Tumgik
dindinbahtiar · 3 years
Text
:)
Sekarang sibuk apa?
Ngga sibuk, ada terus kok. Cuma emang... lagi ga mau ketemu aja.
6 notes · View notes
dindinbahtiar · 3 years
Text
250
Sedikit demi sedikit, masa-masa wabah ini menampakkan sifat-sifat munafik kita.
Perangai tersembunyi yang sangat halus sekali bahkan hampir tak dapat dirasakan kecuali oleh diri sendiri. Itu pun seringkali tetap kita biarkan sampai tumbuh dan mengakar kuat di hati ketika bahkan kita punya pilihan untuk mencabutnya. Masa-masa sulit ketika wabah ini rasa-rasanya semakin memudahkan kita untuk jadi orang munafik seutuhnya. Mengetahui segala ancaman atas kemunafikan di kitab suci, tentu tak ada satu pun di antara kita yang ingin menjadi demikian. Tetapi, sudahkah kita benar-benar tak ingin?
Mari tengok shalat kita. Ketika rukhsah untuk bolehnya beribadah di rumah sudah diberikan, kita masih ingin shalat cepat-cepat. Sudah pun shalat lekas-lekas, kita masih sering telat-telat. Sudah kurang sempurna pun shalat-shalat kita, masih juga dzikir tak sempat. Padahal satu-dua bulan yang lalu shalat sunnah kita masih sangat lama. Shaf shalat kita selalu di barisan pertama. Dzikir kita tak lebih dulu habis daripada jamaah shalat yang pulang ke keluarganya. Lantas kemana perginya semangat itu? Apakah menguap seiring dengan berpalingnya tatapan manusia? Tidak takutkah kita dengan ancaman Allah kepada orang-orang yang apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas; mereka bermaksud riya' di hadapan manusia; dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali?
Mari tengok lisan kita. Membatasi diri bertemu dengan banyak orang sangat berpeluang menjadikan kita bermudah-mudahan dalam menjelek-jelekkan orang yang tak kita suka. Bawahan terhadap atasan, kawan terhadap kawan. Perbincangan rasanya kurang afdal ketika belum ada bahan gunjingan. Bahkan dewasa ini, ghibah sudah bukan amal mulut saja, namun juga jari jemari. Tidak takutkah kita dengan ancaman Allah kepada mereka yang menggunjing sebagian yang lain? Belum lagi ribuan berita dusta atau informasi palsu yang semakin sering kita sebarkan tanpa merasa perlu memeriksa kebenarannya kembali. Belum lagi hal-hal yang kian banyak kita cocok-cocokkan sesuai nafsu sehingga memunculkan was-was di hati, tak hanya pada diri sendiri namun orang lain juga. Masa-masa wabah memperparah kepanikan dan kita belum merasa bersalah atas apa-apa yang kita lakukan tanpa berpikir dua kali. Luputkah ayat tentang tabayyun dari isi kepala kita?
Mari tengok hati kita sebab lebih banyak parameter kemunafikan yang muncul dari sini. Adakah hadir lebih banyak kerelaan dari sebelum-sebelumnya atau malah ketidakridhaan kepada apa-apa yang menjadi musibah dan ujian? Sudahkah kita benar-benar hanya bersandar kepada Allah atau malah berharap perlindungan makhluk saat menghadapi masa-masa ini? Sudahkah kita berikhtiar sebaik-baiknya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang memberi manfaat atau mudharat selain Allah? Boleh jadi kita merasa yakin seyakin-yakinnya namun ternyata isi hati belum sepenuhnya, sebab rasa-rasanya malah lebih banyak pembenaran yang datang dan menutup akal kita dari kebenaran.
Tentu tak banyak orang yang akan melihat atau mengetahuinya, namun di dalam diri kita sendiri lambat laun akan terasa. Bahwa kita tidaklah setaat seperti pada mulanya. Bahwa kita kerap kali lebih abai dan lalai daripada sebelum-sebelumnya. Lagi-lagi karena masih ada unsur makhluk yang kita libatkan dalam beribadah. Lagi-lagi karena keyakinan kita terlalu lemah. Memang betul bahwa iman itu naik dan turun, namun rasa-rasanya tak patut ketika bahkan di masa-masa seperti ini kita ternyata tak sadar sedang menjauh dari Allah saat seharusnya tidak.
