Tumgik
avrindah · 4 days
Text
Kegelisahan
Orang itu akan dinilai dari apa yang digelisahkan.
Para sahabat ketika menjelang Perang Ahzab bertanya tentang kota yang akan ditaklukkan.
Seorang ahli tafsir mengatakan, "Kalau ada orang yang mati, sibuk memikirkan diri sendiri, dia mati kerdil. Yang mati besar adalah orang yang meninggal dalam keadaan memikirkan ummat ."
Kegelisahan yang benar mendorongnya bergerak hingga terpikir apa yang harus dilakukan, karya apa yang harus dihasilkan. Kegelisahan ini bisa lho dijadikan tolok ukur untuk menilai siapa dirimu, atau orang terdekatmu.
7 notes · View notes
avrindah · 4 days
Text
Setiap Orang Punya Karakter
Dulu menganggap orang yang pemarah itu sejelek-jeleknya manusia. Ternyata setelah sekian kali belajar, marah tidak sepenuhnya salah.
Dulu ketika bertemu dengan orang yang sombong rasanya pengin menjauhkan pada jarak terjauh sampai tidak bisa bertemu lagi. Ternyata sombong juga diperlukan.
Dulu pernah bilang tidak suka dengan orang yang pendiam. Sekarang malah belajar agar lebih diam.
Jadi, pada intinya, setiap sifat dan sikap itu baik, asal pada tempatnya, pas dengan situasi dan kondisinya.
23 notes · View notes
avrindah · 4 days
Text
Sabar itu ilmu yang dipelajari seumur hidup.
Dulu ada teman yang bilang, "Kita akan diuji pada sesuatu yang paling lemah dalam diri kita,"
Ketika kita belum bisa bersabar dengan orang yang suka seenaknya, rasanya semua orang terlihat seenaknya sendiri. Kita akan merasa begitu terus sampai kita bisa sabar menghadapi orang tipe begitu.
Kita yang tahu diri masing-masing. Tidak perlu menghakimi, apalagi menilai orang tidak mampu. Seakan hanya diri ini yang paling layak hidup. Prosesnya, ini yang penting. Proses orang dalam menemukan titik kesabarannya berbeda-beda.
25 notes · View notes
avrindah · 4 days
Text
Doa Meminta Cinta
Pada suatu sepertiga malam terakhir kala itu, rintik hujan masih menemani dengan syahdu. Pada sebagian orang ada yang melawan dinginnya malam dengan memaksakan diri untuk berwudhu. Oh, jangan lupa, godaan kantuk dan hangatnya selimut yang lebih berat dilenyapkan pada saat begini juga dilawan.
Sajadah itu tergelar. Seseorang duduk di atasnya. Sepi, senyap, hanya bibirnya bergerak. Rintik hujan mungkin kalah deras dengan dzikir yang ia langitkan.
Setelahnya, ia tutup dengan doa yang terus diulang. Hanya satu kalimat tapi merepresentasikan gundah dalam hatinya.
"Ya Rabb, aku memohon cinta, kasih, dan sayang-Mu."
Sebab seharian menahan sesak. Kala cacian menimpanya seakan tiada maaf. Kala amukan menerpanya seakan tanpa ampunan. Dadanya terhimpit oleh orang yang tidak tahu tapi paling lantang mengutuk.
5 notes · View notes
avrindah · 4 days
Text
Aku mencintai segenap yang kamu punya. Membahasakan dengan indah tentang apa yang kamu suka. Setuju, sekata, seiya. Pada dirimu, laki-laki nomor satu dalam hidupku.
3 notes · View notes
avrindah · 4 days
Text
Bedebah semacam kamu yang tidak menyadari pelaku penghianatan tidak pantas berbicara kesetiaan.
Harga mahal sebuah kepercayaan dibanting dengan ceracau kedustaan. Berhenti menganggap dirimu korban. Kamu yang tidak mau mengerti, hanya mau dianggap yang paling tersakiti.
1 note · View note
avrindah · 4 days
Text
Sering terlupa, dirimu adalah orang yang dulu berhutang kebahagiaan, tetapi kamu bayar dengan kebencian.
Bila ucapan "selamat tinggal"-ku kamu balas dengan sorak kebahagiaan, lantas kenapa kamu seolah korban dari perpisahan?
Padahal dirimu adalah manusia yang paling berharap hubungan ini usai. Manusia nomor satu yang melepaskan mata rantai janji dan pe-maaf-an.
4 notes · View notes
avrindah · 9 days
Text
Usia
Sebuah video reels IG melewati linimasaku. Awalnya sudah digulir jempol kananku, tapi itu hanya sesaat, tiba-tiba ada rasa ingin menyimak video singkat itu.
