Tumgik
nadiaaas-stuff · 2 years
Text
Siapa Bilang Mudah, tapi Mudah-Mudahan jadi berkah.
Tidak mudah untuk menetapkan pilihan menjadi seorang guru.
Ianya tidak hanya sekedar profesi melainkan harus melibatkan hati.
Tidak mudah untuk menetapkan pilihan menjadi seorang guru.
Ianya diteriaki ketika sekedar bertanya tentang gaji dan diberi sertifikasi.
Tidak mudah untuk menetapkan pilihan menjadi seorang guru.
Saat dilanda administrasi, empati pada anak tetap tidak boleh mati.
Tidak mudah untuk menetapkan pilihan menjadi seorang guru.
Dituntut dengan beban materi, padahal lebih khawatir dengan lost generasi.
Tidak mudah menjadi seorang guru.
Perihal menjaga kerendahan hati adalah pr terbesar bagi diri.
Sebab apapun, buah hati akan meneladani.
Semoga kasih dan sayang tetap berlimpah,
walau tak sedarah.
Dan semoga kesabaran menjadi berkah,
Untuk sesuatu yang tidak mudah.
Terimakasih Guru.
4 notes · View notes
nadiaaas-stuff · 4 years
Text
SEJARAH PEREMPUAN YANG REDUP: DARI GERAKAN MENUJU CURHATAN
Beberapa waktu yang lalu ramai sekali rasanya beranda-beranda media dengan cuitan-cuitan salah satu tokoh perempuan Indonesia. Beberapa memberikan cuitan apresiasi atas perjuangan yang begitu aktif menurutnya terhadap kesejahteraan hak perempuan oleh tokoh perempuan Indonesia ini. Seperti dilansir dalam berita kompas.com pada tanggal 21 April 2020 “RA Kartini ingin menunjukkan jika perempuan tidak hanya ‘konco wiking; yang artinya perempuan bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dibidang pendidikan. Perempuan juga bisa menentukan pilihan hidup tak harus atas paksaan orangtua dan perempuan juga bisa bersekolah setinggi-tingginya”. Tutur pengamat sejarah Edy Tegoeh Joelijanto yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Yogyakarta dan UPBS saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/04/2020). Dari pernyataan tersebut kita bisa merasakan semangat juang RA Kartini terhadap kesetaraan hak perempuan.
Namun beberapa juga memberikan cuitan menarik yakni terkait kritikan ;pengkultusan; RA Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Pasalnya dalam tulisan Mitos Kartini dan Rekayasa Sejarah oleh Dr. Adian Husaini, Harsja W Bahtiar menyampaikan kritiknya melalui tulisan yang bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “kita mengambil alih kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut” tulis Harsja W Bahtiar yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.
Lontaran cuitan tersebut cukup membuat penulis penasaran terhadap beberapa sejarah tokoh perempuan di Indonesia yang memicu penulis untuk mengangkat tulisan dengan judul Sejarah Perempuan yang Redup: dari Gerakan menuju Curhatan adalah sebab persepsi kebanyakan dari kita terhadap tokoh-tokoh perempuan Indonesia yang tidak dibersamai dengan fakta-fakta sejarah. Kita cenderung hanya mengikuti cerita dari sebuah sejarah dan jarang menggali cerita dari sebuah perjalanan sejarah. Padahal sedikit saja kita menggali cerita dari sejarah, pandangan kita terhadap sesuatu akan lebih terbuka dan mengajak kita untuk lebih berfikir mengapa harus Kartini, mengapa dari curhatan bisa sampai menjadi seorang Pahlawan Indonesia, dan mengapa perempuan Indonesia bisa merasa terintimidasi sehingga harus meneriakan emansipasi atau kesetaraan terhadap hak perempuan. Padahal fakta sejarah mengatakan, jauh sebelum Kartini hadir, banyak Perempuan Indonesia yang sudah mempunyai kesadaran akan hal tersebut, sebut saja dua sosok yang berasal dari Aceh; Cut Nya Dien dan sosok yang berasal dari Bandung; Raden Dewi Sartika yang tidak pernah gentar melawan kolonial Belanda hingga mereka di asingkan akibat dari aktivitas gerakan yang dilakukannya.
