Tumgik
astriksa · 4 years
Text
Tumblr media
4 notes · View notes
astriksa · 4 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
KENZO Fashion Show / A-W 2008-2009 RTW, Paris
201K notes · View notes
astriksa · 5 years
Text
“Madness is like intelligence, you know. You can’t explain it. Just like intelligence. It comes on you, it fills you, and then you understand it. But when it goes away you can’t understand it at all any longer.”
— Marguerite Duras, from Hiroshima, Mon Amour
5K notes · View notes
astriksa · 5 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Science Of Persuasion
[src]
44K notes · View notes
astriksa · 5 years
Text
Empat Sore
Hari ini, sekitar pukul 4 sore, gue lagi berbaring santai dikasur. Lalu, ibu gue masuk menatap beberapa hasil karya gue di dinding, menatap satu per satu dan sedikit bingung dan terucaplah kata yang memulai percakapan paling bernilai dalam hidup gue setelah beberapa tahun belakangan. 
"kamu suka kan ya bikin origami burung? bikin dong buat mama"
Gue cuman tersenyum, mengingat kebiasaan masa lalu yang seringkali merangkai kertas origami menjadi bentuk burung. Selain karena alasan hanya bentuk burung yang gue bisa buat dari origami, sebetulnya setiap gue buat origami burung itu jadi takaran kebahagiaan gue. Dulu sewaktu masih kuliah, kamar gue penuh banget sama origami burung warna-warni, mulai dari yang digantung sampai yang ditempel di tembok, atau hanya sekedar jadi pajangan diatas meja belajar. Jawaban gue sederhana sih, "itu kan dulu mam, emang suka aja bikin terus dipajang dikosan"
Ibu gue cuman tersenyum dan berbalas "iya, dulu biar kamu gak bosen aja ya dikosan", terus gue jadi terpintas pemikiran alasan kenapa gue berhenti bikin origami burung. Emang semenjak gue balik ke Jakarta untuk memulai roller-coaster kehidupan kerja yang super labil, dimana gue gak pernah satu tahun lamanya bertahan di satu perusahaan. Gue gak inget sebenernya kenapa gue gak pernah bikin tolak ukur kebahagiaan gue dari origami burung itu, padahal gak cuman kertas origami aja sih. Gue biasanya bikin bentuk burung itu bisa dari struk pembayaran, tissue starbucks, bahkan sampai bahan pelindung coklat cadburry. 
Mungkin raut wajah gue mulai berubah, sampai sepinya kamar terpecah lagi dengan suara ibu gue yang membawa pertanyaan berikutnya, "kamu kedepannya mau ngapain, mba? kamu sebenarnya mau jadi apa?" Gue sempat terkejut, sampai gak sadar jawab pertanyaan nyokap dengan lantangnya, "mbak sebenarnya suka banget menulis & traveling, ma".  Ibu gue hanya memberikan satu kata "menulislah.", sedangkan untuk masalah traveling, ibu pasti selalu mendukung karena traveling menjadi salah satu mimpinya juga.  Entah kenapa, gue rasa itu bukan jawaban yang terbaik dari gue atau setidaknya bukan jawaban yang gue pikirkan dengan matang sampai akhirnya gue revisi, "tapi mbak mimpinya bisa jadi leader, kayak mama, apalagi bisa support orang sekitar mama." 
Ibu sangat pintar bersosialisasi, gue selalu dengar anak-anak didik beliau bangga dengan pemikiran dan cara memimpin ibu gue. Gak sekali gue dengar kalau beberapa dari mereka sampai bikin nama anak perempuannya seperti nama ibu gue. Beliau gak pernah cerita banyak ke gue soal dia kayak gimana dikantor, tapi gue selalu dengar dari siapapun teman-temannya saat ketemu gue, apalagi sewaktu beliau pernah jatuh sakit sampai harus rawat inap beberapa hari di rumah sakit. Gak sedikit diantara mereka juga bercerita kalau ibu suka mendukung secara finansial dan mental untuk tim-nya yang sedang melanjutkan pendidikan. Gue gak pernah tahu resep hidup kayak gimana yang ibu jalanin sampai melakukan hal-hal yang gak cuman bikin mereka bahagia, tapi juga menginspirasi.
