Tumgik
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Narasi Takut
Narasi Takut Sela-sela gua bertasbih dengan nyalak yang perih, meneruskan yang lindap di mulut kami yang disungkup padam. Lebih padam dari pesulap yang gagal mencurangi sekap di suatu kolam. Ada kami yang takut malam karena apa yang di balik kelam dan ada malam takut akan kami yang berbadan kelam. Dan setiap malam bertamu tiba-tiba, mungkin kami atau malam yang dicekat kata ”han...!” di tengah tenggorokan lalu gelepar badan yang pingsan jadi santapan lainnya: entah malam atau kami yang makan atau dimakan. Entah kapan kami dan malam saling makan. Ruangwaktu lupa ingin berwujud waktu atau ruang saat kami hanya tahu di mana tanpa kapan atau kapan tanpa di mana hingga lebih sibuk berjudi siapa yang makan siapa. :Waktu lelah menghitung jam, ruang penat menjawab alamat, dan kami jengah bertanya Tanya. Sela-sela gua berdoa tasbihnya tak padam-redam Juni-Agustus 2017
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Quote
kudengar kau tak bertanya di mana aku dan kapan aku berada secara bersamaan kepada ruangwaktu yang telah tentu tak paham ruang tanpa waktu, atau waktu tanpa ruang. jika kau tak ingin lekas bertemu agar bercumbu kita dalam rindu, bolehkah aku perpanjang ruang yang meniti antara, dan secara bersamaan menasbih kelak?
peluncurdebu
1 note · View note
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Menatap Ranggasan
ada dedaunan ranggas di halamanmu. halaman tempatmu menanti taksi pengantar ia pulang kembali. kau enggan merangkumnya dalam tumpukan. karena masih ada ingatan yang tak kau kehendaki hilang ditelan penantian: sia-sia yang tak sia-sia. biar angin melesak daun teringan, mengendapkan muatan terberat untuk meretak dengan letup yang samar. letup yang kau tolak sejenak, karena hanya mampu kau tatap dengan lamat yang lambat. :kemarau memetik letup yang menggaung dalam requiem tak bercoda. tanah meresap dedaunan, seperti kau menyerap duka. menunggu lambatnya lembab agar kau jemur di terik kemarau dan menguap segera sebagai doa. karena ingatan tak cukup menampung duka. Juli 2017 #wpbulanjuli #kemarau cc: @jeinoktaviany , @menatapmu , @kelaspuisi
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Usaha untuk Muda
: Gilang Faisal Gunawan (1993-2017) wajahmu kau patok di tahun-tahun yang lewat agar debu waktu gagal mengukir garis-garis lelah dan berdiam di kenang menyusul lainnya hingga seluruh badan ditinggal. kecuali masa muda serupa kabut selalu gagal berdiam yang tak satu patok menahan, hingga Tuhan menaruh jaring di tengah jalan. merangkum kabut agar usai mengembun yang lamur ke tanah. dan aku melihat usahamu dan Tuhan yang tertulis di patok sebagai nisanmu. Cianjur, Juli 2017.
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Kemarau
menjadi gigir lila kau menggugur luka sajak yang belum usai keringnya lantas semampumu kau doakan doa yang sama jelang awan kemarau terberai tuk menjelma nyalak badai agar menghambur randa tapak sampai pencar, menyisip di sela retak tanah yang kau lesak dalam luka adalah timah serupa kemarau menguapkan alir darah yang seharum mendung guntur menggugurnya sungguh bandang melarung segala dari mayat kecuali senyumnya mengakar di sela mati yang perlahan timah lilamu begitu panas berapa kemarau kau jerang? Juni 2017 cc: @arcotransepoem
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Nanti
Biarkan aku melihatmu memasak, mengaduk setiap santan serta rerempahannya dengan peluh yang kau tahan di tapak sembari genggam memutar spatula. Namun jangan kau biarkan setiap gulaimu tercicip dengan semisal lidahku, semungkin hidungku Biarkan aku memandangmu menyapu, mengusap setiap debu lantaimu dengan helai-helai ijuk lalu digiring hingga berandamu. Tapi jangan kau ikhlaskan setiap beku ubinmu direngkuh semisal bahuku, semungkin bibirku. Cukuplah pandangku berasal dari jalan seberang paritmu. Selagi masih kau rapatkan pagarmu melalui mimpimu kubertamu sampai temu yang kau jamu. Sampai kami yang bukan diriku meminta kalian yang bukan dirimu bertukar ragu, ”terimakah kau biarkanku mencicip santan gurihmu, dan merengkuh beku ubinmu?” Depok, Oktober 2015
