Tumgik
#ngobrolin hutan sosial
nininmenulis · 5 years
Text
NININMENULIS.COM – Hai readers, ada yang tahu atau pernah mendengar mengenai hutan sosial atau perhutanan sosial? Jujur, ini pertama kalinya saya mendengar mengenai apa itu hutan sosial dan juga program perhutanan sosial yang (ternyata) telah digalakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia sejak 2014.
Rencananya Ngobrolin Hutan Sosial akan diselenggarakan secara rutin oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Indonesia
Perhutanan sosial adalah program yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar hutan dengan cara membuka akses lahan secara hukum untuk dikelola dengan syarat tetap merawat hutannya. Kok Ninin bisa tahu tentang perhutanan sosial ini? Iya dong, kan saya menghadiri talkshow Ngobrolin Hutan Sosial pada Jumat, 5 April 2019 lalu di Gedung Rimbawan 1 Gedung Manggala Wanabakti KLHK Jakarta.
Baca juga: Review Buku Spas Holiday Resorts
Perhutanan Sosial
Ternyata ngobrolin hutan sosial tidak semenjemukan seperti yang saya bayangkan di awal. Banyak informasi mengenai perhutanan sosial yang membuat saya berdecak, ooo…. ternyata begitu.
Kamu pasti sering melihat berita di televisi saat Bapak Presiden kita, Jokowi bagi-bagi sertifikat tanah kepada masyarakat, bahkan tidak sedikit ‘aksi’ Jokowi ini mengundang kritik pedas dari lawan politiknya? Padahal kenyataannya ini salah satu dari program perhutanan sosial agar masyarakat mendapatkan kepastian hukun akan tanah yang akan dikelolahnya.
Dengan memberikan kepastian hukum dalam program perhutanan sosial, masyarakat tentu akan mendapat akses permodalan dengan lebih mudah. Tidak hanya itu saja, sertifikat yang dibagikan kemasyarakat juga berguna untuk menghindari konflik antara petani dengan pemilik HGU (Hak Guna Usaha). O iya perlu dicatat juga, sertifikat yang diberikan dalam program perhutanan sosial bukan dalam artian memberi hak milik atas tanah tetapi hak kelola tanah selama 35 tahun.
Faktanya di Indonesia terdapat 5572 hutan sosial
Di program perhutanan sosial ini memiliki keberadaan hutan dengan skema yang masih sama meliputi: Hutan adat, hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang sebelumnya merupakan hutan negara ataupun bukan hutan negara. Hutan kemasyarakatan, hutan negara yang mana pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan. Hutan tanaman rakyat, hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk menjamin kelestarian hutan. Hutan desa, hutan negara yang dalam pengelolaannya dilakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk mensejahterakan suatu desa. Dan terakhir kemitraan kehutanan.
Baca juga: 5 Buku Rekomendasi Buat Penyuka Desain Interior
Talkshow Ngobrolin Hutan Sosial dan Bedah Buku Lima Hutan Satu Cerita
Hingga saat ini telah 12,7 juta Ha berbagai kawasan hutan dialokasikan oleh pemerintah untuk perhutanan sosial, dan terdapat 5572 hutan sosial yang ada di seluruh Indonesia, wow jumlah yang banyak ya. Data ini diungkapkan Dr. Ir. Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK saat memberikan sambutan sebelum talkshow Ngobrolin Hutan Sosial dimulai.
Sambutan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Dr Ir Bambang Supriyanto
Moderator Ngobrolin Hutan Sosial, Bagja Hidayat, Pemimpin Redaksi Majalah Forest Digest
Dari total 5572 hutan sosial yang ada di Indonesia, ternyata menggugah Tosca Santoso ‘mengambil’ lima hutan untuk dibukukan dalam satu cerita di dalam buku setebal 164 halaman. Bedah buku Lima Hutan Satu Cerita menjadi topik pertama yang dibahas dalam rangkaian talkshow Ngobrolin Hutan Sosial yang rencananya akan diselenggarakan rutin oleh KLHK.
Selain dihadiri oleh Dr. Ir. Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK dan Tosca Santoso, penulis buku Lima Hutan Satu Cerita, bedah buku ini dihadiri juga oleh Diah Suradiredja (anggota Pokja Perhutanan Sosial), Didik Suharjito, (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB), dan Bagja Hidayat (Pemimpin Redaksi Forest Digest) yang juga moderator dalam talkshow Ngobrolin Hutan Sosial.
Bedah buku 5 Hutan 1 Cerita yang menghadirkan Dr Ir Bambang Supriyanto (Dirjen Pehutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan), Diah Suradiredja (Anggota Pokja Perhutanan Sosial), Didik Suharjito (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB), Tosca Santosa (Penulis Buku), dan Bagja Hidayat (Pemimpin Redaksi Forest Digest). (ki-ka)
Baca juga: Peluncuran Buku Kreasi Busana Daerah Indonesia Warisan Nusantara
Lima Hutan Satu Cerita
Dibaca dari judulnya saja sudah terlihat sang penulis, Tosca Santoso ingin mengajak kita menyelami apa itu perhutanan sosial, proses, hingga manfaatnya dengan cara yang sederhana dan mudah untuk dimengerti. Dengan judul yang sudah ‘mengundang’ untuk membaca, sayangnya kemasan buku ini masih didesain khas buku-buku keluaran departemen yang biasanya berkosakata baku, resmi, dan penuh dengan penjabaran data-data yang sulit dimengerti.
