Tumgik
#siola
cakrawalanewsdotco · 2 years
Text
Tambah kenyamanan mal layanan publik Siola
Tambah kenyamanan mal layanan publik Siola
Wali Kota Eri saat meninjau klinik investasi di mal pelayan publik siola (more…)
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
yassificat1on · 1 year
Text
I haven't spoken about lazytown since i was @stingyislife420 in middle school, but I would just like to say, i would kill for a theoretical lazytown reboot, but taken in a 'Riverdale' or route, or taken down a 'My Hero' path. Just a edgy teen drama, or Stephanie needing to become the next sportacus after #10 gets taken down(???) by something. Or it could be similar to All Might and Deku; AFO and Shigaraki but as #10 and Stephanie; Robbie Rotten's protege and Robbie Rotten.
I also would love for the 'kids' to have grown up, but their old personalities still shine through at times. AND I would love to see Jives and Penny be added in just for fun.
You know what, this is gonna be my next writing project.
4 notes · View notes
eurovision-revisited · 9 months
Text
Other Recommended 1998 Songs
youtube
Stavros Siolas - "Agapi moni" (1:17:28 if no time stamp)
youtube
Nubia - "Ze kwamen overzee"
youtube
Claudia Nelson - "Zintuigen"
youtube
Maira - "Ma Séduction"
1 note · View note
cooltivarte · 2 years
Link
Versión de estudio en vivo de los singles de 'Oriental 34' el nuevo disco de Avr & Chn.
0 notes
t-annhauser · 1 year
Text
La bionda di Sermide
A Moglia il mattino profumava di tirott cun la siola, il tirotto con la cipolla, una focaccina soffice soffice ricoperta di fragranti fette di cipolla che percolavano succulente su un delizioso strato umettoso (poesia). Noi giovani della Bassa iniziavamo la giornata così, con l'alito che sapeva di cipolla e le dita unte di strutto, del resto le donne non ci cagavano di pezza, con o senza le cipolle, tanto valeva affogare i dispiaceri nel tirotto (lo mangiavano anche le femmine il tirotto e lasciavano tutte le ditate sui quaderni). Erano venuti anche quelli di Telemike a celebrare "la bionda di Sermide", la famosa cipolla dorata p.a.t. che tutto il mondo ci invidiava (dove p.a.t. sta per Prodotti Agroalimentari Tradizionali Lombardi, una specie di girone d'eccellenza della classificazione agroalimentare). Avevano fatto anche lo spettacolino in piazza per la televisione, sembrava fosse sbarcato il Re: sermidesi che giocavano a ping pong con le cipolle, giocolieri di cipolle sui trampoli, cipolle usate come palle da biliardo, e così via. Io veramente avrei preferito che avessero celebrato l'altra specialità locale, il famoso "retato di Sermide", magari facendo a gara a tirarselo in testa e a vedere chi sviene per primo, il meloncino retato che trovate sui banchi dei supermercati del nord (giù no, giù tengono il melone a pane, il cucumis melo, o winter melon). Adesso che mi sono fatto un signorino alla mattina faccio come Hercule Poirot e prendo solo un poco di Earl Grey con una fetta biscottata spalmata di confettura alla fragola, la cipolla mi è diventata roba da plebei.
9 notes · View notes
nurmareliana · 1 year
Text
Transformasi Gio-Metri
Tumblr media
[1] Absis
Merenung di balik kubikel, seorang laki-laki muda memakai kemeja warna biru tua dan celana bahan warna cokelat muda. Pemuda itu tengah menyesali tindakannya. 
"Kenapa nggak kutolong aja tadi?" ucap pemuda itu kesal pada dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk kening. 
Pemuda itu kepikiran dengan kejadian yang dialaminya tadi pagi. Di perempatan lampu merah Siola, dia melihat anak kecil berbadan kurus tanpa alas kaki sedang membawa koran dan menawarkan koran itu kesana-sini. Satupun koran yang anak kecil itu bawa tidak ada yang beli. Saat anak kecil itu sampai di bibir kiri jalan hendak melangkah ke trotoar, tiba-tiba anak kecil itu tersandung oleh kakinya sendiri, entah tersandung atau keseleo, yang jelas anak itu jatuh dan koran yang dibawa berantakan. Pemuda berkemeja biru tua itu berada di sisi kanan jalan dekat dengan trotoar, dia hendak menolong tapi posisi mereka berseberangan, dipisahkan oleh motor dan mobil yang berjejer dan berdesakan menunggu usainya lampu merah. Pemuda itu hanya bisa memperhatikan anak kecil kesakitan sambil membereskan koran-koran. Sepersekian detik kemudian lampu merah berganti menjadi hijau. Motor dan mobil saling berebut jalan untuk lewat duluan dibarengi dengan suara bel saling bersahutan. Tit tit tit tit.
Motor yang dikendarai pemuda itu belok kearah kanan, menuju jalan Tunjungan. Dia sempat berpikir akan mencari jalan putar balik melewati jalan tadi lagi dengan mengambil sisi kiri agar bisa berhenti dan menolong anak kecil tadi, tapi niatnya diurungkan setelah melihat jam di pergelangan tangannya, jarum pendek menunjuk angka tujuh dan jarum panjang berada diantara angka sepuluh dan sebelas. Segera pemuda itu menarik gas lebih kencang. 
Pukul 07.58 WIB motor yang dikendarai pemuda itu memasuki parkiran. Layar di mesin fingerprint menampilkan angka 08.00 WIB tepat saat pemuda itu meletakkan jari jempolnya. "Terima kasih," diikuti suara perempuan dari dalam mesin fingerprint. Karyawan yang sangat tepat waktu. 
Pemuda itu bergegas menuju ruang kerjanya sambil memakai name tag bertuliskan Giovanno Shaka. 
"Selamat pagi Gio, mepet banget datengnya," sapa seorang rekan kerja yang ada di kubikel sampingnya.
Gio, begitulah pemuda itu biasa disapa. Sesuai dengan harapan yang diselipkan orang tua dibalik namanya, orang yang murah hati dari Tuhan yang baik hati. Gio tumbuh menjadi pemuda yang suka memberi, tidak pelit dan suka menolong. Semua orang yang ada dalam circle-nya sudah paham dengan tabiat Gio, Gio suka memberi jika ada pengamen atau pengemis datang menghampiri. Jika kebanyakan orang risih dengan datangnya pengamen dan pengemis silih berganti, lain dengan Gio, dia justru menikmati sekalipun uang yang dia beri tak seberapa jumlahnya. Namun jika ditotal bisa lumayan juga. Tak apalah, berbagi rezeki dengan sesama, katanya.
Sifat murah hati Gio rupanya semakin kuat didasari oleh sebuah pengalaman lima tahun lalu, saat Gio menjadi fresh graduate. Hampir setahun Gio mencari kerja kesana-sini. Kendati demikian, Gio tetap memegang teguh prinsip pantang pulang sebelum sukses, maklum pemuda rantau. Uang tabungannya habis untuk biaya transportasi, biaya kos, dan biaya hidup sehari-hari. Setiap tanggal lima Gio mendapat uang bulanan dari orang tua yang jumlahnya tak seberapa, kadang dua ratus ribu, kadang tiga ratus ribu, tak tentu. Ini baru tanggal sepuluh, uang bulanan dari orang tua telah raib bersamaan dengan raibnya dompet Gio. Dompet Gio jatuh entah dimana, dia tidak menyadarinya. Beruntung KTP, SIM dan STNK masih ada, karena disimpan di saku tas yang berbeda. 
Kejadian itu membuat Gio merasa sangat menderita, tak ada satupun orang yang bisa membantunya. Semua teman sudah pergi meninggalkan Surabaya, ada yang pulang kampung dan ada juga yang merantau ke Jakarta. Adik tingkat yang dia kenal juga tak ada satupun yang bisa membantu karena sama-sama dalam kondisi kekurangan. Gio terpaksa harus melahap nasi dengan kecap. Sejak saat itu, Gio bertekad tak ingin orang lain merasakan derita yang dialaminya. Dia sebisa mungkin membantu siapa saja yang sedang dalam kondisi kesusahan datang dan meminta bantuan. Dia akan dengan senang hati menawarkan bantuan kepada siapa saja yang dilihatnya tengah dalam kondisi kesusahan. Gio sangat menjaga hubungan horizontal, hubungannya dengan sesama.
[2] Ordinat
Seorang perempuan dengan outfit blazer ala korean style sedang asyik dengan laptopnya. Lelah memandangi ratusan bukti transaksi di rekening koran, mendatangkan kantuk yang tak terelakkan. 
"Guys aku mau pesen kopi, ada yang mau sekalian nggak?" terdengar suara perempuan itu menawarkan.