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Photo
undenyable.. wait for it, wait for it,
Tumblr media
Silahkan di P.O yang berminat
1 note · View note
peluncurdebu-blog · 7 years
Photo
wedew wedew wedew
Tumblr media
mau? sebentar lagi lahir. langsung pesan ke penyairnya aja, ya. cc: @arcotransepoem
19 notes · View notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Melayat
menatap kedalaman sembari dikerubungi pelayat, ayah membalas tiap tatap dari balik kafan yang memenuhi bejana duka di antaranya, kau terakhir tumpah kunjungan kala seorang yang lamur adalah yasin dalam butir ayat mengembun di ujung pucuk kamboja lalu pecah jadi air mata yang bukan air matamu seberapa jujur bejana dukamu? seberapa gugur lembab matamu? Juni 2017
0 notes
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
”selasar rumah baru kau sapu tempat kau siapkan koran, kopi, kretek, dan asbak untuk ayahmu dan tamu yang tak sembarang berkunjung: yang sejak lama mengintip koran ayahmu dan kelak menjelma bahan omongan, agar tak dikira kelakar belaka” #justwrite
1 note · View note
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Jual Gratisan
duabelas kembara datang menjajakan air kembang untuk mandi tanpa dibayar uang, kecuali ibadah. dan seizin Pemodal, hanya yang kesembilan dapat menjual lebih banyak tanpa naik harga untuk setiap orang, setiap harinya, sebulan lamanya. namun siapa yang sudi mandi jika hidung tak peka? pun mecah celengan, tinggal lembaran sia-sia yang akhirnya dibayarkan untuk membeli air selokan. tak sopan baunya. mual. pun begitu dengan membawa satu gelas, mereka sambil lalu dengan congkak, ”ini mahal, lho!” jika mandi bukan budaya, dunia mana lagi yang sudi bernafas? kembara melamun lihat selusin penuh gentong air kembang, mikir nasib tahun depan yang belum tentu melapak. mungkin nganggur, tak tau dunia mau dinajisin sampai kapan, atau mungkin sudah sesak napas duluan. ”sampai jumpa di neraka. titip salam buat gentongan air kembang yang menertawakanmu dipanggang”, katanya. Puasa 2017 cc: @kelaspuisi @menatapmu @jeinoktaviany
1 note · View note
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Pertanyaanmu kepada Ayah kala Hujan Hari Itu...
”ayah, mengapa kita harus rela berlapar-lapar puasa?” ”karena kesabaran bukan rahmat. ia ditempa, nak.” tak paham perkara apa yang membuat anak lima tahun yang baru belajar puasa butuh sabar, kau tak biasanya  kalut lantaran tanya disandera jawab. heran. hujan tiba-tiba jadi rahmat di tengah panjangnya kemarau. pun hujan, kau dan ayah beriringan jalan untuk belanja semangkamu. payungnya hitam, digenggam keras sekeras genggamannya padamu. zuhur mengejar, ayah lari bersamamu. lalu lintas memadat, ayah jalan disampingmu. mobil hilang akal, ayah tak mengajakmu. hancur. semangka pecah, melumuri baju ayah. merah. payungnya terbang mengantarnya. pulang mulut ayah kau lihat bergerak. senyap. dan kau paham: jawaban. kau tanggap dengan Tanya lainnya: ”kenapa ayah tak memintaku puasa seharian?” kebetulan saja, payung hitam kembali ke tanganmu, nak. seperti barisan gagak-gagak di bahu jalan, berkoak. Dramaga, Puasa 2017 cc: @kelaspuisi @menatapmu @jeinoktaviany
1 note · View note
peluncurdebu-blog · 7 years
Text
Doa Sudut Gang
Mudah-mudahan Jatuh bangunnya diingat Tidak patah, retak semata Luka dalam dan mengakar jadinya Mudah-mudahan Ditemukan setan alas Tak takut matanya menantang Tajam, beringas Mudah-mudahan Gang malam menyaksikan Setelah dibelur dan pincang Ia melawan dengan tamak, keras Mudah-mudahan Pelacur urung menjual jasa Karena iri dan dengki Pada ia yang ditelan bahagia Mudah-mudahan Wanitanya lebih garang Jaga-jaga pada suatu malam Lakinya tak mawas, direnggut lelap 2-10-17
1 note · View note