Tumgik
gadisneptunus · 3 days
Text
Sekagum apapun dengan seseorang, namun memintanya dalam doa bagiku berlebihan.
Sebab perihal masa depan dalam kacamataku sebagai insan, masihlah buram.
Cukuplah dengan memohon karakteristik pendamping yang dibutuhkan.
Bukan apapa, apatah jika Allah memiliki kehendak lain? Menghindari menyebut asma seseorang dalam doa, adalah ikhtiar agar bagaimanapun ketentuan Allah yang terjadi.. hati kita akan mudah ridha.
Dari aku yang menolak jatuh hati~
9 notes · View notes
gadisneptunus · 7 days
Text
Motivasi terbesar masih mau belajar sampai saat ini, karena aku ngga mau anak-anak ku nanti punya ibu yang bodoh. Terdengar klise tapi nyata adanya.
0 notes
gadisneptunus · 17 days
Text
Anak Sholih
Akhir-akhir ini lagi interest banget buat ngikutin kajian parenting, karena semakin sadar bahwa menjadi orang tua itu sama sekali ngga mudah. Makanya ngga heran kalau orang tua berhasil mendidik anak menjadi Sholih artinya punya investasi besar yang tak terputus bahkan ketika nyawa tak lagi ada.
Sering bgt kalo nemuin anak kecil jadi pengen punya anak.. wkwk random bgt sih, tapi beneran. Pengen banget nanti kalo punya anak bakal aku didik sebaik mungkin, hingga rasanya cita cita sejauh ini cuma pengen jadi ibu yang baik, dan melahirkan generasi ulama. Ahh Ya Allah.. Mudah kan lah hamba Mu ini. ( Wkwkw padahal nikah aja belom tapi udah ngomongin anak 😅. Gapapa lah ya namanya juga harapan )
Nah, ada yang menarik dari kajian yang dibawakan oleh Ustadz Bendri Jaisyurrohman. Kata beliau begini
"Anak yang Sholih itu bukan karena orang tuanya yang hebat, tapi anak yang Sholih itu hadiah dari Allah untuk orang tua yang terus mau memperbaiki diri"
Iya yah, sadar lagi bahwa hakikat nya semua itu karena kehendak Allah. Mau orang tua sehebat apa pun, punya gelar pendidikan yang tinggi, tapi buktinya ngga jamin anak-anak mereka bakal jadi anak yang sholih. Bahkan dengan belajar parenting pun ngga jamin anak nya akan lurus lurus aja.
Tapi kabar baik nya, Allah itu tidak menyamakan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Keduanya berbeda. Setidaknya Allah tahu mana hamba Nya yang berusaha memperbaiki diri dan mana yang tidak, Allah melihat mana hamba Nya yang mau belajar dan mana yang mencukupkan diri.
Ya Allah hamba sadar, hamba masih sangat faqir akan ilmu, tapi hamba mau belajar dan memperbaiki diri Ya Rabb, maka tolong rezeki kan kepada hamba anak yang Sholih..
Robbi habli minas Sholihin🤲🤲
5 notes · View notes
gadisneptunus · 26 days
Text
Hide Story
Waktu masih zaman kuliah, orang yang menyimpan kontakku sangat-sangat sedikit. Ya karena tiap tahun harus ganti nomor (cuma anak Wadi yang relate sih wkwk) dan pada akhirnya yang masih keukeuh berusaha mencari nomor baruku dan gak putus asa untuk menyimpan kontakku hanya circle terdekat saja.
Waktu itu rasanya bebas bgt mau bikin SW kayak gimana, karena ya emang ngga perlu nutup-nutupin 'ke randoman diri' dari siapapun. Gak perlu jaga image karena mereka-mereka sudah paham sejatinya aku seperti apa. Mau bikin SW masak-masakan, minum kopi lah, jalan bareng atau sekedar rangkaian kata-kata yang gak jelas. Aku ngga malu.