Buku 5 Hutan 1 Cerita
Terbayang saya akan mengantuk saat membaca buku Lima Hutan Satu Cerita ini, tengok saja pada bagian depan buku yang menaruh lambang negara Garuda Pancasila mengiringi kata pengantar dari Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar. But don’t judge a book by it’s cover, begitu pepatah bilang. Karena saat kamu mulai membaca buku Lima Hutan Satu Cerita ini dipastikan tidak akan berhenti sebelum selesai seluruhnya.
Ya, Tosca Santosa meramu buku ini menjadi sangat menarik, semuanya diceritakan secara naratif seperti saat kita membaca novel. Tengok saja kalimat di cerita pertama, ‘Pagi belum beranjak jauh. Kedai-kedai di tepi Pelabuhan Rasau, masih sepi. Ini pelabuhan kecamatan yang biasanya ramai di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mungkin terlalu pagi, hanya satu-dua calon penumpang tampak menikmati kopi dan the. Mereka usir sisa kantuk, sembari menunggu perahu berangkat.‘ Semua dikisahkan Tosca dengan gaya bercerita yang khas dengan data dan peraturan pemerintah sebagai bumbu yang menjadikannya mudah dipahami. Bagi saya ini terasa seru dan sangat menarik untuk dibaca.
Lebih menarik lagi saat kita membaca kelima bab yang tersaji di dalam buku Lima Hutan Satu Cerita ini. Selaras dengan judulnya, buku ini menceritakan tentang lima dari 5572 hutan sosial yang ada saat ini, bagaimana geliat ekonomi dari masyarakat yang mendapat akses lahan legal selama 35 tahun. Kelima lokasi hutan yang diceritakan dalam buku ini di Padang Tikar, Kubu Raya Kalimantan Barat, Kemantan Jambi, Gunung Kidul, Kulon Progo Yogyakarta, Dungus Madiun Jawa Timur, dan Sarongge Cianjur Jawa Barat.
Baca juga: Steel Architectural Award 2019: Envisioned The Future of Steel as World-Class Masterpiece
Selain menceritakan manfaat ekonomi dari perhutanan sosial, buku ini juga mengemukakan beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan hutan sosial seperti masalah birokrasi, pendampingan petani, juga modal dan akses pasar.
Perlunya pendampingan intensif agar dapat memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan.
Selain bercerita tentang keberhasilan para petani dalam mengolah hutan sosial yang dijabarkan dengan data dan peraturan pemerintah yang mudah untuk dibaca, buku ini juga menyelipkan sedikit ‘drama’ dalam kisahnya. Seperti kisah Dudu Duroni yang bertahan menjadi petani kopi di bukit Sarongge, Cianjur Jawa Barat, kendati awalnya tak populer di mata tetangganya. Kopi adalah komoditas menahun yang hasilnya tak bisa langsung dipetik setelah ditanam. Butuh tiga tahun bagi Dudu, menunggu panen kopi pertama yang kemudian meledak di pasar. Karena bertahan menjadi petani kopi, Dudu bahkan harus bercerai dengan istrinya yang tak tahan menunggu kebunnya memberi hasil.
Membaca buku ini sudah tentu membuka wawasan kita akan perhutanan sosial, dan manfaat hutan sosial, seperti mengutip semboyan Tiga-O milik Dudu Duroni, leweung hejO, reseup nu nengjO, patani ngejO, yang jika diartikan berarti Hutan Lestari, Manfaat Untuk Orang Banyak, Dapur Petani Ngebul.
Saya bersama dengan Tosca Santosa penulis buku 5 Hutan 1 Cerita
Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita NININMENULIS.COM - Hai readers
0 notes
nininmenulis · 4 years
Text
NININMENULIS.COM – Hutan sumber makanan, tidak pernah terlintas di pikiran aku, sampai saat melakukan perjalanan ke Kalimantan dan menyaksikannya sendiri. Pergi ke Kalimantan belum lengkap bila tidak mencicipi sajian kepitingnya yang terkenal. Itu yang dikatakan banyak teman saat aku akan menjejakan kaki pertama kali ke pulau kedua terbesar di Indonesia ini. “Kepiting mah di Jakarta ada,” begitu kataku acuh tak acuh. “Kepiting di sana tuh beda! Beuh, begini!” ujar seorang teman yang saat mengatakannya sembari mengacungkan jempolnya yang luar biasa besar ke muka aku. Bahkan temanku yang biasanya pelit ini rela menitipkan sejumlah uang untuk dibelikan olahan kepiting khas Kalimantan. Dengan malas-malasan, aku mengiyakan titipan tersebut sembari ngedumel, “beli kepiting ajah jauh-jauh.”
Saat itu aku mendapatkan tugas ke Kalimantan Timur, tepatnya ke Balikpapan. Buta tentang Kalimantan membuat aku tidak memiliki rencana khusus di luar agenda pekerjaan. Tapi sepertinya teman-teman di Kalimantan yang menemani aku selama bertugas sangat tahu apa yang harus mereka lakukan yakni, “MAKAN KEPITING!” Itulah aktivitas aku pertama kali di Tanah Borneo setibanya di bandara yang bertepatan dengan jam makan siang.
Ternyata Balikpapan memiliki banyak restoran kepiting yang terkenal kelezatannya. Aku dibawa ke restoran kepiting yang lokasinya tidak jauh dari Bandar Udara Sepinggan. Aku pun hanya duduk pasrah saat dipesankan sajian kepiting dengan berbagai pilihan saus, ada saus asam manis, saus lada hitam, dan saus lainnya yang menjadi andalan restoran. Untuk jenis kepitingnya pun memiliki pilihan, kepiting jantan, kepiting telur, atau kepiting soka. Ternyata satu porsi kepiting di restoran ini sangat banyak dengan saus yang tumpah ruah. Aku mengambil satu capit besar yang sudah diremukin cangkangnya, saat menggigit pertama kali, “Masya Allah….nikmatnyaaa…” Ah, bahkan menuliskannya kembali air liur ku pun tidak berhenti menetes. Saat itu tanpa berkata banyak aku meneruskan gigitan kedua, ketiga, dan seterusnya hingga habis semua sajian kepiting di hadapanku dan menyisakan cangkangnya yang remuk.
