Tumgik
salehrjones · 5 years
Photo
Tumblr media
Jum’at, 13 September 2019 (6:56)
Gimana kuliah? Sejauh ini sih baik baik saja, walaupun terkadang aku mencoba break the rules, aturan ada memang untuk dilanggar kan? Kita tidak akan pernah tau kalau tidak pernah mencoba. Wajar saja kalau kita salah, namanya juga belajar, itulah mindset dan prinsipku sekarang ini, sebagai seorang pria, its ok aja buat break the rules, sekali sekali boleh aja ya, kita tidak akan menjadi lebih baik kalau tidak pernah salah. Oleh karena itu aku mencoba melakukan kesalahan dan pastinya bersikap pura pura bodoh. Kita tidak akan menjadi lebih pintar jika kita tidak tau dimana letak kebodohan kita. Bagi sebagian orang mungkin kata kataku ini agak ngawur, tapi itulah realita sebenarnya. Hidup itu keras, kita tidak bisa berdiam di tempat yang sama, terkadang kita harus melanggar aturan yang ada. Untuk mengetahui dimana batas kemampuan kita, kalian tentu tau kan orang pada zaman dulu masih tabu masalah laut, sampai suatu ketika ada orang yang ngebreak rules itu, ia berani menjelajah laut, menyebrang pulau, dan menemukan hal yang baru. Seperti itulah hidup, harus ada yang berubah, pasti ada yang dilanggar dan tentunya yang melanggar, selama tidak melewati batasan agama (I think).
           Seperti yang pernah aku tulis sebelumnya, bahwa orang yang nakal (aku sebut badboy aja biar lebih gampang) itu sebenarnya telah mengetahui kerasnya hidup, bahwa kita tidak bisa hanya mengikuti aturan dan sistem yang ada. Harus ada yang dibenahi dan harus ada yang diberontak, seperti halnya pada masa orde baru yang beralih ke reformasi. Sekarang aku baru berpikir apakah ada esensinya tentang larangan rambut tidak boleh panjang/gondrong ketika masih sekolah? Sekarang aku baru terpikir, tidak ada jawaban yang memuaskan dari pihak sekolah. Anak sekolah saja sudah dibatasi kreativitasnya tentang hak mereka sendiri, yaitu rambut. Bahkan pihak sekolah sampai melakukan razia rambut, lalu dipotong, dibotakin, dan dikutal. Seorang pria yang punya pendirian pasti pernah mengalami razia rambut, walau ia telah memberikan argumen dan penguatan tentang rambutnya yang panjang itu. Apakah aku pernah terkena razia rambut? Ya, aku pernah. Aku punya hak untuk memelihara apa yang tumbuh dan berkembang dalam diriku, ya walaupun akhirnya harus kena potong juga. Yaaaaa, terlepas dari itu semua, ada satu poin penting yang mesti dipahami, bahwa orang punya jalannya masing masing untuk menjalani hidup. Dan akupun telah melakukannya, yeaaaaaa
I do what I want, I do what I like
I take a bussines where I can take the benefit,
I win u win, yeaaa its win win solution.
 Dan bagaimana persepsiku tentang cinta?
How abuot love?
It’s different bro, it’s complicated
U will follow ur heart, not your brain.
Even u know the reality
1 note · View note
salehrjones · 5 years
Photo
Tumblr media
Selasa, 3 September 2019
Hari ini tadi aku ada agenda, yakni diundangan untuk menjadi audiens di salah satu acara talkshow Duta TV. Yaps, ada salah satu teman sekelasku, Vieta Purnama yang kenal dengan orang Duta Tv, terus ya dia diminta untuk mencari sepuluh mahasiswa buat jadi audiens di acaranya tersebut. Ya karena tidak ingin ambil pusing dia lalu mengajak teman sekelasnya, aku salah satu diantaranya. Singkat cerita, di acara talkshow itu mengundang narasumber, dan ada sesi 3 dan 4 ada sesi pertanyaan dari audiens dan dijawab oleh narasumber. Ya awalnya aku dengan PD ingin bertanya, karena itu adalah keahlianku. Tapi entah kenapa, kok ada yang beda gitu. Tiba tiba tanganku mulai dingin, terus juga ada rasa mual, nafasku pun tidak teratur. Dan lebih parahnya lagi, tanganku nggak Cuma dingin, tapi mulai berasa kesemutan, hampir sampai siku dingin dan kesemutan, bikin aku gemetaran. Dari seumur hidupku, aku baru merasakan gugup yang seperti ini, luar biasa gugupnya. Ternyata efek tampil di depan kamera memang berbeda, kemudian juga mungkin karena ruangannya ber AC, membuatku menggigil kedinginan menambah panas dingin aku ketika gugup saat itu. Sumpah loh, aku baru pertama kali merasakan gugup yang seperti itu, pikiranku kacau. Ok, akan kuceritakan lebih detail kronologinya.