Sedangkan sekarang, isi kontak HP hampir penuh dengan wali murid dan banyak juga kontak ustadz / ustadzah karena tuntutan pekerjaan.
Setiap kali mau bikin SW random selalu mikir
' masa iya SW kayak gini layak dilihat sama ustadz atau ustadzah ?'
' Apa pantes SW ku dilihat sama para wali murid ? Gimana ya nanti pandangan nya ke aku ?'
' Harus jaga image lah !'
'Atau di sembunyikan aja dari kontak-kontak yang aku perlu jaga image dari mereka'
'Masa iya jadi musyrifah tapi SW nya gak bermutu ?'
Jadi, semakin ke sini semakin mikir lagi. Mungkin di WA memang ada fitur buat hide Story yang bisa menjaga nama baik tanpa takut membagikan sisi lain dari diri ku. Aku bisa pilih mau menyembunyikan cerita dari siapa saja. Yang pasti jaga image supaya tidak terlihat buruk di mata orang-orang tertentu.
Selama ini mungkin orientasi nya masih sebatas 'penilaian orang-orang'. Berusaha sekeras mungkin menutup aib demi menjaga nama baik. Iya, memang sudah berhasil dengan hide Story. Tapi mungkin aku lupa, bahwa jika orientasi terbesar adalah penilaian Allah. Maka, tak ada satupun fitur kehidupan yang dapat menyembunyikan keburukan-keburukan ku dari pengawasan Nya.
Mungkin aku lupa -dan lebih tak peduli- bagaimana penilaian Allah terhadapku. Padahal Ia yang benar-benar tahu betapa buruknya aku kala sendiri. Tapi aku justru acuh. Seolah tak apa jika aku mendurhakai Nya. Seakan tak ada masalah jika aku penuh keburukan asal tak satupun dari mahluk Nya mengetahui itu.
Jika pengelihatan Nya tidak pernah luput, apakah patut aku me maksiati Nya akut ?
Jika pengawasan Nya tiada kurang, apakah pantas aku berbuat curang ?
Aku sudah terlalu jauh.
Yaa Allah, bantu diri ini untuk kembali.
Semoga segera sadar, bahwa ada hal yang lebih krusial untuk di khawatirkan. Bagaimana penilaian Allah terhadapku ?
Maka, wahai diri ku.. Berusaha lah menjadi baik di hadapan Nya, bukan hanya di hadapan mahluk Nya
2 notes · View notes
gadisneptunus · 28 days
Text
Hingga nanti saat nya, dapat menuju Mu dengan jiwa yang tenang🥹
Tumblr media
Sudah tidak tertarik dengan pencapaian dunia. Mati rasa ketika teman persebayaan mencapai ini-itu. Pintaku hanya satu; yaAllah, berikanlah aku ketentraman hati dan kecintaan untuk melakukan ibadah wajib ataupun sunnah.
Karena kehilangan yang paling membuat rapuh adalah ketika nikmat ibadah telah tercabut.
732 notes · View notes
gadisneptunus · 1 month
Text
Selamat datang Mei.
Semoga penuh air mata, karena perlahan keinginan ku diijabah oleh Nya.
Mampu kan hamba menjadi hamba yang di Ridhai Mu Yaa Rabb 🥹🥹
Tumblr media
0 notes
gadisneptunus · 1 month
Text
Saat Menjadi Orang Tua
Kira-kira, kalau kita menjadi orang tua, dan memiliki anak seperti diri kita, kita bakal bingung gak ngadapinnya?
Bingung karena anaknya sedang bingung sama masa depannya. Tidak membicarakan soal rencana-rencananya, sementara kita khawatir dengan umur kita yang mungkin takkan lama dan tak ingin meninggalkan anak yang lemah untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Sementara kita melihat anak kita berdiam, tidak tahu apa yang direncanakan, ketika ditanya malah menghilang. Ketika diarahkan, malah marah karena merasa tidak diberi kebebasan.
