Tumgik
#Asalkan Engkau ridho
vinsyasalsabila · 3 months
Text
0 notes
yunusaziz · 1 year
Text
Sekarang 'mantra' penyemangat yang diucapkan ke diri sendiri misal dikasih suatu kejadian yang nggak menyenangkan :
"Alhamdulillah 'ala kulli hal ya Allah... Engkau tidak memberikan sesuatu yang lebih berat melebihi batas kemampuanku. Insyaallah ini yang terbaik, semuanya asalkan Engkau ridho ya Allah."
299 notes · View notes
miroplasi · 7 months
Text
Doa yang Rasulullah panjatkan saat mendapatkan sambutan yang tidak baik di Thaif.
Dinukilkan Imam at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Baghdadi dalam al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi:
اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك
Allahuma Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.
Membaca kisah Rasulullah di Thaif, mengingatkan tentang tujuan akhir yaitu Ridho-Nya yang seringkali menjadi kabur tatkala dihadapkan dengan kenyataan di dunia.
Sambil menepuk pundak sendiri, "Gapapa kok, bukankah yang kita cari adalah Ridho-Nya? Lantas mengapa kita putus asa karna ini dan itu -manusia."
Bukankah disisi Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya?!
10 notes · View notes
mutiarafirdaus · 2 years
Text
Jumat. 30 September 2022
Setelah ini bertemu episode yang semakin menantang lagi Ya Allah, tapi asalkan Engkau Ridho ya. Tolong permudah.. Tolong permudah
Sampai juga di titik ini, dimana bisa menuntaskan apa apa yang dulu menjadi harapan. Yang membacanya dulu masih gelagapan, kini Bismillah bisa menyetorkan kepada ustadzah dalam satu rangkaian utuh matan
Tapi ini baru langkah awal, setelahnya akan membuka lagi gerbang ilmu yang lebih dalam. Ibarat berada dalam episode game. Tuntas satu level, terbuka lagi gerbang level selanjutnya yang lebih banyak tantangan.
Kapasitas diri ini masih jauh daripada potret para ulama. Tapi izinkan kami meniti jalan yang sama. Meski dalam bergulat dengan hawa nafsu masih sering tak berdaya, tapi tautkan kami selalu dengan petunjuk dariMu ya..
Agar bisa bangkit lagi setelah terperosok. Agar bisa menyeka air mata dan kembali memasang wajah ceria. Agar bisa selalu ikhlas dengan apa yang dikerja.
Atas semua hal yang kami jalani, asalkan Engkau Ridho ya Rabb..
4 notes · View notes
almazada · 3 months
Text
Asalkan ada dan bersama Allah, aku pasti bisa melewati semuanya. Kuatkan aku selalu yaa Allah, agar bisa menerima segala ketetapanMu dengan hati yang ridho dan lapang. Karena aku percaya Engkau pasti memberikan aku yang terbaik ❤️
12.02.2024
0 notes
iryanr · 8 months
Text
Mencintai Takdir
Allah, terserah apapun yang telah kau tetapkan dalam hidup untukku.
Sehat,sakit,lapang,sempit,sedih,bahagia,dicaci,dipuji, didekati,dijauhi,kaya,miskin apapun itu hamba terima asalkan engkau Ridho, memaafkan hamba dan makin sayang pada hamba.
0 notes
shr-ins · 9 months
Text
Aku gak tahu kali ini akan berhasil atau tidak, tapi harapku penuh kepadaMu. YaAllah aku percaya padamu, aku bersiap atas segala ketetapanmu.
Apapun itu asalkan Engkau Ridho yaAllah.
0 notes
menyapahati · 11 months
Text
Ampuni hamba mu yang lalai ini ya Rabb, ampuni hamba yang terlalu mencintai suami hamba sehingga membuat Engkau cemburu. Ya Rabb diri ini lemah tanpa kasih sayang Mu. Diri ini hancur ya Rabb tanpa berpegang kepada Mu.
Jika memang dengan ujian ini, Engkau memaafkanku. Gapapa ya Allah. Asalkan Engkau mengampuni ku, Gapapa ya Allah asal Engkau ridho kepadaku.
YaAllah bantu aku untuk tidak peduli dengan penilaian manusia diluar sana. YaAllah aku mohon lapangkan lagi sabarku, kuatkan imanku untuk ridho apapun takdir yang Engkau gariskan padaku.
Aku punya keinginan yaAllah, tapi Engkau juga punya kehendak pada ku. Engkau sebaik baik perencana hidupku. Aku serahkan seluruh hidup dan matiku ditanganmu yaAllah. Jika memang inginku tidak baik, Maka perbaiki yaAllah. Aku ingin selalu berbaik sangka kepada Mu, meski pahit sekali yaAllah rasanya menjalani ujian kehidupan ini...tapi asal Engkau selalu bersama aku, aku tak apa yaAllah, asal Engkau selalu menemaniku.
0 notes
hai-cahaya · 2 years
Text
Happiness?
Kata orang-orang persepsimu tentang suatu hal akan berubah ketika kamu kehilangan seseorang yang kamu sayangi.
Yep. Dan aku merasakan itu. Dulu, cita-cita yang selalu digembor-gemborkan, doa-doa yang sering dipanjatkan untuk diri sendiri maupun orang lain: "bahagia dunia akhirat". Sekarang, mendefinisikan bahagia saja nggak sama lagi seperti sebelum-sebelumnya. Tiap merasa bahagia seperti ada yang kurang dan kadang juga ngerasa bersalah. Merasa nggak bisa sepenuhnya bahagia. Karena salah satu bahagianya nggak ada disampingnya.