Isinya tentang seorang syaikh (lupa namanya, atau memang tidak disebutkan) beliau ditanya tentang menunda pernikahan. Kemudian dijawab, kurang lebihnya begini, beliau tidak menganjurkan untuk menunda menikah, karena semakin usia bertambah, semakin membuat pandangan kita merasa tidak ada laki-laki/perempuan yang cocok.
Videonya singkat, tapi efeknya tidak. Aku kepikiran sampai tulisan ini dibuat. Padahal sudah kulihat 2-3 hari yang lalu. Sepertinya ya, memang, terlalu membekas. Aku sudah memikirkan hal ini, sampai membuat pengandaian. Andai aku nikah 4-5 tahun yang lalu, dengan laki-laki manapun yang waktu itu banyak berinteraksi denganku. Mungkin ya, mungkin aku menjalani hidup ya jalan saja
2 notes · View notes
avrindah · 14 days
Text
Sejak Oktober ...
Sebenarnya pantang untuk curhat masalah pribadi di sosial media. Tentang ini, bagiku tidak pernah sederhana. Tapi, mungkin tidak untuk di Tumblr ini. Tidak banyak pembaca, apalagi yang mengomentari. Mungkin satu-dua cerita tidak apa-apa.
Sejak Oktober, tepatnya Oktober 2023 aku diserang rasa panik yang sampai membuatku lemas. Tidak selalu, tapi bisa terjadi begitu. Penyebabnya entah, sudah berapa dokter yang aku datangi dan belum ada diagnosa final. Beberapa dari mereka menyarankanku untuk melakukan beberapa tes yang akhirnya ditemukan kondisi yang mengharuskan meminum obat atau vitamin.
Hari-hari sejak Oktober aku lalui seperti biasa. Kerja, pulang, main sosmed, baca, tulis, tidur, masak. Aktivitas berat tidak terlalu sering, mungkin beberapa kali safar-- dan, ya, cukup memperparah kondisiku.
Kalau melihat catatan medisku, beberapa kali ke dokter tidak dikasih resep. Dokter hanya memintaku untuk bercerita apa adanya. Kalaupun tidak ada kata-kata, gak apa-apa nangis, katanya. Jadi, aku melakulan apa yang diminta. Menangis, terkadang tanpa suara.
Sejak Oktober, itu yang aku rasakan. Cemas dan khawatir berlebihan. Berkepanjangan. Terkungkung dalam kebingungan. Aku menjalani hidup dengan normal, seperti orang kebanyakan. Tapi, ada waktunya di mana yang aku harapkan hanyalah ketenangan.
Ini tidak mudah, meski aku bisa melewatinya. Aku tahu tidak bisa hidup dalam kondisi begini selamanya. Harus ada titik di mana aku tidak merasakan cemas dan khawatir atau perasaan sejenisnya. Aku masih berusaha. Masih mendatangi dokter atau ahli lainnya. Mohon doanya, ya. Aku tidak tahu, bisa jadi ada di antara pembaca yang doanya selalu ditunggu Allah.
2 notes · View notes
avrindah · 14 days
Text
Face Reading
Profiling. Face reading. Atau apalah sebutannya.
Dulu, aku berpikir semua orang bisa menilai hanya dengan melihat wajahnya. Karakter dasar yang membentuk wajah manusia menjadi bermacam-macam. Bahkan bisa terlihat apa ketakutan terbesarnya, potensi paling potensial, atau caranya memperlakukan orang lain.
3 tahun terakhir aku baru menyadari tidak semua orang bisa. Tetapi banyak yang bisa. Itulah ... 3 tahun terakhir aku banyak bertemu dengan orang yang tajam intuisinya. Semakin mengenal orang semacam itu, semakin mengenal ternyata kemampuan manusia tu unik-unik, ya.
Balik lagi.
Aku tidak tahu kapan pertama kali menyadari aku mulai bisa membaca karakter orang melalui tulisan tangannya. Kemudian bisa dengan suara, bisa dengan spot/tempat favoritnya, terakhir dengan melihat wajahnya. Karena aku tidak pernah belajar, itu seperti bakat alami yang hilang timbul sesuai kondisi hati.
Sekian lama aku menghindari mem-profil orang karena aku menyadari efek yang begitu besar-- aku kelelahan dengan lelah yang sulit kujelaskan.
Hingga akhirnya hari ini aku iseng melihat foto teman saudara dan menyebutkan satu-dua sifatnya dan ternyata benar. Sayangnya, ya, berakhir dengan kelelahan sampai sekian jam kemudian. Aku lelah. Tapi ingin bercerita di tempat orang yang mau tahu (membaca) ceritaku.
