Tumgik
media-of-khilafah1435 · 7 months
Text
Tumblr media
Makalah An-Naba' Edisi 410
Kamis, 13 Rabiul Awal 1445 H
📜 "Kenikmatan (Di Akhirat) Tidak Dapat Diraih Dengan Kenikmatan (Di Dunia)"
Imam Ibnul Qayyim berkata: "Kemaslahatan dan kebaikan-kebaikan, kelezatan-kelezatan dan kesempurnaan, semuanya tidak akan diraih kecuali dengan merasakan sebagian dari kesulitan, tidak akan terlintasi kecuali dengan melintasi jembatan keletihan. Para pemilik akal sehat seluruh umat sepakat bahwa kenikmatan abadi tidak akan diraih dengan kenikmatan sesaat. Barang siapa mendahulukan istirahat di dunia, dia akan luput mendapatkan kesempatan istirahat di akhirat. Besarnya kebahagiaan dan kelezatan yang didapat sebanding dengan besarnya kesusahan yang dia rasakan. Tidak ada kebahagiaan di akhirat bagi orang yang tidak mengalami kesedihan di dunia. Tidak ada kelezatan hakiki bagi orang yang tidak memiliki kesabaran. Tidak ada kenikmatan abadi bagi orang yang tidak mengalami kesusahan. Tidak ada istirahat panjang bagi orang yang tidak mengalami keletihan (ketika melaksanakan ketaatan). Bahkan, apabila hamba mau lelah sebentar di dunia, niscaya dia akan mendapat istirahat panjang di akhirat. Jika dia mau memikul beratnya kesabaran sesaat saja maka ia akan dituntun menuju kehidupan yang abadi. Semua kenikmatan yang dimiliki para pemilik kenikmatan hakiki adalah buah dari kesabaran sesaat. Allah lah tempat meminta pertolongan, tiada kekuatan melainkan dengan bantuan-Nya. Semakin mulia jiwa dan semakin tinggi cita-cita, dia akan semakin lelah dan semakin sedikit istirahatnya". [Miftah Dar as-Sa'adah]
◾️ Hakikat Kenikmatan
Salah satu hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dia menjadikan dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaan bagi hamba-hamba-Nya. Maka sebagian dari mereka lebih condong pada dunia, menjadi tenteram olehnya, dan tertipu oleh perhiasannya. Dan di antara mereka ada yang menyadari hakikatnya dan memahami kepalsuannya, lalu menjauhkan diri darinya dan menjadikannya sebagai jalan menuju kenikmatan abadi, serta meyakini bahwa kenikmatan akhirat tidak dapat diraih dengan menikmati kenikmatan dunia dan bersandar padanya. Namun ia akan meraihnya dengan beramal dan bersabar atasnya, tidak diragukan lagi bahwa sudah semestinya bagi orang-orang yang cerdas untuk menempatkan dirinya pada kehidupan yang paling pedih, paling berat dan paling keras, dengan mengambil pelajaran dari firman Allah Ta'ala: {Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.} [Al-Baqarah: 214]
Ath-Thabari -Rahimahullah- berkata: "Wahai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya apakah kamu menyangka akan masuk syurga, sementara kamu belum pernah ditimpa cobaan sebagaimana cobaan yang menimpa orang-orang yang sebelum kamu yang berupa siksaan, fitnah, ujian, maka kamu diuji dengan apa yang diujikan kepada mereka, dan dicoba dengan malapetaka, berupa kebutuhan yang mendesak dan kesengsaraan, dan kamu belum digoncang seperti goncangan mereka, yakni: dihinggapi rasa takut dan ngeri yang amat sangat dari musuh sehingga kaum itu menunggu pertolongan Allah kepada mereka, mereka berkata: Kapan pertolongan Allah akan tiba?".