          Kan di sesi 3 dan 4 ada sesi pertanyaan. Dan aku kebagiaan di sesi 3nya, dan sesi 3 itu ada 3 penanya, nah aku dapat giliran menjadi penanya yang ketiga. Pada saat penanya pertama bertanya, itu pikiranku mulai agak berat, tangan mulai dingin, terus agak mual mual (btw aku belum sarapan ketika itu, dan sudah sekitar pukul 11). Lalu pada saat penanya kedua, rasa gugupku makin jadi, aku bilang temanku “please, kenapa gugup kek gini, gantiin aku buat nanya dong”. Lalu temanku ini bilang “gak biasanya kamu gugup kek gini”. Perkataan temanku tidak serta merta membuatku menjadi tenang dan menghilangkan rasa gugup, justru rasa gugup itu makin memuncak. Aku bilang “aku gak bisa nanya, aku gak bisa, aku gak bisa”, nah setelah berkompromi akhirnya ada temanku yang ingin menggantikanku untuk bertanya lebih dulu, namanya Sari Mahmudah, disesabkan dia menjadi penanya di sesi 4. Setelah deal, dia menggantikanku, dan aku akan bertanya di sesi berikutnya. Aku mulai bisa bernafas lega setelah itu, dan untuk mengatasi rasa gugup itu, aku berinisiatif untuk pergi ke WC dan menenangkan pikiran terlebih dahulu.
          Dan ya, setelah sesi 3 berakhir aku bergegas bersama temanku untuk keluar dari studio dan langsung menuju WC yang berada di lantai 1 (fyi setelah sesi 3 break jeda iklan). Karena saking gugupnya, aku justru masuk ke toilet wanita. Tapi masa bodo lah, aku baru sadar kalau aku salah masuk setelah menggunakannya, itupun karena teman juga yang memberitahu. Setelah habis dari wc, aku mulai menata ulang nafas, pikiran, dan tentu saja wajahku. Tetapi setelah aku keluar dari wc, dan menuju ke lantai 2, aku sempat terhenti sesaat dan diam sejenak, aku merasa mual dan mau muntah. Ada sekitar 2 menitan aku berada di posisi seperti itu. Setelah mualnya agak mereda, aku lalu berjalan perlahan menaiki tangga.
          Dan ketika masuk ke studio, serrrrrrrr rasa gugup itu datang lagi men. Sudah masuk sesi 4 dan ada yang bertanya, aku mencoba duduk dengan posisi ternyaman. Penanya pertama sudah, penanya kedua sudah, dan ini kukira penanya yang ketiga adalah aku. Eh tapi ternyata orang lain bertanya, fuhhh aku agak lega, tetapi juga agak menyesal. Bodohnya aku kenapa tidak berani bertanya karena gugup yang kurasa. Kecewa dan menyesal, itu yang kurasa setelah aku tidak bertanya, dan hanya bermain dengan pikiran dan dikalahkan oleh rasa gugupku sendiri. Aku telah kalah, aku sempat berpikir “Apakah ini karma karena aku tidak pernah hadir lagi di UKM Protokol?”
          Di saat penyesalan mulai memuncak, ternyata Alhamdulillah aku masih diberi kesempatan. Iya, di syuting kali ini ternyata dibuat untuk dua episode, yang mana ada narasumber, dan tentunya aku masih bisa bertanya kepada berikutnya. Ternyata aku masih diberi harapan.
