Tumgik
mirtanjung · 8 months
Text
Kebahagiaan yang kamu mau, ya harus kamu yang buat sendiri! Jangan berharap dengan orang lain atas kebahagiaan kamu!
0 notes
mirtanjung · 2 years
Text
Aku menyapanya lagi, dengan porsi yang berbeda.
2 notes · View notes
mirtanjung · 2 years
Text
Aku belum baik-baik saja, mengingat hal yang sedikit menyakitkan. Membuatku hampir menyerah dan menyudahi. Tapi kenapa aku masih ada di sini? Menunggu dia, dan berusaha memperbaiki komunikasi. Semoga, waktu tidak terbuang sia-sia..
0 notes
mirtanjung · 2 years
Text
Aku lupa, ada satu cerita luka yang belum aku ceritakan di sini. Semoga aku masih memiliki waktunya, 🤍
0 notes
mirtanjung · 2 years
Text
Anju
Hai, Anju. Tuntun aku berkelana dalam imajinasi yang liar yah. Jangan biarkan aku tersesat di tengah jalan. ;)
0 notes
mirtanjung · 3 years
Text
Rumah Luka
Aku hanya ingin dikenang ketika Aku mati, nanti.
Sesederhana itu yang Aku inginkan. Tanpa Aku berpikir, apa yang sudah Aku lakukan di masa lalu, kepada mereka yang pernah hadir di kehidupanku. Egois sekali, Aku.
Aku hanya manusia biasa,
Dan Aku bukan perempuan baik-baik, tapi Aku sedang mencoba memperbaikinya dengan mengambil langkah baru untuk masa depanku. Menyalahkan diri sekuat apapun, tidak akan mengubah masa lalu, serta mencemaskan diri sebesar apapun, tidak akan menentukan masa depan.
Ini akan Aku jadikan Rumah Luka dari hidupku. Sebahagia apapun Aku nanti, di sini akan Aku ingat luka-lukaku itu.
0 notes
mirtanjung · 3 years
Text
stigma
Kamu :
Katanya ngga mau waktunya terbuang lagi, Tapi kamu bersikap seperti anak-anak, Itu bakal merugikan diri kamu sendiri,
Dewasa yah,
Aku :
Kamu seseorang yang baru aku kenal pekan lalu, Kamu seseorang yang ngga pernah aku sangka, Kamu seseorang yang datang, Entah untuk sungguh atau hanya singgah,
Terima kasih yah,
Setidaknya sudah memperbaiki cara berpikirku, accept Aku mengakuinya, itu sangat melelahkan. Dengan aku, yang selalu mengiyakan semua halusinasiku. Tanpa tau, ini hanya pemikiranku yang menyimpang.
:)
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Penaku
Penaku seperti kehabisan tintanya, ketika aku merasakan kebahagiaan. Sampai aku lupa untuk lebih mengabadikan kebahagiaan itu. Tapi ketika aku merasakan kesedihan, marah & kehilangan arah, penaku seperti menarik tanganku untuk menuliskannya.
Mengapa harus disaat jatuh, aku mampu memulainya? Aku tidak ingin terus bersedih, atau bahkan hanya selalu menceritakan kesedihan. Tapi aku harus terus membiasakannya, untuk aku yang pemalas ini. 
Penaku, bantu aku untuk menuliskan cerita bahagia yang aku dambakan. Agar aku pun bisa mengumpulkan energy positif dari cerita itu. Dan membuatku tidak lupa, kalau dibalik kesedihanku banyak cerita bahagia di dalamnya.
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Yang tak pernah hilang
Hanya dia yang mampu menggairahkan hidupku, bahkan karena dia pun aku hampir menghancurkan mimpiku. Dia selalu menunggu untuk sedikit kata dariku, seperti memberinya isyarat yang mampu ia tangkap. Dia juga mampu membuatku berpikir, bahwa tidak ada yang mampu memperlakukanku selembut yang dia lakukan. Dia sudah mencuri banyak waktuku. Dia cukup baik, untuk disebut seorang penjahat.
Munafik, jika kubilang kalau aku tidak merindukan pelukannya. Tapi aku terlalu pengecut dengan kenyataan yang ada.