Jadi; hakikat kenikmatan dunia bagi umat terdahulu bukanlah untuk tempat tinggal dan bernaung, memperoleh keuntungan, dan menimbun harta, melainkan hakikatnya bagi mereka adalah bersabar atas sesuatu yang tidak disukai, memerangi kaum kafir, berjihad di jalan Allah, menolong-Nya dan mengalahkan musuh-musuh-Nya, serta menanggung kerasnya hidup, beratnya kelaparan, dan sakitnya luka. Maka inilah Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam-, orang yang paling zuhud di dunia dan yang paling mendambakannya. Umar -Radhiyallahu'anhu- berkata: (Saya masuk menemui Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam- dan beliau sedang berbaring di atas tikar, lantas saya duduk di dekat beliau, sewaktu beliau membetulkan sarungnya, terlihat olehku bekas tikar di tulang rusuk beliau, kuperhatikan di tempat penyimpanan barang, ternyata saya tidak mendapati apa-apa, kecuali sekantong gandum kira-kira satu sha' dan seukuran qarazh berada di sudut ruangan dan sehelai kulit yang menggantung, (Umar) melanjutkan; (Melihat keadaan seperti itu) air mataku menetes, lalu beliau bertanya: "Kenapa kamu menangis wahai Ibnul Khaththab?" Saya menjawab; Wahai Nabiyullah, bagaimana saya tidak menangis, sebab saya melihat tikar ini membekas di rusuk anda, dan saya tidak melihat sesuatu pun di tempat penyimpanan barang anda ini selain apa yang telah saya lihat, padahal istana Persia dan kekaisaran Romawi berlimpah-limpah dengan buah-buahan dan sungai-sungai, sedangkan anda adalah Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam- dan orang pilihan-Nya, hanya beginilah tempat penyimpanan barang anda! Beliau bersabda: "Hai Ibnul Khaththab, tidak sukakah kamu jika akhirat untuk kita sedangkan dunia untuk mereka?" Saya menjawab; Tentu.) [Muslim]. Beliau -Shallallahu'alaihi wa Sallam- biasa mengajarkan kepada para sahabatnya hal demikian hingga mereka menyadari akan kenikmatan akhirat dengan bersabar atas kepergian kenikmatan dunia dan menanggung kesusahan hidupnya, dan dari situ juga haditsnya -Shallallahu'alaihi wa Sallam-: (Barangsiapa di antara kalian di pagi hari aman ditengah-tengah keluarganya, sehat jasmaninya, memiliki kebutuhan pokok untuk sehari-harinya, maka seakan akan dunia telah dikumpulkan untuknya.) [Tirmidzi]
◾️ Kenikmatan Dunia dan Perhiasannya yang Sebentar
Sesungguhnya cinta dunia, bersandar padanya, dan berlebih-lebihan di dalamnya akan melalaikan hamba dari keta'atan kepada Rabbnya, dan akan menyeretnya lebih jauh dari itu hingga ia tersesat dari jalan yang lurus, dan melupakan tujuan yang dengannya ia diciptakan, yaitu menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala, mentauhidkan-Nya, menyeru kepada-Nya, loyalitas kepada-Nya, permusuhan karena-Nya, dan berjihad di jalan-Nya. Allah Ta'ala berfirman: {Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.} [Al-Munafiqun: 9], Ibnu Katsir -Rahimahullah- dalam tafsirnya berkata: "Allah Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk banyak berzikir mengingat-Nya, dan melarang mereka menyibukkan diri dengan harta dan anak-anak sehingga melupakan zikir kepada Allah. Dan juga Allah memberitahukan kepada mereka bahwa barang siapa yang terlena dengan kesenangan dunia dan perhiasannya hingga melupakan keta'atan kepada Rabbnya dan mengingat-Nya yang merupakan tujuan utama dari penciptaan dirinya, maka sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang merugi. Yakni merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kelak di hari kiamat".