Aku memang penyuka kepiting sedari kecil, tetapi kepiting yang baru saja aku nikmatin rasanya berbeda. SANGAT NIKMAT! Daging kepitingnya tebal dan lembut dengan kesegaran rasa manis yang tidak aku jumpai pada kepiting laut yang biasa aku konsumsi. Saking nikmatnya waktu makan menjadi hal yang aku tunggu-tunggu agar dapat menikmati kembali olahan kepiting ini. Takut akan kolesterol tinggi dari olahan kepiting? Jangan khawatir, ternyata ada caranya loh untuk menghindari, yakni dengan meminum air kelapa muda dengan gula merah yang selalu tersedia di semua restoran kepiting. Saat makan kepiting untuk yang kedua kalinya, baru aku mulai bertanya-tanya, mengapa daging kepiting di sini berbeda dari yang biasa aku makan. Salah satu teman asli Kalimantan pun bercerita kenikmatan kepiting ini dikarenakan tempatnya berasal, dan ia berjanji mengajak aku ke tempat darimana kepiting tersebut.
Baca juga: Dilema Lahan Gambut Antara Mitos dan Fakta
Di lumput hutan bakau inilah habitat tinggal kepiting bakau
Hutan bakau atau mangrove. Dari situlah kepiting-kepiting nikmat nan lezat itu berasal – Kepiting bakau sebutannya. Untuk kita ketahui semua, Menurut Wahana Lingkungan Hidup atau WALHI, Indonesia salah satu negara yang memiliki ekosistem hutan bakau terluas di dunia atau seluas 23 persen. Hutan bakau atau mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut atau sekitar muara sungai. Dengan garis pantai sepanjang 95.181 km2, pada 2015 Indonesia memiliki hutan bakau seluas 3.489.140,68 ha.
Dari tempatnya tumbuh, hutan bakau memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air, dan alam sekitarnya baik dari segi fisik, biologi, dan ekonomi seperti:
Penahan abrasi pantai, intrusi atau peresapan air ke daratan, dan penahan badai juga angin yang bermuatan garam.
Menurunkan kandungan karbondioksida atau CO2 di udara dan sebagai penambat bahan-bahan pencemar di sekitar perairan pantai.
Tempat hidup berbagai biota laut baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan, maupun pengasuhan, tidak hanya kepiting tetapi juga ada ikan, udang, dan masih banyak lagi lainnya.
Merupakan hutan sumber makanan bagi spesies yang hidup sekitarnya.
Tempat hidup berbagai satwa mulai dari kera, buaya, dan burung yang dapat kamu saksikan langsung saat menyusuri hutan bakau.
Selain sebagai hutan sumber makanan, hutan bakau juga sumber mata pencarian penduduk sekitar dan sumber penghasil bahan obat-obatan juga kayu untuk rumah tinggal.
Kepiting bakau, salah satu sumber makanan dari hutan (Foto: arenahewan)
Kepiting bakau (Foto: Wikipedia)
Kepiting bakau merupakan salah satu dari sekian banyak hasil sumber makanan yang berasal dari hutan bakau. Kepiting bakau yang memiliki nama latin Scylla serrata ini termasuk dalam golongan krustasea, ia memiliki nilai protein yang tinggi, berukuran paling besar digenusnya, dan juga memiliki pertumbuhan paling cepat dibanding spesies kepiting lainnya. Kepiting bakau memiliki warna yang hampir sama dengan lumpur tempatnya tinggal, yaitu coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan kekuning-kuningan pada abdomennya. Keunikan dari kepiting bakau, mereka selalu menggali sebuah lubang sebagai tempat berlindung dan jarang terlihat jauh dari lubangnya. Pada kondisi lingkungan yang ideal, kepiting bakau bisa bertahan hidup hingga mencapai umur tiga sampai empat tahun dan mencapai ukuran lebar karapas maksimum lebih dari 200 mm.
Dari segi ekonomi, permintaan kepiting di perdagangan dunia dan domestik terus mengalami kenaikan berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) 2018. Trend peningkatan produksi kepiting bakau dunia bersifat drastis sejak periode 1950-1968 hingga periode 1968-2014.Negara yang menjadi tujuan ekspor kepiting meliputi Amerika, Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan beberapa negara di kawasan Eropa. Di Indonesia, Kepiting bakau termasuk salah komoditas penting perikanan sejak tahun 1980-an.
Upaya Indonesia dalam meningkatkan ekosistensi komoditi ekspor kepiting bakau di pasar dunia menjadi penting, caranya dengan menjaga keberlanjutan sumber daya kepiting bakau di habitatnya hidup yakni hutan bakau. Sayangnya, ekosistem hutan bakau di Indonesia dalam kondisi kritis. Dari data WALHI lebih dari 50 persen hutan bakau dalam kondisi rusak, dan salah satu menyebab kerusakan disebabkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit dalam jumlah besar. Sangat disayangkan ya, bukan hanya tidak dapat menikmati manisnya kepiting bakau, kita juga terancam menghirup banyak emisi karbon dikarenakan hutan bakau sebagai media penyerap semakin terkikis.
