Tumgik
diraliya · 7 months
Text
QR Cross Border Sebagai Kunci Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN
Seorang teman saya yang sudah lima tahun bekerja dan tinggal di Australia, November 2022 lalu pulang ke Indonesia dan mengajak reuni. Dia bercerita banyak hal tentang kehidupannya di negeri kanguru tersebut, namun ada satu hal yang satu tahun kemudian (saat ini) masih saya ingat.
“Kalau tentang pembayaran di restaurant atau mall, bangga sama Indonesia yang sudah lebih maju, di sini sudah ada QRIS, bikin pembayaran jadi gampang banget. Di Aussie paling mentok pembayaran ya pakai kartu.” tuturnya saat kami menikmati makanan dari sebuah restaurant di mall kalangan Jakarta Pusat.
Saya agak terkejut mendengarnya. Buat saya dan teman-teman lain yang memang tinggal di Indonesia, kami sudah terbiasa menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran. Hal yang sebetulnya amat biasa ini, ternyata bagi teman saya sudah selangkah lebih maju dibanding Australia. Membayar makanan di restoran, berbelanja di minimarket, bahkan hingga bersedekah di masjid saat itu di Indonesia sudah cukup populer menggunakan scan QRIS. Sejak pertama kali diluncurkan Bank Indonesia pada 1 Januari 2020, QRIS menjadi alternatif pembayaran yang cepat dan efisien.
Barangkali sejak itu pula punahlah pertanyaan tentang mana yang lebih baik, ketinggalan  dompet atau ketinggalan ponsel. Jawabnya (setidaknya untuk orang Indonesia) kini tentu ketinggalan ponsel. Orang Indonesia bisa mati kutu saat tidak ada benda itu. Segala macam percakapan dan kehidupan manusia Indonesia kini tidak bisa dipisahkan dari sebuah ponsel. Ketinggalan dompet? Tidak masalah, selama ada simpanan uang di bank atau dompet elektronik, pembayaran dapat dilakukan melalui QRIS. Berbeda halnya dengan teman saya yang tinggal di Australia tersebut, ketinggalan dompet baginya mungkin sebuah hal yang menyebalkan, sebab di dalam dompet tersedia segala kartu sebagai alat pembayaran yang akhirnya tidak bisa digunakan. 
Perubahan perilaku jual-beli juga terasa nyata. Dahulu, saya tidak pernah berpikir dua kali untuk membayar sesuatu menggunakan uang cash, karena pasti dan akan selalu diterima. Namun di zaman ini, pernah suatu kali saya mengunjungi sebuah kafe, dan pembayaran menggunakan cash tidak diperbolehkan lagi. Ini terjadi ketika pandemi, barangkali pemilik kafe bermaksud baik, pembayaran cashless bertujuan mengurangi risiko penularan penyakit. Pengunjung kafe dapat memilih alternatif menggunakan debit/credit card atau dengan scan QRIS yang disediakan.
Sampai saat ini pun, saya masih menemui beberapa restoran yang akhirnya hanya menerima pembayaran non-cash. Sebuah restoran yang menyajikan makanan langsung dengan wadah keramik tempat memasaknya yang cukup populer di kalangan Jalan Sabang, Jakarta Pusat contohnya. Dengan alasan agar pencataan penjualan lebih rapi, pada akhirnya metode pembayaran secara digital lebih disukai.
Barangkali kita juga masih ingat terdapat era sebelum Bank Indonesia melakukan standarisasi QR code pembayaran, di meja pembayaran sebuah merchant dapat kita temukan deretan QR code yang berbeda-beda untuk sumber dana/bank yang berbeda. Saat itu, penggunaan QR code belum sepraktis sekarang. Konsumen harus terlebih dahulu menanyakan apakah tersedia QR code dari bank tertentu atau dompet digital tertentu di sebuah merchant. Jika tidak ada, maka terpaksa harus beralih dengan alternatif sistem pembayaran yang lain. Bandingkan dengan kecanggihan QRIS saat ini, melalui aplikasi m-banking atau membuka aplikasi dompet digital konsumen dapat melakukan pembayaran dengan satu jenis saja QR code, sebuah sistem quick response yang sudah terstandarkan di Indonesia, yang kemudian dinamakan QRIS (Quick Response Indonesia Standard).
QRIS (dibaca ‘kris’) disusun oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dengan menggunakan standar internasional EMV Co.1 untuk mendukung interkoneksi instrumen sistem pembayaran yang lebih luas dan mengakomodasi kebutuhan spesifik negara sehingga memudahkan interoperabilitas antar penyelenggara, antar instrumen, termasuk antar negara.1
Bicara tentang perkembangan QRIS di tahun 2023, kini pengaplikasiannya tidak hanya di Indonesia, sebab kini Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Malaysia dan Thailand sehingga memungkinkan QRIS untuk digunakan di kedua negara ASEAN tersebut. Dalam pandangan saya, ini merupakan hal yang sangat baik, mengingat Malaysia dan Thailand merupakan dua negara destinasi mancanegara terbanyak warga Indonesia. Biasanya untuk alasan berobat dan berbisnis, masyarakat Indonesia mengunjungi Malaysia, sedangkan untuk berwisata dan berbelanja, Thailand masih menjadi negara ASEAN favorit.
