Tumgik
#Ini Bukan Nosstress
afrianajeng · 2 months
Video
youtube
(70/366) Semoga, ya
Seperti doa yang kita semogakan setiap harinya. Semoga hari ini lebih baik dari sebelumnya. Juga esok dan lusa lebih baik dari hari ini sebab sudah lebih banyak berusaha. Semoga pagi bisa kita nikmati kembali setelah berhasil menaklukkan overthinking di malam hari. Semoga malam dengan keperkasaan rembulan mampu membukakan jalan bagi rasi bintang untuk mengantarkan kita pada apa yang kita idamkan.
Katanya, apa yang kita lakukan apapun itu akan berdampak pada masa depan. Bahwa yang dituai adalah hasil dari apa-apa yang ditanam. Maka, seharusnya yang ditanam adalah apa-apa yang dilandasi pada norma kebajikan. Tuhan juga Maha Menyimak, mendoakan tanpa tindak hanyalah tamak kalau kalau usaha hanya sebatas mulut yang bergerak.
Hal baik yang sedang kau jalani, apapun itu, pasti akan terjadi, Semoga, Ya?
Di tulis di Hari Minggu untuk diri sendiri Tak ada guna bila kau masih hanya diam saja 10.03.24
4 notes · View notes
revolusii · 3 months
Text
FEBRUARI BAIK
"Aku suka menulis banyak hal tentang dirimu , termasuk hari ini dan kemarin di bulan februari".
Apa yang ada di benakmu ketika mengetahui orang yang selalu di nanti akhirnya datang kembali?
Mungkin bisa di ibaratkan seperti orang gila yang sedang tertawa lepas, atau seperti ikan yang sedang memanjat pohon.  Seperti itulah ekspresi  yang mewakili keadaanku untuk saat ini, antara tidak percaya, senang dan bahagia. Kata terimakasih saja rasanya kurang pantas untuk di ucapkan kepada februari yang telah membawa kembali orang  yang paling aku sayangi ini.
72 jam itu waktu yang singkat tapi seru  .bisa menjajal kembali makanan favorit dengan orang yang spesial, kembali ke jalan yang  dulu pernah  kita lewati, canda tawamu,cubitan gemas di tanganku , genggaman tanganmu, peluk hangatmu semuanya adalah hal yang seru dan akan selalu membekas di memoriku. Saat bersamamu doa “ semoga hari ini lambat berlalu” selalu hadir di dalam benakku.
Malam sebelum hari terakhir, aku selalu berharap jika hari ini biarlah berlalu lama, jangan terlalu cepat berlalu. hanya di hari ini aku masih bisa berharap jika esok aku masih bisa bertemu denganmu lagi, masih bisa haha hihi bareng lagi.
Rasanya enggan sekali ketika membayangkan ketika sendirian di jalan yang pernah kita lewati kemarin,
Melihat ombak tanpa kamu...
besok kalo kamu udah ngga di sini lagi siapa yang bakal nemenin makan es kelapa bareng aku, siapa yang bakal bilang kalo “ gambar ombak itu susah”.
“ jangan sedih ketika kita berpisah , tapi bersenanglah karna kita pernah bertemu” pidi baiq yang bilang. Meskipun itu bukan kalimat yang tepat untuk di letakan di cerita ini karna ini kalimat untuk orang yang telah berpisah katamu, tapi ketika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda kita akan mengetahui jika kalimat ini mengandung pembelajaran untuk tetap bersyukur, Kita bisa mengambil hikmah saat akan berpisah . berpisah bukan melulu soal rasa sedih, tapi sebuah pembelajaran untuk bisa menunjukan rasa cinta sebelum terlambat.
Kapan kapan kalau ada kesempatan tolong antar aku lagi  ke tempat biasa yang sering kita kunjungi, yang hanya kita yang tau.
seperti lagunya keane:
 “And if you have a minute, why don't we go
Talk about it somewhere only we know?
This could be the end of everything
So, why don't we go somewhere only we know?
Somewhere only we know”
Aku ingin pergi memandang laut lagi bersamamu , ingin sekali bisa mencicipi kuah hangat lagi bersamamu , ingin menggenggam kembali  tanganmu.