Kita, sayangnya perlahan-lahan nyaman dengan sepasang muka.
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam bertaqwa di mana dan kapan saja, meski di rumah sekalipun, meski saat wabah sekalipun. Nas’alullahal ‘afiyah.
Surakarta, pengingat pribadi dari dan untuk seorang munafiqan khalishan: aku sendiri. Celetukan obrolan dengan @creativemuslim tempo hari.
425 notes · View notes
dindinbahtiar · 3 years
Text
257
Tahu tidak? Ada ribuan kekhawatiran yang setiap malamnya aku pikirkan dengan hati yang tak pernah mau tenang.
Setiap malam. Setiap. Malam. Tentang apapun itu; entah soal gaji bulan ini yang sanggup bertahan berapa hari, entah soal bagaimana cara aku selesai skripsi dengan kemalasan yang kian menjadi-jadi, entah soal besok lusa ingin makan apa agar bisa berhemat, atau persoalan pribadi yang tentu saja niscaya, atau masalah keluarga yang rasanya tak habis-habis juga, keadaan orang rumah, sekolah adik-adikku, berjodoh dengan siapa, nanti ingin tinggal dimana, ingin kerja apa, rezeki, masa depan, semuanya. Semuanya. Menjadi satu dan mengendap di kepalaku sampai rasa-rasanya ingin kupecahkan saja.
Padahal kalaupun ditanya, hei, bukankah tak boleh mengkhawatirkan rezeki dan masa depan, tentu saja aku akan maju paling depan dan menepuk-nepuk dada, oh tentu saja aku tahu larangannya bahkan sampai bunyi matan hadits-nya. Tapi yang namanya bodoh memang tidak kenal seberapa luas wawasan. Banyak orang yang tahu tapi tetap salah, atau sudah tahu tapi tak mau tahu. Bebal bukan buatan. Misalkan saja aku ini, sudah mengerti bahwa segala sesuatunya dijamin tetapi masih saja was-was. Jaminan yang datangnya lebih jauh dari langit, loh, di atasnya lagi, atasnya dan atasnya lagi. Tapi tetap saja kuhabiskan pukul dua-tiga malamku untuk sibuk terjaga atas hal-hal yang sejatinya di luar kuasa.
Berdoa dan berusaha, sisanya pasrahkan kepada yang di atas. Konsep yang bahkan kanak-kanak sekolah dasar yang terdidik dengan baik pun mengerti. Tetapi aku heran dengan diri sendiri, semakin tua mengapa rasa-rasanya semakin pelik saja aku memahami konsep sesederhana ini? Berdoa-nya sudah. Berusaha-nya pun sudah. Tinggal pasrah, alias tidak ngapa-ngapain lagi dan tinggal menaruh seratus dari seratus angka percaya kepada yang punya kuasa. Tapi kok, susah. Dangkal betul rasa tawakkal-ku, kupikir. Sudah berkali-kali aku mencoba tetap waras namun tak ada yang menyudahi kekhawatiran-kekhawatiran yang semakin hari semakin kurang ajar.
Aduh, mengapa sulit betul ya, rasanya, mempercayakan hidup kita kepada yang memberi hidup. Padahal, ya ampun, yang memberi hidup, loh. Nampaknya manusia ini memang mahkluk paling tidak tahu diuntung.
Surakarta. Ya Tuhan, besok ingin khawatir bagaimana cara mati saja.
288 notes · View notes
dindinbahtiar · 3 years
Text
Sama-sama suka nulis
Kalau temenan sama yang satu frekuensi, mudah saja buat tau gimana keadaan dia hari ini. Jika saja frekuensi yang sama itu bertajuk “sama-sama suka nulis”, tinggal cek saja tulisannya. Tapi, kadang yang bikin kecewa adalah;
Aku yang seringkali menjadikan mu tokoh utama di cerita keseharianku, sementara kamu (dari sudut pandangku) ga pernah menjadikan ku tokoh utama disetiap tulisanmu.