Jangan-jangan kita bakal sebingung itu kalau ngadepin anak kita sendiri, yang anak itu, kayak kita.
Sementara saat kita sibuk dengan pikiran dan kecemasan kita sendiri. Orang tua kita sibuk bekerja untuk terus membuat roda kehidupan berputar. Dulu tak terpikirkan bagaimana orang tua bisa punya rumah, kendaraan, biayain sekolah, dan lain-lain. Sekarang saat menjalani usia dewasa, melihat semua angka-angka yang terbayang, bingung harus kerja apalagi biar bisa memenuhi kebutuhan tersebut agar nanti bisa membina keluarga yang memiliki standar hidup minimal yang baik.
Dan orang tua kita khawatir anak tercintanya tak cukup kuat untuk menghadapi kerasnya hidup. Mereka ingin hidup seterusnya sampai mereka merasa yakin dan percaya bahwa kalau mereka meninggal, anaknya akan cukup bekal.
Sementara kita masih terus khawatir dan mencemaskan perasaan-perasaan yang tidak penting. Bahkan kita merasa sudah cukup dewasa untuk berpikir dan bertindak, tapi ternyata tidak cukup berani untuk mengambil keputusan dan risiko. Berlindung dibalik ketiak orang tua jika ada masalah, takut hidup tak sesuai ekspektasi, takut kalau nanti di masa yang akan datang kita tak sampai ke impian.
Dan orang tua kita sebenarnya tidak menuntut itu semua. Bahkan mungkin mereka rindu untuk bercengkerama dengan anaknya. Mengingat-ingat bahwa dulu saat kita masih balita, ditimang-timangnya memenuhi ruang hatinya dengan kebahagiaan. Kita pernah sekecil itu di mata mereka, bahkan mungkin hingga saat ini.
Tapi kita lupa, merasa sudah cukup dewasa, banyak peran yang kita jalani. Banyak kecemasan yang membutuhkan penyelesaian. Kita lupa, bahwa kita masih menjadi anak, dan kita lupa caranya menjadi anak bagi orang tua kita sendiri.
241 notes · View notes
gadisneptunus · 1 month
Text
Nyatanya banyak hal baik yang tertunda, hanya karena kita tidak benar-benar mengusahakannya.
Patah hati banget.. targetnya ada tapi gaada action nya, ya mana bisa ?
0 notes
gadisneptunus · 1 month
Text
Sadarlah wahai diri :((
Begitu lucunya ya kita—manusia. Seringkali disibukkan dengan isi kepalanya sendiri, sibuk menggeledah kemungkinan-kemungkinan pada hal-hal yang sebenarnya belum pasti terjadi.
Pikiran kita terbang ke sana kemari, menggumamkan gumaman "kalau nanti" yang seakan-akan skenario itu pasti akan dialami. Padahal yang dipikirkan itu pun belum sama sekali terjadi. Aneh sekali.
Lalu kita kesal, marah, bingung, lelah hanya karena membayangkan hasil fantasi skenario pikiran yang kita buat-buat. Lucu. Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita disibukkan oleh kekhawatiran?
Mau sampai kapan sebenanya kita, membiarkan pikiran kita diramaikan oleh ketakutan?
Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita dijejali oleh rasa keputus asaan?
Dan mau sampai kapan sebenarnya kita, melupakan Allah yang dengan kemahaanNya mudah sekali memberikan ketenangan? Mengatur kepastian. Memberikan jawaban.
Sibuk sekali ya kita menyusahkan diri. Padahal tak pernah-pernah Allah suruh kita mengurusnya sendiri.
Berhentilah membuat banyak rekaan kejadian di kepala. Bukan sebuah tugas untuk kita meraba-raba kepastianNya. Karena sejatinya kita tak mungkin bisa mengatur kejadian di masa depan.
