Tumgik
menarikata 7 years
Quote
Aku memutuskan untuk menjadi buku yang tak lagi membiarkanmu mengeja abjad-abjadnya. Aku akan menyimpan diriku seperti buku-buku tua di rak perpustakaan kota. Agar kelak engkau mampu rindu dan kembali ingin membacanya. Mari berdoa buku ini tidak lekas dipinjam pengunjung lainnya.
0 notes
menarikata 7 years
Text
Lagu Cinta-cintaan
Orang seringkali punya lagu cinta itu karena ada objek untuk jadi sasaran rindu. Bisa pasangan, pacar, mantan kekasih, orang tua, atau bahkan orang yang kita kagumi dari jauh. Aku juga punya. Misal, dulu waktu aku suka seorang classmate di SMP, aku suka dengerin lagu One Time kepunyaan Justin Bieber remaja yang sekarang lagunya sudah disentil sama musik EDM. Atau, lagu pdkt (yailah) jaman SMA dengan seorang teman dekat yang sekarang jadi teman baik, jadi kita sama sama suka lagu Talking to the Moon nya Bruno Mars. Tapi besok kalau dia nikah, aku bakalan pastikan dia lupa lagu ini 馃槀 Atau lagu kangenku sama rumah. Ada satu lagu, lagu ini sebenernya lagu yang nggak biasa, karena dia diputar di kartun Upin dan Ipin. Lagu Anak Ayam. Aku setiap hari nyanyi ini sama Yunus. Atau lagu patah hatiku waktu teman dekat ku harus jadi sekadar teman baik, ini lagunya masih lumayan baru, Photograph nya Ed Sheeran. Semua lagu cinta-cintaan pilihan kita selalu ada ceritanya. Kalau lagi mengagumi doi, lagi jatuh cinta, lagi kangen, lagi patah hati, pasti ada "theme song" favorite sendiri. Iya nggak, sih? Hehehehe. Btw sekarang lagu favoritku........... apa ya. Anak Ayam aja kali ya. Anak Ayam yang ceritanya induknya dikejar dan ditangkap musang. Habisnya sekarang sedang kangen Yunus, deeply. 馃槄
0 notes
menarikata 7 years
Text
Cita-cita bukan cuma dan melulu soal apa yang akan kamu lakukan di masa depan. Cita-cita adalah apa saja yang kamu inginkan di masa depan. Apapun itu. Waktu kecil, cita-cita ku adalah menjadi guru. Cita-cita terakhirku yang paling cetho menurut orang-orang adalah cita-cita jadi penulis buku anak-anak dan dosen. Setelah itu? Ternyata kehidupan kuliah tidak se-cetho ketika SMA. Iya, rerata dulu masuk IPS, pengen jadi akuntan lah, diplomat, kerja kantoran, guru, PNS, pengusaha,.... everything seems so clear. Tetapi ketika kuliah, aku menyadari bahwa banyak hal yang bisa aku lakukan, dan itu membuatku semakin pusing dan bingung menentukan hendak bercita-cita apa aku nanti. Aku sempat bercita-cita, selepas kuliah ingin mencari beasiswa ke Inggris, mengambil sastra anak atau pendidikan bahasa inggris disana. Tapi sayang, mimpi itu terpaksa aku pending dulu. Aku mempertimbangkan keluargaku, aku ingin bekerja, aku ingin meringankan beban abahku yang harus menyekolahkan tiga adikku. Meskipun aku sangat ingin segera kuliah di luar negeri. Iya. Bekerja. Dapat uang. Bantu orang tua. As simple as that. Tapi.... Apa hanya itu yang bisa aku lakukan? Buat apa aku kuliah jika kebermanfaatan ku hanya untuk keluargaku saja? Lalu FIB, terutama sastra inggris, berhasil mengubah pandanganku soal cita-cita. Kalau kemarin mereka terus mempertanyakan pilihanku yang dianggap tidak prospektif untuk mendapatkan uang, maka sekarang aku ingin mengabari mereka, Bahwa aku, di semester yang baru sebiji jagung, aku sudah menemukan sebuah makna dari cita-cita di kampusku ini. Cita-cita bukan cuma dan melulu soal apa yang akan kamu lakukan di masa depan. Cita-cita adalah apa saja yang kamu inginkan di masa depan. Apapun itu. Setahun belakangan ini aku kembali berani melakukan apa yang dulu sangat aku cintai empat tahun silam. Bermain peran dan mendongeng. Tentu, dengan bantuan kegiatan yang ada di kampus dan