Sekarang, "pait-pait dikit gpp wis ya Rabb, asalkan Engkau kuatkan". Toh, apa emang bisa bahagia di akhirat didapat dengan bahagia di dunia?
Yang penting kan Ridho dg semua TakdirMu, kan dikirim ke dunia untuk manut dengan apa yang Allah berikan. Jadi mau gimana jungkir-baliknya hidup kalo tujuannya untuk cari Ridho Allah, ya dijalani saja kan?
Saat ini persepsinya begini, nggak tau nanti akan berubah lagi atau gimana. Gimanapun nanti persepsinya, semoga persepsi yang didapat yang makin mendekatkan sama Allah dan RasulNya.
Allahumma ya Muqallibal qulub tsabbit qalbi 'ala diinik
1 note · View note
ayupraa · 5 years
Text
Tumblr media
Eh kok bisa nyasar ke Padang? Well. Berita gembira saat itu melihat ucapan selamat di laman web pengumuman SBMPTN lalu. Untuk detik itu, saya tak menyangkal lolos di pilihan pertama yang sejujurnya itu bukan impian PTN saya. Ini bukan bentuk sarcasm atau semacam itu. Mari berbagi cerit
(2016) Jauh sebelum mengenal SBMPTN, hati saya hanya menginginkan ITB untuk melanjutkan pendidikan. Arsitektur ITB selalu tertulis dihalaman depan buku dan mading kamar. Arsitektur ITB yang selalu terdambakan hingga kini, loh(?). Namun, saya kurang mendapatkan restu dari orangtua untuk melanjutkan pendidikan disana. Saya menyadari kekhawatiran mereka dengan anak bontotnya yang manja ini untuk melepasnya pergi jauh. Setelah berbincang seputar ITB dengan orangtua, kembali pekan berikutnya saya menanyakan jurusan arsitektur yang teramat sangat saya inginkan. Sungguh. Namun kembali lagi, saya kurang mendapatkan restu. Alih alih bernegosiasi dikala waktu senggang, tetap saja mendapat respon yang sama. Arsitektur ITB harus saya kubur dalam dalam, bukan karna terlampau menyerah, tapi karna ridho Allah ridho orangtua. Baiklah saya rasa cukup untuk memperjuangkannya.
Tumblr media
(2017) Sudah bukan saatnya lagi untuk berlomba lomba mencari nilai agar terlihat bagus dirapot, saat nya untuk berikhtiar dan bermunajat untuk mengaharap ridho Allah dengan menjadikan menuntut ilmu sebagai nafas perjuangan. Setelah bangkit dari ITB, Allah mengajarkan tentang keikhlasan. Allah tetap terus memberi saya semangat dalam belajar untuk menghadapi SBMPTN, meski tanpa ITB. Di setiap penghujung doa, selalu saya meminta kepada-Nya jalan terbaik dan jalan yang diridhoi oleh-Nya. Dimanapun saya akan kuliah dan kapanpun saya kuliah, asalkan Dia meridhoinya insya Allah keihklasan yang akan menerimanya.
(Akhir 2017-2018) Masa intensif. Setiap hari secara berkala, kegiatan saya hanya di bimbel. Mengurusi berbagai bentuk soal untuk dikerjakan, mengebut materi, dan hanya memikirkan bagaimana caranya saya bisa menjawab soal dengan sebanyak-banyaknya. Di masa-masa ini, saya hanya memikirkan ego sendiri tanpa mementingkan orang lain. Sepanjang hari saya hanya menghabiskan waktu di meja belajar tanpa mau memikirkan untuk menerima ajakan main dari teman. Saya kurang berdiskusi dan membuka wawasan lebih lebar dengan teman. Sungguh manusia yang kaku. [Sifat semacam ini jangan ditiru yaa, jangan pikirkan bagaimana nasib mu saja, sesekali ajaklah teman main mu untuk belajar bareng, refreshing bareng, telfon dia di sepertiga malam untuk bangunin sholat tahajjud, indah bukan?]
(Januari) Saat waktu kosong dibimbel, tak pernah saya memikirkan kampus di Pulau Sumatera untuk menggali informasi. Pikiran saya hanya ke Pulau Jawa. Hanya itu. Namun, di satu waktu, ada teman diseberang meja saya berdialog dengan seseorang tentang Unand, entah mengapa saya ingin sekali ikut begabung untuk mengobrol. Saya hanyut dalam obrolan singkat itu. Setelah selesai bimbel hingga sampai ke rumah, Unand tidak terlepas dari pikiran saya. Saya terbelenggu. Saya mengira itu hanya sebatas obrolan. Secara berkala dan kontinu, Unand tetap konsisten berkeliaran di kepala saya. Satu hal yang tiba-tiba saya sadari, apakah ini petunjuk dari Sang Khalik?