"Mau, aku matcha latte less ice satu ya. Maaciw kak Metri," jawab salah satu rekan kerja di ruangannya.
"Boleh, nanti kalau udah dateng tolong kamu yang ambil kebawah ya." 
"Siap kak Metri."
Metri, perempuan itu biasa disapa. Metri Mazaya, demikian nama lengkap pemberian dari orang tuanya. Kata Metri disematkan dalam nama oleh orang tuanya bukan karena cuma-cuma, melainkan ada sejarah di dalamnya. Metri lahir bertepatan dengan perayaan Metri Desa, umumnya desa-desa di Jawa melakukan ritual bersih desa setiap bulan Suro pada penanggalan Jawa Kejawen, sama halnya di desa Sumbersuko, Wagir, Malang, kampung halaman Ayah dan Ibu Metri sebelum akhirnya menetap di Surabaya. Tak hanya itu, nama Metri Mazaya juga diharapkan bisa membawa Metri menjadi perempuan yang unggul dan cerdas.
"Kak Metri, hari ini tumben kalem nggak banyak omong kayak biasanya?" tanya seorang rekan kerja.
"Lagi sariawan nih, ada rekomendasi obat yang ampuh bisa ngilangin sariawan sekali basuh nggak ya?" jawab Metri sambil memutar kursi.
"Nggak tau kak, aku nggak pernah akrab sama sariawan, tapi lebih baik gini deh kak, ruangan jadi lebih tenang," balas rekan kerjanya terkekeh.
Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 18.00 WIB, satu jam lebih dari jam pulang seharusnya. Metri masih terlihat nyaman berduaan dengan laptopnya saat satu persatu rekan kerjanya pamit pulang duluan. Pulang belakangan bukan untuk menunggu jalanan lengang karena tak mau terjebak macet di jalan. Bukan pula karena ada deadline yang harus hari ini diselesaikan, melainkan Metri terlanjur menikmati ritme kerjanya, sayang kalau lagi on fire tapi harus dipaksa berhenti dan selesai begitu saja. Sifat ambisiusnya begitu melekat karena ada target yang ingin didapat. Metri selalu ingin memberikan lebih dari yang perusahaannya harapkan. Bagi Metri, bekerja adalah dunianya. Hidup untuk bekerja, bukan bekerja untuk hidup. Jika harus memilih antara hidup tanpa bekerja atau hidup tanpa makan, bisa jadi hidup tanpa makan adalah pilihannya.
Metri bergegas pulang saat dirasa tugasnya sudah berhasil diselesaikan dengan maksimal. Jalanan Surabaya sudah lengang, motor yang dikendarai Metri melaju tanpa hambatan. Motor berhenti di sebuah minimarket untuk membeli barang titipan kakaknya. Sebagai anak ketiga, dia tak berkutik untuk menolak permintaan kakak-kakaknya. 
Alih-alih berlama-lama di dalam minimarket untuk membeli banyak barang, Metri justru berlama-lama di dalam minimarket untuk membanding-bandingkan harga barang.
"Beli yang mana ya, hmmmmm ini Rp. 6.950, ini Rp. 7.050, ini mahal banget sampe Rp. 8.000, wah ini ada paling murah Rp. 6.900, fix ini aja." 
Itu baru satu barang saja, belum lagi barang-barang lainnya. 
Sembari menunggu antrian di kasir, dari balik kaca, Metri melihat seorang laki-laki tua sedang duduk menjajakan barang dagangannya di pintu keluar parkiran minimarket, laki-laki tua itu menjual mainan anak-anak. Sebenarnya Metri merasa iba dengan kondisi laki-laki tua yang kira-kira seumuran dengan ayahnya tengah berjualan hingga larut malam. Metri berniat menolong dengan membeli barang dagangannya, tapi setelah dipikir-pikir kembali untuk apa membeli mainan anak-anak, jatah uang bulanan juga sudah menipis sedangkan tanggal gajian masih seminggu lagi. Rasanya bukan cuma laki-laki tua itu yang butuh pertolongan, Metri juga. Akhirnya niat menolongnya diurungkan lantaran banyak pertimbangan.
"Kak? …" suara mbak kasir membuyarkan lamunan Metri.
"Eh? iya, kenapa kak?" jawab Metri gelagapan.
"Total semuanya Rp. 50.000 ya kak, mungkin mau sekalian isi pulsanya kak?"
"Nggak, itu aja kak," jawab Metri sembari mengeluarkan uang kemudian melanjutkan perjalanan pulang.
[3] Koordinat Persegi
Menuju akhir pekan, sepulang kerja Metri tak langsung pulang. Motor yang dikendarainya menepi di sebuah kedai kopi di jalan Tunjungan, tempat dimana Metri biasa melepas kepenatan. Tanpa basa-basi, Metri masuk ke kedai kopi memesan kentang goreng dan single espresso. Metri berjalan mencari tempat duduk yang nyaman dan membawa nomor pesanan, kali ini Metri memilih duduk di area indoor, meja dengan dua kursi yang posisinya dekat dengan pintu menuju area outdoor. Kedai kopi ini memanjang ke belakang, paling depan adalah area indoor, kemudian area outdoor dan yang paling belakang adalah smoking room. 
Metri menunggu pesanan datang, sesekali dia memperhatikan orang lalu lalang, serta menikmati vibes kedai kopi tahun 90-an, lengkap dengan ubin tegel dan konsep interior yang klasik tapi menarik. Instagramable kata orang-orang. Tak lupa hp dan buku dikeluarkan dari dalam tas jinjing warna hitam, Metri kemudian tenggelam dalam bacaannya, jauh tenggelam ke dasar hingga tak sadar jika ada yang memperhatikan.
Di kedai kopi yang sama, Gio bersama dua orang temannya duduk di area outdoor, mereka terlibat perbincangan yang hangat dengan sesekali gelak tawa. Semenjak masuk kedai kopi, perhatian Gio tertuju pada seorang perempuan yang sedang asyik membaca buku sendirian. Matanya sesekali melirik perempuan itu kemudian kembali menimpali topik perbincangan teman-temannya yang sedang seru. 
"Kayaknya kenal, tapi siapa ya," dalam hati Gio bertanya-tanya, namun sesaat kemudian pikiran itu tak lagi dihiraukannya.
Semakin larut, kedai kopi itu semakin ramai. Metri melirik jam di layar hp-nya sudah menunjukkan pukul 21.45 WIB kemudian dia bergegas memasukkan buku dan hp ke dalam tas jinjing warna hitam kesayangannya. Metri segera memakai jaket dan mengeluarkan kunci motor. Kentang goreng yang dipesan tinggal sisa 2 slice dan single espresso tinggal seperempat gelas. Makanan dan minuman yang tersisa secepat kilat telah tandas dimakan, karena sayang sekali sudah beli mahal-mahal kalau tidak dihabiskan. 
Metri beranjak dari tempat duduknya, bersamaan dengan itu, Gio hendak memesan kopi lagi menuju kasir, dari area outdoor masuk ke area indoor, pintu dibuka dan brakkkkkkk!!! Mereka bertabrakan.
"Aduh maaf mbak saya nggak sengaja, maaf ya mbak." Gio dengan sedikit panik meminta maaf kepada Metri.
"Iya nggak apa-apa mas," jawab Metri menunduk mengambil tas dan kunci motor yang jatuh, belum sadar siapa yang telah menabraknya.
Gio mencoba membantu Metri meraih kunci motor yang jatuh, namun keduluan Metri bangkit dan memandang Gio.
"Eh? mas Gio!!!" sapa Metri dengan sedikit kaget.
Gio pun kaget dan membalas Metri dengan kernyitan dahi, seolah kernyitan itu bisa berbicara dan menyampaikan rangkaian kata "siapa ya? apa kita saling kenal?"
Metri bisa menangkap apa maksud kernyitan itu, dengan cepat Metri menjawab.
"Mas, aku Metri, aku dulu anak UKM Penalaran."
"Si ambis bukan sih? Dulu pernah satu kepanitiaan juga kalau nggak salah ya?"
"Waduh, sampe julukan yang malu-maluin banget, itu julukan dari temen-temen karena dulu aku emang kayak gitu modelannya, alhamdulillah kalau masih inget ya." Metri menjawab Gio dengan sedikit tawa, tersipu dan malu-malu.
"Tapi pangling aku, tadi juga sempet lihat kamu terus mikir kayak kenal tapi siapa gitu aku nggak inget, eh ternyata betulan kenal."
"Hehe iya mas."
“Biasa ngopi disini?”
“Iya aku sering ngopi disini.”
“Boleh dong kapan-kapan ngopi bareng?”
“Boleh-boleh.” 