1 note · View note
avrindah · 17 days
Text
Memunculkan Rasa Bersalah
Kemarin sebuah mf di X muncul di timeline-ku. Tentang seseorang yang mengaku bisa membuat orang merasa bersalah. Kemudian dibalas oleh warga X dengan balasan yang membuatku sedikit tersentil. Apalagi pas gak sedikit aku temui balasan yang menyatakan dia benci banget sama orang yang begitu, istilahnya guilt tripping.
Aku berpikir banyak hal. Tapi, memang membuat orang merasa bersalah gak bisa sembarangan.
Gini, kalau kamu gak punya salah, tapi disalahin, jangan mau. Tapi kalau kamu punya salah tapi gak mau disalahin, itu bahaya. Kok bisa?
Ketika aku ngajar ke santri suka kisahin tentang manusia pertama, Nabi Adam as. Ada 1 doa Nabi Adam as yang aku sering ulang.
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Coba cek artinya. Dalam doa itu Nabi Adam as mengaku bahwa dirinya dzalim kepada diri sendiri. Mengakui kesalahan.
Sekarang kita bandingkan dengan ucapan syaitan ketika mendapati keputusan yang sama; diturunkan ke bumi.
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Coba cek artinya. Keduanya ada di QS. Al-'Araf. Ayat yang kedua seakan menjadi sumpah syaitan (iblis) yang akan menyesatkan manusia.
Sudah ketemu poinnya?
Ya, Nabi Adam (manusia) ketika bersalah, mengakui kesalahan, memohon ampun kepada Allah. Sedangkan syaitan sebaliknya, malah bersumpah untuk menyesatkan manusia.
Inilah yang aku pikirkan. Memunculkan rasa bersalah itu perlu, apalagi dalam ranah mendidik anak. Ketika anak salah, katakan itu salah dan minta anak untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan.
Efek yang terjadi ketika anak tidak dibiasakan mengakui kesalahan ya mungkin akan seperti generasi sekarang ini, gak mau disalahin, perfeksionis, malah bisa jadi punya sifat suka menyalahkan orang lain. Bahaya lho.
*tulisan ini sebenarnya bisa ditulis lebih panjang. Tapi, untuk kali ini segini dulu
4 notes · View notes
avrindah · 19 days
Text
Adikku Rangking 1
Libur lebaran kali ini menjadi pengalaman pertama adik liburan setelah di pondok. Anak yang paling manja, harus diurus tiba-tiba harus mondok karena sekian hal malah banyak hikmahnya.
Adik yang dulu setiap UAS selalu excited menunjukkan hasil ujiannya. Sekeluarga -terutama Mama- berbangga karena jelas nilainya dan pantas sebagai juara pertama.
Sekarang -Mama masih bangga- tapi aku melihat hal lain. Kertas ujian yang juga ada nilainya membuat keningku berkerut. Kalau kalian pikir nilainya bagus, kalian salah. Justru nilainya standar dan "tidak layak" menjadi juara pertama.
Bukan berarti aku tidak bersyukur. Tapi, perlu meluaskan pikir atas fenomena ini. Lantas agar tidak memanjangkan prasangka, aku tanyakan adik, "Temenmu yang gak rangking itu nilainya berapa?" Dia jawab menyebutkan nilai kisaran 2-5.
Inilah ...
Aku menghela napas. Ya Allah ... generasi ini apakah bisa ditolong? Seketika teringat satu pertanyaan itu. Benar, apakah bisa ditolong? Dengan kualitas yang (maaf banget) jauh dari ilmu, pengetahuan, apalagi hikmah.
Belum selesai keterkejutan, aku menemukan pembahasan ramai di jagat X tentang fenomena gerhana matahari. Dari aplikasi sebelah, dicapture kemudian dishare di X menjadi pembahasan panjang yang lagi-lagi mengulangi pertanyaan yang sama, "Apakah generasi ini bisa ditolong?"
3 notes · View notes
avrindah · 19 days
Text
Paling Banyak Bertanya
"Kapan nikah?"
"Mana calonnya?"
"Itu lho, Ndah, temenmu dah pada punya anak,"
"Mau nunggu apa lagi? Nunggu siapa lagi?"
Tebak, pertanyaan itu paling banyak datang dari siapa? Jawabannya; dari diriku sendiri.
Bukan, bukan berarti membandingkan, mengutuk takdir, iri dengan kehidupan orang lain, tidak, aku menanyakan itu semua pada diriku karena aku mencari jawaban paling jujur dari hatiku.
Dulu, sempat merasa patah hati paling parah. Merasa bingung membereskan hati yang berantakan. Merasa linglung seakan tidak ada jalan. Jadi, ketika hatiku bertanya, aku menjadikan patah hati sebagai alasan pada jawaban.
Sekarang, tidak ada lagi. Tidak bisa beralasan patah hati karena sudah tidak merasakan lagi. Justru, itulah ... aku malah tidak menemukan jawaban atas pertanyaan yang kubuat untuk diriku sendiri.