***
Bunyi pintu rumah terbuka terdengar, segera aku menyosor mama dan papa yang baru pulang untuk meminta restu merantau. Banyak yang kuceritakan padanya, mereka langsung menyetujui dan mengizinkan untuk merantau. Meskipun dengan sedikit negosiasi h3h3. Dengan mendapatkan izin dari orangtu, kembali saya meminta doa kepada Sang Pengatur Skenario. Begitu lemahnya saya untuk menjadi kuat dengan bantuan-Nya yang Maha Perkasa. Saya sampaikan doa dengan lirih “Jika memang benar ini merupakan petunjuk dari Mu, tetap teguhkan hati ku hingga benar benar aku akan merantau padanya, izinkan hambamu yang selalu Kau beri nikmat ini merelakan untuk melepas kampung halamannya, semoga niatan untuk berjuang menuntut ilmu pengetahuan ini, Engkau balas dengan penuh keberkahan. Beri aku hidayah dan ridho Mu, semoga aku sanggup menahan rindu” (April) Bismillah.. Saya isi slot pilihan SBMPTN, didahului dengan Matematika Unand. Dan pilihan selanjutnya, rahasia dong h3h3
(Mei) Setelah ujian SBMPTN, betapa takut nya saya jika tidak lulus. Saya pasrah ketika melihat soal SBMPTN yang begitu luar biasa susah nya. Tapi dibalik kesulitan, Allah tetap terus memberikan kemudahan kapanpun. Alhamdulillah di tahun saya, SBMPTN tidak memakai sistem minus. Dan akhirnya saya muter muter soal-mentok-ngasal h3h3. Apapun yang terjadi akhirilah dengan hamdalah. Selalu libatkan Allah disetiap urusan dan Allah lah tempat sebaik-baik untuk berharap.
(Juli) Akhirnya pengumuman SBMPTN. Dengan bermodalkan doa mama papa, saya dengan beraninya membuka website tepat jam 3 sore. Dan mendadak hp saya yang lemotnya luar biasa mendadak lancar plong. Masih tepat pukul 3 sore, saya sudah resmi membuka website nya. Saya tak mampu lagi berkata apa apa saat tulisan itu bernadakan ucapan selamat. Masya Allah walhamdulillah. Ini yang kita sebut dengan the power of doa.
Terakhir sebagai penutup teruntuk adik adik yang sedang mengalami patah hati dengan SNMPTN nya, yang sedang berjuang keras untuk SBMPTN nya, yang akan berjuang setelah gap year. Jangan remehkan waktumu, bukan berarti kau harus dituntut untuk belajar ekstra. Jangan siksa dirimu dengan memenjarakan dirimu di atas meja belajar. Jangan doktrin dirimu hanya untuk lulus dan gengsi. Manfaatkan waktumu untuk mengobrol dengan orangtua, sempatkan hanya sekedar untuk menanyakan bagaimana harinya. Jangan salahkan keadaanmu dibalik nasihat dan ketetapan orangtuamu, terimalah segala nasihatnya karna tak selamanya kau akan menerima nasihat darinya. Sesekali keluarlah bersama orangtuamu, nikmati perjuanganmu dengan orang yang selalu mendukung perjuanganmu. Saat masa masa seperti ini, percayalah kau pasti akan merindukannya. Berjuanglah dengan tinta emas terbaikmu bukan dengan uang emas terbaikmu. Bagaimanapun nanti hasil akhirnya, tetaplah berhusnudzon pada Sang Khalik. Jangan banyak mengeluh dan menuntut. Jangan menangis dibalik penyesalan. Tak ada gunanya. Kuatkan dirimu untuk tetap terus berjuang karna orangtuamu tak pernah berhenti berjuang demi anak-anak nya. Semangat!
Dan, disinilah tempatku, bismillah.
2 notes · View notes
athaisatha · 5 years
Text
Ready?
Tiba-tiba terlintas beberapa pertimbangan di kepala, pada waktu seperti apa kita memutuskan “Ya, aku mau nikah!”
Random memang, tapi bahasannya masih nikah-nikah aja, ya udah sih yang kepikirannya ya itu sekarang hahaha besok-besok kalau aku kepikiran soal punya anak aku sharing juga sekalian.
Jadi gini...
Emang ada benarnya kalimat yang berbunyi, “Menikahlah ketika siap, bukan karena ingin, bukan karena harus.” nyambungnya itu emang ke persoalan hati yang ikhlas, karena ketika kita siap ya berarti apapun yang ada di depan setelah menikah bakal kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Bukan berarti kalau nemu masalah gak ngeluh, bukan, tapi meskipun ngeluh ya setidaknya nyari solusinya tuh lebih bener lah caranya, lebih cooling down, bukan malah putus asa dengan masalah yang ada. Karena kebahagiaan itu sepaket sama ujian, buat apa? Ya buat naik level.
Ujian itu dari Allah juga kok, saat kita dapet itu padahal sebelumnya yang kebayang tentang nikah adalah yang happy-happy-nya aja terus kita mager buat diuji berarti mungkin sebetulnya kita belum siap. Makanya banyak yang nikah muda, banyak juga yang cerai kan. Naudzubillahimindzalik...
Aku, sebagai orang yang belum diberikan kesempatan menikah sama Allah jadi punya banyak pandangan dan pertimbangan menyikapi fenomena pernikahan now a day
 Ada perasaan ngebet pengen nikah? Tentu.
Ada perasaan takut? Ya, ada juga.
Ada perasaan ragu? Sering, tapi kadang-kadang hahaha.
Lama-lama jadi paham kenapa kita harus ber-husnudzan sama Allah, bukan berarti orang lain yang duluan nikah dibanding kita itu lebih baik, kalau bandinginnya sama orang lain mah gak akan ada abisnya sih. Tapi bandingkan tuh sama diri sendiri, mungkin Allah punya rencana lebih baik buat kita kenapa belum dikasih kesempatan menikah, bukan berarti telat loh karena Allah Maha Mengatur dan tahu waktu terbaik buat hamba-hamba-Nya.
Kerandoman siang ini tentang hal-hal yang berhubungan dengan diri sendiri sebagai bahan renungan...