"Eh ini udah mau balik?" tanya Gio penasaran.
"Iya mas," jawab Metri sambil merapikan jaketnya.
"Yaudah minta kontaknya ya, biar ntar bisa ngopi barengan. Aku juga udah kehilangan jejak anak-anak Penalaran sejak waktu itu nomorku ganti." 
"Boleh mas, ini nomorku 08 ….," jawab Metri menyebutkan 12 digit nomor kontaknya.
Gio segera menyimpan nomor itu di kontak hp-nya dengan nama "Metri Penalaran".
"Balik dulu ya mas," Metri pamit pulang.
"Iya hati-hati," Gio lanjut pesen kopi dan bergabung lagi dengan teman-temannya.
Komunikasi via pesan teks pertama dimulai oleh Gio yang memberitahukan bahwa itu adalah nomornya. Kemudian berlanjut nostalgia jaman masih di UKM Penalaran dan di kepanitiaan. Hingga akhirnya mereka rutin mengunjungi kedai kopi itu setiap akhir pekan. Gio yang biasa-biasa saja dalam berambisi dan lebih menjaga hubungan horizontal bertemu dengan Metri yang ambisinya tinggi, ibarat dua garis yang saling tegak lurus dan berpotongan pada sebuah titik pangkal yang membuat mereka saling bertemu.
[4] Titik Koordinat
Suasana ramai jalan Tunjungan menjadi tempat muda-mudi berkumpul dan menghabiskan malam. Ada yang nongkrong di depan salah satu tempat bersejarah di Surabaya, tempat terjadinya peristiwa perobekan warna biru pada bendera Belanda yang biasa dikenal dengan insiden hotel Yamato, sekarang hotel itu berubah nama menjadi hotel Majapahit.
Ada juga yang sekedar duduk-duduk di sepanjang trotoar dan berfoto didepan mural-mural cantik yang ada di jalan Tunjungan. Bagi para pecinta kuliner, berbelok menuju jalan Genteng Besar adalah pilihan  yang tepat, disana berjejer stand UMKM yang menyajikan berbagai makanan dan minuman. Bagi yang ingin suasana lebih privat, mereka akan menepi ke deretan kedai kopi dan rumah makan yang juga menyediakan berbagai pilihan makanan dan minuman, serta menyajikan hiburan. 
Gio dan Metri memilih duduk lesehan di trotoar jalan Genteng Besar, keduanya asyik nostalgia kejadian-kejadian konyol dan berkesan yang terjadi waktu mereka masih di UKM Penalaran. Sesekali gelak tawa mereka beradu lantaran mengingat kejadian konyol kala itu. Tawa Metri disusul dengan gerakan tepuk tangan saat mereka mengingat ulang prestasi-prestasi dari acara yang pernah Gio gagas, Gio pernah menjabat sebagai ketua umum UKM Penalaran. Gio dan Metri hanya sebatas kenal lantaran senior dan junior, belum pernah sedekat botol dan tutupnya, tapi kali ini mereka seolah teman lama yang kembali jumpa. 
Ketika obrolan mereka sedang asyik-asyiknya, datang seorang laki-laki tua dengan kencrengan dari tutup botol melantunkan lagu Iwan Fals yang berjudul Kemesraan. Gio dan Metri menikmati lantunan nada yang disajikan. Saat telah sampai di bagian akhir lagu, Gio segera mengeluarkan selembar uang lima ribuan. Metri tersenyum melihat sikap Gio. 
"Terima kasih mas, terima kasih mbak," ucap laki-laki tua itu kemudian berlalu.
Gio dan Metri kembali menyambung obrolannya. Terlalu asyik ngobrol hingga lupa belum pesan makanan.
"Eh iya, mau makan apa?" tanya Gio.
"Aku mau pesen kebab aja mas yang di depan itu, sama es coklat sebelahnya." Jawab Metri sambil menunjuk  salah satu kedai makanan..
"Kok nggak jawab terserah kayak cewek-cewek pada umumnya." Gio tersenyum heran.
"Aku eksklusif jadi nggak umum," jawab Metri terkekeh.
Tawa keduanya tak terbendung. Renyah sekali.
Semua makanan yang dipesan sudah ada ditangan. Gio dan Metri menyantap makanan dan melanjutkan obrolan. Kemudian datang seorang perempuan paruh baya dengan baju lusuh membawa kantong plastik kemasan deterjen bubuk yang berisi uang recehan.
"Nak, seikhlasnya nak, buat beli makan." Ucap perempuan itu memelas.
Gio segera mengeluarkan selembar uang lima ribuan dan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang dibawa oleh perempuan itu. Dari sisi lain, Metri diam-diam tengah tersenyum kagum melihat sikap Gio. Sikap Gio begitu tulus, original, tanpa beban. Gio lain daripada yang lain, menurut Metri.
Malam itu mereka habiskan dengan banyak berbincang. Keduanya semakin saling mengenal. Usia yang terpaut dua tahun tidak menghalangi mereka untuk saling memberi rasa nyaman. Setiap hari jadi semakin saling mengagumi. Rasa kagum itu pelan-pelan berubah menjadi perhatian.
***
Gio dan Metri hampir setiap hari saling berkabar setelah pulang kerja, baik melalui pesan teks maupun pesan suara. Terkadang juga telepon hingga larut malam. Ditengah obrolan mereka melalui telepon, Gio melontarkan pertanyaan mengagetkan.
"... Met, kalau boleh tau, kenapa sampai sekarang masih single aja?" 
"Belum ada laki-laki yang beruntung bisa dapetin aku." Jawab Metri penuh keyakinan sembari tertawa.
Mendengar jawaban Metri yang demikian, Gio kembali melontarkan pertanyaan mengagetkan yang kedua.
"O gitu, aku mau dong jadi orang yang beruntung itu." 
"Eh… coba aja kerumah kalau berani," jawab Metri dengan berani.
"Oke tantangan diterima," jawab Gio menyanggupi.
***
Gio beserta keluarga datang kerumah Metri untuk menyampaikan niat baiknya. Semua yang dari hati akan sampai ke hati. Ketulusan niat Gio diterima dengan tangan terbuka oleh Metri beserta keluarga. Ketertarikan sudah ada, ridha orang tua juga sudah didapat keduanya. Tunggu apalagi? Berlama-lama sekedar dekat saja akan berpotensi timbul fitnah. Kedua orang tua mendesak mereka untuk segera melangsungkan akad nikah. Usia yang sudah cukup matang juga menjadi pertimbangan. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi sebuah titik koordinat, menikah, menggabungkan titik absis dan ordinat pada tiap ego dan ambisi masing-masing.
[5] Kurang Dari
Semenjak menikah, Gio dan Metri memulai semuanya sendiri, memutuskan untuk tinggal di rumah kontrakan di daerah Surabaya Pusat. Gio melarang Metri bekerja diluar rumah dengan alasan tidak mau jika Metri terlalu kelelahan, mengurus rumah tangga dan bekerja. Salah satunya saja sudah cukup melelahkan apalagi jika dua-duanya, menurut Gio. Sayangnya Gio tidak cukup pandai dalam menyampaikan maksud, yang tersampaikan hanya bentuk larangan. Metri yang workaholic tentu saja sulit menerima.
"Mas, kenapa seperti itu? Kerja adalah duniaku. Seharusnya nggak bolehlah seperti itu. Nggak bisa memaksa harimau menjadi kucing, biarlah aku menjadi aku ..." protes Metri dengan rentetan kalimat panjang.
Metri sempat menolak, berat melepaskan karir yang selama ini diperjuangkan. Obrolan perihal tetap bekerja atau harus dirumah saja ini tidak sempat mencapai mufakat sebelum mereka menikah. Semua mengalir saja tanpa rencana. Hingga akhirnya kini Metri dalam kebimbangan. 
Beberapa hari kondisi rumah kontrakan yang mereka huni dingin tanpa hangatnya gelak tawa pasangan muda. Gio tetap kekeh dengan kemauannya. Metri pun sama. Namun kini Metri sedikit melunak dengan mengingat lagi mimpi-mimpi yang sempat terlintas dalam angan-angannya. Metri memang bercita-cita ingin bekerja dari mana saja. Pada suatu malam di meja makan. Metri melakukan sedikit kompromi dengan Gio, suaminya. 
"Mas, besok aku akan mengajukan surat pengunduran diri." 
"Serius? Akhirnya kamu mau menuruti kemauanku?" Gio yang awalnya fokus melahap pecel lele itu kemudian mengalihkan fokusnya pada Metri, dengan sedikit wajah berbinar.
"Iya, tapi ada syaratnya supaya sama-sama untung." Metri dengan muka masam dan bibir cemberut.