          Singkat aja, udah masuk sesi tanya jawab nih, aku udah pertanyaan soal pembangunan jalan di daerahku, Barabai tepatnya. Ya karena tema yang diangakat adalah mengenai pembangunan di Kalsel. Aku mengacungkan tanganku untuk mencoba bertanya, dan ya tinggal menunggu giliran. Tapi kalian tau apa yang kurasa sesaat sebelum aku mulai bertanya? Rasa gugup itu datang lagi, tetapi tidak separah sebelumnya, masih bisa ku kontrol. Dan ketika aku dipersilahkan untuk bertanya, aku mulai berdiri, tubuh mulai panas dingin. Dan ketika kuucap kata pertamaku “Bismillah”, rasa gugup itu langsung buyar, hilang entah kemana. Dan aku menjadi aku yang biasanya, semua berjalan lancar, dan pastinya aku berhasil mengalahkan rasa gugupku.
          Sehabis bertanya, aku merasa plong, seakan beban hidupku terlepas.
Tapi ada yang satu aneh, ketika aku menulis cerita ini kenapa aku merasa gugup ya?
Mudah-mudahan ceritaku tadi bisa menjadi pelajaran. Tentu ada pesan yang kusampaikan, bahwa rasa gugup itu adalah manusiawi, gugup itu wajar, tapi kalau sampai gugup seperti yang ku alami tadi, itu termasuk gangguan jiwa kecil. Berbicara di depan memang sudah biasa, tapi ketika tampil di depan kamera siapapun pasti bisa mengalami demam panggung yang luar biasa hebat. Aku teringat pesan dari salah satu tetua protokol “Just do it”
Lakukan saja, karena kesempatan tidak datang dua kali. Memang lagi nasib baik aja, aku mendapat kesempatan kedua.
Bye..
0 notes
salehrjones · 5 years
Text
Perahu
Tumblr media
         Alkisah ada dua daratan yang terpisah oleh luasnya samudera. Antara keduanya tak pernah saling sapa, karena mereka tidak saling tau ada apa dibalik luasnya samudera itu. Sejauh mata memandang hanya ada air, terkadang ada beberapa burung yang terbang, ada pula ikan yang meloncat keluar dari air untuk sekedar menengok ke luar untuk sejenak menghilangkan kejenuhan dari kehidupan bawah airnya. Tapi tak semua ikan bernasib beruntung, keluar dari persembunyian justru perjudian terbesar dalam dunia fauna, karena sang ikan tak tau ada apa di luar sana. Bisa saja pemandangan indah yang ia lihat adalah hadiah perpisahannya dengan dunia, dilanjutkan dengan merelakan tubuhnya dimangsa karnivora yang membutuhkan makanan sekedar untuk penghidupan. Terdengar tragis memang, tapi itulah kehidupan.
           Di antara kedua tanah yang tak pernah saling sapa tadi, ada seorang pemuda yang duduk termenung di tepi pantai. Matanya memandang jauh ke ujung samudera, mencoba masuk lebih jauh lagi. Ia berharap akan adanya kehidupan yang lain dibalik lautan yang ia pandang. Hingga malam menjelang, masih saja ia termenung memikirkan apakah benar ia sendirian di dunia yang luas ini. Jika memang benar sendirian, apalah guna aku dicipta, apabila hanya untuk merasa sepi dan sengsara. Malam pun semakin larut, semakin banyak bintang menghias langit, kebetulan pula kala itu bulan purnama, sehingga tak begitu banyak sunyi ia rasa. Belum beranjak juga pemuda tadi dari tempat berfilsafatnya, masih pula ia memandang jauh hingga ke ujung ufuk.
           Ada seberkas cahaya yang ia lihat, cahaya dibalik luasnya perairan. Hal itulah yang selama ini ia dambakan, walau hanya sesaat cahaya itu menampakkan sinarnya, tapi nampak jelas teringat dan terngiang di benaknya. Bergegaslah pemuda tadi beranjak dari tempatnya bermenung, dan ketika hendak melangkahkan kaki barulah sadar bahwa cahaya yang ia lihat tadi hanyalah mimpinya belaka. Terbangun dan kemudian ia termangu memikirkan mimpi yang baru saja dialaminya, tak pernah ia mengalami yang serupa seperti mimpi akan adanya cahaya tadi. Cahaya dibalik luasnya dunia, cahaya diantara kesendirian, diseluruh kesedihan. Betapa gembira ia sehabis bermimpi itu, mulai menggumam ia, merancu, alangkah berwarnanya hidupnya jika ada orang lain selain ia di dunia ini, ia berbicara kepada diri sendiri di dalam keheningan kegelapan. Ia lalu berdiri, tersenyum kecil, kemudian tertawa, jika saja ada orang lain yang melihatnya tentulah ia sudah dikira orang sakit jiwa.
