Tumgik
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 12
Aku juga ingat disaat Bunda suka ajak aku keliling jalan-jalan lalu singgah ke rumah temannya yang cukup jauh dari rumah, kita kesana naik sepeda. Hal itu dilakukan untuk membuat aku capek dan akhirnya pulang aku bisa tidur siang. Karena aku susah ditidur siang. Tetapi cara itu kadang-kadang saja Bunda lakukan.
Aku juga ingat Ayah suka pulang pagi dan nongkrong di pos main. Bunda suka mengeluh ayah di pos main judi. Tidak lama setelah ayah pulang kerja, ayah pergi menuju pos. Terkadang aku diajak bundaku untuk ngajak Ayah pulang. Ditengah malam aku dan Bunda nyamperin Ayahku lagi main bersama bapak-bapak yang lain. Ayah ku menunjukkan raut wajah sebal dan tidak jarang dilontarkan dengan kata-kata ketika kami mengajaknya untuk pulang.
Kata orang-orang yang aku harus lakukan di setiap bab bahkan setiap kejadian dengan rasa syukur. Tetapi terkadang aku sulit menemukannya. Sepertinya aku enggak tahu apa yang harus aku syukuri dari kejadian-kejadian ini. Katanya Hikmah itu bertebaran tetapi aku belum menemukan Hikmah apa dibalik kisahku ini.
Hal yang paling harus aku syukuri, yang terpikirkan oleh ku adalah bagaimanapun Bunda memberikan keleluasaan aku untuk bermain di rumah dengan dengan segala mainan yang aku miliki dan hampir seluruh hal yang aku inginkan aku bisa memilikinya. Hal syukur kedua adalah Bunda tetap merawat aku dengan sangat baik dengan segala problema yang Bunda alami. Tentunya ini bisa jadi pelajaran untuk nanti ketika aku memiliki anak. Aku tahu bagaimana rasanya dipukul, aku tahu bagaimana rasanya orang tua ribut dengan sangat hebatnya, aku tahu bagaimana rasanya seorang anak bingung ketika orang tuanya tidak akur, dan aku tahu bagaimana rasanya tersiksa dengan orang tua yang protektif secara berlebihan.
Semoga suatu saat nanti aku bisa menambahkan kan rasa syukur lain, aku bisa menemukan hikmah lain dari bab ini.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 11
Momen saat kecil yang aku ingat juga adalah ketika Ayah dan Bunda suka berantem. Aku tidak mengerti apa penyebabnya. Tetapi kadang di tengah-tengah Aku tertidur lelap, aku terbangun karena suara bentakan ayah yang kencang atau karena suara bantingan barang yang hancur berantakan atau juga karena Bunda tiba-tiba menggendongku dengan sangat cepat sehingga aku kaget. Pernah di suatu malam yang aku ingat, aku dan Bunda keluar dari rumah dan ngumpet di pepohonan Tetangga. Enggak tahu sampai kapan, sampai pagi kah atau sampai ayah pergi dari rumah. Aku enggak begitu inget.
Tidak sering terjadi tetapi sesekali kalau aku enggak nurut sama Bunda, aku dipukul oleh Bunda. Pernah dengan tangan, namun lebih sering menggunakan sapu. Aku tidak ingat, apa yang aku minta saat itu. Apa hal yang membuat Bunda emosi dan memukulku, kesalahan apa yang aku lakukan. Benar sebagai kesalahan atau aku hanya sebagai pelampiasan perasaan Bunda yang tidak tersalurkan. Gagang sapu yang terbuat dari kayu untuk memukulku sering kali patah dan membuat Bunda harus beli sapu baru. Aku yakin aku tidak sebandel anak-anak lain di luar sanasana. Karena aku lebih suka menahan apa yang aku inginkan dan rasakan dibandingkan berdebat atau ribut dengan Bunda. Sehingga aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang membuat Bunda memukul ku. Sering kali setelah Bunda memukulku, ia meminta maaf hingga nangis. Tidak jarang juga beli hadiah sebagai permintaan maaf. Tetapi saat itu aku tidak tahu apa itu sebenarnya memaafkan dan aku tidak begitu mengerti apa yang terjadi. Kenapa aku dipukul dan bagaimana aku harus bersikap setelah aku dipukul. Aku enggak pernah merengek atau menangis lama. Semuanya terasa flat untuk ku.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 10
Saat itu akhirnya Bunda memutuskan untuk beli donat yang aku mau. Bunda minta ayah untuk parkir lagi, menunggu sebentar. Bunda dan aku yang turun untuk kembali ke toko donat kembali.
"kamu mau yang mana? Cepat." Tanya Bunda dengan nada yang kurang baik.
Aku tunjuk apa yang aku mau. Akhirnya aku mendapatkan yang aku suka, tetapi apakah aku senang?
Jawabannya adalah tidak. Aku dapetin donat yang aku suka, aku makan, enak rasanya tetapi tidak nikmat. Bagaimana bisa terasa nikmat kalau aku dapetin donat tersebut dengan cara yang tidak baik-baik aja. Ada drama.