Nabi -Shallallahu'alaihi wa Sallam- telah memperingatkan agar tidak mencintai dunia dan bergantung padanya, dan inilah yang beliau -Shallallahu'alaihi wa Sallam- takuti menimpa umatnya. Dari Abu Sa'id Al Khudriy -Radhiyallahu'anhu- menceritakan: "Bahwa Nabi -Shallallahu'alaihi wa Sallam- suatu hari duduk diatas mimbar dan kami pun duduk didekatnya lalu Beliau bersabda: (Sesungguhnya diantara yang aku khawatirkan terjadi pada kalian sepeninggalku adalah apabila telah dibuka untuk kalian (keindahan) dunia serta perhiasannya.)" [Muttafaq 'alaih]. Dari Amru bin Auf Al-Anshari -Radhiyallahu'anhu-: "Bahwa sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam- mengutus Abu Ubaidah bin Al-Jarrah -Radhiyallahu'anhu- ke Bahrain untuk mengambil jizyah. Ia pulang dengan membawa harta dari Bahrain. Lantas orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah, mereka pun melaksanakan salat Fajar bersama Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam-. Usai shalat, Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam- beranjak pergi. Ternyata orang-orang Anshar menghadang beliau. Beliau tersenyum saat melihat mereka, lalu bersabda: (Aku kira kalian sudah mendengar kedatangan Abu Ubaidah dari Bahrain dengan membawa sesuatu?) Mereka menjawab, 'Tentu saja, wahai Rasulullah'. Beliau bersabda: (Bergembiralah dan berharaplah dengan sesuatu yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan menimpa kalian, tetapi yang aku khawatirkan ialah terbentangnya dunia pada kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba, lalu dunia membinasakan kalian sebagaimana membinasakan mereka.)" [Muttafaq 'alaih]
Bahkan, sibuk dengan kenikmatan dunia akan berujung pada kehinaan, kerendahan, dan penguasaan musuh, karena ianya menjadi sebab ditinggalkannya jihad maupun pengorbanan dalam berjuang menolong agama Rabbnya para hamba. Dari Ibnu Umar -Radhiyallahu'anhuma- berkata: Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam- bersabda: (Apabila kalian telah berjual-beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridha dengan pertanian serta meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.) [Abu Dawud]
Rabb kita Jalla wa 'Ala telah menyebutkan kepada kita tentang rombongan yang sangat ingin keluar berjihad melawan musuh-musuh Allah bersama Rasul-Nya -Shallallahu'alaihi wa Sallam- untuk menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, manakala mereka menemukan kenyamanan dalam kenikmatan dunia, dan mereka tertipu oleh perhiasan serta kesenangannya, dan mereka lebih menyukai naungan pepohonan daripada suara pedang dan bilah, lalu mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Mereka tidak menyadari bahwa api jahanam itu lebih sangat panasnya, jika mereka mengetahui. Allah Ta'ala berfirman: {Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.} [At-Tawbah: 81], Ath-Thabari berkata: "Firman Allah Ta'ala tentang: {Dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah}, Maksudnya dalam agama Allah yang mensyari'atkan hamba-hamba-Nya untuk menolong Agama Allah, mereka lebih condong untuk menolak dan lebih senang tinggal, tidur di atas kasur, istirahat dari kelelahan dan kesukaran, serta kikir untuk menginfakkan harta mereka guna ketaatan kepada Allah". [Tafsir]
Mereka yang merenungi keadaan umat-umat sepanjang sejarah akan menemukan bahwa tidaklah umat tersebut dihinakan atau direndahkan, tidak juga dikuasai oleh musuhnya melainkan tatkala ia telah condong pada dunia, sibuk dengan kenikmatannya, kelezatannya, dan syahwatnya, serta meninggalkan jihad melawan musuh-musuhnya. Inilah yang dikabarkan oleh Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam-, beliau bersabda: (Hampir saja bangsa-bangsa (kafir dan sesat) memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk. Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al-Wahn. Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al-Wahn?" beliau menjawab: Cinta dunia dan takut mati.) [Abu Dawud]
Dan terakhir, telah terwadahi dalam jiwa para sahabat yang mulia -Radhiyallahu'anhum- tentang hakikat dunia, mereka tidaklah menjadikannya apa-apa melainkan jembatan penyeberangan menuju tempat kenikmatan abadi, maka Allah memberi mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Imam Muslim meriwayatkan dalam Sahihnya dari Khalid bin 'Umair Al-'Adawi yang berkata: "Utbah bin Ghazwan yang merupakan amir al-Bashrah berkhutbah, ia memuja dan memuji Allah, setelah itu berkata: Amma ba'du. Sesungguhnya dunia telah memberitahukan akan lenyap dan tidak ada yang tersisa selain seperti sisa air minum di bejana yang diminum oleh pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan berpindah meninggalkannya menuju negeri yang tidak akan lenyap. Karena itu pindahlah dengan membawa sesuatu yang terbaik yang ada di hadapan kalian, karena telah disebutkan pada kami bahwa sebuah batu dilemparkan dari tepi neraka jahanam lalu jatuh ke dasarnya selama tujuh puluh tahun, namun belum juga mengenai dasarnya. Demi Allah, neraka jahanam itu akan dipenuhi. Apakah kalian heran? Dan telah disebutkan kepada kami bahwa dua daun pintu di antara sekian pintu surga (seluas) perjalanan empat puluh tahun, suatu hari nanti pintu itu akan penuh sesak. Aku pernah melihat diriku sebagai orang ketujuh dari tujuh orang yang bersama Rasulullah -Shallallahu'alaihi wa Sallam-. Kami tidak memiliki makanan apa pun selain daun pepohonan hingga sudut mulut kami terluka. Aku mengambil selimut lalu aku belah dua, untukku dan Sa'ad bin Malik. Separuhnya aku kenakan sarung dan separuhnya lagi dikenakan Sa'ad. Kini, setiap orang dari kami telah menjadi pemimpin salah satu wilayah dan sesungguhnya aku berlindung kepada Allah menjadi orang besar sementara di sisi Allah kecil".