Maka, hiduplah di atas keyakinan bahwa Allah adalah sebaik-baik perencana. Sebaik-baik yang menetapkan ketetapan. Dan segala apa yang ditetapkanNya adalah hal yang terbaik untuk kita dapatkan.
573 notes · View notes
gadisneptunus · 1 month
Text
PR besar : Bersosial Masyarakat
Aku sejak SD bersekolah di sekolah swasta Islam yang jam pulang nya beda dari tetangga-tetangga yang sekolah di SD negri; kemudian SMP, SMA mondok yang pulangnya paling banter sebulan sekali dan itupun cuma dua hari satu malam; kemudian lanjut kuliah 4 tahun yang mondok juga dengan perpulangan yang hanya setahun sekali ( hanya setiap libur lebaran ). Rasa-rasanya sudah jadi manusia paling ansos. Kalau lagi waktunya perpulangan ya udah di rumah aja. Cukup. Terbilang jarang banget keluar rumah, karena ya ngerasa ngga perlu keluar dan ngga punya teman main di rumah wkwk..
Terus kemarin karena ada saudara yang mau nikahan jadi memang ada kebiasaan semua tetangga dan saudara untuk 'rewang'. Duh, rasanya kayak pressure banget. Bukannya ngga mau bantuin tapi lebih ke 'aduhh harus ngomong apa ya ? Gimana ya nanti sosialisasi sama banyak orang, tetangga sendiri pula tapi ga pernah interaksi ?'.
Akhirnya yaudah, aku memberanikan diri untuk keluar dan mencoba membantu supaya andil berkontribusi meskipun hanya sedikit. Dari pertama melihat kedatangan ku, banyak ibu-ibu yang mungkin agak kaget gitu wkwk. Banyak dari mereka yang menyapa, entah untuk sekedar basa-basi atau memang seperti itu dan aku hanya menjawab dengan sunggingan senyuman.
Setelah beberapa lama aku duduk sambil menunggu pekerjaan lainnya, ada yang nyeletuk dengan nada heboh sampai menjadi pusat perhatian "Ya Allah Ne, kok kalem banget. Ngobrol gitu loh". Aku yang mendengar langsung reflek terkejut dan hanya menjawab "hehehe iya". Tapi tetep aja diem wkwk. Justru pikiranku yang melalang buana. Ramai oleh banyak hal.
"mereka ngga tau aja, aslinya mah kalo udah kenal dan nyaman aku bisa nge reog, gaada kalem-kalemnya"
"Perasaan kalo lagi di rumah, aku bisa ngga berhenti ngomong!"
"haha kok bisa aku se kalem ini ya ?"
"Kalau aku pasif gini, apa bisa banyak manfaatnya ya ?"
"Duh kalo aku kayak gini terus kapan bisa berdakwah nya ?"
"Padahal sebenernya ada ladang dakwah nya, tapi kalo ngga pernah di mulai yaa gimana mau mengimplementasikan dakwah?"
"Andai Rosulullah pemalu dan hanya berdakwah kepada orang yang beliau nyaman aja, mungkin nikmat Islam nggak akan sampai ke aku kayak sekarang"
"Sayang banget banyak belajar, tapi orang sekitar justru ngga dapat manfaatnya!"
"Jadi keinget nasehat ustadz Suaidi waktu itu.."
Dakwah itu beraksi, bukan berdiam diri
Dakwah itu aktif, bukan pasif
Dakwah itu mendidik, bukan membidik
Dakwah itu mengajak, bukan membentak
Ahh memang masih punya PR besar diri ini, untuk bersosial masyarakat. Malu itu boleh, justru bagus kalau pada tempatnya. Tapi jangan bikin rasa malu itu malah menghalangi jalan dakwah.
Bukan kah pada akhirnya menjadi insan bermanfaat yang kamu dambakan Ne ?