Aku harap semoga februari masih memberikan kebaikanya di bulan yang lain , agar aku bisa melihat senyumnya lagi
 Semoga…
4 notes · View notes
igustiay · 9 months
Text
Ternyata tingkat tertinggi dari memaafkan adalah legowo (iklhas) saya pkir ini sangatlah simpel namun tidak sesimpel katanya nahan sakit nyeri di dada itu sangat luar biasa sampai bisa dititik menjadi biasa, ya Allah SWT ternyata saya manusia biasa adakalanya terluka ada masanya menjadi manusia rapuh pemaaf atau meminta maaf, banyak harapan namu satu permohonan jadikan pribadi saya menjadi iklhas dalam segala hal, agar saya tidak merasa menjadi manusia tersakiti ataupun menyakiti orang lain, semoga 1 atau 2thun kedepan saya bukan lagi pribadi seperti ini. Amin😇
14.08.23
0 notes
eshasw · 1 year
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Almarhum Pak Rai Bangsawan adalah orang pertama yang mengajarkan saya nikmatnya kopi dalam sloki. Iya, yang dulu “kopi itu pahit” kini saya menikmati kopi bagai menikmati wine. Earthy, mineral, fruity, flowery, dark chocolate, spicy, citrus dan berbagai rasa lainnya yang terkecap di lidah.
Belakangan saya baru tahu kalau badan saya intoleran terhadap berbagai jenis pemanis dan susu sejak diskusi dengan Rara dan Ben di Taman Bermain Nosstress. Beruntung, sejak diajarkan Pak Rai, menikmati sesuatu tanpa gula bukan hal sulit bagi saya.
Adalah Anka, sebuah kedai kopi kecil yang terletak tidak jauh dari rumah kami di Alangkajeng. Masih ingat lebih dari setahun lalu, pasca upacara senangnya bisa menemukan tempat ngopi yang baik dan nyaman di Denpasar. Audy, Andrew, Sam, dan kawan-kawan siap melayani kami di pagi hari dengan ramahnya. Sering juga saya diskusi desain dengan mereka.
Pun tempat ini asik untuk saya yang suka bahas hal-hal mengenai human development. Di sini saya bertemu banyak teman-teman baru untuk sekadar bahas hal penting yang tidak akan mengubah dunia untuk sekarang ini.
Kadang di akhir pekan, saya, Indri, dan Ogik menyempatkan waktu berjumpa dan bercerita sambil menikmati suguhan kopi dari Anka.
Kopi favorit saya adalah manual brew dari Fugol yang dikenalkan Andrew. Kopi tapi rasa nanas. Kopi tak kok rasa berry? Yah itulah ajaibnya. Hal penting dalam bisnis adalah: konsisten dan adaptive ~
Bahas apa, endingnya apa dah. Anyway, please do have a visit when you’re in Denpasar.
0 notes
patrisiaap · 4 years
Text
Day1: Describe Your Personality
Halo, perkenalkan namaku Patrisia Arum Puspaningtyas. Orang-orang biasa memanggilku Sisy. Aku lahir pada 13 Juli, 24 tahun yang lalu. Aku adalah seorang adik dari sesosok perempuan yang lahir 3 tahun 6 bulan lebih dulu dariku. Aku dibesarkan dengan amat baik oleh bapak dan ibuku. Banyak berkat yang aku terima dari keluargaku, hal itu yang membuat aku masih bisa hidup sampai detik ini. Puji Tuhan, Alhamdulillah.
“Karena hidup tak hanya senang dan indah”, kata Nosstress, maka banyak juga hal-hal ajaib yang membentukku menjadi seperti sekarang. Seperti apa aku? Bagaimana kepribadianku? Ya, begini, wkwk. Aku si keras kepala, terlalu banyak hal-hal yang aku paksakan, yang harus berjalan sesuai kehendakku. Kalau tidak? Ya tentu marah, dong, kecewa, dan pasti nangis.
Aku cengeng, banget. Semua hal bisa aku tangisi. Pernah aku nangis hanya karena aku melihat kakak perempuanku mengajar. Ya, dia seorang guru. Tapi pertama kali aku melihat dia mengajar, aku mrebes mili. Padahal, saat itu bukan dia bukan sedang mengajar di sekolah, tapi di gereja, lagi sekolah minggu gitu. Oh, iya! Temenku pernah bilang, “ngga pernah aku tuh nonton film di bioskop sama Sisy dan dia ngga nangis,” wkwkw emang secengeng itu aku, guys. Bahkan, mendengar cerita orang dari orang lain, aku juga bisa meneteskan air mata.