Inilah jalannya, dan mereka yang berhasil adalah mereka yang diberi taufiq oleh Allah dan diteguhkan-Nya, Walhamdulillahi Rabbil'alamin.
🌍 Media of Khilafah
0 notes
media-of-khilafah1435 · 7 months
Text
Tumblr media
"Persaudaraan Para Pembuat Normalisasi"!
Bukanlah suatu musibah bagi umat ini selama musibah itu bukan dalam hal wala'nya dan baro'nya, karena ianya aqidah yang penuh dengan nash-nash syar'i dalam penetapannya dan dilarang untuk melanggarnya atau bahkan hanya digores atau hanya sekedar sedikit lalai di dalamnya.
Salah satu wujud yang paling menonjol dari retaknya dinding aqidah ini di kalangan manusia: Adalah sikap mereka yang kacau dalam hal loyalitas terhadap orang-orang yahudi, atau dengan sesat dan palsu mereka sebut sebagai "Normalisasi", dengan mengkriminalikan gerakan-gerakan nasional tanpa mengkriminalkan "Para pembuat normalisasi"!. Bahkan, mereka bersikeras untuk melanjutkan "Hubungan normalisasi" dengan menganggap mereka sebagai "Saudara kandung"!.
Kontradiksi yang besar terhadap masalah loyalitas kepada orang-orang yahudi ini terutama bermula dari penyimpangan ideologi lama yang menyertai tahun-tahun "konflik Arab" jahiliyah dengan orang-orang yahudi, baik di tingkat negara bagian dan pemerintahan atau di tingkat golongan dan gerakan, yang pada gilirannya ianya akibat dari ketidakseimbangan dalam Al-Wala wal Baro', karena semua dari mereka ini tidak mencapai permusuhan yang syar'i terhadap orang-orang yahudi. Sebaliknya, mereka mencapai bentuk-bentuk permusuhan patriotisme, nasionalisme, dan politik yang bersifat sementara dan cacat, belum lagi penyimpangan tentang pembedaan antara "Zionis" dan yahudi, dan antara yahudi di suatu negara dengan mengecualikan yang di negara lain. Ini adalah musibah lain yang menimpa umat ini oleh "Musuh-musuh normalisasi, saudara-kandung para pembuat normalisasi".
Salah satu contoh dari kontradiksi ini adalah kamu menemukan banyak orang mengkritik "Normalisasi" UEA dan Saudi, lalu mereka menahan diri untuk tidak mengkritik "Normalisasi" Turki dan Qatar, padahal itulah yang paling berbahaya dan jahat, namun mereka malah membenarkannya dan mencari-cari udzur untuknya! Bagi mereka, normalisasi ada dua macam: normalisasi haram dan normalisasi halal, normalisasi yang diudzur dan yang lainnya tidak ada udzur sedikitpun.
Thaghut "Erdogan" yang merupakan penjaga hati dan mata Ikhwanul murtaddin dan benteng terakhir mereka yang tercabik, telah mempraktikkan normalisasi terbuka dengan negara yahudi yang jenisnya sama dengan normalisasi poros-UEA dan Saudi, dan bahkan melampauinya, namun normalisasi yang dilakukannya memiliki tujuan dan dapat diudzur menurut para pendukungnya, serta pertemuannya baru-baru ini dengan thaghut "Netanyahu" dengan hati dan ikatan yang sama! Ia tidak menerima banyak kritik dan celaan dari pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh normalisasi. Mengapa? Karena masalahnya ada pada "Normalisasi"! dan bukan pada "Para normalisasi" menurut teori "Saudara-kandung para pembuat normalisasi".