Aku enggak habis pikir dengan bundaku kenapa harus melalui hal-hal negatif dulu. Kami debat, aku sebagai anak dipaksa, hingga akhirnya ia memberikan hal yang diminta. Seorang anak juga memiliki keinginan. Kalau bayi saja dapat menangis untuk menolak sesuatu atau meminta sesuatu, seorang anak yang sudah menginjak umur kurang dari lima tahun juga sudah bisa memilih sesuai keinginannya. Selama itu tidak membahayakan. Namun mungkin tingkat bahaya menurut Bunda ku memiliki standar tertentu.
Akhirnya Bunda beli donatnya dua kali, buang waktu, tenaga, dan aku makannya enggak nikmat. Hal serupa seperti ini, sering banget terjadi. Sayangnya Bunda tetap mewujudkan rasa sayangnya dengan cara yang sama.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 9
"Bunda, aku ingin donat yang itu rasa strawberry dan srikaya"
"Bunda, nggak mungkin pakai suntikan yang kotor bekas rumah sakit atau apapun itu"
Bunda, yang lain juga banyak yang beli kenapa Nabila enggak boleh? "
Itu sedikit dari ungkapan isi hatiku.
Sebenarnya masih banyak lagi. Bundaku saat itu memaksaku untuk menengok ke dirinya dan mataku terlihat semakin merah. Lalu Bunda mengambil isi bungkusan Donat itu. Ia lihat isinya.
"Kamu kenapa kok dia remes seperti ini donatnya." Tanya Bunda dengan wajah mungkin kesal.
Aku masih inget Donat didalam bungkusan itu adalah donat dengan taburan meses warna kuning, warna hijau, dan donat kacang coklat
Lalu Bunda tanya kembali "kamu ngambek ya? kamu marah nggak dibeliin donat yang kamu suka?"
aku cuma diam saja menahan rasa kesal, menahan semua perasaan-perasaan sampai dadaku sesak. Hal seperti itu sering terjadi, Bunda terlalu protektif hingga akhirnya aku tidak bisa mengekspresikan diriku. Akhirnya aku tidak bisa memilih apa yang aku mau.
Mungkin itu ujian. Ada orang yang memiliki orang tua sangat fleksibel, sangat menuruti kemauan anaknya, tetapi mungkin nggak diberikan keleluasaan ekonomi. Saat aku kecil, aku memiliki keleluasaan ekonomi tetapi aku tidak memiliki keleluasaan untuk memilih. Karena semuanya harus yang terbaik versi bundaku. kalau Ayahku orangnya lebih fleksibel tetapi Ayahku juga enggak bisa berbuat apa-apa. Karena Bunda selalu memiliki alasan kuat yang enggak bisa digoyahkan. Begitulah.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 8
Seperti ceritaku sebelumnya, Bunda sangat memperhatikan apa yang masuk ke dalam tubuhku. Hampir selalu setiap makanan yang mau dimakan oleh ku, dicoba terlebih dahulu oleh Bunda. Dulu aku tidak mengerti banyak temanku yang rutin sakit gigi, sakit amandel hingga harus dioperasi, sakit tipes, usus buntu dan penyakit lainnya. Syukurnya aku cuma pernah mengalami sakit gigi saat TK. Sekarang ketika aku sudah dewasa dan mengerti penyakit-penyakit tersebut aku bersyukur karena bisa dijaga oleh Bunda sedemikian rupa. Meskipun begitubegitu, aku di masa kecil tidak jarang mengeluh, nangis, bahkan memendam rasa ingin sekali akan sesuatu hingga membuat rasa sesak di dadadada. Iya, ada kalanya itu terjadi ketika teman-teman bisa jajan semaunya, pilih yang diinginkan dan disukai tetapi aku tidak bisa. Karena aku berusaha untuk menjaga tidak ada keributan, perasaan Bunda, dan yang paling utama aku tidak memiliki alasan kuat sedangkan Bunda selalu memiliki hipotesa yang seakan-akan kuat.