Banyak orang yang ketemu aku untuk pertama kalinya mengatakan kalau aku adalah orang yang judes, galak, dan semacamnya. Iya, mukaku bukan muka bersahabat, apalagi dibagian mata. Aku memang bukan orang yang sumeh, khususnya untuk orang-orang yang ngga aku kenal. Aku bukan orang yang bisa basa-basi sama orang baru, bukan orang yang gampang kenal sama orang. Tapi kalau aku dideketin duluan, ditegur dan disapa duluan, aku bisa jadi anak baik kok. Aku akan menjadi orang yang mengasyikan dan friendly banget kok, tanyak aja sama teman-temanku.
Terlalu panjang untuk kuceritakan. Seperti halnya pemilik zodiak Cancer yang lain, aku adalah Cancer yang Cancer banget. 80% lebih sifat-sifat Cancer yang dideskripsikan semua akun media zodiac tentang Cancer yang ada di diriku. Kalau mau tahu tentang sifatku, baca tentang zodiac Cancer, itu aku banget! Haha. Masih ada 29 hari lagi, masih banyak hal-hal yang bisa aku ceritakan. Mari bertemu lagi di hari kedua dan seterusnya!
1 note · View note
hpir · 4 years
Text
Yang selalu melangitkan mimpi.
Jangan mudah lupa, perjuangan memang haruslah keras! teruskan, Nak!
Namun, tetap harus menyiapkan hati, untuk rasa senang ataupun sedih. hidup selalu mengasyikkan seperti ini, bukan? dan tak pernah menanyakan kesiapan kita.
Ah, tiba-tiba sudah dianggap dewasa.
Selamat memperjuangkan mimpi, Hei!
1 note · View note
manusiaeditan · 4 years
Text
Hujan kini sering tak kunjung turun
Walau sudah musimnya
Rindu sejukmu sudah terasa
Sabar pun diuji dikala panas menerjang
Dan disaat kau turun seperti marah
Badan ini mulai terendam dan dingin
Tak ada tempat untukmu mengalir
Dan tak ada muara untuk rumahmu
Kau memang tak bisa dipaksakan tuk datang
Dan kau memang tak bisa dipaksakan tuk pergi
1 note · View note
keluhmembiru · 5 years
Text
Harapan yang sederhana kau cepat pulang / karena rindu yang sama seperti dulu / tak akan ada / lagi / tanda tanya // tentang kenapa / aku merindu
Rasanya ingin bertamasya sejenak di atas kapal, menikmati ombak di atas layar. Memanjatkan doa kepada Semesta, berteduh di dalam dekapanNya.
2 notes · View notes
syafakikanf-blog · 5 years
Text
1 note · View note
memoarsuar · 3 years
Text
Setengah Tahun Ini
Sepertinya baru kemarin Baskara mengunggah video musik “Setengah Tahun Ini” di Youtube. Ternyata sudah hampir satu tahun saja video tersebut dirilis. Dan sepertinya juga, ini bukan kali pertama aku menyertakan Baskara beserta lagunya sebagai pembuka suatu tulisan. Tahun lalu sudah pernah kulakukan di situs pribadiku yang telah mati karena tidak mampu memperpanjang sewa hosting. Miskin Miris sekali.
“Siapa yang sangka, siapa yang sangka. Enam bulan sekarang terasa selamanya”, ucapnya dalam lagu tersebut.
“Bajingan! Kok yo ho’o yo??” pikirku.
Setengah tahun periode kedua (atau masih periode pertama?) pandemi Covid-19 di negara ini, sepertinya tidak ada perubahan signifikan yang terjadi. Bukan negaranya yang ingin aku bahas, terlalu luas, biar elite-elite itu saja yang memikirkannya (meskipun sepertinya mereka juga nggak mikir-mikir amat). Namun diri ini sendiri, pokok permasalahannya, yang sepertinya sudah terlalu lama larut dengan situasi yang tengah terjadi.
PR-PR yang belum terselesaikan, hutang-hutang yang belum terbayar lunas, juga pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab tuntas. Shit! Sampai bingung sendiri harus merampungkan yang mana dulu. Semua sebenarnya penting, namun kepala ini masih terlalu egois sehingga menganggapnya jadi tidak begitu penting. Tidak ada bal2an dan band2an yang bisa didatangi sama sekali di akhir pekan membuatku merasa: Saat ini tidak ada hal lain yang jauh lebih penting selain menjaga kewarasan, kan?