Kekacauan tersebut diperparah lagi dengan: Mengkriminalkan "Normalisasi" terhadap orang-orang yahudi tetapi tidak terhadap nashrani, yang bertentangan dengan nash-nash Al-Qur'an yang terang, sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala: {Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu).} [Al-Maidah: 51]. Tidaklah Allah melarang kita untuk bersekutu dengan yahudi dengan mengecualikan nashrani, melainkan Allah Ta'ala menggabungkan mereka dalam satu tempat, meskipun yudaisme dan kristen adalah dua agama yang berlawanan, namun umat Islam diperintahkan untuk mewujudkan permusuhan terhadap keduanya. Bahkan, wajib atasnya untuk mewujudkan permusuhan terhadap semua orang-orang kafir begitu juga yang selain yahudi dan nashrani, seperti firman-Nya Ta'ala: {Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.} [An-Nisa: 144], dan firman-Nya Ta'ala: {Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu sebagai auliya'.} [Al-Mumtahanah: 1]. Ayat-ayat tersebut ditetapkan dengan wajibnya memusuhi orang-orang kafir seluruhnya karena permusuhan penyebabnya adalah kekufuran dan yang melampaui batas dalam menambah dosa.
Taliban misalnya, yang saat ini berharap dan berupaya keras menormalisasi hubungan dengan salibis Amerika, demi mengejar "Legitimasi internasional" yang tidak mungkin diperoleh tanpa persetujuan Amerika dan sekutu-sekutunya. Setiap kali Taliban gagal mencapai ridha Amerika; Taliban terpaksa menormalisasi hubungannya dengan lawan-lawan Amerika, seperti China, Rusia, dan Iran, yang semuanya adalah musuh Islam dan kejahatan mereka terhadap kaum Muslimin terus berlanjut hingga saat ini. Taliban mengambil bagian dalam segala bentuk "Normalisasi", namun mereka tidak disalahkan karena menurut mereka ini adalah jenis "Normalisasi halal"!.
Hingga "Pejabat pertahanannya" muncul selama musim penyatuan di negeri Al-Haramain, dalam pertemuan ramah dengan salah satu "Sponsor normalisasi" yang paling terkemuka, thaghut "Ibnu Salman". Sebelumnya, dia melakukan perjalanan ke Emirates dan bertemu dengan thaghut Emirat! Namun tidak ada yang mengkriminalkan penampakan terang-terangan para pemimpin milisi yang dianggap sebagai "Bapak baptis normalisasi", dan tidak ada yang mengkritik tindakan "Emirat", yang pernyataannya terus menekankan hubungan baik dengan "Saudara-kandungnya Arab". Pada saat yang sama, mereka menyerang pernyataan "Normalisasi" yang dilakukan oleh "Saudara-kandung Arab" yang sama!. Mengapa? Karena masalahnya ada pada "Normalisasi" dan bukan pada "Para normalisasi"!
Permasalahan teori-teori ini yang muncul pada penerapannya merupakan permasalahan sebagian besar gerakan-gerakan Islam dan para pendukungnya, para elitenya, awamnya maupun individunya. Mereka mengutuk kejahatan, namun mereka tidak pernah menahan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang jahat! Mereka menyerang pengkhianatan dan bersekutu dengan para pengkhianat, sama seperti para jihadis yang menyelisihi yaitu dari Al-Qaedah yang -mungkin- menyatakan demokrasi sebagai kafir, namun tidak mengkafirkan penganut demokrasi! Mereka mengkafirkan parlemen tanpa mengkafirkan anggota parlemen, sehingga permasalahan mereka tetap pada benda mati! Aqidah tinggal hanya sekedar teori-teori. Adapun bagi siapa saja yang berupaya menerapkannya berdasarkan ushulnya di lapangan, lalu ianya dilabeli "Ghuluw" dan "Kharijiyah"!.
Untuk menata ulang situasi tersebut, saat ini kita dihadapkan pada gangguan infeksi yang kompleks dan unik dari jenisnya, yang mengkriminalkan "Para normalisasi" orang-orang yahudi di Palestina namun tidak terhadap orang-orang yahudi di dunia, dan membatasi kecaman hanya terhadap "Normalisasi" orang-orang yahudi tanpa "Normalisasi" orang-orang nashrani atau orang-orang kafir lainnya, serta mengarahkan kemarahan dan kesalahannya pada "Normalisasi" itu sendiri dan bukan pada "Saudara-kandung para pembuat normalisasi"!.