Ada momen dimana aku, bunda, dan ayah jalan-jalan mengendarai mobil dan berhenti di suatu mall untuk makan. Aku enggak ingat nama mallnya dan dimana lokasinya, yang pasti saat itu adalah sore hari. Kami ke toko donat terkenal saat itu yaitu Dunkin Donuts. Donat buatan Dunkin Donuts merupakan satu-satunya donat kesukaanku saat itu. Lembut, legit, dan banyak pilihan rasanya. Donat kesukaanku adalah donat yang dibalut dengan gula putih halus dan di dalamnya ada isi berbagai pilihan rasa selain. Ada rasa strawberry, srikaya, nanas, coklat, dan masih banyak lagi. Namun sayangnya apa yang aku sukai itu banyak memiliki hipotesa negatif dari Bunda. Hingga aku dewasa kini juga tidak masuk dalam logika ku semua hipotesa Bunda terhadap donat kesukaan ku. Menurut Bunda isi donat tersebut disuntik dan enggak jelas suntikannya bekas apa. Aneh banget kan hipotesanya. Bunda ungkapkan dengan sangat lantang dan penuh tekanan, aku memiliki banyak pembelaan untuk hipotesa itu tetapi aku tidak ungkapkan. Aku hanya simpan di hati tapi aku juga nggak kuat saat itu menahannya. Hingga aku luapkan pada donat yang terbungkus di peganganku, aku luapkan semua emosi itu dengan meremas sekencang-kencang nya donat tersebut di dalam bungkus kertas khas Dunkin Donuts. Sambil menahan tangis dan kata-kata yang ingin aku ungkapkan, tiba-tiba ketika kami semua sudah masuk dalam mobil. Aku duduk di depan sedangkan Bunda di kursi belakang, ia meminta aku makan donatnya. Aku hanya diam menahan isi hatiku.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 7
Momen mengocok perut selanjutnya adalah ketika sisi gendut aku keluar. Aku juga baru sadar setelah aku kuliah, bahwa aku memiliki sisi genit. Saat itu ketika aku masih sekolah di taman kanak-kanak, kurang lebih usia ku lima tahun. Aku ke rumah nenek dan ada bekas bedak nenekku merk Viva, yang sekarang juga aku gunakan sebagai skincare favorit aku. Bekas bedak tersebut merupakan bekas bedak padat dan tempatnya ada kacanya. Cukup menarik perhatianku yang saat itu masih kecil dan belum mengerti apapun tentang make up. Aku senang dengan tempat bedak itu dan akhirnya aku di berikan tempatnya setiap bedak Mbah ku habis. Aku enggak tahu apa itu bedak padat saat itu. Aku mencoba berkreasi sendiri dengan bedak tabur ku bermerek Marsk, yang merupakan bedak sejuta umat itu, aku beri air. Lalu aku aduk hingga rata dan aku masukkan ke tempat bedak kosong mbahku. Selanjutnya aku jemur di dekat pagar rumah, agar bedak tabur ku berubah menjadi bedak padat. Dan yeah, aku berhasil. Keesokan harinya aku bawa bedak padat hasil karya ku ke sekolah TK. Aku membayangkan setelah istirahat aku akan memakai bedak itu. Karena bedak yang dipakai waktu berangkat pasti sudah hilang. Sisi genit aku keluar. Aku pakai bedak di dalam kelas dan di tengah teman-teman ku lainnya. Ada cowok terganteng di kelas yang meledek ku. Namanya AndarAndar. Katanya aku genit. Aku enggak terima dibilang genit, lalu aku kejar-kejaran dengannya untuk aku usapkan bedak diwajahnya. Aku berhasil melakukannyamelakukannya, meskipun hanya sedikit. Tidak lama kemudian, Ibu guru datang dan memintaku untuk simpan berdak ku dan duduk di tempat dudukku. Andar mencibir ku dan mengoceh ke ibu guru atas kelakuanku yang genit dan tidak penting bawa bedakbedak ke sekolah. Aku hanya diam dan menuruti permintaan ibu guru untuk duduk di tempatku.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 6
Mungkin Setelah kamu baca momen-momen ku sebelumnya, kamu menganggap masa kecilku bahagia, sempurna dan tanpa celah. Eits, salah. Aku hanya belum menceritakan masa kecilku yang rasanya enggak ingin aku ingat. kisah yang memalukan dan mengocok perut hingga menyedihkan juga ada di moment masa kecilku.
Mulai dari momen yang mengocok perut dulu ya.
Momen pertama, ketika aku entah bagaimana ceritanya bisa masuk ke selokan, atau yang biasa orang-orang sebut dengan got, dan seluruh badanku hitam. Sebagian anak kecil di dunia mungkin pernah merasakannya, tetapi anak kecil saat itu yang seangkatan dengan aku di kompleks hanya aku yang merasakannya. Mungkin. Saat itu sore hari, bunda mau ngajak aku untuk ke gang sebelah ketemu anak-anak kompleks lainnya beserta ibu-ibunya. Bunda lagi bicara serius dengan para ibu-ibu lain, entah karena aku saat kecil cukup pendiam dan pemalu atau karena apa. Aku tidak sadar kemana langkah kaki ini. Tiba-tiba, bruk, aku masuk got dengan posisi wajah duluan. Jujur, yang aku ingat saat itu tidak sakit sama sekali, justru sebaliknyasebaliknya, sangat empuk karena di dasarnya penuh lumpur hitamhitam. Bunda khawatir dan cepat-cepat angkat aku dari dalam sana. Syukurlah gotnya tidak dalam dan sebenarnya cukup kecil. Pas dengan ukuran tubuhku tetapi lebih besar sedikit. Spontan aku menangis setelah aku dikeluarkan dari got tersebut. Aku enggak tahu juga apa yang ditangisi, mungkin semua perasaan malu, jijik, dan bingung, campur aduk. Aku pulang didampingi Bunda dengan tubuhku hitam dari atas hingga bawah, tentunya menjadi tontonan semua orang yang aku temui diperjalanan pulang. Sesampainya di depan rumahrumah, Ayah Lihat kaget. Kebetulan saat itu hari minggu, sehingga Ayah ada di rumah. Aku masih ingatingat, aku dimandikan sambil ditanyaditanya oleh bunda, bagaimana ceritanya bisa masuk got. Aku juga tidak ingat saat itu aku jawab apa.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 5
Dengan berbagai kelimpahan berlebih yang aku miliki, seperti mainan yang banyak dan berbagai jenis, boneka berlimpah, barbie yang berbagai model, dan juga camilan yang bisa dibilang hampir selalu ada. Bunda selalu bilang untuk aku bersyukur, karena punya dan diberikan itu semua. Kata Bunda, ada orang tua yang mampu tetapi tidak belikan anaknya hal yang serupa, namun ada juga yang orang tua yang enggak mampu untuk belikan. Saat itu aku kurang paham maksud pembicaraan Bunda. Aku juga belum tahu bagaimana caranya bersyukur. Aku mendengarkan dan berusaha mengerti apa yang bunda bicarakan hingga akhirnya kini aku dewasa baru mengeri. Di luar sana banyak sekali anak yang waktu kecilnya tidak seperti akuaku, bahkan ada di sekitarku. Bukan berarti aku baik dan mereka buruk, bukan juga soal aku dimanjakan. Namun mengenai menerima apa yang diberikan dan menjaganya bahwa apa yang aku dapatkan saat kecil dulu memberikan dampak positif ke diriku, bukan justru sebaliknya.