"Apa itu sayangku?" Tanya Gio dengan senyum semakin lebar menatap Metri.
"Aku berhenti kerja di kantor, tapi aku mau kerja dari mana aja, aku mau kembali mengelola akun jualan yang udah lama berhenti nggak kuteruskan. Aku tetap ingin menjadi istri yang berdaya mas supaya aku tetap waras." Jawab Metri menjelaskan.
"Iya, boleh." Respon Gio dengan singkat.
Metri membalas respon Gio dengan senyuman tanpa kalimat panjang.
Sembari adaptasi dengan kehidupan rumah tangga. Metri fokus mengelola akun jualannya. Metri menjual alat-alat kebutuhan rumah tangga serta menjadi reseller alat-alat dapur. Sedangkan Gio tetap dengan pekerjaanya, menjadi karyawan swasta. 
Tiga bulan berjalan, usaha Metri sepi, hanya terjual dua set panci dan 2 ikat sapu lidi. Kini sumber dana hanya dari gaji Gio. Gaji Gio tetap dan belum ada kenaikan sedangkan biaya hidup semakin meningkat. Kondisi semakin membuat ekonomi rumah tangga ini semakin sulit. Gio dan Metri sudah waktunya membayar perpanjangan sewa rumah kontrakan, tagihan cicilan kendaraan dan harus tetap memenuhi kebutuhan dasar. Gaji Gio tetap saja tidak cukup. Mau tidak mau semua tagihan dibayar dengan mengambil uang tabungan yang kian hari kian menipis. Mereka tidak punya dana darurat. Adanya hanya uang tabungan itu saja. 
"Andai aja aku masih kerja, kondisi ekonomi rumah tangga kita nggak akan seperti ini jadinya." Metri menyalahkan keputusan Gio. 
"Ini udah jadi keputusanku sebagai kepala keluarga." Gio menjawab Metri dengan nada tingginya.
Kondisi udara di rumah kontrakan kian memanas. Seolah tak mau kalah dengan panas dan teriknya kota Surabaya.
Dua kepala dengan dua pemikirannya. Pasangan baru yang sedang dalam fase adaptasi, belum usai dengan badai saling mencocokkan sifat dan karakter yang berbeda, kini mereka dihantam oleh kesulitan ekonomi.
[6] Translasi
Kondisi ekonomi yang sulit memaksa Metri harus berhemat. Metri menjadi sangat perhitungan terhadap uang. Semua uang masuk dan keluar dicatat tanpa ada satupun yang terlewat.
Setiap malam ketika hendak tidur. Metri sibuk dengan file excel di laptopnya. Metri membuat daftar cash flow keuangan rumah tangga. 
"Mas ini tadi sehari habis seratus ribu banget ya? Buat apa aja mas?" Metri mengintrogasi.
"Buat beli makan," Gio menjawab dari atas kasur, hendak istirahat, rebahan karena lelah seharian bekerja.
"Makan apa mahal banget?"
"Makan ati," ucap Gio lirih sambil memainkan hp dan menjawab Metri dengan malas.
"APA MAS???" Metri mempertanyakan jawaban Gio dengan nada agak keras.
"Tadi ban sepeda motorku bocor, terus juga dipakai keperluan lain." Gio menjelaskan, berharap sesi interogasi ini segera berakhir.
"Keperluan lain apa?" Metri masih mencecar Gio dengan pertanyaan.
"Udahlah Metri, nggak semua aku ingat, yang jelas semua uangnya dihabiskan untuk kebaikan, lagian tidak perlu sejelas itu juga kan." Gio mulai lelah.
"Nggak bisa gitu mas, dalam keuangan semua harus jelas." Metri membantah.
Malam dihabiskan dengan Metri yang masih bertanya-tanya dan Gio yang terlelap dalam lelahnya.
Gio masih dengan sifat murah hatinya dan menganut paham hidup itu mengalir saja, rezeki sudah ditentukan yang kuasa. 
***
Hubungan Gio dan Metri semakin bergeser. Sifat Metri yang semakin perhitungan tidak membuat Gio semakin terbuka, justru sebaliknya. Gio tetap dengan tabiatnya, suka berbagi rezeki dengan pengamen dan anak jalanan, terlepas bagaimanapun kondisi keuangan keluarganya. Sedangkan Metri berbeda, Metri menginginkan agar Gio fokus dengan keuangan rumah tangga dulu saja, nanti berbagi lagi ketika keuangan sudah baik dan mencukupi untuk membayar tagihan dan memenuhi kebutuhan. Berbagi dengan porsi sewajarnya, karena tidak menjadi kewajiban kita untuk membantu semua pengamen, anak jalanan dan pengemis atau siapapun itu, menurut Metri. Gio memilih untuk melanjutkan hal yang menjadi kesenangannya, tentu dengan sembunyi-sembunyi dari Metri.
Suatu sore ketika hendak pulang kerja, Gio bertemu dengan pengamen dan anak jalanan di lampu merah. 
“Nak sini nak,” Gio melambaikan tangan kepada pengamen dan anak jalanan yang jaraknya masih sekitar dua meter dari motornya.
***
Terik kota Surabaya, membuat tenggorokan Gio merasa dahaga. Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB, Gio segera melipir ke warung dekat kantornya, memesan es teh manis jumbo lengkap dengan gorengan. Es teh yang Gio pesan bercampur dengan bercandaan dan gelak tawa bapak-bapak di tongkrongan berhasil mendinginkan tenggorokan, hati sekaligus pikiran. Beberapa menit kemudian, Gio melihat sosok teman lamanya sedang memesan makan di warung yang sama.
“Cak Maden” sapa Gio melambaikan tangannya.
“Eh bro Gio,” Maden menoleh dan kembali menyapa Gio.
“Cak kerja di daerah sini? kok baru kali ini ketemu,” tanya Gio penasaran.
“Enggak bro, aku keliling nyari kerja, kena efisiensi dari kantor yang lama, sudah seminggu ini belum dapat juga …” Maden menjelaskan kesulitan yang sedang dialaminya.
Menurut cerita yang dituturkan Maden, dia telah kehilangan pekerjaan padahal istrinya sedang hamil anak kedua, sudah jalan menuju sembilan bulan, tinggal menunggu HPL nya. Tagihan-tagihan terus berjalan. Maden kesusahan mencari pekerjaan dan mencari uang. Maden memutuskan menjual tanahnya di kampung halaman, sudah mendapat calon pembeli, tapi uang dari hasil menjual tanah baru akan diterima dua minggu lagi. Maden takut jika keduluan hari persalinan istrinya. Maden mencoba mencari peruntungan dengan meminjam ke Gio.
“Bolehkah bro, dipinjami dulu? 10 juta atau seadanya aja, tak balikin dua minggu lagi kita ketemu di warung ini.”
“Boleh cak, bisa disebutkan nomor rekeningnya?” 
Tanpa pikir panjang dan tanpa melibatkan pasangan, Gio menggunakan tabungan keluarganya untuk membantu Maden. Gio telah mentransfer uang 10 juta ke rekening yang telah disebutkan Maden.
“Sudah Cak, bisa di cek sudah masuk atau belum. Semoga membantu ya Cak, saya tunggu dua minggu lagi di warung ini, atau bisa ditransfer lagi aja ke rekening yang sudah saya kirim di WA.” Gio menepuk-nepuk punggung Cak Maden.
“Siap bro, terima kasih banyak udah dibantu, semoga rezekinya makin lancar, kita sudah kenal lama bro, aku pasti datang dua minggu lagi.” Maden meyakinkan Gio.
Gio tersenyum sambil berjabat tangan, kemudian segera kembali ke kantor dan meninggalkan Cak Maden karena jam istirahat telah berakhir.
Dua minggu kemudian, Gio makan di warung yang sama, sesuai kesepakatannya dengan Cak Maden. Hingga jam istirahat berakhir, Cak Maden tak kunjung tiba. Gio mulai panik. Gio mencoba menanyakan kepada ibu pemilik warung, bapak tukang parkir maupun bapak-bapak yang sering nongkrong di warung, semua tak ada yang melihat sosok yang dimaksud Gio. Cak Maden dihubungi puluhan kali juga tak ada jawaban. Gio mencoba menanyakan kepada teman-temannya yang juga mengenal Cak Maden. Salah satunya memberikan keterangan yang diluar dugaan, Cak Maden sudah lama berpisah dengan istrinya, Cak Maden juga pernah terlilit hutang karena terlanjur tergiur dalam lingkaran permainan judi bola. Gio sangat kaget dan menyesali tindakannya. 
