Tumgik
Quote
Get comfortable with being alone. It will empower you.
Jonathan Tropper (via onlinecounsellingcollege)
22K notes · View notes
Text
Lalu aku lihat tubuh yang semakin kurus itu sedang terkapar dalam kondisi yang menyedihkan. Dahulu tubuhnya yang segar, bibirnya yang senantiasa menyunggingkan senyum, rambutnya yang hitam lebat, tempat dimana tanganku selalu mengacak-acaknya disaat aku sedang kesal sekaligus gemas melihat tingkah usilnya kepadaku, kini semuanya sudah hilang. Berubah. Berbalik 180 derajat dari kondisinya yang baru saja kujelaskan. Menyedihkan. Benar-benar menyedihkan. Kenapa Tuhan harus menyiksanya seperti ini? Kenapa harus dia, laki-laki yang benar-benar kucintai. Kenapa tidak orang lain saja yang tidak memiliki seorang yang mencintainya, sehingga sudah sepantasnya saja dia yang enyah daripada harus laki-lakiku yang harus tersiksa seperti ini. Berulang kali aku merutuki jalan takdir yang dibuat oleh Tuhan dan terus-menerus menyalahkannya, tanpa aku sadari bahwa aku terlalu sudah terlampau egois dalam mencintai ciptaan-Nya, sehingga lupa bahwa sesungguhnya akulah yang lebih membutuhkan-Nya. Untuk memulihkan penyakit kronisnya, mengembalikan senyum dan tawanya, mengembalikan hidupnya, yang hidupku juga. Lalu kuseka air mata yang menetes dari pelupuk matanya. "Tenang saja, aku tidak apa-apa. Aku tidak mengajarimu untuk menjadi perempuanku yang cengeng." Dasar bodoh! Sudah tahu begini kondisinya masih saja ia berusaha menguatkanku, yang sesungguhnya justru ia yang lebih butuh diberikan penguatan. Bukannya aku berusaha mencegah air mataku agar tak membanjiri wajahku lagi, justru air mata ini semakin menetes deras. Hingga jatuh ke pipinya. Aku membenamkan wajahku ke dadanya. Tempat yang selalu kucari ketika masalah satu per satu menerjangku dan hanya tempat itulah yang paling nyaman dan membuatku lupa. Dan sekarang, tempat itu harus menjadi tempatku bernaung untuk menepiskan kesedihanku terhadap penyakitnya. "Aku akan selalu mencintaimu. Walaupun mungkin ragaku telah fana, tetapi cintaku akan terus abadi menemani hari-harimu." Dan di hari ke tiga puluh di bulan Juni itu, aku mengingat kata-kata terakhirnya saat aku membenamkan mukaku ke dadanya. Dengan elusan tangannya yang lembut, ia menyapukan tangannya ke rambutku. Kusadari air mata yang jatuh berulangkali karenanya itu mulai kering. Menyisakan residu kenangan indah yang tertanam jelas di kepalaku soal hari terakhirku bersamanya. Lalu kutaburi bunga mawar merah di tanah yang masih segar karena penghuninya baru saja menempatinya untuk beristirahat selama-lamanya disana. Dan berusaha kusunggingkan senyum termanis dan juga tersulitku di depan pusaranya. "Jangan khawatir. Cintamu akan kugenggam sampai akhirnya aku akan menemuimu, di alam selanjutnya."
1 note · View note
Photo
Tumblr media
960 notes · View notes
Photo
Tumblr media
960 notes · View notes
Photo
Tumblr media
528 notes · View notes
Quote
Being a relationship is a full time job, so don’t apply if you’re not ready.
(via i-love-you-from-a-distance)
660 notes · View notes
Text
In the end, only Allah can heal Whether it’s physical pain Or internal pain.