Ya gitu, tapi mau gimana lagi~~~
0 notes
dindinbahtiar · 3 years
Quote
Jangan kamu buat seorang penulis jatuh cinta denganmu bila kamu tidak ingin diabadikan dalam tulisannya.
Sekali saja, kamu sentuh hatinya, maka kamu akan abadi. Setidaknya dalam kisah yang ia tulis. // Andira W.
Bandung, 20 Februari 2019.
(via surat-pendek)
1K notes · View notes
dindinbahtiar · 5 years
Text
228
Bagiku, reuni yang menyenangkan adalah reuni tanpa obrolan tentang pencapaian—tentu saja ini adalah presumsi pribadi, siapapun boleh tak setuju. Bertemu kembali dengan teman-teman sebagai aku yang dulu, dan mereka sebagai orang yang masih sama sejak pertama bertemu. Tidak ada senyum yang harus dibuat-buat dengan hati terlipat sebab mendengar jejak langkah siapa-siapa yang sudah sampai mana. Tidak ada telinga yang harus menghangat sebab cemburu dengan pencapaian orang lain. Kalaupun ada cerita tentang pencapaian, itupun yang diraih bersama-sama, bukan sendiri-sendiri. Semisal kisah tentang dahan-dahan pohon jambu depan sekolah yang berhasil dijadikan basis pertemuan murid laki-laki saat itu, atau kisah grup musik hasil keisenganku dan sahabat-sahabatku yang terwujud meski hanya bertahan setahun dengan diisi latihan tanpa pernah tampil, atau masih banyak lagi. Tidak ada ‘aku sudah begini’ dan ‘saya akan begitu’, hanya ada ‘dulu pernah’ dan ‘waktu itu’. Percayalah, reuni semacam ini ada di dunia.
Bahkan aku baru saja melakukannya (lagi) beberapa waktu lalu. Bersama kawan-kawan masa kanak-kanak yang syukurnya masih bersahabat erat sampai sekarang, meski kesibukan memaksa persuaan kami selama setahun bisa dihitung dengan jari. Hanya berkumpul sembari menghangatkan malam dengan seteko kopi hitam tanpa perlu menghanguskan tembakau, dan dengan pembicaraan masa lampau—cukup hanya dengan itu agar kami sanggup menjaga nyawa seberkas memori, tanpa sempat berbincang tentang kini dan nanti karena ingatan masa lalu saja sudah terlalu banyak menghabiskan garis edar rembulan di malam hari. Sampai sekonyong-konyong kami mengagendakan perjalanan untuk keesokan harinya—mendadak memang sebab yang demikian seringnya akan selalu terlaksana, sementara yang direncanakan kerap kali hanya jadi wacana.
Lalu esoknya kami benar-benar berdiri disini, berlima di antara ribuan manusia yang menyemuti sepetak puncak di bukit paling eksotis di tanah Jawa. Menunggu-nunggu semburat surya paling perawan hari ini, setelah semalam suntuk dihabiskan untuk berbincang ditemani bungkus-bungkus cemilan dan lagi-lagi kopi, lalu lanjut berlari setelah subuh hari menyisir bebatuan yang semakin meninggi seiring mentari. Aku sendiri lupa terengah-engah saat melihat kemerahan yang terdifraksi dari sisi timur cakrawala, memang sesyahdu itu sampai tak ada deskripsi yang mewakili. Tiada yang hendak beranjak pulang sebelum sinar matahari menyiram ubun-ubun, sebab tak ada yang menjamin hangatnya datang lagi setelah hari ini. Menatap pagi yang kian naik, kembali turun lantas menikmati sekeranjang penuh gorengan tanpa basa-basi—tak akan ada yang membenci reuni bila demikian caranya.
Dan akhirnya kami punya bahan obrolan baru tentang pencapaian yang tak sendiri-sendiri namun bersama-sama. Yang seperti ini selalu lebih menarik untuk jadi cerita di pertemuan-pertemuan yang akan tiba, sebab berbincang tentang pencapaian pribadi sudah terlalu basi, setidaknya bagi kami.