1 note · View note
gadisneptunus · 1 month
Text
Semoga, aku menjadi semoga mu dan kamu adalah apa yang aku semoga kan... Wkwkwk gapapa konsepnya dulu ada walaupun kamu nya gatau siapa haha
Semoga Nanti
Semoga suamimu nanti, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap dunia dan akhiratmu. Tegas mengingatkan ketika kamu berbuat salah, lembut mendayu kala merayu. Tempat menumpahkan segala sesak, tempat berdiskusi berbagai macam hal yang penting juga tentang remeh temehnya.
Semoga istrimu nanti, adalah orang yang tidak banyak mengeluh. Berjalan seiring dan tidak terlalu banyak menuntut. Menjadi partner hidup yang dapat saling mengisi, saling melengkapi, dan saling menutupi kekurangan-kekurangan diri. Pengertian bila rumah tangga sedang menghadapi life crisisnya, dan tidak bermewah-mewah bila diberikan kelebihan harta.
Semoga pasanganmu nanti, lebih banyak mengajakmu kepada kebaikan-kebaikan. Mengingatkan untuk bersedekah kepada tetangga, kaum dhuafa, atau juga anak yatim. Juga senantiasa mengingatkan kamu tentang shalat, puasa, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Semoga seperti itu.
Kang Islah, 2019
1K notes · View notes
gadisneptunus · 1 month
Text
"Untuk menjadi somebody tidak harus lahir dari keluarga somebody"
-Ibu Retno Marsudi-
0 notes
gadisneptunus · 1 month
Text
Mempersiapkan akhir terbaik
" Wahai jiwa yang tenang! Kembali lah kepada Tuhan mu dengan hati yang Ridha dan di Ridhai Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku."
(Q.S Al-Fajr 27 -30)
Gimana ya rasanya kalo firman Allah itu benar-benar ditujukan ke kita ? Kita di mention secara khusus dan di suruh masuk ke dalam surga pula.. Aduh seneng bgt ga sih, rasanya pengen segera dipanggil aja sama Allah 😭😭.
Tapi untuk mendapatkan akhir yang terbaik ngga semudah 'halu' tiba-tiba masuk surga tanpa melewati ujian. Ternyata ngga cukup kalo kita sekedar bilang beriman, tapi juga perlu Istiqomah hingga akhir.
Ada beberapa poin penting supaya kita bisa Istiqomah, hingga suatu saat Allah manggil kita untuk masuk ke surga Nya.
1. Menjaga keikhlasan
Ikhlas itu penting bgt dalam hal apapun. Bahkan ikhlas ini menjadi salah satu dari dua sebab diterimanya amal ibadah. Ketika kita ikhlas dalam beribadah, kualitas ibadah kita tidak akan dipengaruhi oleh hal-hal selain Nya- tidak bertambah ketika dipuji dan tidak berkurang ketika di caci-, jadi pure semua dilakukan semata karena Nya. Ketika kita ikhlas maka kita sadar betul bahwa hidup kita itu untuk mencari ridha Allah, bukan ridha manusia. Hidup kita itu untuk mencari penilaian Allah, bukan penilaian manusia.
Bahkan ketika kita diuji dengan mimpi-mimpi yang tidak tercapai, atau target-target yang sangat jauh. Maka kita sadar betul bahwa hidup bukan tentang apa yang kita mau dan kita impikan, tapi bagaimana hidup kita itu penuh dengan Ridha Nya. Tolak ukur kesuksesan bukan lagi dengan ukuran dunia, namun bagaimana dunia mengantar kita ke tempat istirahat sesungguhnya.
2. Menjaga amalan fardhu
3. Berbekal ilmu
4. Bersegera dan tidak menunda
5. Support system
Tulisan ini disarikan dari kelas YAP dengan teh Karina Hakman.