Pahamilah kalau kita udah nikah bakalan ada yang pengen selalu tahu kabar kita, bukan karena kangen-kangen banget sih—tapi kangen juga iya—justru disinilah pentingnya komunikasi. Bukan juga yang selalu chat atau telepon dari waktu ke waktu apalagi sampai ganggu jam kerja, tapi kabar itu bisa diberikan dalam jangka waktu tertentu biar pasangan tenang. Ada waktu-waktu khusus yang bisa dibiasain buat ngasih kabar kalau kita sibuk sama kerjaan, hal ini juga bisa jadi waktu rehat sejenak dari kerjaan yang menumpuk. Selalu ada kekhawatiran ketika jauh dari orang yang disayang, bukan berarti protektif cuman ya begitulah... ngerti kan? Apalagi perempuan, suka lebih sensitif kalau soal perasaan. Dalam hal ini sesibuk apapun kita, kalau udah menikah tolong ya inget buat ngabarin pasangannya meskipun cuma chat “Udah makan siang apa belum?” itu tuh hal kecil tapi penting tapi sering diabaikan. Sepertinya kayak hal biasa tapi bukankah memupuk cinta itu harus setiap saat, gak selalu harus pakai pupuk tapi pakai air lebih penting. Waktu masih sendiri, mau kita sesibuk apapun ya bodo amat kan ya gak akan ada yang nyariin juga hahaha—kasian amat sih—yang penting endingnya pulang ke rumah atau kalau lembur baru ngabarin orang rumah. But, it’s different when you was marriage. Kalau masih suka bodo amat, jangan-jangan lupa juga udah punya pasangan yang nunggu di rumah ya? Ya ampun... yakin siap nikah?
Selain itu, apa kita udah bisa mengalah pada kehendak sendiri demi kebahagiaan pasangan kita? Contohnya hobi-hobi kita yang kita seneng banget, udah rela dikurangi intensitasnya demi memprioritaskan keluarga kecil kita nanti? Waktu nongkrong sama teman-teman dikurangi biar kita bisa lebih cepet ketemu dan barengan sama keluarga, siap? Udah ridho belum? Aku sih masih berpikir positif bahwa kalau udah nikah tuh gak akan terkekang banget kok, asalkan ketemu pasangannya yang tepat. Aku emang tipikal orang yang gak mau diatur tapi bersedia diatur kalau emang udah kodratnya jadi istri dan insya Allah bisa bedain berdasarkan prioritasnya, ya masa iya mau semau gue terus kan ya. Tapi aku percaya kalau menemukan pasangan yang tepat, perasaan “diatur” itu gak akan pernah ada, ya karena akunya ridho nurut sama pasangan jadi gak ada keterpaksaan. Sangkut pautnya yang aku omongin di atas dengan diatur itu adalah perubahan yang terjadi setelah menikah yaitu perihal prioritas. Kalau kita masih selalu memprioritaskan diri kita sendiri, aku rasa itu artinya kita belum beneran siap berumah tangga. Kenapa? Rumah tangga itu kan isinya berdua ditambah anak-anak nantinya, kalau masih mau berpikir soal kesenangan diri sendiri tanpa lihat bagaimana pasangan dan anak-anak ya buat apa lah berumah tangga dulu, toh porsi egoisnya masih segitu loh, main aja dulu. Tapi bukan berarti gak boleh memprioritaskan kesenangan sendiri, boleh, cuman porsinya jauh lebih sedikit. Karena tentu aja kita juga butuh me time kan, butuh sesuatu yang menyenangkan diri sendiri entah itu sendirian atau sama temen-temen. Bedanya, kalau udah nikah yang kayak gitu tuh diobrolin dulu sama pasangan jangan tiba-tiba random pergi-pergi sendiri. Belajar menghargai satu sama lain, keputusan apapun harus diomongin bareng dan disepakati bersama biar sama-sama happy. Pernikahan kan juga bukan perihal hak dan kewajiban aja, tapi juga toleransi, pengertian, dan saling membahagiakan.
Idealnya, kita tetep bisa melakukan hobi-hobi yang kita sukai, kita juga masih tetep bisa nongkrong sama teman-teman. Tapi, sesuai kesepakatan dengan pasangan kita, setelah memprioritaskan keluarga kita, pokoknya urusan kesenangan kita tuh terakhir setelah semua itu. Bagi sebagian orang ini bakalan terasa sulit, apalagi yang setiap mau harus selalu diturutin, salah banget kalau membangun rumah tangga, bikin kerajaan aja kalau gitu... kamu jadi rajanya.