sejumlah komunitas yang aku temukan seperti berlian di dasar laut. Setahun belakangan ini aku kembali menemukan jiwa ku yang hilang, terselip diantara senyuman banyak orang yang aku ingin bahagiakan, tanpa peduli siapa mereka, apa manfaatnya buatku. Aku hanya merasa kecanduan. Ya. Kecanduan untuk terus melakukan hal-hal kecil yang membuat hatiku merasa lega, meskipun barangkali sepeser rupiah pun aku tidak dapatkan. Itu semua membuatku bangkit, berlari, memanjat, dan berteriak, cita-cita ku bukan cuma sekadar cari uang saja. Selepas kuliah, aku tetap harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, membantu kedua orang tuaku. Tetapi cita-cita ku bertambah dan ada yang kembali. Jika uangku sudah banyak, Aku ingin membeli banyak buku. Membuka garasi rumah dan membiarkan anak anak membaca dan menggambar. Mungkin aku akan merepoti adikku untuk mengurusnya. Aku ingin bercerita kepada anak-anak. Aku ingin mereka menemukan banyak cinta dalam cerita. Bukan hanya game-game dan video digital. Aku tetap ingin bikin buku cerita untuk anak-anak. Setidaknya, membuat cerita untuk didongengkan di depan anak-anakku sendiri. Aku tidak akan menyerah untuk bermimpi kuliah S2 di luar negeri. Aku yakin, kalau aku sudah mampu bantu orang tua, Tuhan seiring jalan akan membantu. Jika aku punya kelebihan tenaga dan rezeki, aku ingin tetap berbagi senyum dengan orang lain. Aku ingin tetap turun dan berbagi harapan. Ah. Betapa banyak cita-citaku. Tapi siapa peduli? Ini cita-citaku sendiri. Cita-cita. Bukan profesi impian. Bukan cuma bagaimana cara mendapatkan uang selepas di wisuda.
0 notes
menarikata 7 years
Text
Barusan abah telepon. Pertama yang ditanyakan adalah, "Kamu udah teleponan sama mama?" "Tadi siang. Kenapa, Bah?" "Ditelepon kok nggak diangkat, ya? Mama sakit?" Ini bukan kali pertama abah menanyakan hal semacam itu. Setiap mama mungkin tidak dengar ada telepon masuk, abah selalu tanya apakah mama telepon aku dan apakah mama sehat, sebelum tanya kabarku di Jogja. Kalau tidak, sebelum menutup telepon abah selalu bilang, "Sudah, ya. Tidur, sana. Abah mau telepon mama." Kami bertiga memang LDR. Abah bekerja di Jakarta, Mama di rumah, dan aku kuliah. Meskipun begitu, abah tidak pernah absen untuk telepon setiap hari. Disini lah aku melihat betapa romantisnya abah. Mereka tidak selalu romantis dan bahagia terus, adakalanya mereka berbeda pendapat dan salah satu harus mengalah. Sebagai anak pertama, tentu aku cukup tahu banyak karena sering jadi tempat curhat. Namun bagaimana mereka mencintai dan membutuhkan untuk saling ada satu sama lain membuatku iri habis-habisan. Abah tidak pernah absen telepon mama dan selalu kebingungan kalau mama tidak angkat teleponnya. Abah selalu suruh aku cepat-cepat telepon mama kalau mama sedang sakit. Abah selalu mengusahakan pulang setiap minggu dari Jakarta, aku sesekali membayangkan betapa capeknya abah harus bolak-balik dan bekerja. Tapi abah bilang, abah harus pulang. Kangen rumah, barangkali. Sering beberapa kali ketika aku liburan panjang, kami semua sedang sibuk malam itu. Mama sibuk menata buku pelajaran adik-adik, abah telepon berkali-kali hingga akhirnya diangkat. Kukira ada hal penting yang dibahas, ternyata ingin sekadar mengobrol dengan mama dan kita semua. Dari sekadar bertelepon, abah menunjukkan padaku sebuah keromantisan. Rasanya dunia perlu iri pada mama atau barangkali mama-mama yang lain di seluruh dunia, yang setiap hari ditelepon tanpa meminta, dikhawatirkan keadaannya, dan ditelepon berkali-kali demi bercengkrama. Besok bagaimana bentuk romantis lelaki ku padaku, ya? Hehehehe. Yak. Bermimpi.