Akhir pekanku jadi tidak produktif sama sekali. Bukannya merampungkan hal-hal yang masih mengganjal, aku malah lebih sering mengisinya dengan full rebahan. Memutar playlist lagu-lagu andalan atau mendengarkan obrolan-obrolan yang sebenarnya juga belum tentu penting bagi kehidupan. Kisah-kisah kejayaan dari mereka yang sukses kariernya, atau alibi-alibi pembenaran dari mereka yang gagal dalam perjalanannya. Melakukan hal yang sia-sia sebenarnya, namun bukankah itu yang selalu ditunggu-tunggu di ujung minggu? Selepas enam hari sebelumnya sibuk jungkir balik mengais recehan yang belum tentu.
“Siapa yang sangka, siapa yang sangka. Kita ada di sini, oh absurd rasanya”, lanjut Baskara.
Kondisi yang benar-benar asing dan sungguh membingungkan. Kadang terlintas di kepala, masih bisa bertahan sampai detik ini saja merupakan suatu keajaiban. Minimal tidak sampai jadi jahat atau gila. Itu sudah mending. Entah ini sindrom kekhawatiran tengah tahun atau bagaimana, yang jelas rasanya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Menandakan bahwa kehidupanku ini memang tidak berkembang dan masih saja berputar pada titik yang sama. Faklah!
Masa depan yang entah menjadi semakin entah, rencana-rencana yang mentah berubah jadi bubrah. Chaotic dan sungguh problematic. Tapi ya mau bagaimana lagi, bukankah hidup harus tetap berlanjut? Kuharap hati ini bisa segera move on dan mampu merelakan segala kehilangan-kehilangan (juga kegagalan-kegagalan) yang telah lalu. Mengikhlaskan bahwa memang sudah beginilah jalannya. Jalan satu-satunya yang mau tidak mau harus dijalani sebaik yang dibisa. Kini di setiap kegelisahanku di sela pergantian hari, aku hanya bisa merapal seperti apa yang Guna Warma Nosstress katakan: “Semoga ya hari ini lebih baik dari hari kemarin..” Kalaupun tidak bisa, semoga jangan memburuk. Please tenan Gusti!!
<Ruang Tamu Omahku, 20 Juni 2021>
0 notes
tjatatanroes · 3 years
Text
Desembeer
Di bulan ini, ada rasa tak biasa yang memanggil jiwa tuk bisa mengenal diri ini. Yaa diri ini, bukan bayangan yang terus mengikuti dirinya kesana kemari, mengikuti orang lain dan lupa akan rumah sendiri. Ku selalu menikmati proses pada saat ini, mau kemana pun kau pergi, selama kau senang dan bisa mengutarakan perasaan yang tak bisa di ekspresikan diluar sana.
Terimakasih atas bulan ini, bagaikan beruang yang sedang hibernasi, ku beruntung saat ini masih bisa mengenal diri, di kamar yang cukup, dan bisa mengenal dunia luar, mulai dari mencari jatidiri lalu membentuknya hingga dipertemukan dengan musik genre baru, seperti jason ranti, silampukau, nosstress yang kental akan nuansa folknya, lalu ada efek rumah kaca dengan lirik yang kritis nan puitis.
Ku beruntung di bulan ini, masih bisa dipertemukan dengan karya-karya sastrawan Indonesia, seperti Pak Joko Pinurbo dan Seno Gumira Ajidarma. Yaa selain eyang Sapardi Djoko Damono yang bercerita tentang ‘Hujan di bulan Juni’ nya, dan kami dipertemukan ketika hujan di bulan desember, yaa, Desember yang sudah memendam air matanya dari sebelas bulan, lalu tumpah ruah dan membagikan pada buminesia.
Tjatatan Roes
Ditulis pada hari Sabtu, 26 Desember 2020, 13:04.
0 notes
sorakriuh · 4 years
Text
Bahagia secukupnya, bersedih seperlunya.
Salah satu lagu yang sering saya dengar akhir-akhir ini adalah Pegang Tanganku dari Nosstress. Liriknya sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. Entah mengapa, setiap mendengar lagu ini saya selalu menitikkan air mata. Entahlah, rasanya lirik yang ada di lagu ini memiliki sihir yang begitu hebat. 
Indah itu tak selalu ada
senang itu sementara
Jika senang jangan terlalu
Jika sedih jangan terlalu
Selama ini, saya akui bahwa saya memang selalu mencari, mencari, dan terus mencari kebahagiaan. Jika saya sudah mendapatkannya, saya masih belum merasa puas. Makanya, saya selalu melanjutkan pencarian saya. Namun, akhirnya saya mengerti, bahwa bahagia yang berlebihan tidak baik. Jangankan bahagia, segala sesuatu yang berlebihan memang tidak pernah baik, bukan? 