           Esok harinya ketika matahari sudah muncul dari tempat persembunyiannya, bergegaslah ia pergi hutan, ia berlari sambil membawa kapak di tangan kanannya. Ia tebang pohon yang dirasa sudah cukup tua dan cukup kuat kayunya, perlahan tapi pasti terkumpul juga bahan-bahan yang ia perlukan. Ternyata ia berniat membuat perahu untuk menghampiri cahaya ia lihat di mimpinya tadi malam. Dengan semangat dan senyum yang terus saja tergambar dibibirnya yang agak hitam, mulai saja ia menyusun, merangkai, membuat perahu untuk mencapai harapan yang telah lama ini ia dambakan. Menghela nafas ia istirahat sejenak, kemudian tersenyum membayangkan akan seramai apa tempat cahaya yang akan ia kunjungi. Tak terasa jadi juga perahu yang ia inginkan, walau telah bermandi keringat dirinya, tapi tetap saja ia tak merasa letih karena membayangkan indahnya mimpi yang ia alami tadi malam.
           Diseretnya perahu yang sudah ia buat menuju tepi pantai, ombak air membasahi kaki kakinya yang kasar, karena selama hidup tak pernah ia merasakan alas kaki. Diikatnya dulu perahunya pada pohon, takut ia kalau perahu berlabuh sendiri tanpa ada ia di dalamnya. Sebelum berangkat ada hal yang dilakukannya, pergi ia mencari batu, ukurannya besar, dan mudah untuk dipahat. Didapatnya batu yang sesuai kehendak hati, diangkatnya ke tepi pantai, diletakkan persis menghadap lautan. Mulailah ia memahat, keringat terus saja bercucuran dari sekujur tubuhnya, tapi entah kenapa tak ada letih yang ia rasa. Dipahatnya dengan kapak, agak keras juga ternyata batu tadi, sehingga membutuhkan waktu agar bisa enak dilihat dan bisa dibaca. Mulailah tercetak tulisan ia pahat, walau agak rumit untuk memahaminya. Tapi untuk ukuran seorang pemuda, cukup terlihat bagus pahatannya. Dipukulan terakhir untuk pahatannya itu, patahlah kapak yang ia gunakan. Tak masalah baginya jika kapak patah, asal pahatannya telah rampung. Tersenyum bangga ia dengan hasil kerjanya, lalu ia baca dengan keras isi tulisan di pahatannya “Jika aku mati, berarti aku mati karena mengejar mimpi”.
           Bertolaklah ia menuju perahunya, dilepasnya ikatan perahu tadi. Di dorongnya perahunya agar bisa mengapung di atas air, agar bisa berlayar. Menengadah ke langit kepalanya sambil menutup mata lalu ia berbisik “Aku namakan perahu ini perahu pengharapan. Aku pertaruhkan semua pengharapan dan hidupku dengan ini”.
Berlayarlah perahu kecil milik pemuda itu, awalnya berlayar tenang, tetapi ketika sudah masuk di tengah ganasnya samudra luas. Mulai terombang ambing perahu itu, terguncang pula badannya. Tapi pendiriannya masih kuat, ia masih ingin mengejar mimpi, mengejar cahaya, melawan kesendirian. Semakin dikuatkannya kuda kuda, walau ada air yang masuk ke perahu dan ada pula yang menerjang tubuhnya. Tekadnya masih kuat, masih ada kepercayaan diri di dalam matanya. Semakin larut terlampau jauh, entah kemana ombak laut membawanya pergi, mendekati cahaya atau justru menjauhinya. Hingga akhirnya ombak besar datang menerjang, menghempas perahu sang pemuda, terlempar pula pemuda itu ke lautan luas. Hilang arah hilang kendali, gagal mengemudi mengejar mimpi. Terombang ambing ia di tengah kesendirian, ditengah lautan, lalu hanya ada satu lambain terakhir yang terlihat, pertanda perpisahannya dengan dunia. Dunia yang selalu membuatnya merasa sendiri, sepi, sunyi, dan tentu saja membuatnya sengsara. Berakhirlah kehidupan pemuda itu, kehidupan yang penuh kemalangan, tanpa pernah terdengar berita bahagia untuknya. Apakah ini karma untuk pemuda itu? Tentu tidak, karena ia tak pernah merasa dan tak pernah menyakiti, karena ia selalu sendiri, sekali lagi…. Sendiri.