[7] Rotasi
Gio badannya masih di kantor tapi pikirannya sedang di rumah, memikirkan alasan apa yang akan diucapkan jika nanti Metri menanyakan perihal transaksi uang keluar 10 juta dua minggu lalu, karena ini sudah memasuki akhir bulan. Gio paham betul bahwa Metri punya kebiasaan mengaudit semua laporan keuangan rumah tangga setiap akhir bulan, sebelum rekeningnya terisi kembali oleh gaji suami yang akan diterima setiap awal bulan. Betul saja, di rumah kontrakan yang menjadi tempat Metri menghabiskan waktunya setiap hari, Metri menggeser kursi dan membuka laptop, Metri akan memulai proses auditnya. 
Dalam proses mengaudit laporan keuangan rumah tangga, yang pertama kali Metri cek adalah nominal saldo rekening tabungan, apakah ada penambahan atau malah berkurang. Metri beberapa kali mengusap-usap matanya ketika melihat nominal saldo yang tertera. Rp. 500.095.25
“Sebentar sebentar, ini mataku yang salah lihat atau memang nominalnya yang berkurang,” Metri mengusap-usap matanya tak percaya.
“Ini 500 juta, atau 500 ribu?" Metri kembali membuka dan memejamkan matanya berulang kali. 
"Ya Allah, ini 500 ribu." 
Metri berkaca-kaca, panik, deg-degan tak karuan. Kemanakah hilangnya uang tabungannya. Segera dia cek rincian mutasi rekening selama sebulan.
Metri mengecek satu persatu transaksi, gerakan bola matanya berhenti saat sampai pada transaksi keluar dengan nominal yang cukup besar, 10 juta. Uang itu ditransfer ke rekening atas nama Madeni Firman tepat pada dua minggu lalu. 
Madeni Firman, nama yang asing bagi telinga Metri. Metri mulai geram. Amarahnya mulai memuncak. Ingin rasanya menelepon Gio saat itu juga atau memakinya lewat pesan suara. Tapi Metri ingin mendengar penjelasan Gio secara langsung, tatap muka. Metri ingin membaca mimik muka Gio berdusta atau berkata sejujurnya.
***
Sore tiba, Metri duduk di ruang tamu sambil memandangi jam dan menunggu Gio pulang. Beberapa menit kemudian, terdengar suara motor datang memasuki halaman rumah kontrakan.
"Assalamu'alaikum," Gio membuka pintu, memasuki rumah dan mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam, kamu kenal orang yang namanya Madeni Firman mas?" Jawab Metri ketus dengan disusul oleh pertanyaan yang sedari pagi menghantui pikirannya.
"Dia teman kerjaku di perusahaan lama." Gio tertegun berhenti didepan pintu.
"Kenapa ada transaksi keluar 10 juta ke rekening atas nama dia?"
"Dia pinjam untuk jaga-jaga biaya persalinan istrinya yang sudah hamil sembilan bulan."
"Kenapa nggak diskusi dulu sama aku?"
"Dia bilang cuma pinjam sebentar."
"Lalu kalau sebentar aku tidak perlu tau? Begitu?"
"Nggak gitu sayang, dia bilang cuma pinjam dua minggu."
"Lama ataupun sebentar, keputusan besar dalam rumah tangga itu harusnya diputuskan bersama pasangan, aku merasa tidak dihargai sebagai pasanganmu, itu uang tabungan bersama, bukan cuma uang mas aja,"
"Iya, maaf aku salah."
"Mas selalu maaf maaf saja, selalu bilang kalau salah tapi nggak pernah berubah."
Gio masih berdiri di depan pintu, diam tak menjawab Metri.
"Sekarang sudah dua minggu, mana katanya akan dikembalikan?" Metri memecah hening dengan melontarkan pertanyaan.
"Aku udah datang ke tempat dimana dia akan mengembalikan sesuai kesepakatan, aku juga udah kirim nomor rekening jika saja uangnya akan dikembalikan melalui transfer ...”
“Lalu? Mana uangnya?” Metri memotong penjelasan Gio.
“Aku belum selesai menjelaskan, berhentilah menghujaniku dengan pertanyaan, mulailah untuk belajar mendengarkan.” Gio mulai kesal.
“Gimana lanjutannya?” Metri kembali mempertanyakan.
Gio lelah berdiri kemudian duduk di kursi pas di depan Metri.
“Aku udah coba menghubungi Maden dan semua teman yang kenal dengan dia, tidak ada satupun yang tau.” 
“Terus gimana kalau udah seperti ini. Apa untungnya buat kita? Yang ada kita jadi makin kesusahan. Mas pernah berfikir dulu nggak sih sebelum bertindak?” Metri semakin kesal.
“Kita coba berbaik sangka dulu aja ya, mungkin Maden masih dalam kondisi kesusahan. Walaupun nanti dia benar-benar menghilang, uang itu berarti bukan rezeki kita, tapi rezeki Maden. Kita akan diberikan ganti yang lebih besar oleh Tuhan. Percaya dan yakin aja ya sayang,” Gio mencoba menenangkan Metri. 
Gio tidak menceritakan tentang Maden yang sesungguhnya, seperti yang telah Gio dengar dari salah seorang temannya. Gio sadar telah melakukan kesalahan, tapi Gio tidak mau membuat Metri semakin marah dan menyalahkannya.
Rumah tangga seumur jagung yang sedang mereka rawat menjadi semakin hambar. Pemikiran Gio sudah tidak lagi masuk dalam logika Metri. Kehidupan mereka yang awalnya masih menghadap keatas kini berputar searah jarum jam menuju angka enam. Jatuh. Kekurangan. Hanya ada lima ratus ribu sisa uang di tabungan. Semua kebutuhan bergantung pada gaji bulan depan. Metri sempat berpikir apakah hubungan ini berakhir sampai sini, toh juga belum ada anak yang membuat dirinya berat dalam mengambil keputusan dan butuh berpikir panjang ratusan kali. 
[8] Refleksi
Tak ada lagi obrolan manis dalam rumah tangga Gio dan Metri. Metri menjalani rutinitas sebagai orang yang menyiapkan segala kebutuhan Gio. Gio menjalani peran mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Metri tak sampai hati jika harus mengucapkan kalimat pisah ketika kembali mengingat kebaikan Gio. Metri memilih tidak bicara ketika tidak ditanya. Gio selalu berusaha untuk memulai obrolan dan memperbaiki kesalahan. Berdiam diri di dalam rumah membuat Metri bosan. Membuka dan menutup hp untuk mengecek akun jualan juga tak bisa menghilangkan kebosanan. Metri berjalan menuju kamar untuk mencari kegiatan. Metri memutuskan untuk membersihkan dan menata ulang posisi lemari, meja maupun kursi. Langkahnya terhenti pada sebuah kaca besar. 
Metri memandangi wajahnya dalam cermin, tampak lesu. Metri kembali menatap cermin jauh ke dalam, tak hanya fisiknya yang dia lihat, segala perubahan dalam diri seolah semakin tampak nyata. Metri menyadari bahwa hubungan yang renggang tak serta merta semua salah Gio, Metri juga turut andil dalam permasalahan. Ini semua tentang kekhawatiran Metri akan masa depan, tentang segalanya diukur dengan angka, tentang Metri yang sangat mendewakan usaha, lupa bahwa segala usaha muaranya pada takdir dan kehendak Sang Pencipta. Tentang bergesernya nilai hidup Gio maupun Metri hingga semua saling bertentangan. 
Sementara Gio yang berada di kantor, melamun menatap dinding kaca. Memikirkan rumah tangga yang entah akan dibawa kemana muaranya. Gio juga memikirkan uang 10 juta yang telah susah payah dikumpulkan tiba-tiba hilang hanya karena sifat murah hatinya, tak memikirkan kondisi keuangan keluarga yang sedang sulit, hingga akhirnya semakin sulit dan kekurangan. Gio bercermin dari rentetan kesulitan yang timbul akibat sifatnya, hingga membuat hidup istrinya menjadi lebih menderita dari sebelum dinikahinya. Gio tampak melihat perubahan dalam diri Metri yang dulu dicintainya karena berbeda dari yang lain, perempuan yang realistis kini berubah menjadi materialistis dan menilai segala sesuatu dari nominal angka.
Badai rumah tangga yang sedang menghantam mereka membuat mereka saling bercermin, salah siapakah ini semua? Gio dan Metri sama-sama sadar bahwa mereka berdua punya andil dalam permasalahan ini. Mungkin saja semua masalah timbul lantaran mereka belum cukup mengenal satu sama lain, dan terburu usia ketika memutuskan menikah. Belum siap untuk berkompromi dan bekerja sama dalam mengambil keputusan-keputusan besar dalam keluarga. 
"Nggak bisa nih kalau sama-sama diam terus, sama-sama punya salah," ucap Gio dalam hati.