Rumah tangga itu katanya ibadah seumur hidup, yap aku setuju. Ini nih yang lagi aku luruskan sampai sekarang, niat, semoga ketika nanti aku memutuskan untuk menikah ya niat aku ibadah. Kalau niatnya biar bahagia gak akan tercapai, toh ya paketannya menikah itu kan gak cuma bahagianya aja. Saat udah punya peran-peran baru dalam rumah tangga, aku jadi apa, tugasku apa, dan kamu juga bagaimana, dasarnya itu ya harus karena ibadah dan ridho. Suami jadi imam ya jadilah selayaknya imam, banyak baca buku, ikut kajian, akhlak imam yang baik dalam Islam itu tuh yang gimana sih? Merujuk ke Rasulullah SAW udah paling bener, meskipun gak akan bisa sekeren beliau tapi ya namanya juga usaha. Ngasih nafkah, nafkah yang baik itu yang bagaimana, gak cuma ngasih dalam bentuk rupiah dan materi, memberikan rasa tentram juga nafkah loh ya ternyata. Buat istri juga sama, gimana sih istri yang baik tuh? Ridhonya udah bukan di orang tua lagi, tapi udah di suami. Banyak belajar juga ilmunya biar gak cuma ngurus rumah kayak pembantu... guys perempuan tuh menikah bukan cuma buat melayani suami kayak gituan doang kok, jauh lebih mulia dari itu yakali cuma buat ngurusin rumah. No! Banyak keberkahan lain kalau udah jadi istri, mari banyak belajar biar gak jenuh dan gak merasa cuma jadi bibi di rumah wkwkwk. Kalau istrinya kerja boleh? Boleh, asal suaminya ridho. Bukan diandalkan buat sama-sama nyari nafkahnya karena bukan gitu tapi ya cuma buat kegiatan aja kali ya hehehe apalagi buat perempuan-perempuan yang super aktif semasa singlelillah, I feel you guys! Kalau istrinya gak boleh kerja, ya udah... tapi suami juga harus siap dirungsingin setiap saat wkwkwk ketawa jahat. Pasalnya, istri yang gak bekerja itu gak banyak kegiatan kan, otomatis nunggu suaminya cepet-cepet pulang kan. Nah kembali ke paragraf sebelumnya, para suami udah ridho langsung pulang ke rumah tanpa nongkrong ngopi-ngopi dulu sama rekan kerjanya? Bukannya membatasi, atau ujung-ujungnya bikin suami jadi takut istri, atau bohong dan sembunyi-sembunyi kalau mau ngumpul sama temen-temennya—plis guys kalau mental kalian masih kayak gini mau jadi apa rumah tangganya—tapi inget kan kalau udah nikah tuh ‘lebih besar’ prioritas utamanya udah bukan diri sendiri lagi?
Saat kita menemukan pasangan yang tepat, semua itu gak masalah kok bisa dibicarakan, bisa disepakati bersama. Makanya penting banget ngomongin hal-hal remeh temeh gini sama calon pasangan kamu meskipun apa yang kita rencanakan belum mencakup bahkan 1% nya dari kehidupan pernikahan kita nanti, semoga lebih langgeng dan lebih panjang umur sampai maut memisahkan, aamiin...
Akan ada yang bersedia dengan ikhlas mengesampingkan prioritasnya sendiri demi kita tanpa kita minta sekalipun, karena dia mengerti ibadahnya yang sekarang itu gak cuma tergantung dirinya sendiri. Akan ada juga yang bersedia ikut nongkrong sama temen-temen kita, biar hidup berumah tangga tetep seimbang dengan hidup bersosialisasi. Akan ada yang mengerti dengan hobi-hobi kita bahkan nemenin dan memfasilitasi, biar masing-masing hati tetep happy dan merasa dibahagiakan dengan berjuta pengertian. Tenang aja, tenang... Allah akan memasangkan kita dengan orang yang tepat, terbaik sesuai pilihan-Nya. Insya Allah, Aamiin Ya Mujibud Du’a...
Sebetulnya banyak keresahan saat menentukan akan menikah, selain keputusan “Ya, aku mau nikah!” hal itu diiringi juga dengan pertanyaan “Nikahnya sama siapa?” semoga niat dan jodoh kita berbanding lurus ya. Jadi gak akan ada tuh kerikil-kerikil yang mengganjal, kan nanti ada yang nyapuin kerikilnya hehehe.
Oke mari perbaiki niat dan doanya.
“Ya Allah, aku niat menikah karena ingin taat dan beribadah kepada-Mu, menyempurnakan setengah agamaku dengan seseorang pilihan-Mu. Ya, aku tidak meminta spesifik ingin menikah dengan siapa tapi aku berharap dengan seseorang terbaik yang Engkau pilihkan untukku. Karena aku yakin, jika dengan pilihan-Mu maka aku akan menjadi hamba yang beruntung. Tidak akan ada kekecewaan karena Engkau yang Maha Tahu pendamping hidup yang pantas dan sekufu denganku. Aamiin ya robbalalamiin...”
Menikah itu konsepnya selalu memberi, “give and give”... tapi menikah itu juga “saling”, kalau cuma sebelah pihak ya sakinah mawadah warahmah-nya gak dapet dong? Kalau mau dikaji panjaaaaaang banget emang ilmu menikah tuh, tapi kalau ketemu sama pasangan yang sama-sama mau belajar bareng meskipun sekarang belum menguasai semua ilmunya juga gak apa-apa, kan bisa sambil belajar bareng justru lebih enak kan ya.
Btw, kerandoman aku siang ini sebetulnya buat berkaca diri aku sendiri. Buat kalian yang gak sengaja baca tulisan yang malesin banget gak sih panjang gini hahaha semoga bisa diambil yang baik-baiknya aja. Buat yg baca dan udah menikah, boleh dong sharing juga yaaa da baik hehehe. Intinya, siapin diri sendiri dulu, pantaskan diri sendiri dulu, mantapkan niat dulu, insya Allah jalannya sih dari Allah nanti... atau sebentar lagi aamiin. Selamat hari jumat, semoga jodoh segera bertamu hehehe :D
50 notes · View notes
diaaindah · 4 years
Text
Jadi, setelah ini apa (lagi)?
Hidup ini sering kali membuatku bertanya, setelah ini apa?
Ternyata jika menelisik kembali ke masa lampau, banyak sekali keinginan dan impian yg dulu disemogakan telah menjadi kenyataan saat ini namun kadang kita lupa dan tidak menyadarinya.
Satu per satu Allah memberikan apa yang kita pinta, dengan cara terbaikNya di waktu yg juga paling baik, tidak terlambat ataupun terlalu cepat meski seper sekian detik, semuanya pas.
Lalu membuatku kembali menelisik, setelah ini apa?