Hampir mirip cerita pemuda itu dengan ikan yang telah dikisahkan di awal. Berakhir tragis karena ingin keluar dari dunia yang aman, berpikir akan menemukan hal yang lebih baik justru itu adalah pengalaman terakhir di kehidupannya. Pengharapan yang ia taruh sepenuhnya harus terombang ambing di luasnya lautan yang tak berujung. Terpencar pencar entah kemana, jika saja pemuda itu masih hidup tentu saja ia lebih baik memilih mati, karena tak ada guna jika pengharapan itu telah diputus. Sampai hati ada yang sanggup menghancurkan pengharapan sang pemuda, terombang ambing, ibarat jatuh, tentulah jatuh ke dalam jurang kenistaan, suram nan gelap, sunyi dan sengsara. Tak ada kawan tak ada teman, hanya mendengar nafas dari dalam diri. Harapan sang pemuda berakhir tragis, walaupun ia tak berani menangis. Karena mengeluarkan air matapun tiada guna, tak ada arti, hanya menambah derita. Malang nian nasibnya, tak ada bedanya dengan ikan, yang dicipta hanya untuk dimangsa karnivora. Jikalau saja ia mampu mengkarantina rasa ia punya, menahan gejolak yang ada di dada, tentu ia masih akan ada punya cerita. Sampai disini dulu kiranya, tak habis kata jika dituliskan seluruh kemalangan dan kesengsaraan sang pemuda.
Nelangsa
Bunga tunggal karang
Cantik tidak tergenggam
Terpisah takdir dunia
Sepertimu
Hanya bisa kupandang
Tidak dapat kusayang
6 notes · View notes
salehrjones · 5 years
Text
Tumblr media
Sabtu, 2 Maret 2019 (19:43)
Setelah berfilsafat aku menemukan satu titik temu, bahwa masalah akan selalu datang silih berganti, tak dapat dipungkiri itu suatu hal yang pasti.
Mau menghindar dari masalah yang satu, itu bisa saja. Tapi itu justru membuat kita masuk ke dalam satu masalah yang baru lagi.
Perubahan mindset dan konsep berpikir yang monoton harus dilakukan. Agar kita menjadi open minded akan satu hal, tidak memandangnya dari satu perspektif saja.
Kalau dipikir pikir lagi, hambar rasanya jika hidup tanpa masalah dan tanpa tekanan. Tak ada adrelanin untuk memacu motivasi pribadi kita.
Aku jadi menyesal ketika mengenyam bangku sekolah tak pernah membuat masalah. Hanya menjadi anak baik baik, tak ada tantangan. Baru mengerti aku sekarang kenapa ada bad boy disekolah, bahwa itu adalah suatu hal memotivasi dan menambah pengalaman (learning by doing).
Satu hal lagi, malu rasanya ketika tak ada yg kuceritakan tentang kisah hidupku yg menarik kepada anak anakku kelak.
2 notes · View notes
salehrjones · 5 years
Text
Am I Okay?
Tumblr media
Senin, 28 Januari 2019 (19:22)
           Huffft, lagi lagi aku ditawari untuk melatih pramuka di SD. Tapi aku bingung, mau mau diterima atau ditolak. Walaupun sebenarnya aku ingin, tetapi aku masih takut, apakah aku mampu untuk mengemban amanah itu. Aduh, terima atau tidak yaaaa, mana langsung ditagih jawabannya. Apa sebaiknya aku ambil aja ya, sekalian nambah pengalaman. Tunggu, kalau dipikir-pikir semua temanku mengajar pramuka, walaupun itu tuntutan dari lembaga. Hmmm, apa salahnya kalau kita coba. Bismillah, aku terima tawaran itu.