2K notes · View notes
Quote
Ga enaknya nekan unmood kayak gini sendirian, ga enaknya harus berpura-pura menyimpan rasa marah, ga enaknya berbohong untuk memastikan kalo aku baik-baik aja, ga enaknya harus ngerubah apa yang masih menjadi kebiasaan (dan itu sebenernya emang ga baik untuk dipelihara) untuk membuat orang ga kepikiran, ga emosi, ga enaknya ngerasa dituntun (tapi rasa dituntut kalo menurutku), ga enaknya harus menjelaskan diriku dari a-z untuk membuatnya benar-benar memahami diriku, ga enaknya harus menerima apa-apa yang jelas-jelas tidak sesuai dengan sudut pandangku, tapi lumrah menurut sudut pandangnya, ga enaknya menjadi orang yang memiliki isi kepala ramai, namun ga pernah bisa diutarakan lewat kata-kata, ga enaknya menjadi orang yang harus mengalah untuk membuat keadaan menjadi ga berantakan, ga enaknya menjadi orang yang jelas-jelas disayang sepenuh hati, namun dibaliknya tersimpan banyak tanya, "nyamankah aku dengan semua ini?", ga enaknya menjadi seseorang yang sedikit-dikit mengeluarkan air mata untuk hal-hal yang semestinya ga perlu ditangisi.
Ga enaknya menjadi Mutia, orang gila yang telah berusaha dipahami, tapi malangnya tak memahami dirinya sendiri.
0 notes
Quote
And you have none to protect you, and none to help you, except God.
Holy Qur'an, al-Ankabut 22 (via reverthelp)
230 notes · View notes
Photo
Tumblr media
If you do good, you do good for yourselves.
11K notes · View notes
Photo
Tumblr media
6K notes · View notes
Text
No longer a friend, aren't we?
Pernah ngga mikir kalo semakin dewasa, sebenarnya kita makin punya teman yang banyak. Namun semakin banyak teman yang kita miliki, seringkali mereka tidak bertahan lama, semakin sering mereka datang dan pergi, atau mungkin malah kita sendiri yang demikian. Miris rasanya melihat teman yang dulunya begitu dekat, sepemikiran, selalu bersama, melakukan hal gila, curhat-curhat ga jelas, ngelewatin fase sedih-bahagia, nangis-ketawa, galau-bimbang semuanya bareng-bareng juga kadang ngayalin gambaran gimana masa depan nanti, mulai dari gimana ntar resepsi kawinan dan konsepnya, bakal baju kebaya warna apa, punya anak, suami model kayak apa, kerjaan jenisnya kaya gimana, bakalan jadi sosialita dan punya karir jelas atau malah emak-emak dasteran di rumah yang cuma bisa ngurus anak dan datengin rumah tetangga buat ngumpul ngegosip siang-sore sambil nungguin suami pulang serta sederet cerita sampah lainnya. Dan sayangnya, sekarang semuanya lebih memilih mengambil jarak, perlahan-lahan menghilang ditelan bumi hingga tak terlihat lagi kemana rimbanya. Aku juga ngga tahu apa alasan seseorang bersikap demikian, seolah-olah berusaha memutuskan tali yang telah lama terikat kuat, lalu perlahan ia longgarkan agar keduanya tak lagi mengikat. Dan sejujurnya juga, aku bukan tipe orang yang seperti aku katakan saat ini karena aku sendiri juga bersikap demikian karena orang itu yang memulainya terlebih dulu. Bukan maksud untuk membela diri, namun beginilah kenyataannya. Apa mungkin karena sudah berbeda pandangan, mungkin? Apa aku bukanlah sosok yang menyenangkan lagi dan malah menyusahkannya? Atau malah dia sendiri telah menemukan teman yang lebih pas untuk dirinya, untuk mendengarkan seluruh cerita sedih hingga bahagianya, menemaninya untuk sekedar hang-out, partner untuk shopping dengan orang yang selera bergayanya sama dengan dirinya, atau mirisnya mungkin juga karena ia berpikir bahwa ia tidak memerlukan lagi sosok teman seperti yang telah aku jelaskan di atas karena merasa ia sudah cukup mandiri untuk melakukan dan menelan semuanya sendiri. Kuharap, orang yang kuanggap teman sedang berusaha menjauhiku sekarang bukan memiliki alasan di atas karena jikalau memang benar demikian, mungkin aku tak punya alasan lagi untuk tetap terus mempertahankan dirinya sebagai temanku dan aku juga