Berbicara mengenai Kartini, Menurut Mumuh Muhsin dalam Makalahnya mengenai Bobot Kepahlawanan, R.A. Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879, dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904. Beliau berumur 25 tahun, sebuah usia yang relatif muda. Akan tetapi popularitas R.A. Kartini melampaui kemudaan usianya, bahkan melampaui apa yang telah beliau lakukan. Ayah R.A. Kartini adalah seorang priayi Jawa bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang wedana di Mayong, yang kemudian menjadi bupati Jepara. Hanya sampai usia 12 tahun R.A. Kartini menikmati dunia bebas dengan mengecap pendidikan akhir di ELS (Europese Lagere School). Setelah itu beliau memasuki dunia pingitan. Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah (pernah) memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Kemampuannya berbahasa Belanda, memungkinkan beliau bisa mengakses pengetahuan dari surat kabar, majalah, dan buku-buku berbahasa Belanda. Pengetahuan R.A. Kartini tentang dunia luar dibandingkan dengan kenyataan yang dialaminya, terutama mengenai nasib kaum wanita, segera disadari ada kesenjangan yang demikian menganga. Segala keluhan, ide, dan gagasannya disampaikan melalui kegiatan korespondensi pribadi dengan Rosa Abendanon dan kenalan Belanda lainnya.
Tujuh tahun setelah R.A. Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A.Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Buku kumpulan surat Kartini ini baru diterbitkan tahun 1911. Sebelas tahun kemudian, yakni pada tahun 1922, Balai Pustaka menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Melayu dan menerbitkannya; judulnya menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat- suratnya berisi keluhan dan gugatan, khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Menghargai pemikiran-pemikiran Kartini dibentuklah Yayasan Kartini yang didirikan oleh keluarga van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Delapan tahun setelah Kartini wafat, pada 1912 didirikan Sekolah Wanita di Semarang, dan pada tahun-tahun kemudian sekolah yang sama didirikan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Nama sekolah-sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”.
Tampaknya hal-hal itulah yang mengangkat popularitas R.A. Kartini melampaui usianya dan melampaui apa yang dilakukannya. Hal ini diperkokoh oleh kebijakan pemerintah. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Dari sedikit perjalanan R.A Kartini sedikit yang menyadari bahwa kata-kata 'emansipasi wanita' dikenalkan sejak Armin Pane menerjemahkan surat-surat Kartini dengan teman-teman Belandanya yang ia beri judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cerita-cerita Kartini hampir sepanjang bukunya itulah yang kemudian menjadi asumsi bahwa nasib perempuan Indonesia pada umumnya terikat dengan adat istiadat yang mengurung dirinya dari kemajuan. Cerita yang dihadirkan seolah mengharuskan kita mengambil kesimpulan bahwa Perempuan Indonesia lemah dan emansipasi wanita adalah keharusan.
Kesimpulan tersebut seolah melupakan sederet fakta yang lain tentang Perempuan Indonesia sebelumnya. Munculnya tokoh seperti Cut Nya Dien di Aceh dan Dewi Sartika di Bandung memperkokoh argumen bahwa kesadaran akan kesetaraan laki-laki dan perempuan sudah sejak lama hadir. Kesadaran yang mereka bawa bukan kesadaran translate dari pihak kolonial Belanda yang menterjemahkan surat surat berisi curhatan seorang Kartini. Fakta ini juga menegaskan bahwa sesungguhnya Indonesia tidak menderita sindrom patriarki seperti yang terjadi di Eropa sana, kita mungkin hanya menderita sindrom 'tuturut munding' yang berkepanjangan.
Kesadaran translate yang dimaksud artinya kesadaran tentang kesetaraan gender yang diadopsi dari Barat, bahwa dalam bentuk dan hal apapun perempuan harus setara dengan laki-laki meski jalannya harus melabrak norma budaya, bahkan agama. Sedangkan fakta sejarah yang lain mengatakan bahwa kesadaran yang dibawa oleh Cut Nya Dien dan R. Dewi Sartika adalah kesadaran yang berporos pada budaya, dan budaya yang tumbuh sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran Islam. Maka berbicara terkait kesetaraan gender yang selalu diteriakan oleh Feminis adalah sesuatu yang sudah sangat lama bahkan sebelum curhatan-curhatan Kartini dibuku kan dan diterjemahkan oleh kolonial Belanda.