Baca juga: Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita
Kepiting Bakau Saus Asam Manis
Makan kepiting bakau di restoran hingga mengunjungi langsung hutan bakau, tempat kepiting bakau hidup sudah aku lakukan. Namun belum lengkap kalau belum mencuri resep kenikmatan olahan kepiting bakau ini dari penduduk setempat. Beruntung salah satu penduduk di sekitar hutan bakau mau memasakannya untuk aku. Sebenarnya bahan olahan kepiting bakau tidak berbeda dengan olahan kepiting umumnya, namun manisnya kepiting bakau menjadi kunci kelezatannya. Berikut Resep Kepiting Bakau Saus Asam Manis yang mudah dan dapat diolah sendiri di rumah.
Bahan-bahannya: 3 ekor kepiting bakau, sikat, cuci bersih 5 cm jahe, cincang kasar 2 cm lengkuas, geprek 5 lembar daun salam 2 sdt garam kasar Bahan saus asam manis: 5 siung bawang putih, iris-iris 1 buah bawang bombay, iris panjang 2 buah tomat besar, buang biji, haluskan 1 sdm margarin 1 sdm minyak 2 cm jahe, geprek Secukupnya air Secukupnya garam Secukupnya gula
Cara Membuatnya: 1. Kukus kepiting hingga kepiting matang dengan menaburkan jahe cincang, lengkuas, daun salam, dan garam. 2. Panaskan margarin dan minyak, tumis bawang putih hingga harum. Masukkan jahe, biarkan hingga aroma jahe keluar. 3. Tambahkan tomat halus, bawang bombay, garam, dan air. Masak hingga air sedikit asat. 4. Tambahkan gula, masak hingga mulai mengental. 5. Siapkan piring, geprek kepiting. Lalu siram kuah. Kepiting bakau saus asam manis pun siap dinikmati.
Selain nikmat, olahan kepiting bakau memiliki banyak kandungan gizi dan manfaat yang berguna bagi tubuh. Dalam setiap 100 gram daging kepiting bakau terkandung energi 151 kalori, protein, lemak, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B1, asam folat, vitamin B kompleks serta berbagai mineral seperti kalium, magnesium, zat besi, yodium, selenium, zinc, dan mangan. Daging kepiting terutama kepiting bakau juga kaya akan lemak menyehatkan dalam bentuk omega 3. Hanya dengan mengonsumsi 100 gram daging kepiting, sudah memenuhi 45 persen kebutuhan omega 3 dalam sehari. Zat gizi ini tidak diproduksi oleh tubuh, karena itu konsumsi daging kepiting dapat membantu memenuhi kebutuhan asupannya. Dengan kandungan nutrisinya yang kaya, mengonsumsi kepiting bakau dalam jumlah tepat sangat dianjurkan karena bermanfaat juga untuk:
Membantu memelihara kesehatan jantung
Lemak seringkali dikaitkan dengan penyebab penyakit jantung, tapi lemak yang terdapat pada kepiting merupakan omega-3 yang justru membantu memelihara kesehatan jantung. Omega 3 dapat membantu tubuh menyeimbangkan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, serta menurunkan risiko penyumbatan plak kolesterol pada pembuluh darah sehingga terlindungi dari risiko stroke dan penyakit jantung.
Baik untuk kesehatan otak
Memiliki kandungan omega-3 dan vitamin B-12 daging kepiting bakau sangat bermanfaat untuk memelihara kesehatan otak. Beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa kedua zat gizi tersebut juga berperan penting dalam perkembangan otak anak dan memelihara fungsi otak pada orang dewasa.
Mendorong kinerja sistem kekebalan tubuh
Ternyata, bukan hanya buah satu-satunya sumber vitamin C. Daging kepiting bakau pun memiliki fungsi serupa berkat kandungan selenium di dalamnya. Selenium merangsang aktivitas sistem kekebalan tubuh serta bertindak sebagai antioksidan yang melindungi tubuh dari penyakit akibat peradangan seperti artritis, asam urat, dan penyakit pada saluran pencernaan.
Berpotensi menurunkan berat badan
Nah ini penting banget buat aku yang ingin menurunkan berat badan. Kepiting bakau ini rendah kalori tapi kaya protein dan lemak baik. Keduanya dapat memberikan rasa kenyang lebih lama dan mencegah mengonsumsi makanan lain secara berlebihan.
Ini baru satu cerita tentang kelezatan kepiting bakau, salah satu bahan makanan yang bersumber dari hutan. Bayangkan berapa banyak manfaat makanan lain yang bisa didapat dari hutan sumber makanan? Dalam perjalanan pulang ke bandara, ada doa dan harapan di dalam hati, “ah, andaikan sepanjang garis pantai Indonesia tumbuh subur hutan bakau, alangkah banyak hutan sumber makanan yang kita dapatkan.”
OMAIGOD! sibuk dengan kesan tentang hutan bakau sebagai hutan sumber makanan, aku hampir saja melupakan pesanan kepiting temanku di Jakarta. Tidak sempat kembali ke restoran, aku memesannya melalui telepon, dan olahan kepiting bakau yang lezat nan nikmat pun sudah ter-packing rapi dan diantar ke bandara. Di dalam pesawat saat melihat ke bungkusan kepiting, aku berdoa, “semoga kepiting ini sampai dengan utuh ke tangan pemesannya dan tidak tersesat di perutku yang sudah kruyuk-kruyuk.” Amin.