Bicara soal kerjaan, gak sekali gue ngeluh bahkan pernah juga minta ijin untuk ngundurin diri. Setiap keluhan gue, ibu selalu punya senjata pamungkas untuk menyatakan bahwa semua keluhan gue juga dirasakan oleh beliau. Ibu cuman menatap dan berkata, "setiap usaha selalu sejalan dengan rejeki, kok. cobalah bersyukur", terus ibu gue keluar dari kamar. Perasaan gue campur aduk karena sesungguhnya yang gue takuti dari diri gue sendiri adalah lupa untuk bersyukur, sekecil apapun itu pasti punya nilai. Selain itu, gue sangat paham rejeki yang dimaksud ibu pasti bermacam makna. Tidak hanya segi materiil, ada makna lain dibalik itu, seperti rejeki gue untuk ketemu orang-orang yang ngerubah cara pandang gue, rejeki gue bisa ngembangin diri secara karakter dan kemampuan. 
Yang paling utama adalah rejeki gue untuk ahirnya memahami pentingnya menghargai usaha orang lain. Mungkin menghargai itu bukan suatu tuntutan buat setiap orang, lebih seperti inisiatif dari diri sendiri. Gue berani mengatakan kalau penghargaan itu hal yang langka sekali. 
Gue merasa ini waktunya untuk mencari lagi makna kebahagiaan, mungkin saat ini tolak ukurnya bukan origami burung, lebih kepada bersyukur atas segala yang terjadi dalam hidup gue. Memberi makna dan penghargaan atas setiap usaha yang orang lakukan untuk dirinya dan sekitarnya. 
Terima kasih, Ibu. Terima kasih untuk selalu membuat gue untuk menjalani dan memikirkan suatu yang baik dan berguna buat diri gue dan orang lain. 
0 notes
astriksa · 5 years
Quote
Tepat sekali hadirnya hujan pagi ini, setiap butirnya riuh memecah sepi. Saya ingin merindu, pada yang tiada. Tiada merudung pada wajah elokmu pagi ini. Tiada keluh pada tiap langkahmu merayakan pesta hujan. Tiada kesedihan untuk setiap aroma yang kau ciptakan. Tiada ragu  melihat manisnya ujung bibirmu saat beri senyuman. Tiada harap melihat kau masih giatnya merantaui kehidupan. Pagi ini kau begitu sempurna. Izinkan saya merindu, sekali lagi pada yang tiada.
AR
0 notes
astriksa · 5 years
Text
Awal Mulai dari Akhir
Jika saya mengulas kembali soal Hyang Pawana, apakah kau masih ingin mendengarnya?
Ini sudah genap tahun kedua tanpanya. Kami sempat menyapa, mengadu cerita lama tentang asmara, lalu menghentikan waktu dalam bahasa, dan mengakhirinya dalam aksara.
Setelah kisah kita berakhir di peraduan, terekam sepenggal cerita dengan sosok lainnya. Namun, saya terpaku dalam satu rasa yang berwujud manusia, namanya Hyang Waruna. Ia sangat mengindahkan lautan. Hidupnya mengikuti kemana arus air mengarah, tanpa perlu direncanakan, ia akan mudah untuk mengadu pada bibir pantai dan menyatu dengan butiran pasir. 
Waruna membuat saya nyaman, mengenalkan saya akan tenangnya air laut dikala terik. Padahal saat terik matahari diatas kepala, saya cenderung ingin menyampaikan amarah dan luapan emosi. Malam tiba, arus nya sangat deras hingga membuatnya kelimpungan atas keberadaannya di muka bumi ini. 
Perasaanya diolah sedemikan rupa untuk membuatnya nyaman, saya yang hanya mampir sesekali waktu di wilayah lautan cukup bekerja keras untuk melakoni perasaan saya pada Hyang Waruna. 
Lautan terbentang sangat luas, sesekali ada kesamaan yang saya temui antara kau dan Waruna, yakni kalian selalu berada dimana-mana. Namun untuk menyadari hal itu, saya runyam seketika untuk memahami kesulitan yang dihadapi pada gerak gerik dan perlakuan saya untuk Waruna. Mencintaimu tidak perlu direkayasa, bukan berarti dengannya ada rekayasa, Hanya saja, setiap kai usaha saya untuk mengadu rasa pada Waruna perlu waktu yang sangat panjang... entah ketidakmampuan saya mencintainya seringkali memicu saya untuk sesegera mungkin hilang dari permukaan laut. 
0 notes
astriksa · 5 years
Photo
Healing picture. 