Untuk membongkar situasi yang rumit dan pahit ini, para Mujahidin harus berupaya keras untuk menargetkan pemerintah-pemerintah yang "Menormalkan" orang-orang yahudi dan Amerika, mengingat status mereka adalah wali-wali yahudi dan nashrani, sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam Kitab-Nya: {Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.} [Al-Maidah: 51]. Jadi siapapun yang berteman setia dengan orang-orang yahudi dan nashrani, hukumnya sama dengan mereka, dan bahwa penargetan "Para normalisasi" orang-orang yahudi dan nashrani itu merupakan obat praktis atas infeksi yang melukai kebanyakan umat saat ini. Hal ini akan menjadi penghubung atas kesenjangan yang besar antara teori dan penerapan, dan menghidupkan kembali aqidah Al-Wala' wal Baro'. Hal ini juga sebagai penyingkap atas hakikat saudara-kandung dari "Para Normalisasi" dan menampakkan wajah asli mereka tanpa tersamar dan tanpa berpakaian bulu kambing (membuka kedok mereka)!
Secara keseluruhan, menargetkan kelompok "Para pembuat normalisasi" yang setia kepada yahudi dan nashrani merupakan langkah jalan yang benar dalam menuju al-Quds, Mekkah, dan Andalusia. Dan merupakan jalan yang tersedia serta solusi amal nyata di lapangan bagi mereka yang tidak mampu menjangkau yahudi serta nashrani dan memerangi mereka secara langsung, maka memerangi wali-wali mereka berarti memerangi mereka, karena mereka satu dalam melukai kaum Muslimin, permusuhan terhadap mereka adalah satu, jalan menuju keselamatan adalah satu, dan standarnya adalah satu: yaitu Al-Wala' wal Baro', karena dialah yang tetap tinggal di bumi, dan segala sesuatu yang lain hanyalah buih hampa yang lenyap.
Artikel An-Naba' edisi 410
Kamis, 13 Rabiul Awal 1445 H
0 notes
media-of-khilafah1435 · 7 months
Text
Tumblr media
• Pustaka Al-Faruq •
Poster - Ramadhan, Bulan Jihad Dan Pengampun
🌍 Media of Khilafah
0 notes
media-of-khilafah1435 · 7 months
Text
Tumblr media
• Pustaka Al-Faruq •
Poster - Ramadhan, Bulan Jihad Dan Pengampunan
🌍 Media of Khilafah
0 notes
media-of-khilafah1435 · 7 months
Text
#Hikmah
#Dabiq11
Dan Siapakah "Ulama" Yang Jahat ??
Ali ibn Abu Thalib radhiyallahu 'anhu berkata, “Hai ahli ilmu, amalkanlah ilmu kalian, karena yang disebut ulama adalah dia yang mengamalkan apa yang dia ketahui dan yang amalnya sesuai dengan ilmunya. Akan ada orang-orang yang ilmu mereka tidak melebihi tenggorokan mereka. Amal mereka bertentangan dengan ilmu mereka dan keadaan mereka ketika sendirian berbeda dengan keadaan mereka ketika beramai-ramai. Mereka akan duduk di tengah lingkaran dan membual tentang orang lain hingga sampai salah seorang dari mereka akan marah apabila pengikut mereka duduk dengan orang lain dan meninggalkan mereka. Amalan orang-orang di dalam perkumpulan ini tidak akan sampai kepada Allah Ta‘ala.”
[Sunan ad-Darimi].
Ali ibn Abi Thalib radhiallahu 'anhu juga mengatakan: “Akan datang suatu masa di mana orang-orang ketika itu tidak lagi tersisa dari Islam kecuali hanya namanya dan tidak ada yang tersisa dari al-Qur'an kecuali hanya tulisannya. Masjid-masjid mereka dibangun dengan megah namun jauh dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk paling buruk di bawah kolong langit. Fitnah akan datang dari mereka dan disebabkan oleh mereka.”
[Syu‘ab al-iman – al-Baihaqi].
•════◎❅❀❁❦۩💠۩❦❁❀❅◎════•
📡 Media of Khilafah
1 note · View note