Semoga apa yang diinginkan tidak menjadinkan kita lupa dengan muara setiap apa yg Ia berikan. Selalu mengingatkan diri bahwa semua adalah amanah yang akan kita pertanggungjawabkan. Selalu memotivasi kita untuk mendapat Ridho-Nya.
Yaa Rabb, apapun setelah ini..asalkan Engkau Ridha :)
15 notes · View notes
setiyadewi · 5 years
Text
Kadang
kadang aku takut banget kalo ga berjodoh takut kalau tibatiba dia nyebar undangan sama oranglain takut juga kalau ada yang duluan datang ke rumah takut pokoknya nggak berani membayangkan
kadang aku juga ngarep banget pingin banget yang ada di undangan itu namaku sama namanya pingin banget yang dateng ke rumah itu dia sengarep itu deh pokoknya
kadang juga sadar. kalo jodoh kan gak kemana. Allah udah nyiapin yang terbaik buat kita. 
harusnya kan gak khawatir. gak takut. gak ngarep juga. YA. harusnya biasa aja.
sayangnya, aku hanyalah manusia yang teramat lemah imannya.
kadang ngerasa pasrah banget juga. beneran yang “yaudah YaaAllah apapun bagaimanapun aku ikhlas menerima perasaan ini, gapapa aku nangis tiap hari, gapapa sakit hati juga asalkan Engkau ridho, asalkan dia bahagia”
ya meskipun ngebatin gitu juga tetep dengan perasaan takut dan berharap. kuat gak ya aku? sanggup gak ya aku? mampu gak ya? kalo bukan dia jodohnya gimana? kalo dia nikah duluan gimana? atau malah aku yang nikah duluan? huaaa gimana yaaa dan pertanyaan-pertanyaan lainnya
dan pertanyaan yang selalu menghantui..
Allah ridho gakya? aku harus gimana ya biar bikin Allah ridho dengan keputusanku? :”
Bandung, 6 September 2019
4 notes · View notes
chocomillun18 · 5 years
Text
Berdamai dengan Skripsi
Pernah aku begitu alergi dengan benda bernama laptop. Dalam artian benar-benar alergi. Bukan hiperbol. Tiap kali melihat laptop biru manisku, seketika aku merasa mual. Sengaja ku letak dikamar sebelah supaya aku tidak melihatnya ketika pulang kuliah (-read: rapat, karena mahasiswa semester akhir biasanya tidak ada matkul lagi). Aku pernah di fase itu: fase ketika skripsiku sudah memasuki bab putus asa dan aku hampir amnesia 😂.
Bab itu tidak kunjung ingin aku temui. Membayangkannya saja sudah membuatku ingin minum bandrek favoritku karena terasa mulai meriang 😂. Sungguhan. Sepertinya aku keracunan R. Revisian. Sebab ada kejangalan, pembatas antara harapan dan kenyataan. Tembok yang entah bagaimana bisa ada disana.
Klasiknya, di fase seperti ini pasti skripsi bukan hanya milik kita. Ada berbagai pihak yang jauh lebih resah dibanding dirimu yang kelak namanya tertulis dilembaran paling awal. Menuntut untuk diselesaikan kalau bisa dalam waktu dekat dengan tempo sesingkat-singkatnya. Tapi, skripsi itu: Dikerjakan mual, tapi juga resah, tidak dikerjakan fatal. Di fase itulah aku hanya ingin bercerita kepada siapa saja tapi selalu urung, karena takut mereka tidak mau memaklumi. Bahwa aku bahkan tidak tahu mana yang lebih baik, membiarkan diriku muntah-muntah sambil mengerjakan skripsi atau membiarkan saja desakan-desakan itu menyakiti kuping, kepala, dan parahnya hatiku. Bagi peneliti yang putus asa, keduanya sama saja. Lagi-lagi aku berdiri di tempat, belum bosan tampaknya dengan strategi bertahan.
Aku bukannya tidak suka penelitian. Dari kecil, aku gila belajar, kutu buku pula. Tapi skripsi berbeda, ia membuat seolah-olah kini tidak seperti diriku. Ia ikut membawa gejala deg deg an, resah tak karuan, keringat dingin, mual, depresi, halusinasi (seolah mengalaminya ketika lihat orang lain sidang dan wisuda), dan melarikan diri dari kenyataan. Pernah aku berpikir, inikah cinta? 😁 Haruskah aku nikah saja dengan skripsiku. Biar dopingku jadi walinya dan dosen-dosen pengujiku saksinya. Perfect. Lalu peristiwa ini akan tercatat dalam sejarah lantas masuk rekor muri. Aku diundang diberbagai acara dan kampusku akan lebih terkenal. Hehe. Ini fase dimana: aku jadi lebih suka menulis puisi yang galau-galau (tentunya tulis tangan karena masih mual liat laptop) daripada menggarap skripsi.
Ingat masa-masa itu kembali membuatku berpikir, kekuatan apa yang dulu akhirnya membuatku kembali berdamai dengan laptop yang sebenarnya tidak salah apa-apa. Pikiran jahatku, butuh pelaku yang perlu disalahkan. Skripsilah yang salah, dialah yang bertanggung jawab. Maka laptopku berhak mendapatkan pengacara untuk berdamai denganku sementara didalam hati skripsi masihlah tersangka utama. Aku meringankan hukuman pada laptopku karena ia hanya kaki tangan saja. Aku memang sudah tidak mual lagi, terlebih karena file skripsi ku simpan di folder yang rumit. Ini fase dimana: aku terus mencari-cari kejelekan skripsi. Bahwa skripsi tidak layak dijadikan syarat kelulusan, habis dicetak juga paling jadi pajangan di perpus, tidak ada kaitan dengan kreatifitas berpikir malah justru membunuh semangat belajar dan membosankan. Sampai pada akhirnya ku simpulkan skripsi itu sampah.