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Kala & Sekar
#1 GULALIKU
          Gulali itu manis dan membuatku sangat bahagia acap kali aku memakannya. Tapi malam ini aku merasakan gulali itu sangat pedas sekali, seperti membakar tenggorokanku.
“Sekar gulaliku, aku ingin mengatakan sesuatu.” ucap Kala. “Apa sih kamu, Kala. Tinggal ngomong aja pake bilang gitu,” ujarku yang sedang asik memakan gulali. “Sekar, dengarkan aku. Aku diterima Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Jakarta dan minggu besok aku sudah harus berangkat ke sana untuk mengurus keperluanku di sana nanti.” Katanya, sembari membersihkan mulutku dari gulali itu. Aku mendengarkan sangat baik, hingga bibirnya selesai berucap. Lalu aku sontak menyingkirkan tangannya dan menjatuhkan gulali itu. “uhk uhk uhk, Kala tenggorokan aku panas sekali, Kala.” Teriakku kepanasan. “Aduuhh ini ini, kamu minum dulu arinya. Kamu terlalu banyak makan gulali, Sekar.”
          Aku benar-benar mendengar jelas kalimatnya yang akan meninggalkan aku di sini. Benar-benar berat rasanya berpisah dengannya, sahabatku yang selalu melindungiku dari segala kekuranganku. Egois rasanya kalau aku menahannya tetap di sini, menjagaku dengan masuk ke PTN di Yogyakarta. Setelah malam itu aku belum bertemu lagi dengan Kala, karena aku pun sibuk dengan urusanku.
Di malam hari sebelum Kala pergi ke Jakarta, dia menelfonku.
“Gulaliku, apa kabarnya?” katanya. “Kala, kamu tumben banget telfon? Biasanya langsung dateng,” kataku. “Engga apa-apa dong, kan lagi latihan.” katanya meledek. “Latihan apa?” kataku. “Latihan telfonan sama kamu dong, Gulaliku. Hehehe.” katanya. “Emm, besok pagi kamu berangkat ya?” kataku agak murung. “Iya dong. Aku mau ngeliat Monas. Aku mau jogging di Gelora Bung Karno. Aku mau main ke Ancol. Aku mau .....” seketika terhenti. “STOP, Kala ! Kamu ke Jakarta mau kuliah, bukan jadi banyak mau!” sentakku. “Hahaha iya yah, tapikan kalau sempat masa engga boleh sih. Wooo.” katanya meledek. “Engga! Engga boleh. Pokoknya kalau kamu libur, kamu harus pulang ke Jogja.” kataku. “Hahaha gitu yah? Yaudah kita istirahat yuk, Sekar.” Ucapnya.
* Hari keberangkatan Kala
          Selamat pagi, hariku yang baru. Hari tanpa Kala, yang biasanya selalu hadir hanya untuk melukiskan senyumku. Berangkat sekolah bareng, makan siang di kantin bareng, pulang sekolah bareng, mandi hujan bareng, nonton kartun bareng, dan banyak lagi. Sampai-sampai Ibu dan Ayah sudah menganggap Kala sebagai anak pertamanya yang sudah meninggal sejak bayi. Abangku yang belum sempat aku bermain dengannya, kamu meninggalkan aku lebih dulu, semoga engkau tenang disisi-Nya ya, Bang.
          Tetiba Ibu mengetuk pintu kamarku dengan tergesa, “Sekar Sekar, bangun. Kita kan harus berangkat pagi,” Teriak Ibu. “Iya, Ibu. Aku sudah bangun ini mau mandi,” kataku langsung beranjak dari tempat tidur dan bergegas membuka pintu. “Loh apa ini, Bu? Kala, ini pasti kerjaannya si Kala.” kataku kaget melihat balon-balon dengan gulali-gulali kesukaanku. “Haha iya, ini dari Kala tadi pagi-pagi sekali, Nak. Langsung mandi dan siap-siap anakku yang cantik.” ucap Ibu sambil memberikannya padaku. “Iya Ibuku yang bawel, tapi tetep aku sayang. Hehehe” kataku.
Melihat balon-balon ini dengan beberapa foto yang tertempel, membuatku tersenyum bahagia. Gulali-gulali kesukaanku, ternyata masih tetap manis. Kala pernah bilang, “Senyum kamu manis kaya gulali, jadi jangan sampai habis senyumnya yah, gulalinya engga apa-apa habis, nanti aku beli lagi kalau kamu mau.” Kala, aku pasti rindu kamu.