Kecapit Kenikmatan Kepiting Hutan Bakau NININMENULIS.COM
0 notes
nininmenulis · 4 years
Text
NININMENULIS.COM – Readers, masih ingat dengan kejadian kebakaran hutan di 2019 lalu? Kebakaran hutan yang membuat Presiden Joko Widodo malu saat berkunjung ke Malaysia dan Singapura ini konon kebakaran terhebat yang dialami Indonesia kedua setelah kebakaran yang terjadi di 2015. Dari beberapa provinsi yang mengalami kebakaran hutan di 2019 ternyata ada tujuh provinsi yang dinyatakan siaga darurat karena wilayahnya berupa lahan gambut yang rentan terbakar. Dari 328 ribu hektar lahan yang terbakar sekitar 89 ribu hektar adalah lahan gambut. Dan yang terbesar di wilayah Riau sekitar 40.500 hektar, kemudian berikutnya Kalimantan Tengah 24 ribu hektar, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Belajar dari apa yang terjadi di 2015 dan 2019 lalu timbul pertanyaan, mengapa kebakaran lahan gambut mendapatkan perhatian lebih? apa sih yang perlu kita ketahui dan lakukan untuk menyelamatkan lahan gambut? Sssttthh… ternyata ada mitos atau berita yang tidak benar beredar seputar lahan gambut ini. Sebagai generasi anti hoax, tidak ada salahnya untuk mencari tahu fakta yang selama ini terjadi di lahan gambut dari para ahlinya di acara ngorol @ tempo yang diselenggarakan pada Rabu (29/1) lalu.
Baca juga: Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita
Para pembicara di Ngobrol@tempo (ki-ka) Lola Abbas, Prof. Bambang Hero Saharjo, Nazir Foead, Theti N.A, dan Grabriel Titiyoga
Acara ngobrol @ tempo kali ini bertempat di Beka Resto Balai Kartini, Jakarta Selatan. Ngobrol kali ini mengangkat tema yang sangat ‘panas’, setidaknya itu yang dikatakan Toriq Hadad, Direktur Utama Tempo Media Group dalam sambutan pembukanya. Mengangkat tema Bagaimana Antisipasi Indonesia di Lahan Gambut Tahun 2020? menghadirkan empat narasumber yang sangat kompeten dalam penanganan lahan gambut, mereka ialah Nazir Foead (Kepala Badan Restorasi Gambut / BRG Indonesia), Prof. Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Kehutanan IPB), Lola Abbas (Koordinator Nasional Pantau Gambut), dan Theti N A (Petani dari Kalimantan Tengah). Talkshow Bagaimana Antisipasi Indonesia di Lahan Gambut Tahun 2020? ini dimoderatori oleh Gabriel Titiyoga, Redaktur Sains & Sport Majalah Tempo. Sebelum kita mencari tahu mitos dan fakta apa saja yang melingkupi lahan gambut, yuks kita kenali dahulu apa itu lahan gambut.
Lahan gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari timbunan materi organik seperti sisa-sisa pepohonan, rumput, lumut, jasad hewan yang membusuk lalu menumpuk selama ribuan tahun hingga membentuk endapan yang tebal. Lahan gambut ini sering dijumpai di area rawa, cekungan antara sungai, ataupun di daerah pesisir. Dari proses terjadinya lahan gambut fakta pertama yang perlu kita ketahui yakni Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat luas atau mencapai 14,9 juta hektar dan tersebar di seluruh Indonesia. “Meskipun dalam luasan kalah dengan Canada, namun lahan gambut di Indonesia bisa memiliki kedalaman hingga 30 meter. Tingkat kedalaman gambut ini berpengaruh terhadap jumlah kandungan karbon dan jenis tanaman yang dapat hidup di sekitarnya. Semakin dalam lahan gambut, semakin banyak karbon yang terkandung,” kata Nazir Foead.
Dari jumlah lahan gambut di Indonesia, fakta kedua yang tidak kalah menarik yakni lahan gambut mengandung dua kali lebih banyak karbon dari yang dikandung hutan tanah mineral, sehingga bayangkan bila mengalami gangguan seperti terbakar atau kering, akan berapa banyak karbon yang terlepas di udara dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca? “Emisi gas yang dihasilkan kebakaran lahan gambut terdiri dari 90 jenis gas, dan 50 persen gas itu beracun,” ungkat Prof. Bambang Hero Saharjo. Dan kebakaran lahan gambut terparah bila terjadi di dalam permukaan lahan karena sulit dideteksi penyebaran juga penanggulangannya, dibanding bila yang terbakar di atas permukaan lahan.
Mengenai kebakaran ladang gambut, ada mitos menarik pertama yang diungkap Prof. Bambang Hero Saharjo dan selama ini selalu menjadi headline pemberitaan penyebab kebakaran lahan gambut yakni kekeringan akibat kemarau dan puntung rokok. “Lahan gambut tidak bisa terbakar dengan sendirinya seberapapun keringnya, atau terbakar karena ranting kering dan puntung rokok. Untuk membakar lahan gambut dibutuhkan bahan bakar yang lebih besar, dan itu hanya bisa dilakukan oleh yang berkepala hitam atau berkepala putih,” ungkap Prof. Bambang Hero Saharjo yang menambahkan bahwa hanya kondisi alam tertentu seperti lava dari letusan gunung berapi dan petir yang dapat membakar lahan gambut, tetapi tanda-tanda tersebut tidak dijumpai selama ini. Jadi fakta sesungguhnya, lahan gambut terbakar atau dibakar?