[9] Dilatasi 
Sepulang kerja, biasanya Gio akan mampir mana saja dengan alasan enggan untuk cepat pulang. Kali ini berbeda, Gio justru ingin cepat pulang lantaran ingin segera berjumpa dengan istrinya. Gio ingin mengakhiri semua suasana tidak nyaman di rumahnya. Terlepas bagaimana tanggapan Metri nantinya, Gio tetap ingin mencoba dan berusaha berdamai.
Sesampainya dirumah, Gio membuka pintu dengan hati-hati lalu mengucapkan salam dengan lirih. Tak disangka, Metri sedang duduk di ruang tamu, tempat dimana Metri pernah menghujani Gio dengan serentetan pertanyaan beberapa waktu lalu. Mata Metri dan Gio saling beradu, menatap satu sama lain dengan lekat, kali ini bukan tatapan tajam penuh amarah melainkan tatapan teduh penuh kedamaian. Seolah Metri juga tengah menunggu kedatangan Gio.
"Metri …" Gio membuka obrolan.
Metri membalas dengan senyum dan anggukan.
"Maafin mas ya, mas sadar semua ini salah mas." Gio menghampiri Metri, kemudian duduk dilantai dengan posisi mirip posisi sungkem sambil memegang tangan Metri.
"Iya mas, maafin aku juga ya," Metri juga meminta maaf.
Mengucap kata maaf rasanya sangat sulit bagi Metri, kali ini Metri memaksa diri dengan mata berkaca-kaca. Mengucap kata maaf dengan sekenanya, tak ada penjelasan salahnya apa.
Gio tak ambil pusing dengan itu semua. Gio menganggukkan kepala dan mencium tangan Metri dengan durasi yang cukup lama. Metri dengan linangan air mata yang tak terbendung, tersenyum memandangi Gio. Metri kembali mengingat alasan ia jatuh cinta, Gio pun sama. 
Dalam fase ini, Gio dan Metri melihat permasalahan dalam rumah tangga dengan ukuran yang berbeda. Permasalahan yang sebelumnya terlihat seperti lingkaran api yang sangat besar dan siap menghantam mereka serta membakar mereka dengan api amarah. Kini menjadi bola api kecil yang tak lebih besar dari ukuran jempol kaki Gio. Bola api kecil itu bisa dipadamkan dengan mudah hanya dengan menutupnya dengan kain basah. Tak ada potensi untuk membakar dan menghancurkan apa saja yang ada disekitar.
Terlarut dengan hal yang sudah terjadi adalah basi. Gio dan Metri mencoba memperbaiki hubungan dengan menyeimbangkan situasi, memperkecil ego dan memperbesar toleransi. Tentu dalam praktiknya tidak mudah, sesekali kesal dan amarah datang lagi, tapi kesal dan amarah itu disampaikan dengan jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Gio semakin hari semakin setuju dengan pembukuan keuangan yang dilakukan Metri setelah Gio mencoba mempelajari dan memahami tujuan dari pembukuan itu dibuat oleh Metri. Gio menjadi terbuka perihal untuk apa uang digunakan setiap harinya sekalipun itu nilainya hanya seribu rupiah, semua tercatat dengan jelas, dengan begitu mereka jadi tau di pos-pos mana uang mereka habis tak terbendung, di pos-pos mana pengeluaran bisa ditekan. Keuangan keluarga berangsur membaik seiring dengan membaiknya hubungan Gio dan Metri. Perubahan keduanya sangat terasa. Sekalipun perubahan itu tidak terlihat jelas oleh mata, tapi sangat bisa dirasa oleh hati keduanya. 
"Metri, besok kan hari Jumat, hari yang baik untuk berbagi. Apa boleh kalau mas ingin berbagi rezeki dengan anak-anak jalanan yang biasa mas temui di lampu merah jalan menuju kantor?" Gio meminta izin kepada Metri dengan sangat hati-hati. 
"Boleh mas, apa sekalian besok aku masakin? jadi mas berbagi makanan aja supaya anak-anak bisa langsung makan." Jawab Metri tak hanya mengizinkan tapi juga menawarkan bantuan untuk membuatkan makanan.
"Wah terima kasih sayangku." Gio mendekat dan mencium kening Metri.
[10] Tidak Sama Dengan
Pagi-pagi sekali Metri sudah sibuk di dapur, menyiapkan makanan yang akan dibawa Gio dan akan dibagikan untuk anak-anak jalanan. 
“Wah, aromanya wangi sekali, enak banget ini kelihatannya, perutku jadi keroncongan.” Gio masuk ke dapur dan memuji masakan Metri.
“Ini mas bisa dicoba, sudah matang semua kok, mas bisa sarapan sekarang juga.” Metri menoleh ke arah Gio dengan tangan yang sibuk membungkus makanan.
“Siaaap,” Gio segera mengambil piring dan melahap makanan.
“Gimana mas?”
“Mantaaap,” Gio mengacungkan jari jempolnya.
Setelah sarapan dihabiskan, Gio bergegas bersiap dan Metri melanjutkan membungkus makanan.
***
Sekitar 25 bungkus nasi dibawa oleh Gio, dibagikan untuk anak jalanan dan bapak-bapak tukang becak yang ditemui di sepanjang jalan menuju kantor. Jumat itu Gio merasa sangat bahagia, bisa kembali berbagi rezeki dan kali ini dengan dukungan penuh istrinya, Metri.
Memulai pagi dengan melihat wajah anak-anak jalanan yang sumringah membuat seharian bekerja terasa menyenangkan, tak ada lelah yang berarti. Gio ingin segera pulang untuk menceritakan pengalaman hari ini kepada Metri. 
Jam sudah menunjukkan pukul lima petang. Semua karyawan bergegas mematikan komputer dan meninggalkan kubikel. 
Gio semangat berjalan menuju parkiran dan bersiap untuk menancap gas. Gio dengan motor yang dikendarainya keluar dari halaman kantor tanpa melihat ke arah kanan apakah ada kendaraan, Gio langsung saja berbelok ke arah kiri.
“BRAAAKKKKKKKKK!!!” 
Dari arah kanan datang sebuah bus dengan kecepatan tinggi, bersamaan dengan Gio yang dengan spontan berbelok kiri. Sopir bus kewalahan dan tidak bisa lagi mengendalikan kemudi. Kecelakaan hebat terjadi tanpa kompromi. 
***
Metri yang masih dalam balutan busana hitam terisak memandangi potret dirinya dan suami tengah tersenyum dengan pose jempol yang terpasang di dinding kamar. Ditemani sang Ibu yang sedari tadi duduk disampingnya, mengusap-usap punggung sembari berkata “Sabar ya nak, Ibu tau ini sangat berat, tapi Ibu sangat percaya bahwa anak Ibu orang yang kuat”
Semua barang-barang milik Gio masih tertata rapi, tak ada satupun yang berubah, memandangi barang-barang milik Gio memantik Metri untuk mengingat kembali kenangan-kenangan bersama Gio. Kenangan manis maupun pahitnya. Metri juga kembali mengingat saat suasana rumah yang sempat panas menjadi dingin hingga akhirnya kembali sejuk karena keduanya kembali bertemu dalam sebuah titik kedamaian, saat ego diturunkan dan toleransi ditinggikan. Semua memori terputar kembali dalam benak Metri. Ada rasa sesal yang menghampiri, sesal mengapa dulu begitu keras dan tidak cukup baik sebagai istri dalam membersamai Gio melakukan usahanya dalam mencapai kehidupan yang bahagia di dunia maupun kehidupan selepasnya.
Tangis Metri kembali pecah memeluk sang Ibu dengan erat. Segala pertimbangan untuk mempertahankan hubungan menjadi tidak berarti, Tuhan sendiri yang menunjukkan bahwa Gio dan Metri sudah tidak sejalan lagi. 
Selesai.