Wonosobo, bercerita dengan suhu yang dua puluh derajat lebih rendah dari suhu di kota kami.
96 notes · View notes
dindinbahtiar · 5 years
Photo
Tumblr media
Kalau kamu ingat ini, kamu tidak akan berlebihan; berlebihan mengejar, berlebihan menghamba pada manusia, berlebihan memaksakan diri, berlebihan menyesuaikan, dan lain sebagainya.
Kalau kamu sedang lupa, ingat lagi kalimat-kalimat ini.
I’ve told you. I’ve warn you. 😆😆😆
. . .
#tiasetiawati https://www.instagram.com/tiasetiawati2709/p/ByhDoCVlHqE/?igshid=1w6k39stxj7gc
466 notes · View notes
dindinbahtiar · 5 years
Text
Konten itu penting, tanpa konten bisnis mu 'nothing' 😋
Saat saya putuskan untuk mengambil risiko jadi pembuat konten, maka akan banyak cibiran yang datang. Ngapain sih kerja di dunia kayak 'gitu', udah mah ga punya kantor, ga punya penghasilan tetap, ga punya (bla, bla, bla). Kalo udah kayak gitu, sama saya mah senyumin aja 😄 _ Saya ambil pilihan ini bukan tanpa pertimbangan, awalnya saya sempet ragu untuk terjun ke dunia per-digital-an. Dengan modal ilmu copywriting, dan experience di dunia konten marketing, ternyata membuat saya makin 'candu' untuk terus ngulik. Eh, ternyata se-happy ini, lho 😁 _ Ceritanya kemarin sempet jadi bagian tim untuk meng-organize konten bisnis nya @eo_klikanan dan @slidemotiongraphic punya nya Pak Founder @chandraspurnama dan Teh @apliansalam biar bisa ngeksis di jagat maya. Saya ucapkan terimakasih sudah mengajak saya gabung dan terlibat di bisnisnya 🙏 *salim _ Balik lagi ke konten, coba bayangin deh kalo misal temen-temen punya bisnis yang pengin di optimize lewat online, tapi bingung gimana cara 'nge-optimize' nya? _ Saran saya, kuatin dulu di 'WHY' nya, kuasain produk knowledge, target market, dan gimana nanti marketing nya _ Bila semuanya sudah beres, dan masih bingung juga, ga ada salahnya cari Jasa Optimasi biar bisnisnya mudah dikenal di dunia online. Hari ini udah banyak buangettt #JasaOptimasi yang bisa #JadiPartner biar bisnis kalian makin laris...ris...ris 😁 _ Termasuk saya, yang pernah bantuin temen-temen deket saya dalam membuat konten marketing. Siapa sih yang ga pengin bila nanti bisa grow barengan? Bisnis jalan, SDM Oke, Konsumen seneng, manajemen rapi, dan omset melejit 🤩 . Poinnya adalah konten itu kayak raja. Bisa menentukan kemana arah, kemudi, jalan mana yang bakal membawa pasukan dan musuh bertekuk lutut dihadapan. Dalam bisnis, konten bisa mempersuasi konsumen agar tertarik pada bisnis kita. Gitu 😁🙏
0 notes
dindinbahtiar · 5 years
Text
Bukan Sekedar Posting
Bukan Sekedar Posting _ Banyak yang ga tau BTS (behind the scene) dari pekerja sosial media itu ga semudah dan ga sesimpel yang kalian kira _ Mungkin kelihatan dari luar bisa ketawa-ketiwi, santai, sambil ngopi di kafe. Padahal perlu melewati proses yang panjang, lho! Misalnya nih _ Saya sendiri yang sering pegang konten marketing. Sebelum konten dibuat, perlu research terlebih dahulu, pelajari produk knowledge nya, gimana behavior target market nya, sampai benar-benar tema besarnya ketemu dan dirundingin sama tim _ Tahapan selanjutnya, saya bersama tim akan langsung meeting dan brainstorming ide. Sounding kerangka konten ke graphic designer, diskusi sama admin untuk jadwal posting dan caption, sebelum akhirnya ada 'approved' dari klien _ Dan biasanya ga sekali approved, bakal ada dua sampai tiga kali revisi yang mesti saya dan tim perbaiki