Saat aku sudah besar kini, aku juga merasa seperti sudah kenyang dengan sesuatu yang berlebihan. Alih-alih membeli baju branded, aku lebih memilih beli baju di toko biasa dan aku jaga agar awet selama barang yang aku miliki masih bisa diperbaiki atau dikreasikan untuk bisa digunakan lagi. Itu lebih Aku pilih dibandingkan aku membeli yang baru.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 4
Momen selanjutnya yang aku ingat adalah momen aku, bunda, dan ayah jalan-jalan di Mall. Ayah kerja di Jakarta, di salah satu perusahaan internasional, sedangkan tempat tinggal kami di Bekasi. Di saat tertentu yang aku juga tidak ingat hari spesial apa, entah hari gajian, atau hari biasa yamg sekadar Bunda ingin jalan-jalan. Di saat itu Bunda suka minta janjian bertemu di mall di Jakarta. Kalau kata ayah kami suka ganti mall yang kami datangi, tetapi yang aku ingat kami beberapa kali janjian di mall Atrium Senen Terkadang untuk nonton, terkadang dinner, dan kadang juga belanja.
Aku ingat saat kami nonton film action hollywood di bioskop, seru banget. Tempatnya gelap gulita, dan suaranya menggelegar. Aku lupa cerita filmnya seperti apa, yang pasti genrenya action, dan yang masih sangat jelas aku ingat adalah momen Bunda menutup mataku saat ada adegan dewasa. Keluarga aku memang hobi nonton, kalau di rumah siaran RCTI l, Trans7 dan channel apa lagi ya yang menyiarkan film diatas Jam 9 malam. Aku lupa. Keluargaku sering nonton bareng. Meskipun aku nonton ngintip-ngintip dari balik selimut. Soalnya kata Bunda itu film dewasa dan Besok aku harus sekolah.
Selain main di mall Jakarta, mall Bekasi juga menjadi tempat jalan-jalan kami. Mall yang paling sering kami kunjungi adalah Mall Metropolitan atau MM, di sana kami nonton bioskop, main di Timezone dan yang paling sering adalah belanja di Matahari. Entah belanja baju, tas sekolah, sepatu, boneka, dan masih banyak lagi.
Aku pernah naik suatu wahana di Timezone MM yang pertama kalinya aku naik sendiri. Sejenis naik pesawat-pesawatan bisa terbang dan muter seperti kemudi putar. Dari atas aku bisa lihat Bunda yang khawatir tetapi tetap tersenyum dan Ayah wajahnya senyum excited juga berusaha memberi kode menunjukan ada tombol di bawah bangku ku untuk dipencet. Aku pencet tombol itu dan uwow pesawatku semakin naik aku bahagia sekali saat itu.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 3
Momen ketiga saat usiaku di bawah 5 tahun yang aku ingat adalah saat Ayah pulang kerja. Waktu yang selalu aku tunggu, karena setiap ayah pulang kerja, Bunda suka titip martabak manis rasa kacang coklat di pedagang pinggir jalan daerah Bulak Kapal. Tempat bus dari arah Jakarta ke Bekasi berhenti. Kadang Bunda juga titip belikan majalah Bobo.
Martabak manis rasa kacang coklat itu kesukaanku hingga sekarang. Samar-samar aku masih ingat rasa martabak yang aku makan saat kecil dulu. Adonan yang lembut dan sedikit kenyal, rasa meses coklat yang meleleh, dan kacang yang crunchy. Boleh di bilang aku belum menemukan martabak seenak itu lagi.
Oh iya, Aku enggak tahu alasan Bunda selalu titip belikan majalah Bobo ke ayah. Padahal saat itu aku belum bisa baca. Bunda yang selalu bacain kalau aku mau tidur hingga akhirnya aku bisa baca sendiri. Kebiasaan yang dibentuk bunda saat itu berpengaruh ke hobi aku. Selama perjalanan hidupku aku menjadi memiliki hobi membaca. Dari hobi itu aku memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berbeda, diriku juga cenderung kritis.