Kebakaran lahan gambut di Sebanagau, Kalimantan Tengah (Foto: WWF Indonesia)
Kabut asap (Foto: WWF Indonesia)
Baca juga: Mengunjungi Winnie The Pooh-nya Balikpapan
Mengingat tingginya karbon yang terkandung di lahan gambut, bila terjadi kebakaran sudah tentu memiliki efek buruk berkali-kali lipat dibanding efek kebakaran hutan tanah mineral. Mulai dari gangguan pernafasan hingga memicu terjadinya kanker beberapa efek buruk kebakaran lahan gambut bagi kesehatan yang menjadi fakta ketiga yang perlu kita ketahui. “Anak-anak dan kaum perempuan-lah yang paling terdampak dari kebakaran lahan gambut,” cerita Theti N A, petani dari Desa Mantangai Hilir Kapuas, Kalimantan Tengah yang pernah menjadi korban kebakaran lahan gambut pada 2015. Pertumbuhan anak akan terganggu secara fisik dan otaknya karena menghirup udara dan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi asap dari kabakaran lahan gambut. Asap kebakaran yang terhisap oleh ibu hamil pun dapat menganggu kesehatan janin sebelum dan sesudah kelahiran.
Banyaknya korban akibat kebakaran lahan gambut di 2015, membuat Theti N A pun mulai meninggalkan tradisi bakar lahan yang menjadi tradisi turun temurun sebelum bertanam padi. Masalah tidak ada tanaman yang tumbuh subur di lahan gambut ternyata mitos kedua seputar lahan gambut yang beredar saat ini. “Semua tanaman dapat tumbuh di lahan gambut, asalkan terus dipantau tingkat keasaman tanahnya. Jadi tidak bisa hanya tanam lalu ditinggal,” lanjut Theti yang upayanya ini telah diikuti 30 kaum wanita lainnya di tempat tinggalnya. Upaya Theti untuk bercocok tanam tanpa membakar lahan tidak luput dari dukungan dan bantuan dari BRG Indonesia. “Sekarang tidak ada lagi lahan gambut yang ngebul, adanya dapur yang ngebul,” canda Theti yang bercerita bagaimana ia mendapatkan penghasilan tambahan tanpa harus membakar lahan.
BRG Indonesia atau Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia adalah lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden langsung. BRG Indonesia ini dibentuk pada 6 Januari 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Bada Restorasi Gambut. BRG Indonesia inilah yang bertugas mempercepat pemulihan dan mengembalikan fungsi lahan gambut yang telah rusak terutama akibat kebakaran dan pengeringan. Apa saja yang sudah diupayakan BRG Indonesia sejak 2016 untuk menyelamatkan lahan gambut? ternyata banyak. Yuks kita ulas beberapa hal pokok yang sudah dilakukan oleh BRG Indonesia.
Salah satu peta lahan gambut (Foto: BRG Indonesia)
Melakukan pemetaan dan inventarisasi di tujuh provinsi dengan melibatkan berbagai pihak seperti kementerian atau lembaga pemerintahan terkait, pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, serta pendataan langsung ke lapangan. Pemetaan dan inventarisasi dilakukan untuk mendapatkan Peta Indikatif Prioritas Restorasi per provinsi.
Usaha pembahasan lahan gambut (rewetting) yang ekosistemnya terdegradasi akibat turunnya muka air di lahan gambut. Usaha pembasahan lahan gambut dilakukan dengan tiga cara yakni pembuatan bangunan penahan air dalam bentuk sekat kanal, penimbunan kanal yang terbuka, dan pembangunan sumur bor.
Pembuatan kanal upaya pembasahan pada lahan gambut (Foto: BRG Indonesia)
Pemulihan lahan melalui penanaman jenis tanaman asli yang adatif terhadap lahan basah dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya (revegetasi). Terdapat beberapa cara revegetasi yang dilakukan BRG Indonesia, seperti:
Penanaman benih endemis dan adaptif pada lahan gambut terbuka.
Pengayaan penanaman (enrichment planting) pada kawasan hutan gambut terdegradasi.
Peningkatan dan penerapan teknik agen penyebar benih (seed dispersal techniques) untuk mendorong regenerasi vegetasi gambut.
Teknik revegetasi dilakukan dengan sistem surjan dan paludikultur. Sistem surjan adalah agroforestri yang tidak membutuhkan adanya saluran atau kanal drainase sehingga lahan gambut dapat dipertahankan tetap basah. Sementara itu, paludikultur adalah budidaya tanaman menggunakan jenis-jenis tanaman rawa atau tanaman lahan basah yang tidak memerlukan adanya drainase air gambut.
Revegetasi lahan gambut (Foto: BRG Indonesia)
Revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar area restorasi gambut. Program revitalisasi yang dilakukan mendorong sistem pertanian terpadu di lahan gambut dan juga meningkatkan perikanan air tawar juga peternakan.
Program Desa Peduli Gambut juga Program Sosialisasi dan Edukasi Restorasi Gambut. Pendekatan yang digunakan dengan merajut kerjasama antar desa yang ada dalam satu bentang alam Kesatuan Hidrologis Gambut. Pembentukan kawasan perdesaan gambut menjadi pintu masuk bagi perencanaan pengelolaan gambut oleh desa-desa tersebut.
Mari mulai peduli lahan gambut
Ternyata untuk mengembalikan lahan gambut yang sudah terdegradasi tidaklah sebentar. Butuh waktu 10 hingga 30 tahun dan melibatkan peran aktif dari warga sekitar lahan gambut dan juga pemerintah pusat dan daerah. “Apa yang dikerjakan BRG Indonesia akan sia-sia jika tidak diimbangi dengan pengendalian dari hulu hingga hilir,” kata Lola Abbas. Tidak hanya Lola Abbas, Koordinator Nasional Pantau Gambut, Prof. Bambang Hero Saharjo juga menyoroti tindakan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan lahan gambut, seperti:
Pencegahan bukan lagi jargon belaka.
Lakukan audit kepatuhan pengendalian karhutla kepada pelaku usaha.