           Pufffft, sekarang lagi dilanda kebingungan bertubi dan bertumpuk. Aku sekarang berpikir bagaimana masa depanku nanti, ketika pendidikanku selesai apa yang mesti kulakukan, kalau aku tak menyiapkannya dari sekarang. Hal yang terlintas di benakku adalah menjadi seorang blogger yang produktif, ya seperti jejak kakakku. Ia merintis karir dari bawah hingga mampu menjadi tetua di komunitasnya yaitu “Blogger Banua”. Tanya saja, siapa yang tak kenal dia, dengan passive income yang masuk secara berkala, membuat masa depan cukup terjamin untuk beberapa saat. Tapi, semua itu butuh proses, dan apakah aku mampu melewati semua proses yang telah dilaluinya. Mesti sabar, sabar menunggu, tekun dan terus belajar, berlatih dan banyak membaca dari referensi yang sudah terbukti.
           Sekali lagi aku menghela nafas, apakah ini benar-benar yang aku inginkan?
Semua orang memang perlu perubahan, dan awal perubahanku. Aku akan menghapus game mobile legend. Bye…
Dari sekarang aku berpikir, bagaimana caranya menjadi seorang bujang yang produktif. Yang siap mapan kelak nantinya, yang siap langsung melamar ketika lulus kuliah nanti.
Selamat berjuang diriku :)
           Tapi… aku masih belum puas untuk menulis. Bantu aku menghilangkan rasa suntuk ini. Mencoba meraih adsense, tapi tak tau caranya. Ingin belajar tak tau harus mulai dari mana. Lagi lagi aku otodidak, dengan modal niat penuh harapan. Semoga berbuah manis rasa harap dan mimpiku yang terlalu tinggi untuk digapai. Apakah aku terlalu banyak berimajinasi?
           Sampai kapan coba aku bingung dengan pilihanku sendiri? Ini hidupku, kenapa aku mesti ragu, aku masih muda, butuh banyak pengalaman. Kenapa mesti takut? Ayo, ambil resiko wahai diriku. Kalau ingin maju, terobos dinding itu diriku. Jiwaku, mohon bantu aku membulatkan tekadku.
4 notes · View notes
salehrjones · 5 years
Photo
Tumblr media
Rabu, 16 Januari 2019 (18:58)
           Hari ini aku baru saja mengunjungi tempat kelahiranku, yakni desa Danda Jaya, Kec. Rantau Badauh, Kab. Barito Kuala, sudah sejak 4 tahun terakhir aku tidak pernah kesana lagi. Namun akhirnya hari ini bisa kesampaian, walaupun inti dari kunjungan ini adalah melegalisir ijazah SD kakaku, fyi kaka sekolah SD dan tamat di Danda Jaya, tetapi ketika ia lulus SD pindah ke Barabai, ke tempat kelahirannya.
           Di Danda Jaya adalah tempat kelahiranku dan adikku Jamilatur Rahmah. Sebenarnya amat banyak cerita yang ingin kutulis, tapi semoga saja bisa kutulis semuanya, biar aku tulis secara perlahan dan bersahaja.
           Aku pertama kali menghirup nafas di dunia ini pada tanggal 8 Februari 1999, sekitar 19 tahun yang lalu. Aku dilahirkan pada malam hari dan tanpa bidan, sedikit informasi kediaman pada saat aku dilahirkan itu jauh dari kata layak, tempatnya sangat memprihatinkan, bahkan ketika ada keluarga yang sempat berkunjung kesana ia mengatakan rumahnya seperti “kandang sapi” haha. Yah memang kalau dipikir-pikir lebih mirip kandang mamalia pemamah biak itu ketimbang rumah manusia. Di tahun 99 itu kehidupan kedua orangtuaku belum begitu baik, dan masih dalam tahap perjuangan.
           Kembali ketika aku lahiran, kata ibuku suasana saat itu sangat tidak diduga-diduga, ibuku mulas dan ternyata akan melahirkan aku. Padahal ayahku saat itu sedang tidak ada dirumah, ayahku sedang pergi ke acara “bahandil”. Karena itu ibuku menyuruh kakaku untuk mencari dan memberitahu ayah bahwa mama akan lahiran. Lalu lah kakaku bertolak pergi mencari ayah dengan sepeda mini pada zaman itu, merk sepedanya bukan BMX sih, tapi tak tau aku merknya. Tapi ternyata belum sempat ayahku datang kerumah, ternyata ibuku telah melahirkanku dengan gampangnya tanpa bantuan bidan, mungkin ibuku sudah pengalaman karena belajar dari pengalaman melahirkan kakaku. Kata ibuku ia melahirkan aku sangatlah mudah, tidak perlu bersusah payah bahkan beliau mengatakan “rasanya seperti mehajan behira, dan plung keluarlah kamu”. Agak sedikit aneh sih tapi itulah kebenarannya. Semudah itukah ibu melahirkanku? Mungkin itulah kenyataannya, dan sekarang nampaknya aku adalah anak yang tidak sulit diurus karena bertolak ukur dari cara ibu melahirkanku.