Begitu pula dengan kesedihan. Kesedihan memang layak dinikmati, tapi jangan berlebihan, jangan dihayati. Jangan kau biarkan berlarut hingga akhirnya kau merasa bahwa hidupmu tidak berarti lagi hanya karena kesedihan yang tidak berarti itu. Aku tahu, mungkin berbicara seperti ini sangat mudah. Namun, apalagi yang bisa kulakukan selain mengingatkanmu? 
14 Oktober 2020.
0 notes
zahraniisaa · 4 years
Text
kita semua tahu bahwa tidak ada do’a yang sia-sia.
maka, semoga, ya..
0 notes
ranisatristi · 4 years
Text
Halo Ranisa, manusia yang tahun ini berusia 25.
Tidak terasa, satu tahun yang lalu kamu berhasil melewati fase pengobatan ke dua dalam hidup. Yap semesta mempertemukanmu dengan psikologi, jurusan yang membuatmu punya banyak privilese untuk melihat, membuka dan menemukan sang bijaksana, atau yang sering disebut oleh Jung sebagai The Self. Sisi diri yang dibekali sang misteri untuk menuntun manusia menemukan kenapa dunia perlu bertemu dengan “aku”.
Di atas rute Makassar – Padang ini, rasanya terlalu banyak dorongan untuk memintaku kembali merasakan sesuatu yang sudah tidak ingin lagi kurasakan. Hmm patah hati, aku juga bingung kenapa fase ini sangat sulit ku lalui. Secara kalkulasi waktu, sudah 9 bulan yang lalu aku resmi menjadi penyandang gelar “manusia yang ditinggal oleh seseorang yang ku anggap sebagai separuh diri, dan banyak mimpi yang secara sadar dan sengaja kuletakkan pada jiwanya”. Hahah terasa menye-menye memang bicara soal cinta, tapi ya logika sadarku tetap bilang seperti itu, aku memang berada di titik itu, pada tahun ke 5 menjalin hubungan dengan masnya.
Sejak Juni tahun lalu, sebenarnya Ranisa sudah melewati banyak momen tak biasa dalam hidupnya. Momen yang tentu dibumbui 5 emosi dasar manusia. Namun layaknya panggung sandiwara, semua pemain berebut jadi pemeran utama, dan tidak disangka ternyata emosi sedih jadi pemenangnya. Sejak 9 bulan lalu sebenarnya akupun belum pernah merasa kuat untuk mengingat secara utuh dan berkeinginan untuk menulis perjalanan mengapa sedih mendapatkan posisi prima. Lalu aku merasa si Bijaksana menuntunku untuk melakukan ini, entah apa tujuannya, namun di setengah halaman menulis ini, aku hanya baru bisa menangkap, mungkin Self ingin memberi kesempatan kelopak perasaan lain untuk berbagi posisi dalam parade momen hidup Ranisa hehehe.
Kala minggu ke dua Mei datang, riak-riak kecilnya menghantarkanku pada Happy Juni. Setiap sudut rongga dadaku disumbat excitement. Tidak begitu jelas dan kuat alasannya, namun aku hanya merasa bahwa api-api kecil perjuangan menjemput masa depan mulai terasa meletup. Masa pengobatanku telah selesai Maret lalu. Satu bulan lagi, aku dapat kado termembahagiakan tahun ini, Iya 24 Juli 2019 nanti, aku diizinkan melakukan konseling dengan surat ijin praktik bernomor resmi Himpunan Psikologi Indonesia. Momen yang tidak pernah kubayangkan sejak kecil, tapi seru saja rasanya sebentar lagi akan menemui waktu itu. Sebagai pelengkap lain yang tentu tidak meriah jika tak ada, aku juga akan dapat buket bunga matahari yang sudah dijanjikan sejak awal pembuatan tesis oleh masnya hihihi. Aku sudah mematut-matut diri untuk baju kurung warna dongker terbaik di hari itu. Aku tau betul, masnya tidak suka diatur cara berpakaiannya, ya sudah aku saja yang memilih warna gelap, selain kesukaanku, aku juga yakin bisa cocok dengan masnya jika nanti mengambil foto bersama.
Di hari-hari menuju Juli, tak ada hal-hal yang lebih kukhawatirkan selain kemana kompetensi dan gelar baru ini kulabuhkan. Tapi mama selalu bilang, “nanti saja dipikirnya, sejak umur 11 tahun tidak di rumah, mama cuma ingin sama kamu di saat-saat libur seperti ini”. Ternyata seru juga mendengar kalimat itu.