Jauh dilubuk hati ku, masih terukir namamu (dopingku), jauh didasar jiwaku, eeengkau (dopingku) masih kekasihku 🎶. Belum lagi harus memikirkan dosen pembimbing yang sudah lama aku hindar-hindari. Terbayang kala itu, aku lebih memilih rapat, belajar tahsin, atau kegiatan apa saja dikampus yang membuatku nampak lebih sibuk dibanding dosenku itu. Aku pernah di fase membiarkannya menunggu berbulan-bulan hingga beliau lupa isi skripsiku bahkan asing melihat wajahku. "Kamu mahasiswi bimbingan saya?" kata beliau setengah tidak percaya bahwa beberapa bulan yang lalu aku pernah datang dengan membawa bab 1 sampai 3 yang kemudiam direvisi habis-habisan. "Iya bu, hari ini saya bawakan skripsi baru seolah-olah dia terlahir kembali" kataku. Dalam hati, tentunya. "Kamu kok baru datang sekarang, saya lagi sibuk-sibuknya" kata beliau dengan tegasnya. Aku memeriksa dadaku, oh, jantungku masih disana. "Maaf bu, saya baru sembuh dari penyakit melarikan diri dari kanyataan. Dengan gejala alergi laptop dan menjelek-jelekkan skripsi" kataku. Dalam hati. Beliau semakin melotot. Apa mungkin kedengaran? Ah, tidak mungkin. Maka hari-hari selanjutnya diisi dengan adegan penantian dan keresahan. Seolah aku adalah mantan kekasih pengkhianat yang kini harus merebut hatinya kembali. Ini fase dimana: menunggu resah tak ditunggu kalah. Curiga, ditunggu tidak ada, tak ditunggu ada. Aku belajar patuh, kadang pasrah. Belajar nekat sampai berkeringat, padahal terkadang hanya untuk mengirimkan pesan konfirmasi, bahwa diriku sudah sejak pagi menantinya. Aku berusaha mendamaikan diriku. Jangan sampai aku juga alergi pada dosen pembimbingku sendiri.
Berdamai dan mulai action.
Pelan-pelan tapi pasti itulah yang ku perlukan. Sama halnya, ketika memaafkan laptopku, maka untuk hal-hal lain dalam skripsiku, aku hanya perlu berdamai dengannya.
Aku tidak ingin menuntutnya seperti diawal aku sangat benci skripsi. Aku marah karena dia (skripsiku)membuatku tertinggal dari teman-temanku yang lain, yang tampaknya mudah-mudah saja proses skripsiannya. Aku kesal kenapa skripsi orang lain tak serumit skripsiku. Kenapa dopingku tidak sungguh-sungguh perhatian padaku seperti dosen mereka. Kenapa dosen pengujiku bapak ini dan ibu ini, kenapa bukan seperti punya mereka. Kenapa setelah seminar aku harus menambah sampel yang rumit, sementara orang lain tidak. Kenapa teman-temanku tiba-tiba sudah seminar, sidang, wisuda, dan aku masih betah denganmu, skripsi? Kenapaaa?
Hening dalam diri.
Aku mencoba berdamai dengan semua itu. Ku luruskan niat kembali, bahwa ini semua adalah ibadah. Asalkan Allah dan Rasul-Nya ridho, maka ini akan terhitung sebagai pahala. Aku ingin berdamai sama seperti ketika aku ingin berhenti mual dengan laptopku. Aku tidak akan melarikan diri lagi. Tidak akan.
Maka ku kosongkan waktuku dari memikirkannya. Ku latih diriku di sepertiga malamNya. YaAllah... Biarlah Engkau kuatkan lemahku. Cerdaskan bodohku. Beranikan pengecutku. Tekunkan malasku. Lapangkan sempitku. Mudahkan sulitku. Damaikan gundahku. Skripsikuuu...
Pelan-pelan ku hidupkan malam dan ku berdamai, mengerjakan skripsi itu semampuku. Tidak bisa setiap hari, minimal 3 bulan sekali aku ingin dia tumbuh meski lambat tapi pasti.
Marendal, Deli Serdang, tengah malam 2 Juli 2019
6 notes · View notes
suhayaniputri · 5 years
Text
Disaat lagi banyak banyaknya pikiran. Disaat lelah tapi tidak ingin mengatakan bahwa diri ini lelah. Disaat badan rasanya mau ambruk tapi tidak ingin terlihat lemah. Kemudian ibu menelpon. Bertanya...
"Mba gimana kabarnya //Lama udah gak berkabar ke Ibu? // Lagi dimana sayang? // Sudah makan? // Lagi sibuk apa?"
Runtuh sudah pertahanan diri. Kemudian yang tersisa adalah air mata yang makin lama makin mengalir deras. Kemudian yang bisa diucapkan hanya kata "maaf" sembari berusaha menata irama suara agar tetap terdengar baik-baik saja.
Tapi hati seorang ibu begitu suci sehingga mudah sekali peka. "Kok suaranya kayak lagi nangis?" kata beliau tiba-tiba.
Obrolan selesai tidak lama setelah ibu bertanya kalimat itu. Diakhiri dengan permintaan dariku untuk segera menyudahi percakapan via telpon tersebut. Berdalih sedang di rumah teman dan sedang mengerjakan tugas bersama-sama. Benar memang. Tapi semestinya itu gapapa. Tapi tidak sanggup juga melanjutkan percakapan. Khawatir air mata yang keluar bertambah deras.