Tumblr media
Light rays at sunrise in Bulskampveld, Belgium [OC] [4000x6000] - 138skill99
184 notes · View notes
astriksa · 5 years
Photo
Tumblr media
294K notes · View notes
astriksa · 5 years
Quote
To be human is a powerful, profound thing that deserves a lot of patience.
Immanuel Kant (via quotemadness)
983 notes · View notes
astriksa · 7 years
Text
Bingung
Satu langkah, Dua langkah, Tiga langkah, Begitu saja kompetisi antara kaki kanan dan kiri, Menapakkan kaki di ubin putih menuju cermin seukuran badan. "Hmm.. apa yang kurang?" Berpikir sambil berekspresi beraneka rupa, Melenggokkan tubuh kearah kanan, kiri, depan, dan belakang. Mendekatkan wajah ke cermin seraya seraya berkata dalam hati, "ah, sudahlah rupa kau memang begini adanya." Lalu kembali ke ranjang, berserah pada kenyamanan bantal dan guling.. Memejamkan mata beberapa detik seraya mejajakkan ilusi liar tentang hari esok. "Semoga besok lebih baik." Terus saja begitu ulah Senja tiap hari sudah mulai gelap dan kebanyakan orang sudah terlelap, Tampaknya selalu riang hati padahal penuh tanya dalam diri tentang "Siapakah Senja?" "Besok bangun jam berapa ya?" "Pakai gelap atau cerah?" "Berangkat ke kantor dengan apa ya?" "Minum kopi mau jam berapa?" Namun dari segala pertanyaan, Senja punya pertanyaan dua terbesar, "Siapa yang akan mengucapkan selamat pagi?" Dan "Apa besok bisa bahagia?" Bingung, Kenapa suara merdu didengar berulang kali tak bikin bosan? Kenapa merindu tak kenal lelah? Seringkali hidup itu melulu yang mulai bikin sakit kepala dan pegal linu. Senja, kamu ini maunya apa? Selalu saja dirudung pertanyaan.
1 note · View note
astriksa · 7 years
Photo
Tumblr media
41K notes · View notes
astriksa · 7 years
Text
One Day (Maybe?)
I still remember how you touch my skin gently, How you kiss slowly my lips into deep like a big waves running to the sea shore,  How you breathing while you sleeping,  I still find butterflies in my tummy kind of feeling when you look at me like I'm the only one who make you smile the most  And when the sun goes down, we lay down on the ground and talk about the sun arrays on the big blue skies 
I do, 
I do, 
I still can sense the smell of yours in those sweet and bitter moments
"And how good it made you feel, it was never yours to keep"
We accept the love we think we deserve.
Sometimes I've really want to let go of things, back to the purpose of life. I want to be someone who can be yours, but it seems far from possible in many times I tried. It made me feel that forever will be never enough for me.
Until one day. I woke up and knew something clearly that, it's not because I can't stand for the love I have, I just can't think anymore to whom I should share my love. This love is too heavy for me, really. 
One day but not this hour
One day but not even today
One day, just one day,I stopped loving you. 
0 notes
astriksa · 7 years
Text
No Title
I swear to you,  This is going to be my last day in the coffee shop which the name is adopted from the island.  I can't stay for any longer just to sitting alone and expecting you are coming.  I wasted a lot of time, I consumed a lot of caffeine, I wasted all of my breath just to smoke as much as I can bear.  I just wanted to see you're doing fine.  I have no clue to push you away from my mind, sometimes you come in and let these feelings sail to the ocean.  Do you think it's selfish to put the word "I" which refer to myself in every sentences?
I'm missing you a lot.  But,  I thought of what if, You are being so honest to yourself You are an optimist person to uncertainty things in life given to you  You are being funny and take things casually  You are fine for being yourself  You are alive and loving me as forever would take us Then again, What if is just a miserable agony of what the reality and expectation.
You are just being away from yourself and me.  How can I stay true to you, while you... are hardly work it out?
  o���J�
0 notes
astriksa · 7 years
Photo
✨✨✨✨
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
5K notes · View notes
astriksa · 7 years
Quote
I see you in me, You see me in you, It such a perfect fantasy, Does a 'hello' from you means everything? I'd like to be around you, Would it be nice if we hug each other intimately?
AR
0 notes
astriksa · 7 years
Quote
It suddenly becomes a habit, closely to the bad ones whenever I see your name on social media, the memories rapidly coming back which I couldn't bear it. I guess you've awakening these ancient feelings.
AR
0 notes