Aku sempat batuk parah, hingga berminggu-minggu kehilangan suara. Tentu kondisi itu bukan masalah besar, karena komunikasiku dengan masnya jauh semakin baik dibanding ketika berada di kota yang sama. Kami semakin sering melakukan komunikasi lewat panggilan video. Kebiasaannya yang hanya membalas pesanku satu kali sehari, kini berubah menjadi dua atau tiga kali lebih sering. Pokoknya seru sekali. Rasanya semakin tak kuasa membayangkan masa depan bersama. Aku lulus, mendaftarkan diri di beberapa kampus atau bisa juga rumah sakit, lalu membantunya mengerjakan tesis, menguatkannya untuk terus berlatih bahasa agar bisa segera pula berangkat ke Belanda, menjemput mimpinya yang juga menjadi doa terbesarku untuknya.
Hari kembaliku ke Jogja tiba, biasanya berpisah di bandara dengan bapak dan mama jadi situasi peluk-pelukkan tiada akhir. Tapi kali ini tidak perlu sedih, karena 3 minggu lagi, kita semua akan berbahagia melihat aku disumpahi hihi maksudku bersumpah untuk menjalankan profesi baru yang melekat jadi kelopak peran yang tentu saja menyenangkan sekaligus memberi beban. Sesaat sebelum telepon genggam ku matikan, sebuah pesan di telegram masuk “Sejam lagi aku otw jemput kamu ke bandara ya sayang”. Aih aku akhirnya bertemu separuh diriku lagi. Sayup terdengar lagu “Ya Kamu” Man Angga dari album Ini Bukan Nosstress mengalun lembut di imajinasiku.
Singkat cerita, 3 hari di Jogja letup perselisihan muncul sedikit. Tiba-tiba kami tidak saling berkontak 3 hari. Aku sih biasa saja, ini bukan pertama kalinya, konflik yang membuat kami tak saling sapa sudah jadi micin di hubungan ini. Masnya sering ngomong gini di momen-momen menuju resolusi konflik “aku ya capek berantem, kamu ga capek apa?”, di lain waktu masnya juga bilang “aku suka sama hubungan kita, ada becandanya, banyak berantemnya, seru juga romantis-romantisnya”, atau di waktu lainnya masnya juga menyampaikan “eh Ranisa, kamu itu lovable kayak lagunya si Abdul dan Temon (Abdel kali maksudnya om haha), suka sebel kalau kamu perhatiin tapi ya aku juga suka diperhatiin”. Halah terlalu panjang nostalgianya, maaf. Soalnya paragraf ini harus diakhiri dengan kalimat yang kayanya masih cukup menghantam logika. Di hari ke 4 masnya menelponku, masnya memutuskan untuk meminta putus. Saat itu aku merasa kesal dan menyesal harus patah hati di usia menjelang 25, jika tak bisa mengatasinya aku khawatir jatuh pada kegagalan menjalankan tugas perkembangan dari teori Erikson, intimacy vs isolation.
Satu hari berlalu rasanya masih belum percaya, menarik nafas kejombloan ini hahah. Kemudian jauh lebih lama lagi, kejiwaan mulai goncang, kewarasan saya mulai dipertanyakan, banyak teriakan di tengah malam, sesenggukan di waktu subuh hingga matahari Dhuha pelan-pelan memuncak tengah hari dan adzan Zuhur berkumandang. Kemudian yang paling tidak disangka adalah Ranisa kehilangan nafsu makan. Yampun! sungguh sebuah pencapaian yang dapat diraih dengan menawan oleh si perpisahan, bisa-bisanya ratu gorengan ini kehilangan hasrat menelan.
Sebenarnya setelah paragraf ini ditulis, tiba-tiba saya sedikit kehilangan sadar, kemana topik tulisan ini akan diarahkan. Saya kembali drop dalam lautan kenangan yang hampir setiap hari membuat saya mengecek data-data di handphone, whatsapp, twitter, tumblr yang berhubungan dengannya. Bahkan setelah saya tahu, seorang perempuan cantik kini telah berhasil menyelinap ke dalam hatinya dan bulat-bulat menguasai semua sudut, saya tetap sempatkan sekitar 20-30 kali sehari mengecek sosial media keduanya, yang memang lebih sering menggores rasa kecewa dan iba pada apa yang telah dipertemukan semesta pada saya.