3 notes · View notes
sym12 · 5 months
Text
0 notes
realita-lampung · 6 months
Text
DPRD Lampung Utara Kirimkan Usulan Nama Pj Bupati
Tumblr media
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Utara, telah mengirimkan usulan tiga nama kandidat calon Penjabat (Pj) Bupati Lampung Utara ke Kemendagri. "Ya, DPRD Lampung Utara telah mengirimkan nama nama usulan calon untuk Pj.Bupati melalui surat. Surat kami kirim melalui aplikasi Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (Siola), pada Rabu, (6/12/2023) kemarin, " kata Ketua DPRD Lampung Utara Wansori, Jumat, (7/12/2023). Wansori mengatakan surat dikirim melalui Seketaris DPRD Lampung Utara bernomor 170/512/02.3-LU/2023 itu, pihaknya mengusulkan tiga nama calon Pj.Bupati Lampung Utara dan telah disetorkan ke Kemendagri. Ketiga nama itu tetap dengan usulan awal. Mereka adalah Lekok, seketaris Pemkab Lampung Utara kemudian Aswarodi yang kini menjabat Kepala Dinas Sosial Provinsi Lampung) dan yang ke tiga Rizki Sofyan, Kepala Dinas Perpustakaan Provinsi Lampung. Untuk proses selanjutnya, menurut Wansori, adalah kewenangan Mendagri. Itu berdasarkan surat masuk dari Kemendagri yang ditujukan kepada ketua DPRD agar mengusulkan tiga nama calon Pj.Bupati/Walikota karena masa jabatan kepala daerah atau Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara akan berakhir pada 31 Desember ini. Terkait apakah Gubernur Lampung juga mengusulkan tiga nama calon Pj.Bupati selain DPRD Lampung Utara Wansori mengaku belum mengetahui. "Soal dari Gubernur juga mengusulkan tiga nama untuk calon Pj.Bupati saya belum mengetahuinya. Memang dalam peraturan Kemendagri nomor 4 tahun 2023 di Pasal 9, ada 9 orang yang diusulkan menjadi Pj.Bupati/Walikota. Isi Permendagri di Pasal 9 itu menyebutkan pengusulan Pj.Bupati/Walikota diusulkan oleh Mendagri, Gubernur dan DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota, " jelas Wansori. Meski begitu, pihaknya telah menjalankan amanat dari Mendagri soal tiga nama Pj.Bupati sesuai mekanisme dan persyaratan yang ada. Nantinya, lanjut ketua DPRD, keputusan menjadi kewenangan pusat (Mendagri). Setelah daerah mengusulkan, proses berlanjut ke Kemendagri kemudian dipilih di sidang Tim Penilai Akhir (TPA) calon Pj kepala daerah. "Setelah usulan diajukan ke pusat, nantinya ada tim penilaian yang dipimpin Dirjen Kemendagri untuk menentukan siapa yang layak sebagai Pj.Bupati. Kita hanya menunggu hasilnya, " ujar Wansori. Meski begitu, Ketua DPRD Lampung Utara ini berharap untuk Pj. Bupati Lampung Utara agar dipilih dari putra daerah setempat dan yang memahami kondisi dan keadaan daerah. "Saya mengharapkan agar Pj.Bupati nantinya tidak hanya melaksanakan tugas dan melaksanakan kebijakan tetapi juga dapat berbaur ditengah masyarakat dengan kondisi Lampung Utara yang saat ini sedang tidak baik baik saja. Walaupun menjabat hanya sebentar. Setidaknya dapat memberikan kenangan dengan tugas yang baik untuk masyarakat Lampung Utara , " ucap Wansori. Sebelumnya, Ketua DPRD Lampung Utara Wansori menyebut pihaknya telah memutuskan tiga nama calon Penjabat (Pj) Bupati Lampung Utara menggantikan Budi Utomo yang akan berakhir masa jabatannya pada Desember 2023. Tiga nama itu ditetapkan setelah DPRD melakukan rapat bersama unsur pimpinan di DPRD, melalui fraksi fraksi di dewan. "Sesuai mekanisme yang telah kami lakukan, ada tiga nama yang kami usulkan ke Kemendagri, " ujar Wansori beberapa waktu lalu. Dalam surat yang dikirim Kemendagri melalui aplikasi Siola bernomor100.2.1.3/6047/SJ yang diteken Sekjend Kemendagri atas nama Mendagri Tito Karnavian menyebutkan ada 88 Kepala Daerah Kabupaten/Kota yang akan habis masa jabatannya di akhir Desember 2023. Salah satu diantaranya adalah Kabupeten Lampung Utara. Surat itu ditujukan pada Ketua DPRD Kabupaten/Kota di Indonesia. Adapun perihal isi suratnya berisikan tentang usul nama calon penjabat bupati atau wali kota. Read the full article
0 notes
jobrxiv · 1 year
Text
Postdoctoral Researcher- Cancer Immunology and Pancreas/Colon Cancer Weill Cornell medicine This is a great opportunity for enthusiastic individuals interested in learning about cancer biology, genetics or immunology! See the full job description on jobRxiv: https://jobrxiv.org/job/weill-cornell-medicine-27778-postdoctoral-researcher-cancer-immunology-and-pancreas-colon-cancer/?feed_id=48352 #ScienceJobs #hiring #research New York #UnitedStatesUS #PostdoctoralFellow
0 notes
opinibrand · 1 year
Text
Fondasi Bisnis Berkah 2023 Surabaya - Mas Jaya Setiabudi Founder Yukbisnis
Tumblr media
Roadshow Fondasi Bisnis Berkah oleh Mas Jaya Setiabudi merupakan sebuah acara hasil kerjasama YukBisnis dengan Bank Syariah Indonesia yang bertujuan untuk mensupport para pelaku usaha agar memiliki mindset yang tepat dalam membangun bisnis yang berkah.
Roadshow Fondasi Bisnis Berkah 2023 “Membangun Sukses yang Sejati” diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia, diawali di kota Bandung, dan berlanjut di Bogor, Jakarta, Cirebon, Semarang, Solo, Malang, Jember, Surabaya dan berakhir kota Yogyakarta. Di “Kota Pahlawan” Surabaya, acara terlaksana pada tanggal 10 Juni 2023 berlokasi di Siola Convention Hall Surabaya. Terlihat antusias peserta dalam menghadiri Roadshow FBB 2023. Tepat pukul 12.00 WIB seluruh peserta telah bersiap berkumpul di lokasi acara dan direncanakan selesai pukul 17.00 WIB.
Sebelum masuk pada materi pembahasan utama, Mas Jaya sedikit menjelaskan tentang beberapa program yang sedang dijalaninya saat ini. Sebagai Founder Yukbisnis, Mas Jaya coba memfasilitasi siapapun yang ingin serius menekuni dunia entrepreneur, terdapat beberapa program yang bisa diikuti diantaranya seperti ECamp, YEA (Young Entrepeneur Academy) dan YEA Virtual. Selain itu terdapat juga program Kampung Juragan serta Juraji “Juragan Ngaji” yang bermanfaat untuk menambah keilmuan dan menjaga semangat individu dari sisi spiritual.
Tumblr media Tumblr media
Fondasi Bisnis Berkah sendiri merupakan judul buku karya Mas Jaya Setiabudi yang sangat laris terjual dipasaran karena memang isinya penuh makna dan ilmu sebagai bekal bagaimana para pengusaha menjalankan usaha yang berkah dengan cara yang halal lagi baik.
Mas Jaya selalu menekankan “Makna Sukses” yang selama ini keliru karena dampak dari perkembangan zaman dan teknologi dimana para influencer atau siapapun yang banyak tampil di media sosial menggiring opini bahwa kesuksesan itu harus seiring dengan pencapaian materi seperti kendaraan mewah, barang branded ataupun perhiasan yang berlebih-lebihan. Padahal Makna Sukses yang sejati adalah merdeka dari penilaian orang lain terhadap pilihan yang sedang kita perjuangkan.
Tumblr media
Selain itu dalam acara tersebut, Mas Jaya tidak segan menyinggung perihal dampak Sistem Kapitalis yang mengakibatkan konsumerisme berlebihan di masyarakat, dimana hal tersebut jika di telusuri dari hulu ke hilir akan berujung pada kerusakan lingkungan atau ekosistem karena keserakahan pelaku usaha dan juga konsumen yang berlebihan dalam mengkonsumsi sesuatu (produk).
Banyak ilmu yang disampaikan Mas Jaya yang membuat mindset kita terbuka lebar agar tetap yakin dan tulus dalam mengembangkan bisnis dengan cara yang Toyyib karena menurut beliau, proses itu adalah kewajiban yang harus dilalui oleh manusia sedangkan hasil adalah sepenuhnya hak Allah SWT. Ini harus bisa kita pahami bersama agar tidak terjadi rasa kecewa akibat niat dan cara berpikir yang salah.
Tumblr media
Di akhir sesi, Mas Jaya berkeyakinan bahwa “Kedaulatan” adalah jawaban dari semua permasalahan yang ada saat ini, seperti Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, Kedaulatan Trafik khususnya bagi para pelaku usaha, dan juga Kedaulatan Produksi agar tidak terlalu bergantung pada bangsa lain, karena Mas Jaya sangat yakin bahwa negara Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar. Itu menjadi PR “Pekerjaan Rumah” bagi kita semua.
Setelah acara berakhir, para peserta juga sempat berdiskusi ringan dengan Mas Jaya. Alhamdulillah beliau sangat welcome, baik saat diajak berdiskusi, dimintai tanda tangan hingga berfoto bersama.