Ayah enggak kalah sayangnya denganku. Setiap beliau gajian Ayah belanja banyak banget camilan untukku. Ada nyam-nyam kesukaanku, wafer tango, oreo, wafer supermen, coco crunch, dan pastinya susu Dancow Full Cream putih. Soal camilan Ayah nomor 1 menyediakan buat aku. Awalnya Bunda suka marah, apalagi kalau yang diberikan mengandung MSG berlebih seperti chiki tetapi lama-kelamaan Bunda luluh juga dan cukup berikan batasan yang boleh dibeli dan enggak. Aku memang sangat dibatasi sekali soal makanan yang masuk dalam tubuhku. Tidak boleh makan permenpermen, batasi makanan chiki atau makanan terlalu gurih lainnya, makanan harus higienis, tidak boleh makan cokelat kebanyakan, dan masih banyak lagi batasan yang Bunda buat untuk aku. Alhasil aku enggak pernah merasakan seperti anak lainlain yaitu jajan sendiri ataupun jajan di sekolah dan abang-abang yang lewat depan rumah. Di sekolah selalu dibawakan bekal dan tidak ada istilah uang jajanjajan. Meskipun begitu, saat itu aku merasa bahagia aja karena asupan makanan dan camilan tetap terpenuhi. Tubuhku juga tumbuh bongsor, montok, gembil, dan putih, menggemaskan gitu. Seperti Panda.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 2
Momen kedua, saat aku masih kecil yang aku ingat adalah aku punya banyak banget mainan. Ada set mainan masak-masakan yang sangat lengkap, puluhan boneka berbagai jenis binatang dan model, berbagai macam barbie dan playstation 1 yang di kompleks tempat tinggal aku, hanya aku yang punya.
Aku senang sekali main masak-masakan pakai set mainan masakan yang super lengkap itu. Biasanya aku main sendiri di rumah, kalau Diana waktunya tidur siang dan aku nemenin Bunda tidur siang. Aku main di tempat tidur tepat disamping Bunda tidur. Aku anak yang dari kecil susah tidur siang, sulit nggak bisa tidur. Alhasil aku main aja deh. Bermain di tempat yang aman dengan mainan yang aman agar Bunda tidak khawatir.
Selain masak-masakan mainan andalanku adalah boneka dan Barbie. Aku suka main ibu-ibuan dengan anak yang banyak yaitu boneka-boneka aku. Kedua mainanku ini jadi andalan ketika Bunda lagi beberes rumah, aku main di dekat Bunda. tidak jarang Bunda beri ide buat bonekanya digendong pakai kain gendong bekas aku dulu kecil. Bahkan Bunda membantu aku menggunakan gendongan tersebut. Kadang Bunda juga berikan baju waktu aku bayi untuk dipakaikan ke bonekaku. Sederhana cara Bunda membuat aku duduk manis saat beliau berkegiatan di rumah. Bunda nggak pernah melepaskan pandangan dan perhatiannya ke anak semata wayangnya iniini. Aku senang punya teman lain seperti Bunda
Sebenarnya mainan playStation bukan permintaan aku, tetapi itu permintaan ayah. Karena itu salah satu hobi Ayah. Aku hanya ikut main, tetapi aku jadi penguasa PS 1 itu ketika Ayah kerja dan tentunya setelah Ayah pergi meninggalkan aku dan Bunda. Cerita di balik pembelian PS1 ini lucu deh. Bunda itu sedikit-sedikit sisihkan uang belanja. Jumlahnya nggak banyak tetapi cukup untuk beli PS 1 saat itu yang lagi booming. Dengan berbagai cara Ayah merayu Bunda untuk dibelikan PS1. Cukup lama Ayah merayunya, mungkin berminggu-mingguberminggu-minggu. Akhirnya diwujudkan juga oleh BundaBunda. Kami bertiga berangkat ke pasar Kramat Jati, Jakarta untuk beli PS 1 itu. Ayah terlihat antusias dan senang banget. Ketika itu keluar sisi childist nya Ayah.
Bersambung...
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Masa Kecil, Masa Bermain? Part 1
Mungkin tidak semua orang ingat momen dirinya di usia dibawah 5 tahun, tetapi berbeda denganku. Aku mengingat potongan-potongan momen saat aku masih kecil.
Pertama, momen aku bermain dengan anak seusiaku yang ada di gang rumah. Hanya ada dua orang sih satu perempuan bernama Diana dan satunya laki-laki bernama Gilang. Sederhana permainan kita, yaitu main masak-masakan dari tanah, main sepeda, main rumah-rumahan, makan bareng, dan momen lainnya yang cukup membekas. Diana orangnya senang explore diri di luar rumah, sehingga dia lebih sering main dengan anak-anak di luar Gang tempat tinggal kami. Berbeda dengan Gilang yang rumahnya tidak masuk dalam lingkungan perumahan dan dia juga tidak sekolah Taman Kanak-kanakKanak-kanak (TK) sehingga dia lebih sering main dengan anak-anak di kampung. Terutama saat aku dan Diana sedang sekolah TK. Orang tua aku dan Diana cukup dekat meskipun begitu orang tua kami tidak memilih sekolah yang sama untuk sekolah TK kamikami. Lokasi TK aku lebih jauh, harus naik ojek saat itu. Sedangkan TK Diana di dekat rumah, hanya jalan kaki saja sampai. Seperti pertemanan pada umumnya aku Diana dan Gilang suka berantem tetapi tentunya cepat juga untuk baikan.