Lakukan audit kanal blocking yang sudah dinyatakan telah direstorasi.
Pastikan alat bantu pengendalian karhutla bekerja.
PLTB difasilitasi.
Tegakan hukum kepada pelaku pembakaran tanpa pandang bulu.
Setelah mengetahui fakta dan mitos seputar lahan gambut, masih berani untuk tidak peduli dan membiarkan usaha pembakaran lahan gambut terus berjalan? Mari mulai sekarang kita sama-sama menjadi generasi yang peduli gambut!
Dilema Lahan Gambut Antara Mitos dan Fakta NININMENULIS.COM – Readers
0 notes
nininmenulis · 5 years
Text
Diedit sedikit biar rupa si ubur-ubur semakin terlihat jelas
NININMENULIS.COM – Ubur-ubur di Pulau Kakaban lah tujuan pertama saya ingin mengunjungi salah satu Kepulauan di Kalimantan Timur ini. Bila dilihat di peta, Pulau Kakaban letaknya berada di tengah-tengah kepulauan yang terpisah dari Pulau Kalimantan. Pulau Kakaban di kelilingi beberapa pulau-pulau kecil lainnya seperti Pulau Derawan, Pulau Sangalaki, Pulau Maratua, Pulau Samama, dan Pulau Sambit. Sayang, dua pulau terakhir, Samama dan Sambit belum sempat saya kunjungi saat itu.
Kunjungan saya ke Pulau Kakaban merupakan rangkaian perjalanan menelusuri beberapa pulau, mulai dari Pulau Derawan, Sangalaki, Maratua, dan terakhir Kakaban. Sebelum mengeksplor Pulau Kakaban, Pulau derawan menjadi destinasi tinggal sementara selama meneksplor semua pulau di sini. Untuk mencapai Pulau Kakaban dibutuhkan waktu sekitar 1 jam-an lamanya menggunakan speedboat dari Pulau derawan tergantung kondisi ombak dan angin saat perjalanan. Speedboat menjadi satu-satunya transportasi yang digunakan untuk mengeksplor semua pulau di gugus kepulauan Kalimantan Timur ini. Jika ombak sedang tinggi, jangan kaget ya bila merasakan sedikit ‘lompatan-lompatan’ selama perjalanan. Tetapi percayalah, itulah nikmatnya mengeksplor pulau di Indonesia.
Yess…. saat snorkeling ternyata bukan angle foto terbaik saya
Baca juga: Mengunjungi Winnie The Pooh-nya Balikpapan
Setiba di bibir pantai Pulau Kakaban, speedboat yang membawa saya langsung sersambung dengan jembatan kayu untuk menuju ke daratan. Karena diperuntukan untuk wisata, jadi jangan pernah bermimpi dapat menginap atau mondok di Pulau Kakaban ya. Di Pulau Kakaban, kita tidak akan menjumpai resort atau homestay, cukup dermaga kecil dengan gerbang selamat datang sekaligus loket untuk membeli tiket masuk menikmati wisata di Pulau Kakaban. Sayangnya saya lupa bertanya harga tiket masuk di sini karena saya turut dalam open trip.
Ternyata untuk mencapai Danau Kakaban bukanlah dekat dari bibir pantai. Dari jembatan kayu yang berada di dermaga, kita masih menyambung melintasi rute lintasan yang telah disusun dan terbuat dari kayu. Tetapi jangan khawatir, selama melintasi rute perjalanan menuju Danau Kakaban tidak akan membosankan karena kita akan melintasi rute yang di kelilingi lebatnya pepohonan. Dan kita pun dengan mudah mengenali setiap jenis tanaman yang tumbuh di sana, karena masing-masing pepohonan yang uni telah dinamai seperti Pohon Bakung, Ubal, Ligayan, Puut, Ipil, Bullung-Bullung, Asin-Asin, dan lain sebagainya. Pulau Kakaban memiliki luas 774,2 hektar yang di dalamnya tersedia juga fasilitas penunjang bagi wisatawan seperti ketersediaan toilet dan kamar ganti pakaian.
Jalan menuju danau Pulau Kakaban yang rimbun dan adem
Jembatan kayu menuju ke danau di Pulau Kakaban
Ketika sampai ke anjungan kayu, kita sudah bisa menyaksikan beberapa ubur-ubur melayang di permukaan air danau. Sebelum terjun ke dalamnya sebaiknya pastikan kita tidak menggunakan tabir surya sewaktu berenang di Danau Kakaban, karena bahan kimia yang ada di tabir surya akan mencemari perairan danau dan membahayakan kehidupan ubur-ubur. Jadi bagi kamu-kamu yang takut hitam mending jangan nyebur daripada meracuni spesis ubur-ubur yang ada di dalam Danau Kakaban. Oiya satu lagi jangan mempergunakan sepatu katak karena dapat menyakiti dan membunuh ubur-ubur apabila terkena sepakan sepatu katak.
Baca juga: Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita
Danau Kakaban memiliki luas 5 kilometer persegi yang di dalamnya terdapat empat jenis ubur-ubur yakni ubur-ubur aurelia aurita yang bentuknya seperti piring transparan, tripedalia cystophora bentuknya paling kecil bila dibandingkan dengan tiga jenis ubur-ubur lainnya, dan mestigeas papua yang paling banyak terlihat di danau air asin, dan casiopeia ornata banyak terlihat di dasar danau dengan posisi terbalik. Kalau sudah nyemplung ke Danau Kakaban sih saya sudah tidak bisa membedakan masing-masing ubur-ubur. Pokoknya saat melihat ubur-ubur bawaannya sudah senang saja.