Terima kasih Mas Jaya atas waktu dan ilmunya, InsyaAllah berkah dan bermanfaat. Tak lupa juga seluruh Tim Yukbisnis yang membantu terselenggara dengan sukses dan yang terakhir Bank Syariah Indonesia sebagai support utama dari acara ini.
Opinibrand oleh Andi Agung Dwitama
1 note · View note
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com – Karnaval nang Tunjungan akan digelar petang ini, Minggu 30 Oktober 2022 pada pukul 15.00 WIB. Selain karnaval, dalam event yang digelar Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Kota Surabaya (Dekranasda) dan Bank Jatim juga menampilkan beberapa kegiatan. Jadwal Karnaval di Tunjungan diselenggarakan pada Minggu (30/10/2022) mulai pukul 15.00 WIB. Nah, buat Sobat Turisian yang kebetulan sedang berada di Kota Surabaya, jangan lewatkan event ini. BACA JUGA: Serunya Menjelajahi Ekowisata Mangrove Gunung Anyar Surabaya Boleh dicatat nih, kemana saja rute yang bakal dilewati peserta karnaval. Rute kendaraan tamu VVIP melalui Jalan Genteng Kali menuju Jalan Ngemplak. Kemudian belok ke arah Jalan Walikota Mustajab dan lokasi parkir ada di Jalan Kenari. Jalan Tunjungan ditutup Arus lalu lintas dari arah Jalan Gemblongan ke arah Jalan Praban dialihkan ke Jalan Bubutan. Arus lalu lintas dari Jalan Basuki Rachmat ke Jalan Embong Malang dibuka satu arah Arus lalu lintas dari Jalan Basuki Rachmat ke Gubernur Suryo dibuka Simpang Jalan Genteng Kali - Undaan ( Jembatan Patuk) buka tutup jalan situasional, menyesuaikan kondisi lalu lintas BACA JUGA: Yuk Piknik Asik ke Taman Hiburan Pantai Kenjeran Surabaya! Menurut info dari Instagram @surabaya, kegiatan tersebut akan menampilan fashion show kepala daerah Gerbangkertosusila, Fire Dance, Drum Band Mural, Campus Society, Food Truck & UMKM. Kemudian ada pula e-sport, serta photo booth yang dapat dimanfaatkan pengunjung. Selain itu, pengunjung juga diharapkan datang menggunakan baju batik atau produk dalam negeri. Jadwal Kegiatan Lainnya Berikut jadwal lengkap Karnaval di Tunjungan. Lomba foto bertema batik (all area) pukul 15.00 - 21.00 Barrel painting (area depan SIOLA) pukul 15.00 - 21.00 Talkshow bersama Bank Jatim (Area utama) pukul 15.00 - 16.30 TikTok Battle Dance (area utama) pukul 16.00 - 18.00 E-sport (area hotel Majapahit) pukul 15.00 - 18.00 Campus society (area Hotel Majapahit) pukul 15.00 - 21.00 J-Connect Start Festival 2022 (area Jalan Kenari) pukul 15.00 - 21.00 Flashmob Orchestra pukul 18.20 - 18.45 Fashion show tema batik pukul 19.30 Guest star performance pukul 20.25 BACA JUGA: Melancong ke Surabaya, Apa Aja Sih Isi ke 10 Tempat Wisata Seru ini Batik Khas Surabaya Dibagian lain, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada kesempatan ini akan memperkenalkan batik khas Surabaya. Beragam corak batik akan dipamerkan  pada event akbar "Karnaval Nang Tunjungan" yang berlangsung di  sepanjang Jalan Tunjungan, Kota Pahlawan, Jawa Timur itu. Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya menjelaskan, ide awal tercetusnya kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan batik Surabaya. Batik, yang memiliki ciri khas dan motif yang berbeda dari kota lain. BACA JUGA: Rekreasi Sambil Edukasi di Museum Pendidikan Surabaya "Batik Surabaya itu yang kami tonjolkan adalah motif sparkling, suro dan boyo, kya-kya, semanggi, dan sebagainya. Itu semua kalau dipakai luar biasa," katanya. "Apalagi nanti dibuat fashion show para kepala daerah dan artis Ibu Kota," sambung Cak Erik--panggilan akrabnya. Ia mengatakan, di kegiatan tersebut juga ada pameran batik. Pada saat itu,  pihaknya juga mengundang kepala daerah se-Gerbang Kertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan) untuk fashion show bersama mengenakan batik khas Surabaya buatan UMKM. ***
0 notes
barometerjatim · 2 years
Text
Gak Lagi Ribet! Pengurusan Hak Asuh Anak dan Akta Cerai di Surabaya Cukup Diambil di MPP Siola
Gak Lagi Ribet! Pengurusan Hak Asuh Anak dan Akta Cerai di Surabaya Cukup Diambil di MPP Siola
INOVASI PA SURABAYA: Samarul Falah saat bertemu Eri Cahyadi di Balai Kota Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/IST SURABAYA, Barometerjatim.com – Pengurusan hak asuh anak dan akta perceraian di Surabaya tak lagi ribet, karena bakal cukup diambil di konter Pengadilan Agama (PA) Mal Pelayanan Publik (MPP) Siola. Sebelum inovasi ini tercipta, pengurusan hak asuh anak harus ke Dinas Kependudukan dan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
inisurabaya · 2 years
Photo
Tumblr media
Satlantas Polrestabes Surabaya meluncurkan program ETLE Mobile untuk menindak pelanggar lalu lintas. ETLE Mobile adalah Electronic Traffic Law Enforcement Mobile Gadget atau tilang elektronik berbasis ponsel yang merupakan metode baru dalam penerapan disiplin berlalu lintas. ETLE Mobile dioperasikan dengan menggunakan bukti foto kamera handphone yang digunakan petugas di lapangan untuk memotret atau menangkap foto dokumentasi pelanggaran lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Kompol Arif Fazlurrahman Kasat Lantas Polrestabes Surabaya dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net pada Sabtu (10/9/2022) menjelaskan, cara kerja ETLE Mobile. “Setelah pelanggar tertangkap foto ETLE Mobile gadget petugas di lapangan, secara otomatis gambar tersebut terkirim ke petugas di back office Satlantas polrestabes Surabaya untuk proses validasi dan mengeluarkan surat pemberitahuan. Kemudian setelah proses validasi selesai dan surat pemberitahuan muncul, akan dikirimkan ke alamat pelanggar melalui kantor pos,” ujarnya. Setelah surat pemberitahuan telah diterima oleh pelanggar, yang bersangkutan membawa surat pemberitahuan dari kepolisian tersebut untuk diverifikasi pada Unit Gakkum Satlantas Polrestabes Surabaya di Gedung Siola Jl. Tunjungan Surabaya. Arif Fazlurrahman mengatakan, tujuan penerapan ETLE Mobile di Surabaya adalah untuk meningkatkan rasa disiplin berkendara di masyarakat, serta meminimalisir adanya oknum-oknum yang melakukan pemerasan saat melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas. “Sehingga diharapkan, program tersebut dapat menekan angka laka lalu lintas dan meningkatkan tingkat kesadaran keselamatan berlalu lintas di masyarakat,” pungkasnya. . . . ■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■ SUMBER 📷 : Suarasurabaya.net ■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■. . #surabaya #ini_surabaya #inisurabaya #aslisuroboyo #lovesuroboyo #banggasurabaya #galerysurabaya #seputarsurabaya #sparklingsurabaya  #surabayapunyacerita  #exploresurabaya #suroboyo  #panoramasurabaya  #exploreindonesia #banggaindonesia #jawatimur #indonesia #travel #viral  #Persebaya #greenforce #Bonek #indonesiajuara #BikinBanggaIndonesia #SURABAYAMENDUNIA #SUROBOYOWANI (di Surabaya, Indonesia) https://www.instagram.com/p/CiUY4OYrdet/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
harpianews · 2 years
Text
Pole-dancing ax thrower wins world title
Pole-dancing ax thrower wins world title
Siola McGowan of Sligo cites pole dancing as a means to enhance your steadiness and strengthen your core. With inputs from BBC
View On WordPress
0 notes
evesbeve · 4 years
Text
me, everytime i see @siolasart and @the-rivendell-librarian fight about whose art is better:
Tumblr media
17 notes · View notes
opannkk · 4 years
Photo
Tumblr media
arek bronx(galan) . #surabaya #siola #tunjungan #pemuda #newbalance #laripagi #bronggalan (at Ndokor Amben Ambek Angop) https://www.instagram.com/p/CEp3rfklHpI/?igshid=b0v15ca7n00u
0 notes