Anyway, jarak kelahiranku dan Diana tidak beda jauh. Hanya duluan aku 9 hari, aku lahir di tanggal 21 mei sedangkan Diana 30 Mei. Mungkin karena itu juga pertemanan kami cukup erat.
Bersambung...
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Tanda Dosa Yang Disayang
Semua Kenyataan ini aku ketahui berawal dari keinginanku untuk menikah pada tahun 2020 lalu. Sekitar Bulan Juni semua persiapan pernikahan dilakukan. Oh iya, kenalin nama ku Nabila. Aku akan banyak cerita dengan kamu, nggak apa-apa kan?
Cukup sulit aku meminta restu dengan Bunda untuk menikah. Ada berbagai alasan masing-masing dari kami yang tidak bertemu. Namun, dengan proses perjalanan itu aku mengetahui sesuatu tentang masa lalu kedua orang tua ku. Pasti berat untuk Bunda mengatakannya, dengan pesan singkat berisi, " Kamu mau ke Handoko? Dia tidak bisa jadi wali kamu. Nggak usah temui dia."
Sontak aku kaget. Kenapa ayah ku sendiri tidak bisa menjadi wali aku untuk menikah? Aku bukan anaknya? Ada cerita apa sebenarnya?
Kepala ku tidak berhenti mengeluarkan banyak pertanyaan. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berfikir. Bertanya dengan Bunda secara detail tidak menjadi pilihanku, karena hati ku tidak kuat untuk bertanya kepadanya. Tetapi aku merasa tidak boleh diam saja, aku ingin mengetahui kebenarannya. Aku rasa bisa mendapatkan jawabannya dari ayah ku, atau mbah dari ayah atau bude (kakak) dari Bunda.
Saat itu waktu telah menunjukkan hampir tengah malam. Aku langsung pesan sewa mobil dan mengatur pertemuan dengan tiga pihak tersebut. Keesokan paginya tersusun jadwal pertemuan dengan ayah di pagi hari, selanjutnya ke rumah bude dan berakhir ke rumah mbah dari ayah.
Entah perjalanan mana yang akan memberimu jawaban. Saat itu aku kalut, bingung, dan deg deg kan.
Aku bertemu dengan ayah, aku buka pembicaraan mengenai teknis acara akad nikah. Ayah memberi clue dari semua pertanyaan dibenakku yang semakin membuat ku deg deg kan.
Ayah bilang, " Nanti sebelumnya ayah mau bicara ya dengan penghulunya. Satu hari sebelum akad. "
Aku bertanya dengan polos, "mau bicara soal apa yah? "
"Sudah. Kamu adalah anak, kamu nggak perlu tau urusan orang tua. Nanti Nabila diwali nikahkan dengan penghulu ya, tapi ayah ada disana. "
Aku semakin kalut mendengar jawabannya. Maksudnya apa? Aku berusaha membuat ayah menjelaskan tetapi tidak berhasil. Aku melihat matanya berkaca-kaca. Oke, aku tidak sanggup menekannya lebih jauh. Kebetulan aku pergi hari ini tidak sendiri, tetapi bertiga, bersama calon suami ku dan seorang sahabat perempuan ku.
Tidak terasa waktu berjalan dan sudah mau masuk waktunya shalat jum'at. Ayah dan calon suami ku berangkat menuju masjid sedangkan aku, sahabatku, dan dua adik tiri ku melanjutkan belanja di pusat perbelanjaan.
Begitu beratnya, ayah akhirnya mengakui dan menceritakan kepada calon suamiku dengan berlinang air mata. Tentunya setelah dibujuk rayu oleh calon suamiku.
Dalam perjalanan menuju rumah bude, calon suamiku menceritakan apa yang ayah ungkapkan. Sejak saat itu aku tahu, bahwa nasab ku tidak sempurna. Bunda dan ayah berpacaran cukup lama, 4 tahun. Bunda yang kehilangan sosok orang tua sejak kecil menjadi sangat bergantung kepada ayah. Hubungan mereka sangat dekat hingga melebihi batasnya. Aku berada dirahim Bunda sudah dia bulan ketika akad nikah Bunda dan ayah diikrarkan.
Hancur dan sakit perasaanku saat itu, mengetahui semuanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi Bunda saat itu.
Aku semakin merasa tidak bernilai dan hancur ketika aku bercerita ke pemuka agama dan ia menilai diri ku cacat. Karena memiliki nasab yang tidak sempurna. Melalui kata-katanya aku merasa tidak bernilai, merasa tidak punya pilihan lain dan merasa hanya calon ku yang mau menerima diri ku yang cacat nasab ini.