memilih jalan seperti dirinya juga kemudian. Aku hanya menyayangkan pandangan seseorang yang berusaha untuk memutuskan tali pertemanannya dengan temannya sendiri. Bagaimana bisa dan apa alasannya? Hanya itu mungkin, pertanyaan yang mewakili diantara sederet perasaan bertanya-tanya lainnya yang belum menemukan jawabannya hingga kini di kepalaku. Rasanya begitu sedih jikalau harus mengingat apa-apa yang telah dilewati bersama lalu perlahan harus berakhir seperti ini. Sama halnya ketika kamu kehilangan pacarmu, namun bedanya dia lebih dari mewakili dari seluruh hal-hal apa yang telah kamu dan pacarmu lewati. Dulu kamu bercerita dan membagi masalah dengan pacarmu bersamanya hingga menemukan solusinya, lalu bertengkar, dan bercerita lagi dan siklus tersebut berulang-ulang seterusnya. Sementara kamu juga mungkin akan menceritakan keburukan, kebaikan, kegilaan temanmu itu juga bersama pasanganmu. Iya sih, sama memang. Namun poin pentingnya, kamu kan lebih dulu “menemukan” temanmu dibandingkan pasanganmu. Itu dia bedanya, spesialnya temanmu itu. Dan sekarang jikalau harus berakhir seperti ini tanpa sebuah alasan yang jelas, perasaan siapa coba yang tak karuan dan terasa mengganjal? Hingga akhirnya “yang ditinggalkan” berusaha untuk bersikap sama seperti “yang meninggalkan”.   Ya sudahlah, mungkin ini memang pilihan hidup seseorang. Kita memang ditakdirkan untuk mempunyai kebebasan untuk memilih, juga untuk memilihi siapa yang akan menjadi tempat kita berbagi keluh kesah, kegilaan, kesamaan pandangan, perbedaan pendapat yang kemudian berusaha disatukan, sosok yang disebut “teman” itu. Walaupun demikian, tetaplah terus menjaga hubungan pertemananmu dengan seseorang meskipun pada akhirnya ia mungkin akan pergi, dengan berbagai macam alasan. Jadilah pribadi yang menyenangkan dan juga menenangkan untuk temanmu, dan semoga saja kejadian sepertiku tidak terjadi seperti kalian walaupun sampai detik ini juga aku masih memikirkan apa yang telah “missed” diantara kami. Ternyata aku telah menyadari, masih tumblr juga diary virtual terbaikku.   Wed January, 11 20.24 ((dalam keadaan uring-uringan lagi))
0 notes
Quote
Aku tahu kalau yang kamu lakukan itu bukan perkara mudah Namun aku lebih tahu bahwa kamu mempunyai kemampuan yang lebih untuk mampu menghadapinya Aku tahu kalau kamu berusaha sekuat mungkin hingga terseok-seok untuk ini semua Namun aku lebih tahu bahwa kamu lebih mampu untuk bisa bangkit dan melawan rasa khawatirmu atas sesuatu yang mungkin saja belum tentu akan terjadi Aku tahu bahwa lelah, jenuh, emosi, rapuh, cemas, telah menggerogoti raga dan pikiranmu Namun aku juga tahu bahwa kamu lebih punya kendali untuk mengalahkan semuanya dengan sebuah senyuman dan sekuat-kuatnya usaha Aku tahu bahwa sewaktu-waktu kamu pasti pernah memeluk penatmu sendirian, untuk tidak membuat orang-orang yang menyayangimu merasa cemas Namun aku juga tahu, bahwa tidak seorang pun yang menginginkan kamu menelan pahitmu seorang diri, karena kami, orang-orang yang selalu menyayangimu, selalu ingin kamu kuat, selalu ingin kamu tenang, dapat tertawa, tersenyum, untuk dirimu, dan juga untuk kami yang menyayangimu Dengarkan aku Anggaplah semua ini latihan untuk melapangkan hatimu Anggaplah semua ini latihan untuk mempertebal kesabaranmu Anggaplah semua ini latihan untuk memperkuat tawakal dan ikhtiarmu Anggaplah semua ini latihan untuk menempah mentalmu Anggaplah semua ini sengaja dihadirkan untuk mengajarkanmu berdamai dengan permainan perasaan, pikiran yang diciptakan oleh ‘dia’ dan 'Dia’ yang ingin melihat usahamu lebih jauh lagi Anggaplah setelah semua ini usai ada penghargaan di ujung sana yang telah menatap untuk diraih olehmu Semuanya tinggal sedikit lagi Dan aku yakin, kamu menjadi orang yang berada di tingkat yang lebih dari sekedar mampu untuk menggapainya. Semangat!