Perempuan-perempuan Indonesia sudah jauh lebih memahami itu semua daripada Barat. Perempuan Indonesia paham bahwa budaya Negaranya adalah gotong royong dan Islam mengajarkan siapapun (tidak terkecuali perempyan atau laki-laki) bisa berkehendak untuk gotong royong pada pijakan kebaikan, termasuk gotong royong dalam memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dari setiap tindasan dan jajahan oleh Kolonial Belanda yg dzolim. Sehingga hadirlah tokoh Perempuan Indonesia seperti Cut Nya Dien yang merupakan seorang Panglima Perang Perempuan yang pada saat itu harus menghadapi Belanda dan R.Dewi Sartika yang merupakan inisiator dan pendiri Sakola Kautamaan Istri yang kemudian menginspirasi banyak perempuan untuk turut juga mendirikan Sekolah Perempuan.
Pergerakan yang dilakukan oleh dua Tokoh Perempuan tersebut adalah pergerakan yang nyata, bukan sekedar curhatan yang membakar semangat sampai ke jargon dan kata-kata mutiara semata. Mereka harus menanggung rasanya di asingkan sebab pergerakan yang mereka lakukan. Cut Nya Dien dan Dewi Sartika adalah dua sosok yang membuktikan pada kita semua perempuan bahwa setiap manusia berhak mengisi ruang-ruang dengan segala potensinya sebagai manusia tanpa harus berteriak 'emansipasi wanita' seperti curhatan Kartini yang di bukukan dan di terjemahkan oleh Armin Pane dan di promosikan oleh Mr.J.H. Abendanon yang merupakan Menteri Agama, Pengajaran dan Kerajinan Hindia Belanda pada saat itu.
Sayangnya sejarah perempuan seolah di redupkan. Kita hanya mengenal sejarah curhatan seorang Kartini, tidak dengan pergerakan nyata dari seorang Panglima Perang dan Pendiri Sekolah. Maka jangan-jangan hari ini perempuan banyak curhat mungkin karena kita hanya mengenal sebagian sejarah saja, sejarah perempuan yang redup: dari gerakan menuju curhatan.
Wassalam.
0 notes
nadiaaas-stuff · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media
Makanan dan Stereotip Gender: ga masalah ko 2 porsi untuk kaum hawa.
di beberapa kesempatan makan bersama masih suka denger ga sih komentar komentar kek 'wah si A makannya kaya kuli yah' atau 'gila, ga kebanyakan apa tu porsi' atau lagi 'itu makan apa doyan' dan komentar komentar lainnya yg ditujukan pada kaum hawa atas porsi makanan yg dikonsumsinya.
'Porsi perempuan biasanya lebih sedikit dari porsi laki laki.' Sering sekali saya pribadi mendengar hal tersebut, padahal sejak saya mengambil konsentrasi dietetika dalam prodi tataboga, anggapan tersebut tidk bisa sepenuhnya dibenarkan. terus dari mana anggapan ini berkembang?
Di masyarakat kita, laki laki di stereotipkan mengkonsumsi makanan lebih banyak dari perempuan. Hal ini tidak bisa terlepas sebab pembagian kerja porsi untuk laki laki membutuhkan tenaga lebih banyak dr perempuan. Laki laki dianggap bekerja lebih keras daripada perempuan, sehingga membutuhkan asupan lebih banyak. Anggapan ini bermula dari stereotip perempuan sebagai IRT dan laki laki sebagai kepala keluarga dalam masyarakat patriarkal. Peran perempuan atas ranah domestiknya dianggap hanya membutuhkan tenaga yg lebih sedikit dari laki laki. Sehingga sampailah pada detik ini, stereotip gender atas porsi makanan yg dikonsumsi tetap diyakini: bahwa porsi perempuan lebih sedikit dari pada porsi laki laki.