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Menjadi Tua
Menua atau bertambah umur, merupakan tanggung jawab terhadap hidupku ke depan. Menjadi lebih baik dengan usaha yang sebaik-baiknya. Memperkuat niat baik, yang diimpikan dan ditunggu. Mungkin menunggu bukan hal yang menyenangkan, tapi yakinkan di dalam hati dan pikiran kalau semuanya akan ada jawab dari-Nya.
Saat ini aku akan memperbaiki semuanya. Hatiku, pikiranku, dan niatku untuk kehidupanku yang lebih baik. Termasuk juga dengan cita-citaku untuk menjadi penulis dan menerbitkan buku, akan aku perkuat lagi. Konsisten mungkin akan sulit dijalani untuk seorang pemalas sepertiku. Tapi, aku ingin merubahnya. Demi aku di masa depan yang lebih indah.
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Your Call - Secondhand Serenade
Waiting for your call, I'm sick Call, I'm angry Call, I'm desperate for your voice Listening to the song we used to sing in the car Do you remember, Butterfly, Early Summer It's playing on repeat Just like when we would meet, like when we would meetI was born to tell you I love you, And I am torn to do what I have to, To make you mine Stay with me tonightStripped and polished, I am new, I am fresh I am feeling so ambitious, you and me, flesh to flesh 'Cause every breath that you will take While you are sitting next to me Will bring life into my deepest hopes What's your fantasy? What's your, what's your, what's your, what's yourI was born to tell you I love you, And I am torn to do what I have to, To make you mine Stay with me tonightAnd I'm tired of being all alone, And this solitary moment Makes me want to come back homeAnd I'm tired of being all alone, And this solitary moment Makes me want to come back homeAnd I'm tired of being all alone, And this solitary moment Makes me want to come back homeAnd I'm tired of being all alone, And this solitary moment Makes me want to come back homeI was born to tell you I love you And I am torn to do what I have to, And I was born to tell you I love you, And I am torn to do what I have to, To make you mine Stay with me tonight
0 notes
mirtanjung · 4 years
Quote
Aku tau, kamu tak ingin menampakan diri. Tapi aku benar-benar ingin kamu tetap tampak diingatanku.
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Semu
Mungkin aku dan kamu bukan lagi sepasang kekasih, tapi aku merasakan kamu masih tetap yang terkasih. Aku memang belum bisa menghilangkan bayangmu, dan kamu pun masih bisa hadir di saat aku butuh. Penyesalan bertemu denganmu yang dulu sempat aku katakan, ternyata tidak sesungguhnya. Bersyukurlah yang sesungguhnya ada, karena tidak semuanya tentang kamu itu buruk untukku. Terima kasih, sudah peduli. Sekecil apapun itu sungguh berdampak baik. :)
0 notes
mirtanjung · 4 years
Text
Biarlah
Lebih baik aku yang menghianati diriku sendiri, Dari pada aku menyakiti orang lain. Meskipun aku terlihat seperti orang MUNAFIK, Biarlah, Aku sudah terbiasa bermain dengan rasa sakit, dan aku harus menikmatinya.
0 notes
mirtanjung · 5 years
Text
Alibimu
Kembali kamu salahkan aku dengan segala alibimu.
Aku sebenarnya sudah tidak perduli siapa dia dan apa statusmu dengannya.
Yang aku perduli, bagaimana kamu dengan orang pilihan orang tuamu?
0 notes
mirtanjung · 7 years
Text
Ya elaah
Hari ini waktu yang paling kutunggu. Ya, akhirnya waktu pun berpihak padaku, dan rasanya ingin aku simpan baik-baik cerita hari ini.
Si Puan bermata indah, Si Puan berwangi jasmine, Si Puan berbahasa santun, Ya, si Puan itulah yang mampu menghipnotisku, menunggu untuk menjumpainya lagi.
Akulah si Tuan yang menunggu si Puan itu.
Pagi Puan, dimana kita bisa ketemu? Nanti jam 12 siang jemput aku di rumah dulu ya, Tuan. Aku izin orang tua dulu. Baiklah, Puan.
