di TVRI pada tahun 1970-an mempunyai potensi pada perkembangan seni rupa bagi anak-anak. Beliau merupakan salah satu tokoh yang mengawali perkembangan seni rupa khususnya untuk anak melalui massa yang mendapat antusias tinggi dari masyarakat. Tahun tersebut menjadi awal pengenalan seni rupa melalui media televisi melalui acara “Gemar Menggambar” yang dilihat masyarakat luas secara berkelanjutan, sehingga mempunyai potensi menumbuhkan rasa apresiasi masyarakat terhadap seni rupa. Medan sosial seni rupa adalah komponen-komponen yang membentuk sirkulasi pada proses perkembangan seni rupa seperti yang dikatakan oleh Soenanto Yuliman. Pembentukan komponen-komponen dapat diawali dengan rasa apresiasi. Pengaruh yang diberikan Tino Sidin adalah mengenalkan seni rupa sejak dini. Pak Tino memberikan pembelajaran mengajar untuk memotivasi dan mengajak anak-anak untuk suka menggambar bukan untuk menghalangi kreativitas anak.[4]
Tino Sidin telah menghasilkan ratusan hingga ribuan karya, di antaranya adalah karya sketsa hitam putih, sketsa berwarna dan karya lukis yang didominasi dengan karya yang menggambarkan emosi, perasaan, dan suasana yang dilihatnya. Kemampuan menggambar dan menulis dari Pak Tino menghasilkan berbagai buku dan komik menarik yang betemakan anak-anak dengan pesan kehidupandan nasionalisme. Karya-karya yang dihasilkan Pak Tino memiliki tema unik dan beragam, seperti kehidupan sehari hari, objek, benda mati, lanskap, potret figur dan kegiatan khusus. Beliau dikenal sebagai seniman yang sadar akan pentingnya sebuah arsip. Hal tersebut yang dipastikan oleh keterunannya pada saat akan membuat Museum Taman Tino Sidin. Semasa hidupnya, Pak Tino sudah menyusun dengan rapi segala bentuk arsip termasuk karya-karyanya, sehingga memudahkan pihak Museum Taman Tino Sidin dalam mengelola arsip dari Pak Tino. Beliau kemudian meninggal dunia pada tanggal 29 Desember 1995, di masa usianya 70 tahun. Hingga saat ini karya-karya peninggalannya masih memiliki pengaruh besar dan mencerdaskan kehidupan anak bangsa.[5]
[1] Taman Tino Sidin, Diakses pada 10 Desember 2021 pukul 22.45 WIB dari  URL: http://www.tamantinosidin.net/pak-tino-sidin/ [2] Taman Tino Sidin, Diakses pada 10 Desember 2021 pukul 00.30 WIB dari  URL: https://tekno.kompas.com/read/2020/11/25/07300087/mengenal-tino-sidin-guru-menggambar-yang-jadi-google-doodle-hari-ini. [3] CNN Indonesia. 2020. “Mengenang Pak Tino Sidin , Guru Menggambar Anak 1980-an”. Diakses pada 10 Desember 2021 pukul 1.12 WIB. Dari URL: https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201125173540-241-574467/mengenang-pak-tino-sidin-guru-menggambar-anak-1980-an. [4] Angga Setiawan, Idah Chrysanti Angge. 2021. “Tino Sidin Sebagai Perintih Apresiasi Seni Rupa Indonesia”. Fakultas Bahasa dan Seni. Univesitas Negeri Surabaya. [5] Aditya Hibah. 2020. “Pengelolaan Koleksi Museum Taman Tino Sidin”. Dalam makalah pemenuhan tugas akhir mata kuliah Museologi. Fakultas Seni Rupa, ISI. Yogyakarta.
2 notes · View notes
Text
Tumblr media
Prodi S-1 Tata Kelola Seni FSR ISI Yogyakarta mempersembahkan
*“Kaca Mata Sang Guru Gambar”*
*Sebuah Proyek Pembacaan Arsip Koleksi Museum Taman Tino Sidin Yogyakarta*
Proyek Kaca Mata Sang Guru Gambar merupakan bagian dari proses pembacaan arsip, dan penggambaran sekilas tentang pandangan sekaligus kecintaan Tino Sidin dalam dunia gambar di masa 1950-an hingga 1990-an. Bekerja sama dengan Museum Taman Tino Sidin Yogyakarta, proyek ini sebagai bentuk rangkaian poin-poin penting dalam perjalanan Tino Sidin yang menunjukkan proses kreatifnya, ketegangan atau perjuangan dalam pilihan profesional sebagai guru gambar dalam acara program televisi sekaligus sebagai seniman yang ikut berperan dalam pendidikan seni untuk anak-anak di Indonesia.
Proyek ini merupakan bagian dari Matakuliah Kurasi Arsip mahasiswa Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta dengan Prodi S-1 Sejarah UGM dalam rangkaian program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kemendikbud-ristek RI.
*Proses pelaksanaan:*
*12 Desember - 12 Januari 2021*
Setiap minggu akan ada 2-3 postingan arsip.
Dapat dibaca melalui:
https://kacamatasanggurugambar.tumblr.com/
Harapannya proyek ini dapat menjadi proyek berkelanjutan sesuai dengan arsip-arsip yang akan ditampilkan.
Selamat membaca!
2 notes · View notes