Untuk yang sedang memperjuangkan skripsinya, masa depannya, tujuan hidupnya.
0 notes
Text
Thank you for the life journey, 2k16!!
Kalo boleh jujur sih, nulis ini dalam perasaan uring-uringan. Dan gapernah setahan ini nyimpan uring-uringannya sendirian. Ngabisin malam pergantian tahun dalam keadaan segabut ini, dan....oh iya, oke. Bukan itu maksud postingan ini mau ditulis, hehe. 2016... Tahun yang bisa dibilang tahun roller-coaster masalah perasaan. Hehe, ga penting ya ngomonginnya soal perasaan melulu. Tapi, serius aku pengin numpahin semuanya disini. Siklus dari sedih bangetngetnget ke bahagia bangetngetnget kayaknya semuanya terarsip lengkap di 2016 ini. Perasaan dikhianati, disia-siain, dibodohi, sampe perasaan dicintai, disayangi, dispesialin, diutamain, dilindungin, dan semuanya yang buat aku ngerasa bisa bangkit lagi. Rasanya bener-bener masih ga percaya kalo aku bisa lalui itu semua, di tahun ini. Bisa digantiin sama seseorang yang baru, tempat pulang yang baru. Mungkin kalo ditanya, apa resolusi di 2017 sih, aku cuma mau satu aja. Aku ingin jadi orang yang selalu ga lupa bersyukur. Orang yang selalu merasa cukup. Karena aku ngerasa selama ini aku selalu aja kekurangan, dan itu yang bikin aku ngerasa susah. Aku ingin selalu bersyukur karena masih dikasih nafas buat hidup, kesehatan untuk ngejalanin hari-hari, masih punya orangtua dan keluarga lengkap, masih diizinin kuliah walaupun sering malas-malasan, masih dikelilingi orang-orang yang disayang dan sayang sama aku juga, dan aku ingin selalu bersyukur untuk hal-hal yang di atas secara ikhlas, yang gapernah aku rasain sepenuhnya di tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya. 2016 mengajarkanku banyak hal, terutama bagaimana cara untuk mendewasakan dan mencintai diri sendiri. Karena apa pun ceritanya, cuma kita, kita yang bisa tau semuanya apa mau kita, apa yang bikin kita bahagia, yang bikin kita sedih. Cuma kita sendiri yang bisa nolong diri kita untuk bangkit saat jatuh, cuma kita sendiri yang bisa ngusir kesepian dengan cara kita sendiri, ciptakan bahagia kita sendiri, dan menikmati hidup, juga pada akhirnya untuk kebahagiaan kita sendiri. Dan orang lain, menurutku hanya bisa jadi pelengkap untuk itu semua. Karena pada dasarnya, semuanya itu dari diri sendiri, oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri. Terserah mau setuju atau engga sama opiniku, yang jelas, di 2016 ini aku disadarkan oleh itu semua. 2016 Terima kasih juga untuk pelajaran hidupnya, untuk 12 bulan, 52 minggu, 365 harinya. Untuk memberikan aku seseorang yang baru, mengajarkanku bagaimana pada akhirnya aku mencintai diriku sendiri sebelum aku bisa mencintai orang lain, menghargai diriku sendiri sebelum menghargai orang lain. Dan 2016, kita tidak akan pernah bertemu untuk kedua kalinya. Namun yang pasti, terima kasih karena telah mengajarkanku untuk bangkit dari segala keterpurukan, kuat dalam segala ketidakberdayaan. Mungkin tanpa hal-hal pahit atau manis yang terjadi di tahun ini, aku takkan sadar untuk belajar pada hal-hal di atas. 2016 Terimakasih untuk waktu berharganya, untuk segala pengalamannya, untuk semua yang pernah terjadi kepada seorang Mutia Amarilis Hrp, semoga aku semakin banyak belajar dan makin bisa memperbaiki diri untuk tahun-tahun berikutnya. Sat, Dec, 31 23.58 I'm so ready for you, 2017 :)
0 notes
Text
Yang baik belum tentu selalu baik Dan yang buruk belum tentu selalu buruk.