_ Kebayang dong seberapa panjang tahapan yang perlu pekerja sosial media lalui di ranah kerjanya? Kita bukan cuma belajar Bahasa, tapi belajar juga Psikologi. Bukan cuma belajar adobe photoshop, juga belajar komunikasi dan persuasi _ Untuk itu, ketika jadi sebuah postingan, dibelakangnya ada otak yang berpikir, mata yang menatap layar laptop, tangan yang mengetik keyboard, sampai hati yang cemas menunggu engagement. Adalah benar kalimat, "Bukan Sekedar Posting!" Haha
_ Dibalik itu semua, saya nikmati sebagai pekerjaan yang semoga ujungnya pada ibadah dan diridhoi Allah Swt 😇 _ Jadi sekali lagi, mari hargai setiap profesi, apapun itu. Kalian berhak tidak suka, tapi bukan berarti dibenarkan untuk melakukan semaunya kalian. Sebagaimana kalian punya hak dihargai, maka hargailah pekerja sosial media sebagaimana kalian ingin di hargai dan diapresiasi 🙏 _ Poin saya adalah, dunia digital terus berubah, beranjak maju. Maka yang diperlukan kita saat ini adalah kemauan untuk belajar ilmu-ilmu baru dengan pikiran yang terbuka 😁🙏
0 notes
dindinbahtiar · 5 years
Text
MENGAKSES RASA _ Lelaki cenderung logis dalam hal berpikir, makanya Tuhan menciptakan wanita, agar si lelaki ini belajar mengakses rasa. Belajar melibatkan emosi dan lahirlah empati _ Ketika dihadapkan permasalahan, sering berpikir matematis, by data, menggunakan daya nalar. Sementara menepiskan fungsi hati, abai terhadap rasa dan emosi _ Maka menjadi penting bagi kaum lelaki untuk mengakses rasa. Dan jika bicara soal rasa, emosi, hati, belajar lah pada ahlinya. Tuhan sudah begitu baik menciptakan makhluk bernama wanita _ Bagi lelaki, probabilitas harus di ukur dan jelas. Bagaimana peluang nya, gimana track juga medan nya, demand nya segimana, hingga akhirnya ada konklusi yang hasilkan skor bernilai jadi. Segini loh realnya 😁 _ Salahkah berpikir demikian? Oh tentu tidak. Namun, jika terus-terusan seperti itu, logis logis dan logis, angka angka dan angka, kita seolah individual sekali, bukan? Maka dari itu, peran wanita dalam sebuah tim menjadi penting sekali _ Terlalu logis membuat hati jadi keras, pun menggunakan hati dengan melulu menyebabkan kita lemah, lagi pilu. Maka seimbangkan lah antar keduanya _ Akses rasa ini perlu dilatih, hingga kita lulus ujian. Sesungguhnya kepahaman kita dalam menerima saran atau kritik dari wanita, menjadi indikator kelulusan seorang lelaki dalam ujian ini 😁 _ Semoga apapun ujian yang sedang menerpa mu, selalu jadikan Allah sebagai solusi mu 🙏
1 note · View note
dindinbahtiar · 5 years
Quote
Katanya bahagia, nyatanya merana. Bilangnya baik-baik saja, faktanya dirundung duka. Betapa sering nya kita berbohong untuk menjadi baik, padahal kebaikan akan datang disaat diri kita berani jujur sama diri sendiri
#tebarmanfaatlewataksara
1 note · View note
dindinbahtiar · 5 years
Quote
Karena untuk menjadi utuh, perlu berpikir dengan sadar yang penuh. Menjauhkan keluh, berdiri kukuh, mengakrabi peluh, bahkan mengganti ingin menjadi butuh
#tebarmanfaatlewataksara
1 note · View note
dindinbahtiar · 5 years
Quote
Sendirian akan terasa cukup, ketika kita sering di kecewakan banyak orang
#tebarmanfaatlewataksara
1 note · View note
dindinbahtiar · 5 years
Quote
Kadang untuk bisa kembali menjadi diri sendiri, kita butuh menyendiri.