0 notes
menarikata 7 years
Photo
Tumblr media
20.06
0 notes
menarikata 7 years
Photo
Tumblr media
Rasanya belum bisa move on dari keseruan, ilmu, dan keluarga baru dari Kelas Mendongeng #2. Aku rasa, kesulitan move on yang positif ini ya yang kayak begini ya. Susah Move on dari kegiatan positif dan keluarga menyenangkan yang bikin kita ingin belajar lagi, lagi, dan lagi. Semoga melalui keluarga baru ini, aku bisa mendapatkan semangatku kembali yang telah terkubur hampir enam tahun yang lalu. Semoga mimpi itu bisa tumbuh kembali, dan terwujud, bersama ribuan mimpi lainnya yang lebih hebat, untuk mendongeng di hadapan pemilik mimpi-mimpi baru yang seperti tunas.
0 notes
menarikata 8 years
Quote
Aku ingin mendidik anak-anakku dengan agama, bukan mendikte anak-anakku dengan agama
FSA
0 notes
menarikata 8 years
Text
Toko Buku
Aku ingin pergi ke toko buku denganmu, tapi tidak perlu beli buku buatku.
Cukup berkeliling membaca buku yang tidak dibungkus, duduk bercengkrama sambil mencibir dan mengagumi isinya.
Aku ingin menemanimu mengagumi buku-buku penuh angka, tidak akan membuatku semakin merasa bodoh.
Atau inferior karena aku lebih suka menikmati kata-kata yang kau sebut sastra.
Bagiku bersama mu menikmati hal-hal yang kau senangi cukup menyenangkan untukku.
Aku ingin pergi ke toko buku denganmu, seperti janji kita dulu, saat yang dibaca adalah kumpulan rumus yang bikin jemu.
Aku akan tetap diam dan mencintaimu meskipun kamu akan mencibir tak suka dengan buku-buku pilihanku yang kau sebut nyastra dan bukan seleramu.
Yang penting kita pergi bersama ke toko buku.
Yang penting aku akan senang hati menemanimu mencari buku yang kau inginkan.
Besok-besok, entah keinginanku untuk segera menikah denganmu terwujud,
besok-besok, entah ketika kamu benar-benar mantap ingin menikah denganku,
Kita akan ke toko buku yang lebih besar, ke pameran buku yang membuatku gila seharian karena tidak tahu hendak beli yang mana.
Lalu kita akan mendorong troli, bertiga. Atau boleh juga berempat.
Mencari buku-buku yang menyenangkan dan kita boleh beli buku sepuasnya.
Kamu, dengan buku-buku soal ilmu pasti, agama, atau komik-komik kesayanganmu.
Aku, dengan novel-novel yang menggelikan hingga yang butuh dibaca berkali-kali.
Satu, dua makhluk kecil dengan buku-buku bergambar favorit mereka, atau mungkin komik seperti kesukaanmu.
Jangan salahkan aku jika mereka juga menyukai novel sastra, seperti ibunya.
Ah.
Setelah beberapa purnama kau mencintaiku,
Kapan kita bisa ke toko buku?
2 notes View notes