Ternyata benar selama ini, mencintai pun ada batasnya. Sering-seringlah di saat bahagia di saat mencintai, kau merasa sewaktu-waktu kau tak akan dibutuhkan, akan dikecewakan, bahkan cintamu takkan terbalas. Selalu ingat itu Dan benar memang, bahwa rasanya tidak sepahit saat kau hanya menikmati bahagia disaat kau masih bahagia, tanpa memikirkan pahit-pahit yang akan kau rasa yang akan datang, tepat pada waktunya. Aku bersyukur, Tuhan masih memberiku kesempatan untuk merasakan luka lagi Setelah sekian lama luka itu telah diobati orang yang baik, yang tepat. Namun aku kembali jatuh dan terluka, atas kecerobohanku sendiri. Dan malangnya, orang tersebut tak bisa lagi menopangnya, karena kecerobohanku yang terjadi berulang kali
Jadi ini rasanya sepi yang selama ini hilang setelah kau dilukai lalu bahagia Yang terbungkus rapi oleh kenangan termanis tanpa cacat Yang kau cipta atas dasar maumu dan keinginanmu sendiri Yang begitu merindukan untuk menghadiri dan menemanimu lagi.
Maafkan aku mungkin yang masih jauh dari harapanmu Sudah kukatakan berulang kali bahwa aku tak seperti di pikiranmu Yang akan selalu menyusahkanmu Namun kau tetap ingin memegangku erat, hingga lupa caranya untuk melepas, tanpa harus takut kehilangan pegangan Sudah kukatakan berulang kali, aku ini perempuan payah Yang untuk memegang kendali perasaan saja masih terasa susah Namun kau tetap tak mau dengarkan dan selalu menerima Tanpa harus melukai jikalau kau memang tak ingin tinggal selamanya
Bukan sayaang, ini bukan salahmu Bukan juga salahku Tetapi mungkin waktu yang inginkan kita tak lama bersatu Mungkin waktu ingin mengajarkan kita, untuk tetap menerima kita yang tak lagi sama yang seperti awal perjumpaan dulu Walaupun kau merasa bahwa aku yang tepat, begitu pula sebaliknya
Tetaplah ingat, kemungkinan kau tak akan lagi dicintai suatu saat, ketika kau sedang bahagia.
01.05, Dec, 16. Midnight thought and overthink post.
Maafkan kealayan mutia.
1 note · View note
Text
How to Cope with Jealous Feelings
1. Understand what jealousy is. It’s a mixture of fear and anger – usually the fear of losing someone who’s important to you, and anger at the person who is “taking over”. Recognise that it’s a destructive and negative emotion - and often nothing good comes out of it.
2. Try and figure out why you’re feeling jealous. Is it related to some past failure that is undermining your ability to trust? Are you feeling anxious and insecure? Do you suffer from low self-esteem, or fear of abandonment?
3. Be honest with yourself about how your jealousy affects other people. Do friends or partners always have to justify their actions and thoughts, or always report on where they were, or who they were with? That kind of pressure is destructive in the end, and puts a strain on relationships.
4. Find the courage to tackle your feelings. Decide to question your jealousy every time it surfaces. That will enable you to take positive steps to manage your feelings in a healthier and more constructive way. Some possible questionsto ask yourself include: “Why am I jealous about this?”; “What exactly is making me feel jealous?”; “What or who am I afraid of losing?”; “Why do I feel so threatened?”
5. Work on changing any false beliefs that might be fueling your jealousy. Start this process by identifying the underlying belief, for example “If X leaves me, then I won’t have any friends”; “If Y doesn’t love me then no-one will ever want or love me”. Understand, that beliefs are often false – and that they can be changed through choice. If you change your belief, you change the way you feel.
6. Learn from your jealousy. Jealousy can help understand ourselves better – and teach us important lessons. For example, it’s natural to feel frightened when a relationship is new, and you don’t yet feel secure. This is normal and commonplace! Also, some people DO have a roving eye, and they may lack commitment in the longer term. Better you know that now, than later on.
7. Work on accepting and trusting yourself. That makes it easier to trust others, too, and lessens our tendency to feel jealous of others.
6K notes · View notes
Quote
Everyone needs at least one friend who understands what we do not say.
Unknown (via onlinecounsellingcollege)
1K notes · View notes