           Lalu datanglah kakaku tadi bersama ayahku, tentu saja sambil tergesa-gesa karena istrinya dalam kondisi kritis akan melahirkan. Tetapi betapa terkejutnya ayahku ketika ia dapati ternyata aku sudah dilahirkan tanpa kurang sedikitpun. Dan yang lebih membuat ayahku heran, ternyata ibuku langsung coba duduk dan ingin mengetahui jenis kelamin anak yang baru saja dilahirkannya “bah, anak kita lalaki kah bibini?” tanya ibuku, “bapalir ding ai” jawab ayahku. Walaupun jawabannya agak vulgar, tapi itu menjawab pertanyaan ibuku, ekspresinya agak kecewa karena anak keduanya ternyata laki laki lagi. Karena pada saat itu ingin dikarunia anak perempuan.
           Tak berapa lama setelah itu datanglah bidan, tetangga, dan orang-orang kampung. Ada satu hal yang saat itu terjadi pada aku bayi, yakni aku bernafas secara tidak normal ketika aku baru saja dilahirkan. Nafasku seperti mengeluarkan bunyi, tertahan seakan ada buih dan lendir di saluran pernafasanku, tapi untungnya pada saat itu ada bidan (walaupun lebih cocok disebut dukun beranak) yang sigap, lalu beliau menghisap hidungku, seraya beliau menghisap dengan hisapan yang dalam, dengan satu kali percobaan. Lalu didapatinya lah lendir yang menjadi gangguan nafasku kala itu. Ia muntahkan lendir itu, dan normal kembali caraku bernafas. Kalau saja tidak ada beliau, mungkin sekarang aku mengalami gangguan pernafasan, atau bisa saja umurku tak sampai sekarang dan bisa menulis ini. Oh iya, aku hampir lupa, nama bidan tadi adalah Mbah Blong, begitu ayahku menceritakan padaku, betapa heroiknya aksi beliau pada saat itu yang menghisap dan sruttttt keluarlah lendir. Dan ya, tentu saja pada hari ini tadi aku bertemu beliau, walaupun tak ada ucapa terima kasih secara langsung dari mulutku, tetapi dari hati kecilku aku sangat berterima kasih karena beliau telah menjadi penolongku kala itu.
           Habis sudah cerita kelahiranku, tapi ada satu hal yang mesti kuceritakan. Konon, rumah kediaman tempat kelahiranku itu berhantu kata orang-orang setempat. Hmm, mungkin disebut begitu karena letaknya yang berada di ujung, disebelahnya adalah sawah luas membentang, dan karena kondisinya sangat memprihatinkan mirip kandang sapi. Dan katanya juga, siapa yang lahir disitu umurnya tak akan panjang, tapi terserah lah kata orang, buktinya aku masih hidup sampai sekarang. Tetapi omongan orang kampung ada benarnya juga, selepas kami pindah dari rumah itu dan digantinkan penghuni yang baru rumor itu benar, kalau tidak salah 2-3 ia melahirkan di rumah itu, dan anaknya tidak berumur panjang. Em, silahkan kembali pada iman masing-masing.
           Kita baru berada di awal cerita, aku dilahirkan, tetapi tulisannya sudah sepanjang ini. Semoga saja aku tidak suntuk dan pembaca tidak ngantuk :)
           Danda Jaya, tempat kelahiranku yang penuh kenangan, walaupun hanyar sebentar aku sempat disana. Sempat lulus TK disana, dan beberapa bulan merasakan SD disana, sempat bolak-balik pindak SD ke Lok Besar (Barabai), karena kala itu ayahku masih belum bisa pindah kerja, masih dalam tahap proses. Tapi dengan waktu sesingkat itu ada banyak hal yang bisa kuingat.
           Mungkin cuma sedikit tulisan ini yang bisa kuceritakan, lain kali tentu aku akan mencoba lebih banyak menulis dengan dengan kualitas yang lebih pula.:)
3 notes · View notes