Malu. Gengsi. Tidak mau terlihat dan terdengar lemah di depan ibu. Lebih tidak ingin membuat ibu jadi kepikiran. I know kalau aku kenapa kenapa ibu pasti akan kepikiran dan akan mengusahakan berbagai cara untuk membuat anaknya membaik. Ibu selalu begitu. Tapi aku tidak ingin begitu. Aku ingin bertumbuh dengan caraku. Aku sedang belajar mengenal Putri lebih baik. Setidaknya untuk beberapa waktu ini.
Putri hanya sedang merasa butuh istirahat lebih ya Allah. Maaf kalau terdengar mengeluh, maaf juga kalau memang caraku ini salah. Aku masih percaya ini sarana pendidikan dariMu. Ruang belajar terbaik untuk aku saat ini. Maka izinkanlah aku mampu mengeja satu per satu hikmah yang Engkau sudah siapkan didalamnya. Kuatkan ya Allah. Ini baik, Putri gapapa. Aku rela asalkan Engkau ridho ya Allah.
16/08/2019
2 notes · View notes
anggaramadhanap · 5 years
Text
- Asalkan Engkau tidak marah -
Pernah terpikir bahwa buku apa yang kita baca, tulisan seseorang yang tidak sengaja terbaca, video ataupun siaran televisi yang kita tonton, kejadian yang ada di sekitar kita, dan suatu tempat yang langkah kaki kita ini tuju secara sengaja ataupun tidak, dari semuanya tidak ada satupun yang tidak diarahkan oleh tangan-tangan Allah berupa takdir dari-Nya. Beberapa dari itu semua bisa menjadi sebuah teguran untuk kembali mendekat kepada-Nya karena kita dianggap sudah terlalu jauh melenceng ataupun juga beberapa dari itu bisa menjadi hadiah atas semua kesabaran yang sudah dijalani.
Dan sore ini mungkin aku mendapat sebuah teguran dari sebuah video yang kutonton. Video penggalan ceramah dari Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun. Entah mengapa akhir-akhir ini memang sering menonton video ceramah dari Cak Nun lewat Youtube (mumpung kuota masih banyak hehe). Dan ada satu video yang ditonton sore ini mengingatkan akan sebuah pelajaran yang terlupa.
"Pokok aku iki ojok nganti dinesu ni karo Gusti Allah, angger Gusti Allah ora nesu karo aku, Nasibku ora penting, aku dadi opo ra dadi opo, duwo opa ra duwe opo, ra penting, ra pathek en, sing penting Gusti Allah ora nesu karo aku."
Satu kalimat dari Cak Nun dalam bahasa jawa yang merupakan ciri khasnya dalam berdakwah yang entah mengapa membuat diri ini terdiam, dalam bahasa Indonesia bisa diartikan seperti ini.
("Yang terpenting bagi ku adalah jangan sampai dimarahi oleh Gusti Allah, asalkan Gusti Allah tidak marah terhadapku, nasibku tidaklah penting, jadi apa, tidak jadi apa, punya apa, tidak punya apa, tidak penting, tidak peduli, yang terpenting Gusti Allah tidak marah terhadapku.")
Terdiam merenung, selama ini ternyata diri ini memang sering mengeluh saat diberi suatu masalah, mengeluh saat diberi cobaan sakit, marah saat diejek, mendendam saat disakiti maupun dimarahi, tetapi sering lupa bersyukur saat diberi nikmat lainnya. Padahal jika itu adalah tanda Cinta-Nya padaku, tanda pengingat padaku bahwa diri ini sudah terlalu melenceng dari jalan-Nya, dan juga jika itu adalah tanda bahwa Engkau tidak marah padaku karena masih mengingatkanku, bukankah aku seharusnya tidak mengeluh, tidak marah, dan tidak mendendam atau bahkan lupa bersyukur pada-Mu Ya Allah?
Maafkan diri ini, jika semua ujian dan cobaan itu bisa menghantarkanku untuk mendapat Ridho-Mu dan mengurungkan Marah-Mu kepadaku, aku dengan senang hati menerima dan menjalaninya.
Mengingat layaknya do'a dari Rasulullah yang sudah lama terlupa.
"In lam takun ‘alayya ghodhobun fala ubali"
(Asalkan Engkau, wahai Tuhan, tidak marah kepadaku, maka kuterima apa saja Nasibku.)
Bahagia atau derita, dijunjung maupun dijatuhkan, nyaman maupun sengsara, hidup ataupun mati, dicintai ataupun dibenci. Aku tidak begitu peduli asalkan Engkau tidak marah kepadaku itu sudah cukup. ^__^
. . . .
Malam ini saat pulang selepas sholat Magrib tepatnya, melalui jalan yang beda dari yang lain, entah mengapa mengendarai motor ingin lewat jalan itu saja. Tiba-tiba ada sebuah poster yang menarik dan terekam oleh mata, langsung pada saat itu juga berhenti dan mengambil foto dari poster tersebut.
Bukankah takdir Allah itu sangat indah dan benar jika kata guruku dulu.
"Jika engkau tahu bagaimana Allah mengatur hidupmu, niscaya kamu akan menangis karena mengetahui betapa sangat indah Allah mengatur hidup ini untukmu" ^__^
Alhamdulillah, 25 Maret 2019 08:07 (hari ke-26).
*poster atau baliho ini terdapat di depan GressMall
Tumblr media
1 note · View note