Padahal jika kita telusuri, bukan kah setiap tubuh manusia punya kebutuhan makanan yg berbeda beda? sebab banyaknya jumlah porsi pada makanan tidak bisa ditentukan oleh gender saja, apalagi hingga terjadi stereotip gender pada porsi makanan. porsi makanan berkaitan dengan aktivitas, umur, dan kondisi tubuh yang tidak sama.
Terkesan sepele memang, namun yg namanya stereotip akan menimbulkan prilaku prilaku menyudutkan. Baik laki laki ataupun perempuan yg tdk dpt memenuhi stereotip gendernya akan mengalami diskriminasi.
Perempuan yg makannya 2x lebih banyak, akan mendapatkan cibiran candaan yg serius, HA-HA.
Padahal, bukan kah setiap orang memiliki kehendak atas pilihannya, merdeka untuk memilih makanan yg akan mereka konsumsi? Perempuan berhak untuk mengkonsumsi sebanyak yang ia butuhkan.
Jadi, buat kamu; jangan takut sebab akan mendapat cibiran, jangan malu untuk nambah 2 kali atau pesan 2 porsi kaya aku. HE-HE
sebab tidak ada yg lebih tau atas porsi kebutuhan badanmu, selain dirimu sendiri.
1 note · View note
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
Sakit Hati sama Diri Sendiri, itu gpp.
Gatau nih, rasanya kadang saya bisa tiba tiba cape dan jenuh atas satu situasi dan kondisi terus kemudian mata tiba tiba basah.
Gatau nih, rasanya kadang saya bisa tiba tiba membayangkan apa apa yg telah lalu, menyesal, terus kemudian mata tiba tiba ngeluarin air mancur kek sumber mata air dari gunung.
Atau simpelnya: Kadang saya bisa nangis tiba tiba gitu aja. Ga ada angin, ga ada ujan, liat langit tiba tiba nangis, liat gunung tiba tiba nangis, liat keramaian juga bisa tiba tiba nangis.
Dan saya sering tidak tahu, mengapa saya bisa menangis tiba tiba.
Kayanya: itu karena banyaknya amanah yang belum bisa saya tuntaskan tepat pada waktunya, dan akhirnya hati kita bekerja otomatis merasa sakit. Sakit hati kita pada diri sendiri, dan karena diri sendiri.
Terimakasih atas air yg tiba tiba keluar dari mata. Berkatnya ada satu bentuk rasa syukur yg bisa saya ambil: Allah ciptakan air mata sebagai media emosional pada apa-apa yang kita rasa.
Menangis memang bukan solusi untuk menyelesaikan amanah yang seharusnya kita hadapi, tetapi menangis terkadang menjadi solusi atas rasa sakit pada hati yang dilukai oleh diri sendiri.
Dan saya, bersyukur atas itu. Sakit hati sama diri sendiri itu perlu dan menangis adalah bentuk alarm bahwa saya harus segera menuntaskan apa yang kemudian seharusnya tertuntaskan.
kamu gitu ga?
0 notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
Kematian dan Duka
Dulu waktu jaman saya SD, sering banget tuh nonton film tayang indosiar atau TPI yang ceritanya tentang drama drama anak ditinggal orangtuanya karena meninggal atau sebaliknya. Efek dari itu saya merasa bahwa ketika seorang anak ditinggal orangtua pasti rasanya akan sakit sekali, atau akan merasakan duka yang amat mendalam. Kesimpulan saya adalah 'saya ingin meninggal terlebih dahulu daripada ibu saya, agar saya tidak merasakan menjadi orang yang pertama kali berduka nantinya' ini dulu saya katakan pada mamah saat mata ini sembab gegara nonton drama indosiar tersebut :(
tentang kematian dan duka ini, sampai saat kuliah semester awal, saya selalu punya pertanyaan tentang siapa yang akan lebih berduka.. anak-kah, ibu-kah, bapak-kah, istri-kah, atau suaminya-kah ketika kematian menjemput. Dewasa ini, saya sudah mendapatkan jawaban itu semua.