Banyak perasaan berkecamuk saat itu. Sedih, marah, kecewa, dan rendah diri. Namun ada satu perasaan yang sangat dominan. Kelahiran ku sebenarnya tidak diinginkan karena itu ayah pergi meninggalkan ku dengan Bunda sejak aku kecil. Menjadi sosok Bunda, seorang wanita yang harus menanggung malu ditengah keluarga besarnya dan harus mengurus serta bertanggung jawab atas diri ku sendirian dan penuh ujian, pasti berat. Tetapi Bunda selalu berusaha yang terbaik dalam merawat dan mendidik ku meskipun Bunda juga pernah melukai perasaan ku. Bunda menyayangi ku dan berjuang untuk aku yang merupakan tanda sisanya dan sumber penderitaannya. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana perasaannya selama ini.
Semenjak itu aku sangat rendah diri. Nasab ku yang tidak sempurna ini sesekali dibincangkan oleh pemuka agama, Ia yang menjadi jembatan terbangunnya rumah tangga ku, agar
aku bisa menerima kekurangan suami ku. Kekurangannya yang merupakan sikap tercela yang berulang-ulang.
Suami ku juga mengungkit persoalan nasab ku didepan keluarga besarnya ketika kami ada perdebatan. Hal yang sangat menyakitkan, hal yang ia sendiri berkomitmen dengan pemuka agama untuk tutupi aib keluarga ku ini. Sejak awal pun ia mengungkapkan tidak mempermasalahkan hal ini.
Sebenarnya, memang apa salahnya dari seorang anak yang terbentuk saat ikrar akad belum diucapkan?
Setiap manusia terlahir dengan tanpa bisa, bagaikan kertas putih. Orang tua dan lingkungannya lah yang akan memberikan warna pada kertas putih itu.
Orang tua ku dahulu salah, mereka menyadarinya dan mengakuinya serta merubah hidup mereka masing-masing untuk menjadi lebih baik. Lalu aku tumbuh dengan diri ku, prinsipku, dan menjadikan orang tua ku sebagai guru pertama dalam hidup ku.
Dengan begitu, sepertinya aku tidak layak untuk rendah diri. Aku manusia yang punya nilai dan berharga. Kebaikan dan kekurangan tentu satu paket. Orang tua ku seperti manusia pada umumnya yaitu pernah salah. Aku cukup jadikan masa lalu mereka sebagai pelajaran sedangkan orang tua ku cukup bertaubat dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Tidak ada masalah dari kelahiran ku. Karena ini kehendak Allah untuk aku hadir di dunia.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Kangen Engkau yang Dulu
Mah, ingat ga masa-masa sulit yang kita lalui berdua? Saat aku masih SD dulu, SMP. Disaat itu aku masih merasakan kehangatan dan keceriaan dirimu.
Kita bisa dibilang menghadapi berbagai hal sulit, listrik sering dimatiin sama PLN karena telat bayar, sambungan air PAM juga diputus selama bertahun-tahun, kita pun nggak jarang mengganjal rasa lapar dengan air putih. Ah kalau aku sih lebih unik, dulu saat mama belum pulang kerja dan aku kelaparan, aku suka gigitin dengkul. Dulu kan ketika ayah ada, aku terbiasa banyak cemilan, lalu sekarang bahkan untuk makan utama saja tidak tercukupi. Ada rasa gigi ku ini ingin ngunyah sesuatu. Saat itu, aku tidak terpikir kenapa nggak beli aja permen karet ya, tapi aku malah gigitin dengkul ku. Anyway, dengkul adalah bagian tubuh yang kalo di gigit itu nggak sakit loh mah..
Dibalik semua masa-masa itu kita lalui, aku masih merasakan kehangatan kehadiran mu ketika mama pulang kerja. Ketika mama ada dirumah. Tidak jarang juga kita tertawa bersama karena komedi di televisi. Mama jarang bahkan termasuk nggak pernah marahin aku. Namun semua itu berubah ketika pertengahan aku SMP hingga detik ini. Bahkan detik ini jaaaaaauuuuhh dari rasa hangat. Aku jadi tidak betah dirumah, tidak enjoy bersama mama, tapi satu hal, aku selalu berusaha ada ketika mama butuh bantuan.
Mah aku tunggu kehangatan kita kembali, semoga hati kita Allah lembutkan. Aku sayang mama.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Diam Jauh Lebih Baik Meskipun yang Dibicarakan adalah Kebenaran
Entah semua ini berubah sejak kapan. Hubungan ku dengan mama semakin nggak baik setiap waktunya. Sejak ayah meninggalkan kita dan kita kesulitan ekonomi? Sejak mama lelah menjalani tekanan hidup dengan anak satu? Sejak aku beranjak dewasa dan masa 'ngeyel' ku datang? Sejak mama menikah lagi dan pernikahan itu gagal kembali? Sejak mama ditalak dihari kelahiran anak kedua mama (adik)? Atau sejak semua yg terjadi tidak sesuai harapan?
Kalau kata bu Nyai, aku saat ini sedang jadi kesetnya mama. Hal-hal yang tidak bisa mama ungkapkan ke orang yang seharusnya menerima, akulah sebagai pengganti orang tersebut. Segala hal bentakan, makian, ucapan kasar, tidak diperhatikan, bahkan aku hanya bolak balik penuhi permintaan dan keinginan mama tanpa aku dapat hak aku sebagai anak.