Semoga kita termasuk jiwa tenang yang dipanggil Nya untuk masuk ke dalam surga Nya🤲
1 note · View note
gadisneptunus · 1 month
Text
"Khidmah kepada Al-Qur'an harus totalitas"
Seketika DEG ! Baca status wa dari salah seorang ustadz yang di repost sama temen. Duh rasanya malu banget, rasa-rasanya masih jauh dari kata totalitas itu sendiri🥺.
Sebelumnya sempat ngobrol dengan salah satu Ummahat ( istri ustadz yang bikin sw itu wkwk) kenapa gitu bisa bertahan dengan kondisi sering ditinggal suami padahal anaknya banyak dan masih kecil-kecil. FYI, ustadzah ini sering banget ngett ditinggal suaminya, entah ke luar kota ataupun beberapa kali ke luar negri. Apa gak riweuh ? Apa ngga capek ? Apa ngga seakan- akan ngurus anak sendirian ?. Dan rentetan pertanyaan ku lainnya yang amat kepo.
Ustadzah dengan santainya cuma jawab "ya ini yang namanya dakwah, harus totalitas".
"Nah ini perlunya dpt pasangan yang satu visi misi. Kalau dari awal sepakat visinya berdakwah ya sudah tau konsekuensinya bagaimana. Yang penting suami-istri itu harus kompak. Kompak dalam menjalankan peran masing masing tanpa perlu berlebihan menuntut hak satu sama lain." Begitu tambahan ustadzah.
Aku yang mendengar jawaban itu hanya dapat terdiam, tersipu malu. Bagaimana tidak ? Ustadzah dengan lima anak yang masih kecil-kecil, juga berperan sebagai istri tapi produktivitasnya jauh jauh di atas ku. Tanpa mengeluhkan banyak hal tapi kebermanfaatan nya sangat terasa.
Sedangkan aku ? Suami belom punya, anak apalagi. Dan dengan kondisi di tempat pengabdian yang lumayan kondusif -tidak menjumpai banyak struggle di lapangan-, yang mungkin hanya disibukkan untuk mengurus diri sendiri tapi sering banget ngeluh capek, jenuh, ngga bisa manage waktu dengan baik dsb.
Padahal harusnya totalitas. Masa pengabdian ini bukan semata menjalankan tugas kewajiban, tapi lebih jauh dari itu. Khidmah kepada Al-Qur'an. Harusnya totalitas. Mungkin cape iya, tapi harusnya tidak membuat dakwah ini tidak berkualitas. Mungkin bosan iya, tapi semoga cepat berlalu karena dakwah ini tidak semata formalitas.
Semoga, tantangan apapun nanti di depan akan menguatkan langkahmu untuk terus berkhidmat kepada Al-Qur'an. Ikhlas ikhlas ikhlas untuk totalitas. Semangat Aneee :))
8 notes · View notes
gadisneptunus · 2 months
Text
Kita tidak bisa memilih ingin lahir dari keluarga seperti apa bukan ?
Tapi kita bisa mengusahakan membangun keluarga terbaik untuk anak-anak kita. Keluarga Cemara yang bahagia dunia akhirat. Nanti. Semoga. Aamiin
Seburuk apapun kondisi keluargamu saat ini, bersabarlah. Ambillah pelajaran darinya agar kelak saat Allah mengizinkanmu membangun keluarga, bisa lebih baik, lebih hangat. Jadikan kondisi ini sebagai rambu-rambu untuk berhati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Semoga Allah pilihkan pasangan terbaik yang tepat untukmu membangun keluarga baru, pasangan yang dapat saling membantu untuk urusan dunia dan akhirat.
199 notes · View notes
gadisneptunus · 2 months
Text
i love tumblr because there's always someone who knows how to express what i feel better than me
27K notes · View notes
gadisneptunus · 2 months
Text
Relate banget 😭
Kenapa kita takut jika teman menemukan akun tumblr kita?
Karna kita takut akan judge-nya. Kita lebih nyaman berada diantara orang asing yang tidak mengenal kita dibanding berada diantara orang-orang yg mengenal kita.
78 notes · View notes