2 notes · View notes
avrindah · 20 days
Text
Jangan rusak waktu terbaik ini hanya karena salah mengilmui.
1 note · View note
avrindah · 21 days
Text
Berbahagialah ...
Karena Allah yang meminta kita untuk berbahagia. Merayakan hari yang seharusnya dirayakan. Ikut bersuka cita bahkan atas hal kecil yang kita dapatkan.
Jangan sampai terbalik. Perayaan yang datangnya bukan dari Islam kita sambut dengan penuh keceriaan sementara hari rayanya ummat muslim diliputi kesedihan, bahkan ada yang mengaku hari raya ini biasa saja.
Berbahagialah ...
Ketika kita buka siroh Nabawiyyah, akan kita dapati kisah Nabi yang pernah menghibur seorang anak yatim ketika hari raya.
Berbahagialah ...
Atas hal kecil sekalipun. Sekadar melihat tetangga yang sudah tua tapi masih Allah panjangkan umurnya. Atau menemukan anak tetangga yang ternyata sudah besar -dulu kamu lihat pas masih bayi misalnya-.
Berbahagialah ...
Jangan cemari hari raya dengan ketakutan yang hanya karena sebuah pertanyaan "kapan nikah?" Atau pertanyaan berawal kata tanya yang sama. Bisa jadi bukan karena ingin menghakimi kenapa kamu tidak sesuai dengan ekspetasi sosial, tapi bisa jadi karena orang yang bertanya bersungguh-sungguh menginginkan jawaban.
Bukankah akan jadi indah jika momen ditanya seperti itu menjadi ajang untuk meraup segala doa? Minta didoakan ketika memang belum bisa menjawab "kapan". Barangkali ada satu dari sekian penanya yang doanya didengar Allah. Iya, kan?
Berbahagialah, hari ini ...
🌸 تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَمنِْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ 🌸
عيد الفطرى مبارك ١٣٣٥ ه
Mohon maaf lahir batin atas salah, lupa, dan segala ketidaksempurnaan ✨
🌸 Happy Eid Fithr 1445 H 🌸
~ Avrindah ~
17 notes · View notes
avrindah · 23 days
Text
Ketika Rasa Sepi Melanda
Sepi itu bisa diartikan keadaan, bisa diartikan pada rasa. Sekarang, aku merasakan yang kedua. Merasa sepi, di tengah hingar bingar keramaian.
Bukan, bukan karena tidak ada partner yang menemani, tapi aku sedang berbicara perihal ketaatan.
Kesepian ini melanda ketika aku sedang terseok-seok meniti ketaatan. Lantas dua doa yang ada dalam Al-Qur'an menjadi satu-satunya hiburanku.
Doanya Nabi Yunus ketika ada di dalam perut paus dan doanya Nabi Musa ketika kelelahan setelah berlari dari Mesir.
Dua doa itu terus aku ulang. Hingga sempat terbesit rasa sedih, betapa tidak mudahnya dua kekasih Allah menjalani hidup. Beratnya mendakwahkan syariat Allah. Harus merasa sepi, lelah.
Sekarang aku menyadari, perasaan ini, kesepian ini justru membawaku pada satu kondisi; aku benar-benar menyerahkan semua urusanku pada Allah. Lelah jika harus menanggungnya sendiri. Capek jika tidak melibatkan Allah. Sok kuat, sok bisa, padahal tidak berdaya.
3 notes · View notes
avrindah · 24 days
Text
Aku cucu pertama bertemu dengan cucu paling muda
Usia kami terpaut 19 tahun. Age gap yang cukup besar, tapi itu adalah hal yang normal.
Dulu, ketika dia baru lahir, aku sedang di fase semangat mengejar ilmu tentang pernikahan dan parenting. Ketika ketemu, aku kasih, sayang, dan mengayomi banget. Pokoknya bukan seperti interaksi antar sepupu. Tapi lebih aku anggap sebagai latihan buat punya anak sendiri nanti.
Kini, si anak mau masuk SD. Sudah bisa macam-macam, bicara ini itu, kebetulan anaknya super aktif suka cerita, manja, dan gak mau sendirian. Kalau kalian berpikir interaksiku dengan dia masih sama, kalian salah hehe
Justru aku dan dia sangat menjaga rivalitas 😁 memperebutkan perhatian orangtuaku (dia sangat manja dengan orangtuaku) setiap ketemu banyak berantem dan bercanda, berebut ini itu sampai saling meledek.
Semua terjadi ketika aku sudah lama tidak belajar soal pernikahan, tapi ilmu parenting tetap jalan kan aku kerjanya didik anak hehe. Ada yang lain memang, harusnya semakin berumur semakin serius menyiapkan untuk menikah, yang terjadi malah sebaliknya.
3 notes · View notes