Lelah? Banget. Ingin berontak? Iya. Tapi aku pun nggak sanggup melakukan itu semua. Melihat semua raut wajah mama, garis garis kerutan diwajah, tangan dan kaki sebagai tanda perjuangan mama besarkan aku. Aku hanya bisa diam. Meskipun diam juga menjadi hal yang mama permasalahkan. Kenapa aku hanya diam melihat ini semua? Tapi aku nggak mau keadaan lebih rumit ketika aku melawan ketidakadilan yang mama Terima dengan cara kasar. Meskipun begitu, aku minta maaf kalau ada kalanya aku tidak mampu menahan emosi ku, balik ngelawan, ataupun kabur pulang ke Bogor tanpa pamit.
Aku memilih diam dari pada aku berbicara namun semakin membuat nambah luka.
0 notes
asridwiambarwati · 2 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Adil dengan Keluarga itu PENTING
Kita terlahir sebagai khalifah di muka bumi pasti dengan multiperan. Sebagai anak, sebagai tetangga, sebagai karyawan suatu perusahaan atau sebagai pimpinan perusahaan, sebagai ibu atau ayah, sebagai istri atau suami, sebagai rekan, sebagai kakak atau adik, and anything. Satu individu dengan banyak posisi tentu akan melahirkan banyak tanggung jawab dipundak kita.
Jalani dan nikmati, InsyaAllah, akan Allah kuatkan pundak kita dan mudahkan urusan kita.
Manage waktu dengan baik, jangan biarkan keluarga yg jadi korban ketidakadilan kita terhadap bagi waktu. Sudah qtime dengan keluarga hari ini? Minggu ini? Atau bulan ini? Sempatkan ya.. Mereka cuma butuh waktu kita, bukan harta atau benda dari kita.
Lelah itu wajar, tapi menyerah bukan jalan keluar. Kita berjuang bersama karena kamu tidak sendirian.
#akhwattangguh #ceritaMbakAi #qualitytimewithfamily #family #lovefamily #suksesmulia #qtime #masadepan #anakmudapunyacerita
1 note · View note
asridwiambarwati · 2 years
Photo
Tumblr media
Tuntutan selalu ada dalam waktu sekejap
Tuhan, Engkau Maha Tahu dan Engkau yang mentakdirkan ini. Hamba di Bogor, mama hamba di Bekasi, ayah hamba di Tanggerang dengan keluarganya. Engkau yang mentakdirkan ini semua. Yes, I accept all your destiny patiently and strong.
Tuhan, hamba sudah berusaha membangun komunikasi dengan mama, bahkan melalui orang yang bisa ia dengarkan. Hamba akan pulang, apabila ada hal urgent yang ia butuhkan, hamba akan bantu ia segala kekurangan yang ia miliki. Namun hamba tidak mengerti bagaimana itu semua harus dilakukan saat itu juga ketika ia minta. Ketika ia ada urusan, minta hamba pulang, yes hamba bersedia, kita atur waktunya, tapi ia balas dengan permintaan pulang dihari itu. Hamba diminta untuk bekerja kantoran, tapi hamba tidak memilih jalan tersebut karena waktu yang hamba miliki akan terbatas oleh aturan perusahaan. Tapi hamba pun tidak kuat dengan tekanan dari mama untuk menuruti keinginannya saat itu juga. Setidaknya hamba sudah dewasa yang juga punya kebutuhan dan urusan pribadi. Setidaknya turunkanlah ego dan nafsunya agar bisa menerima diskusi dan mau mendengarkan orang lain.
Hamba jadi ingat, kegagalan pernikahan keduanya pun karena hal yang serupa. Pernikahan keduanya memang berlangsung disaat hamba usia hamba 18 tahun, sudah besar, bisa melihat dan menilai. Alhamdulillah Engkau memberikan pasangan seorang pria yang bekerja sebagai manager disalah satu perusahaan internasional dengan seorang istri dan empat orang anak. Keributan mereka sering dikarenakan yang bisa menemani mama saya kesana kemari adalah sopir atau anak buah ayah sambung saya atau waktu yang terbatas yang perlu dibagi untuk pekerjaan dan keluarganya. Apa yang saya terima sama persis seperti apa yang mama saya lakukan ke pasangannya.
Tidak ada yang bisa hamba lakukan, hamba berbicara sebagai negosiasi waktu dengan kegiatan hamba, ia tidak mau mendengar dan menerima meskipun orang lain yang berbicara. Seiring berjalannya waktu, Engkau mendekatkan hamba dengan ayah kandung hamba. Ayah menjelaskan semuanya, kenapa ia meninggalkan saya disaat saya kecil. And permasalahannya sama. Ayah menerima tuntutan diluar batas kemampuan ayah, dari berbagai hal dituntut untuk sempurna dan selalu ada. Ayah kandung dan ayah sambung hamba menyerah, now mama hanya memiliki hamba dan anak laki-lakinya usia 7 tahun. Haruskah hamba juga menyerah seperti kedua ayah hamba? Hamba tidak bisa setega itu. Hamba iba dengan mama. Hanya Engkau Ya Allah, yang Maha Membolak-balikan hati, lembutkanlah hati mama.
Bogor, 12 Januari 2021
1 note · View note