Saya gatau dan ga berani tanya seberapa kesepiannya mamah waktu ditinggal dinda, adik saya. Disaat mamah harus memberikan apresiasi untuk anak anak atas ketercapaian mimpi anaknya, yang dia pikirkan mungkin adalah mimpi-mimpi dinda dulu yang belum sempat beliau apresiasi dan rasanya ingin memberi dengan banyak dan besar saat ini.
saya gatau harus bersikap seperti apa dan ga berani tanya seberapa kesepiannya teman saya ketika ditinggal Bapaknya. Disaat ia sedang menunaikan baktinya pada sang Ibu, mungkin ada harap dalam sepi tentang baktinya ia terhadap sang Bapak yang belum tertunaikan semasa hidup, kemarin.
Atau saya ga bisa bayangin betapa kuatnya seorang istri yang ditinggal suaminya. Dengan matanya yang sembab ia masih berterimakasih kepada banyak orang karena sudah hadir untuk sama sama menghantarkan suaminya ke tempat pengistirahatan terakhir dalam hidup. Disaat momen yang ramai dan orang-orang berbahagia, yang dia inginkan hanya memeluk pundak mendiang suaminya.
Saya jadi teringat video menjelang kematian seorang mawar-nya Madinah, Fatimah Az-Zahra. Beliau berpesan kepada sang suami "Wahai Ali, bersabarlah untuk deritamu yang pertama dan bertahanlah untuk deritamu yang kedua.."
bagi saya tidak ada yg lebih berduka dari seorang ibu ketika ditinggalkan anaknya, dan tidak ada yg lebih berduka dari seorang suami atau istri yang ditinggal pasangannya. dan tidak ada manusia yang tidak mengambil hikmah disetiap kejadian kematian seseorang.
Duka itu bisa jadi dalam, namun kita harus bangkit demi semuanya. Kullu nafsin dzaa iqotul maut, setiap orang pasti mati.
1 note · View note
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
“Aku adalah lupa yang kau ingat-ingat, adalah rindu yang tak perlu temu, adalah lenyap yang kau harap-harap.”
455 notes · View notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
Tumblr media Tumblr media
banyak hal datang dan pergi [dengan pamit atau tanpa pamit] begitu saja.
banyak hal dirasa tuntas atau akhirnya kita anggap tuntas begitu saja.
apa apa yang telah berakhir ta perlu dibersamai dengan kesedihan yang terlalu.
tersenyumlah, sebab segalanya pernah terjadi.
dan apa apa yg telah datang ta perlu juga dibersamai dengan kekhawatiran yang terlalu.
lagi-lagi: tersenyumlah, sebab segala kemungkinan akan terjadi.
semua harus berjalan pada tracknya.
sebab, semua yakin:
ada keinginan yg kemudian benar benar di redam,
ada keyakinan yg kemudian terus menjadi kekuatan,
dan ada kepasrahan yang menjadi sebab kita tersenyum atas semuanya.
-semua ada tracknya-
0 notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
-akhir di oktober, 2018-
aku masih tak percaya. pada benteng ku yang rapuh, pada kondisi yang membuatku ripuh.
aku masih tak percaya. pada diri yang harus mulai panday, mengolah rasa dan asa.
semua harus berjalan, sesuai jalurnya.
rasa pada hati, dan asa pada akal.
0 notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
BERCANDA, KAMU.
Beberapa manusia senang berbicara, meluapkan dan menumpahkan emosinya melalui pita suara.
Beberapa manusia senang membaca, meluapkan dan menumpahkan emosinya melalui sebuah rangkaian kata.
Beberapa manusia senang bercanda, meluapkan dan menumpahkan emosinya melalui tindakan.
kemarin,
Saat langit sedang merona dan menawan, Saat langit sedang membuat gradasi warnanya; dari campuran warna biru, merah hingga menjadi lembayung. Aku tidak tahu bahwa ada manusia yang sedang senang bercanda.
Ada mata yang menatap, tapi hatinya mungkin tidak menetap.
Ada tangan yang menggenggam jari jemari panjang dan lentik ini, tapi hatinya mungkin tidak menggenggam.
tenang, aminah.
mungkin itu sebuah kesalahan, karena dia sedang senang bercanda.