Begitu pesan terakhir yang aku terima darinya. Tanpa aku menunggu balasan darinya, aku menyegerakan diri untuk bersiap-siap. Entah, sepertinya aku sedang kerasukan.
Lekas aku beranjak dari kasur yang daya tariknya lebih kuat dari bau martabak keju. Membuka lemari, Memilih baju-baju kemeja yang tergantung itu,
Biru atau hitam? Putih atau coklat? Merah atau hijau?
Berserakan semua baju yang tidak aku pilih. Terus hingga kamar yang berantakan mirip kapal pecah. (Begitu kata Bundo) Setelah aku puas, dan sudah kutemukan baju tebaik untuk hari istimewa bagiku.
Sesuai aku mandi, aku tinggalkan kamar mandi yang selayaknya kamar mandi calon pengantin yang wanginya bukan kepalang.
Baa Ko Bujang, Kau Habiskan Sabun Mandi Tu, Onde Mande. Teriak bundo terheran.
Tepat jam 10 pagi, Tak lama kudapatkan lagi pesan darinya.
Tuan, aku sudah dapat izin dari Ibu…….. Oke, Puan aku segera bersiap-siap.
Aku bahagia bukan kepalang, Dengan tak berbaju hanya handuk yang melekat, aku loncat-loncat kegirangan. Langsung menyambar baju dan celana, dan lari ke depan cermin.
Drrrt drrrt.. (getar pertama)
Itu getaran HP-ku yang pertama ini tidak aku hiraukan karna sudah terlanjur kegirangan.
Srot… srot… srot…
Rasanya aku telah habiskan satu botol minyak wangi.
Wahai engkau Puan pujaan hatiku, syalala.. lalala.. uwwooo.. uwwooo..
Begitu aku bernyanyi dengan sisir di depan cermin.
Rancak bana ko, Bujang. Kemana ko Pigi? Berkencan Bundo, doakan Bujangmu ini mak.
Aku langsung pergi keluar dan mengendarai sepedah motor CB yang antik sesuai dengan gaya bajuku.
Drrrt drrrt.. (getar kedua)
HP-ku taruh di saku celana. Tanpa aku lihat, pikirku mungkin dia pasti sudah menanyakannya keberadaanku, aku harus bergegas, dan aku naikkan lagi kecepatannya.
Drrrt drrrt.. (getar ketiga)
Duh, apa aku sudah telat? Aku lirik jarum jam tanganku, sudah 11-45. Dia tidak mau menunggu lama sepertinya. Kembali aku naikkan lagi kecepatannya.
Drrrt drrrt.. (getar keempat)
Apalagi ini, aku tidak sempat membaca ataupun meraih HP-ku. Semakin kalang kabut aku mengendarai CB-ku.
Drrrt drrrt.. (getar kelima)
Tidaaaak, sabarlah Puan.. Aku sedang di jalan, Aku lirik lagi jam tanganku sudah jam 12. Untungnya aku sudah hampir sampai.
Tepat 12 lebih 10 menit. Aku sudah berada di depan rumah si Puan.
Tuuk.. tuuk.. tuuk..
Ketukan pertamaku tak ada balasan.
Tuuk.. tuuk.. tuuk..
Ketukan kedua pun tak ada balasan.
Drrrt drrrt.. (getar keenam)
HP-ku kembali bergetar. Langsung aku raih sakuku dengan tergelagap.
Taraaa….
Pesan 1 ; [Tuan, maaf aku harus mengantarkan Ibu dulu ke rumah tanteku, jadi kita undur jadi jam 1 yah.]
Pesan 2 Pesan 3 Pesan 4 Pesan 5 Ya, pesan kedua hingga kelima itu pesan panjang yang entah penting atau tidak, yang di akhir kata-kata; [Jangan berhenti di kamu, Ya.] [Copas dari grup sebelah]
Ya elaah….
Pesan 6; Sudah dimana Tuan, aku baru sampai depan komplek.
Tak lama dari pesan itu masuk,
Loh, Tuan kamu sudah sampai? Pesanku tidak kamu bacakah? Tidak, Puan. Ya sudah, tunggu aku dulu ya, aku harus merias wajah dahulu.
Puan masuk dan lagi lagi aku menghelaskan,
Ya elaah…
0 notes