Tiga bulan kemudian angin membawanya datang menemuiku untuk minta ijin pulang ke dekapku. Selang 14 kali hembusan nafas haluannya kembali berputar, masnya pamit dengan meninggalkan momen mendengarkan lagu It’s Ok dan Go Solo dari Tom Rosenthal di ponselnya dengan headset menggantung di telinga kami masing-masing. Aku melihat dia menangis menggunakan jaket jins belel kado ulang tahun dariku dan gelang kenangan kami, entah apa maksudnya, tapi aku tak ingin turut menangis, meskipun rasa sedih masih jadi topik utama.
Di tengah kesedihan yang tiada henti ini, perlahan saya dapat melihat ada satu sisi terbaik yang menjadi doorprize-nya. Sisi yang bahkan tidak disangka menjadi modalitas utama seorang RANISA pelan-pelan tumbuh. Tumbuh dengan profesi baru sebagai praktisi kesehatan mental. Keajaiban itu adalah “kedalaman jiwa” saya seperti teraktifkan dengan maksimal. Saya merasa menjadi lebih mudah meletakkan empati pada orang lain. Dulu saya merasa orang-orang hanya tidak tahu bahwa yang sedih bukan mereka saja, jadi mengapa mereka terlarut di dalamnya. Akibat konsep ini saya sering kebingungan ketika konseling. Saya mudah kehilangan bahan untuk menggali atau menguatkan, hingga paling parah waktu jaman nge-klien di mapro (magister psikologi profesi), kliennya mengundurkan diri sekaligus ngebanding-bandingin saya sama mhs S1 haha (kelam banget yak profil empati aing).
Dulu saya juga pernah diajak proyekan buat nambah2 pengalaman iya sekalian uang jajan sih, saking ga teliti dan ga tulusnya, proses asesmennya kacau banget. Ini kliennya anak-anak, setelah itu saya melabel diri sebagai manusia yang ga mungkin megang klien anak lagi, karena saya keras, ga asik dan ga menarik (emang ngelabel diri semudah menghirup nafas, ringan).
Tapi ya sekali lagi itu Ranisa yang dulu. Ranisa cupu, yang hidupnya mudah dan selalu dimudahkan, hingga bertemu hal yang tidak mudah, malah mudah sekali menyerah.
Satu bulan setelah disumpah, Ranisa punya klien pertama (pertama kalinya saya bertanggung jawab penuh tanpa supervisi) dan you know kasusnya adalah depresi pasca patah hati, ditinggalin dadakan, waah saya tahu betul masalah ini bersinggungan dengan apa yang menjadi my unfinished business, tapi saya tak gentar saya mau coba bantu semampu yang saya bisa. 
Saya kemudian ditawarkan bekerja di sebuah biro psikologi oleh Mba dan Mas yang baik hati. Alhamdulillah saya pernah paling banyak membersamai 21 klien dalam satu bulan, dan yang terpenting ada ibu-ibu yang ingin anaknya yang masih berusia Tk saya dampingi dengan terapi bermain sekaligus konseling sampai beberapa kali (ibunya yakin dengan program yang saya tawarkan), jadi label negatif yang kemarin-kemarin, mulai saya pertimbangkan untuk pelan2 dilepaskan.
Beberapa minggu kemudian saya diterima bekerja di lembaga perlindungan perempuan dan anak. Surprise! Hampir semua kondisi yang saya temui di sana adalah perempuan yang ditinggalkan. Saya punya 3 rekan kerja yang usianya 25 tahun di atas saya, karena sudah seumuran mama, saya jadi banyak dapat nasihat seperti dari orang tua sendiri, tiap hari diskusi banyak hal baru. Menye-menye saya juga sering teralihkan karena tiap minggu kita hang out dong (sungguh terlalu seru saya punya geng baru. Cerita tentang ibu-ibu ini mau saya tulis juga ah segera). Gak ngerti lagi, saya dikasih fasilitas belajar seluas ini. Belajar melepaskan, memaafkan sekaligus menerima pelan-pelan bagian diri ini.
Saya mau terus merawat diri, agar bisa selalu terkoneksi dengan si bijaksana dalam diri, hingga hidup terasa bermakna jauh lebih baik lagi. Tentunya, rasa sesal patah hati di usia ini mulai pelan-pelan pudar, karena mungkin memang lebih baik sekarang daripada alpa pada masalah cinta sampai jutaan cahaya selanjutnya.