Semua ubur-ubur di Danau Kakaban ini jinak dan bersahabat tetapi bukan menjadi alasan untuk dipegang dan diangkat lama-lama di udara, kasihan melihat ubur-uburnya megap-megap. Dan juga jangan berpikir untuk membawanya pulang karena kalau tidak ubur-ubur ini hanya akan mati bila dijauhkan dari ekosistemnya.
Snorkeling beramai-ramai di Pulau Kakaban
Aslinya banyak ikan di antara trumbu karang ini loh.
Setelah puas berenang dan bermain bersama ubur-ubur di Danau Kakaban, sebelum meninggalkan Pulau Kakaban kita masih bisa snorkeling di tepian laut Pulau Kakaban. Mengapa snorkeling di laut dilakukan setelah nyebur dari danau? Karena, plankton, larva hewan laut, dan lain-lainnya, dapat terbawa ke danau. Kalau hal ini terjadi, maka hewan-hewan laut tadi dapat menjadi pesaing hidup bagi keberlangsungan hidup ubur-ubur di danau.
Dan jangan lupa, kalau ingin terus menikmati keindahan Pulau Kakaban dan dapat terus melihat ubur-ubur di Danau Kakaban, jangan merusak ekosistem yang sudah ada ya. Jaga dengan tidak membuah sampah sembarangan, mengikuti petunjuk dan aturan yang telah dibuat, tidak berbuat vandalisme, dan perilaku yang dapat merusak keindahan Pulau Kakaban. Jadi jika rindu berenang bersama ubur-ubur, kita dapat mengunjunginya kemmbali. See you jellyfish!
Salah satu informasi yang wajib dipatuhi pengunjung Pulau Kakaban
Berenang Bersama Ubur-Ubur di Pulau Kakaban Diedit sedikit biar rupa si ubur-ubur semakin terlihat jelas NININMENULIS.COM
0 notes
nininmenulis · 5 years
Text
NININMENULIS.COM – Rayakan usianya ke-100 tahun, Electrolux Indonesia hadirkan Taste and Care Exhibition di Mall Kota Kasablanka, Atrium Food Society, 24-28 April 2019. Dengan mengusung #Electrolux100YearsOfBetterLiving, Electrolux Indonesia menghadirkan rangkaian lengkap produk Electrolux yang memberi solusi sehari-hari di rumah. Tidak hanya itu saja, dalam rangkaian pameran ini juga diadakan #7DaysFreshnessChallenge.
Dalam press conference #Electrolux100YearsOfBetterLiving 24 April 2019 kemarin turut hadir, Iffan Suryanto – President Director Electrolux Indonesia, Chandra Yudasswara – Culinary Chef Indonesia dan Barli Asmara – Indonesia Fashion Designer.
Iffan Suryanto – President Director Electrolux Indonesia
Barli Asmara – Indonesia Fashion Designer
Chandra Yudasswara – Culinary Chef Indonesia
Baca juga: Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita
Dalam Taste And Care Exhibition Journey, Electrolux Indonesia menghadirkan produk Electrolux seperti mesin cuci, kompor tanam, oven, cooker hood, lemari es pengisap debu, AC dan masih banyak lagi. Dihadirkan pula Electrolux 100 Years Corner yang memungkinkan pengunjung menikmati sejarah Electrolux serta ragam rangkaian acara yang memberikan banyak manfaat bagi pelanggan dan pengunjung yang hadir mulai 24-28 April 2019.
Electrolux UltimateCare”900
Beberapa rangkaian acara dari Taste and Care Exhibition seperti talkshow bersama Barli Asmara, Sonia Wibisono, Nina Bertha, demo memasak dan baking bersama chef kenamaan Indonesia Chandra Yudasswara, Eddrian Tjhia, hingga mom chef Desiree Sitompul atau yang lebih dikenal dengan @Mamitoko, kelas fotografi makanan bersama Rika Ekawati, kelas kehidupan urban modern bersama Keneth Sandy hingga lelang Electrolux yang dilakukan dengan waktu yang terbatas.
Dalam rangkaian Taste and Care Exhibition juga diadakan #7daysfreshnesschallenge yang nantinya pengunjung atau pengguna produk Electrolux dapat menyaksikan kesegaran sayur dan buah yang disimpan dalam lemari es Electrolux NutriFreshTM Inverter yang mampu mempertahankan kesegaran sayur dan buah lama 7 hari.
Baca juga: Steel Architectural Award 2019: Envisioned The Future of Steel as World-Class Masterpiece
Electrolux Taste and Care Exhibition
Di Taste and Care Exhibition, Electrolux Indonesia sekaligus melakukan luncuran produk mesin cuci Electrolux UltimateCareTN 900 dengan teknologi SensorWashTM yang membuat pakaian bersih lebih optimal, pengisap debu nirkabel murni, lemari es Electrolux 620L NutriFresh® Inverter Pintu Prancis untuk makanan tanpa pembekuan dan kompor tanam gas Potenza dengan desain bergaya Eropa.
Eksibisi Taste and Care Exhibition tahun ini menjadi lebih menguntungkan dengan hadir juga produk-produk Electrolux UltimateCare”900, PURE F9, Pot Hob Hob dan Lemari Es Electrolux 620L NutriFresh @ Inverter French Door. Electrolux untuk mewujuckan hidup yang lebih baik untuk masyarakat. Memiliki keunggulan di masing-masing produk Electrolux sehingga masyarakat bisa lebih memperhatikan tentang keluarga melalui perawatan baju, kebersihan rumah, hingga melalui makanan yang nikmat.
Rayakan 100 Tahun, Electrolux Hadirkan Taste and Care Exhibition NININMENULIS.COM
0 notes