-Cianjur, 2018-
0 notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
-Aku Jatuh, di 20 Sept-
Ini hanya tentang 'aku yang merasakan',
hanya aku yang merasa.
tentang perhatian yang berlebih,
sedang aku anggap itu biasa.
tentang candaan yang berlebih,
sedang aku anggap [lagi] itu biasa.
hingga tentang perlakuan kebaikan yang berlebih,
aku masih mengganggap itu biasa.
Itu biasa terjadi, pada perempuan manapun.
jadi teguhlah.
hingga sampai pada,
Perhatiannya membuatku mulai rapuh.
Dan semua yang ku anggap biasa terus mengetuk benteng tembok pertahanan seorang perempuan dan seorang aku.
ah! Sial, aku telah jatuh.
pada cinta.
1 note · View note
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
yang sabar ya, ehe.
“Aku si terserah Tuhan saja, kalau Tuhan pilihnya aku buat kamu. Aku bisa apa. Kamu yang sabar ya.”
(via jalansaja)
Stok sabar harus super banyak!!!! Kalo kata Nian, my BFF, ketika kamu menikah, ingatlah namamu sekarang adalah Dani Wadiandini Sabariyah. >,<
681 notes · View notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
Sebab Mencintai adalah Kewajiban Setiap Manusia yang Berfikir.
Erich Fromm bilang, katanya syarat utama bagi keberhasilan mencintai adalah mengatasi narsisme. Satu keyakinan bahwa semua hal di muka bumi ini adalah tentang kamu, seorang. Satu keyakinan bahwa semesta harus melayani semua ke-Aku-an mu, seorang. Dan, mungkin ini adalah egoisme pada tingkat yang ekstrim.
Sejatinya, pecinta yang baik adalah seorang pembelajar yang berusaha keluar dari jebakan narsisme. Ianya mampu memandang segala sesuatu secara objektif.
Mengerti, bahwa orang-orang di luar sana, termasuk orang yang sedang kita cintai mempunyai kehidupan, masa lalu yang ingin dilupakan dan tidak ia lupakan, perasaan dan harapan, atau bahkan hal-hal yang ia tidak sukai atau yang ia sukai.
Ketika narsisme hilang, ke-Aku-an mu akan tercurahkan pada setiap makhluk hidup yang lain. Keinginan diperhatikan akan berubah menjadi memerhatikan. Perasaan ingin selalu dimengerti akan berubah untuk berusaha mengerti dan memahami kondisi orang lain. Sikap ingin selalu menerima sesuatu akan berubah menjadi ingin terus menerus memberi dan berbagi.
Maka, seharusnya 'orang yang mencintai' akan lebih merdeka dari yang sekedar 'orang jatuh cinta'. Sebab ia belajar untuk bertransformasi dari ke-Aku-an nya menuju lompatan kedewasaan.
Sebab mencintai kemudian seharusnya menjadi kewajiban setiap makhluk hidup. Sebab tanpa mencintai, semua akan hilang makna. Sebab untuk belajar mengejar makna, kau harus belajar untuk mencintai.
-nadia menuju 23-
4 notes · View notes
nadiaaas-stuff · 5 years
Text
coba eksis, jangan sampe jatoh jadi narsis.
eksistensi atau narsisme ?
mengapa manusia menyukai eksistensi?
adakah sebuah kesalahan jika manusia 'sangat' menyukai eksistensi?
dimana letak kesalahan dari sangat menyukai eksistensi?
hingga aku pikir pada akhirnya manusia bisa menjadi berandal atau monster yang menakutkan.
ini rumit.
aku berbicara tentang sebuah hormon oksitoksin,
yg terus aku biarkan tumbuh,
yg terus aku biarkan berkembang.
sampai kemudian aku lupa tentang bagaimana mengolah dan merawat hormon oksitoksin yg semakin menjadi.
hingga di suatu hari,
aku mengutuk eksistensi oksitosin yg ku biarkan melesat pesat tanpa batas.
demi kewarasan hati dan prilaku manusia.
1 note · View note