#tebarmanfaatlewataksara
1 note · View note
dindinbahtiar · 5 years
Text
Salah satu dari banyak hadiah menyenangkan dari Tuhan itu, memiliki teman yang satu frekuensi. Entah satu frekuensi gelak tawanya, kekonyolannya, atau satu frekuensi penerimaan segala kekurangannya.
932 notes · View notes
dindinbahtiar · 5 years
Text
Waah, menarik :-)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Komunitas Kedai Penulis
Halo, semua!
Aku membuat Komunitas Kedai Penulis untuk saling berbagi tulisan dan belajar bersama.
Bisa gabung ya, melalui tautan: bit.ly/SquareKedaiPenulis
Bisa buka Instagram dan Twitter Kedai Penulis juga.
.
KEUNTUNGAN:
• Bisa berbagi tulisan, mendapat teman baru.
• Komunitas baru, kebutuhanmu lebih bisa terakomodasi.
• Bisa post di media sosial komunitas.
• Bisa mendapat masukan dari teman-teman dan berkembang bersama.
Info lebih lanjut bisa message aku, ya!
.
Terus Berkarya dan #SemangatMenulis!
61 notes · View notes
dindinbahtiar · 6 years
Text
Kamu, Apa Kabar?
Akan selalu ada satu orang yang membuatku bingung tentang perasaannya, tapi aku tak pernah berani bertanya. Sampai pada…suatu hari, kita memilih arah yang berbeda tapi tidak saling memberitahu. Pelan-pelan, pengetahuan kita tentang satu sama lain semakin berkurang karena tidak rutin bertukar kabar lagi.
Kemudian, banyak prasangka buruk bermain di kepalaku; mungkinkah aku pernah melakukan sebuah kesalahan yang membuatmu berubah ataukah kamu sudah menemukan seseorang yang jauh lebih menyenangkan dariku? Tak cukup dayaku untuk menerima jawaban darimu, karena aku tidak tahu apakah kamu masih bersedia dihubungi olehku atau tidak.
Kamu, kini hanya boleh jadi teman yang kupantau diam-diam. Dan sejujurnya, ada kekecewaan yang sanggup membuatku bersedih, tentang; “kenapa aku tak bisa menjadi orang yang terus-menerus menemanimu, kenapa aku tak memiliki kesempatan yang cukup untuk bisa lama-lama di kehidupanmu?”
Lucu rasanya, ketika ternyata aku adalah satu-satunya hal yang kaubiarkan lepas, sementara yang lain tetap. Teman-temanmu, hobimu, pekerjaanmu. Ini membuatku sadar, aku kalah penting dari mereka. Tapi, aku ingin tahu; ada berapa banyak orang yang kamu tarik perhatiannya setelah kita tak lagi dekat?
Tidak ada kesepakatan untuk berhenti, tapi herannya kita sama-sama paham tidak ada yang perlu dilanjutkan. Kamu tentu sudah punya standar bahagia baru, begitu pun aku. Seperti yang kamu bisa lihat, aku berlaku selayaknya orang bahagia yang tak pernah merasa kekurangan kamu sebelumnya. Baiklah, jujur, aku sedang berusaha…
Kemudian, ini akan menjadi bagian yang bisa jadi mengejutkanmu. Aku tidak tahu sejak kapan muncul ketergantungan ini; aku ingin kamu selalu tahu tentang apa yang kulalui setiap harinya. Singkatnya, aku mau kamu terlibat, memberi respon, dan bereaksi. Aku mau kamu menginginkanku sama seperti aku menginginkanmu.
Makanya, aku masih sedang berusaha…menayangkan semua aktivitas yang kelihatannya cukup menyenangkan untuk diketahui, lalu tersisip sedikit rasa penyesalanmu karena telah bergerak pergi dariku, hingga kamu pun terpancing untuk bertanya, “kamu, apa kabar?”
743 notes · View notes