Sebelum menutup tulisan ini, ucapan terima kasih sebesar-besarnya akan saya haturkan pada Allah SWT yang pada akhirnya jadi tempat saya berpulang, sempat malu meminta padaMu, namun kepada potongan surat Ali Imran 173 lah saya kembali: (Sumber gambar: Batas-Horizon-Wordpress./com)
Tumblr media
Dan terima kasih banyak tak terbendung pada manusia-manusia (Berjanji pada diri, saya akan menulis cerita detail tentang peran mereka selama beberapa tahun belakangan yang sangat urjyen) dalam pertumbuhan diri dan tentunya mengiringi penyembuhan sendu-sendu patah hati ini hihihi. Mereka adalah mama, Zaki, Sisi dan Ka Mentari, Ka Ino, Bang Seli, Lili dan Ka Prima, Gajah-gajah Club dan orang-orang baik yang senantiasa memberi nasihat baik.
Bandara Soekarno Hatta, 21.54 WIB, 21 Maret 2020.
Saya ditinggal pesawat ke Padang saat transit, sampai harus menginap satu malam di hotel yang dipilihkan maskapai yang saya naiki agar esok bisa terbang kembali. Sendirian di hotel, saya menyelesaikan tulisan ini sekaligus menerima sebuah kebaikan diajak mengobrol dalam sambungan telepon oleh seorang teman yang juga sahabat terdekat masnya. Kalimat yang cukup membekas dari A Good Samaritan (semoga istilah ini saya gunakan dengan tepat ya hehe) itu adalah “selama ini kamu menganggapnya adalah semestamu Ranisa, jadi beraktifitaslah supaya tercipta definisi baru dari semesta yang bisa membuatmu terbiasa”.
Saya kemudian tertidur, sayup-sayup lagu Moral of the Story- Ashe masih terdengar pelan mengantarkan saya pada peraduan malam yang melelahkan.
0 notes
playlistfors · 4 years
Audio
Mari kita buka dengan lagu yang cocok untuk kita berdua
0 notes
lagilagiaulll · 4 years
Text
Sementara.
Gue harus menjalani hari dengan segala kekosongan, kehampaan, dan sendirian. Gue tergopoh – gopoh merakit hari demi hari, demi harapan hidup yang lebih baik. Gue harap, baik dengan sendirinya. Tapi lagi lagi gue selalu tertampar realita yang berseberangan dengan harapan. Sampe cuma bisa ngomong “gue capek” dua kata, tapi mewakili segalanya. Sampe pas bangun pagi, rasanya gak pengen rasain siang, bisa gak ya gue “tidur” terus? Hehe.
Gue bukan penulis yang handal, toh tulisan gue bukan didedikasikan untuk siapa – siapa. Gue belom bisa dibilang strong women versi majalah, atau versi apapun. Tapi setidaknya, gue perempuan yang ga ragu untuk berdikari dan percaya semua bisa terlewati, gue pernah denger, hidup tuh selalu sepaket. Seneng sama sedih, sulit dan mudah, hitam dan putih. Dan masih banyak lagi, kata Nosstress juga ya,
Indah itu tak selalu ada
Senang itu sementara
Jika senang jangan terlalu
Jika sedih jangan terlalu
(nosstress – pegang tanganku)
 Bahkan soal perpisahan pun sama, dia punya paket namanya datang dan pergi, ya, terimain aja, kita ga punya kepemilikan atas manusia, bahkan kalo kita ngasih lebih daripada yang kita terima. Percaya nasib, tapi bukan berarti ga usaha. Usaha harus, tapi hasil bukan sepenuhnya kuasa kita. Gue belom cukup baik untuk kasih wejangan. Tapi gue berdoa semoga kalian ga kehilangan harapan dan yang pernah nonton film The Theory of Everything, Stephen Hawking pernah bilang
“However bad life may seem, there is always something you can do and succed at. While there’s a life, there is a hope”
Well, tulisan ini merupakan sebuah pengingat kalo gue bisa menghadapi sebuah masalah besar, dan siap untuk masalah berikutnya. Kalo kata Mark Manson dibuku populer dia, hidup akan selalu ada masalah, maka berdoalah untuk masalah yang baik. Pengalaman adalah guru terbaik, masalah demi masalah bikin kita belajar. Gue tau ga ada manusia sempurna, tapi ga ada salahnya untuk menuju kesana. 
Pada intinya, hidup butuh yang namanya penerimaan, penerimaan diri paling utama. 
dan
Tulisan ini juga merupakan apresiasi diri, telah memilih bertahan sejauh ini, 
-02:45 Malam.
0 notes