Saya dapat membayangkan kemudahan pembayaran di masa mendatang dengan meluasnya penggunaan QR Cross Border di negara ASEAN. Jika biasanya turis perlu menyambangi toko penukar uang terlebih dahulu untuk mendapatkan uang cash yang digunakan untuk alat pembayaran, kini waktu dan tenaga untuk itu dapat dipangkas. Dengan sekali scan QR Cross Border, maka pembayaran dapat dilakukan. Hal ini kemudian mengingatkan saya dengan Uni Eropa yang memiliki mata uang sama, yakni Euro. Ketika mengunjungi beberapa negara Uni Eropa, turis tidak perlu dipusingkan dengan menukar uang dengan mata uang negara tertentu. Keberadaan QR Cross Border ini membuka peluang untuk peningkatan transaksi UMKM di negara ASEAN, karena tentunya akan memudahkan turis mancanegara untuk bertransaksi dengan pedagang lokal. Dengan mata uang negara ASEAN yang berbeda-beda, transaksi dapat dilakukan dalam satu kali klik seperti halnya membayar dengan rupiah, namun telah dikonversi ke mata uang tujuan pembayaran.
Sebagai gambaran, jika suatu saat warga Indonesia berkesempatan mengunjungi negara yang sudah mengimplementasikan QR Cross Border, untuk melakukan pembayaran, cukup dengan membuka aplikasi bank/dompet digital yang dimiliki. Misalnya, saat ini implementasi QR Cross Border di negara Thailand sudah terintegrasi dengan Bank BCA, BSI, CIMB Niaga, Bank Sinarmas, Bank Mega, Permata Bank, dan dompet digital DANA. Dengan scan QRIS dari salah satu aplikasi tersebut dan memasukkan jumlah pembayaran, semisal 10 Baht, setelah konfirmasi dilakukan, kemudian aplikasi akan langsung mengkonversi rupiah berdasarkan kurs. Konfirmasi kemudian akan dilakukan dalam nilai rupiah, sehingga terbaca bahwa Anda akan mengeluarkan sebesar sekitar Rp 4.400,- rupiah (kurs 1 rupiah = 440 baht).
Sebaliknya, jika warga negara Thailand yang sedang menetap di Indonesia membutuhkan pembayaran melalui QR Cross Border, terdapat aplikasi bank digital Thailand yang dapat dimanfaatkan untuk scan QRIS, yakni Bank Bangkok, Bank Krungsri, dan CIMB Thai. Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk melakukan pembayaran di Indonesia atau nantinya di semua negara yang telah terintegrasi QR Cross Border.
Tidak hanya Malaysia dan Thailand, QR Cross Border juga sedang dikembangkan untuk dapat dipakai di Singapura dan Filipina, dua negara tetangga terdekat Indonesia. Jika selanjutnya QR Cross Border berhasil diimplementasikan di seluruh negara ASEAN, maka dapat terbayang lebih banyak pelaku bisnis, konsumen, dan masyarakat pada umumnya yang dapat menikmati sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal ini.
Indonesia selaku tuan rumah ASEAN 2023 telah melakukan langkah yang tepat dengan merumuskan salah satu agenda utama pembahasan Konferensi Tingkat Tinggi Asean ke-43, yaitu mendorong ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. QR Cross Border bisa jadi merupakan salah satu kunci untuk membuka lebih banyak kesempatan pertumbuhan ekonomi di ASEAN. Apalagi, kerja sama sistem pembayaran ini juga merupakan wujud nyata implementasi dari Presindensi G20 lalu untuk Roadmap for Enhancing Cross-border Payments.
Kemudahan untuk bertransaksi, transparasi dan pencatatan transaksi yang lebih berstruktur tentunya menjadi kunci untuk pembangunan kekuatan ekonomi negara ASEAN. Jika diamati, sebelumnya tingginya dinding batas-batas antar negara ASEAN telah berkurang dengan tidak diperlukannya visa bagi warga Indonesia yang ingin mengunjungi negara ASEAN lainnya. Kini dinding pembatas tersebut semakin rendah dengan hadirnya QR Cross Border yang tentu akan mendorong perkembangan ekonomi negara ASEAN maupun Indonesia secara khusus di masa depan.
Dalam andai-andai saya, jika lima atau sepuluh tahun lagi teman saya pulang kembali ke Indonesia atau berlibur ke negara ASEAN, ia sudah lebih takjub lagi dengan kemajuan sistem pembayaran yang berkembang berkat inisiasi Indonesia. Bangga dengan inisiatif negeri sendiri yang membawa dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi di ASEAN.
"QRISnya satu, menangnya banyak!"
participant of BI Digital Content Competition 2023
0 notes
diraliya · 3 years
Text
Hari ini 17 Desember, artinya udah 7 tahun nggak ada ibu. Kadang masih sedih juga di tengah life-must-go-on kalau tiba-tiba keingat atau mbatin "ibu bakal bilang apa ya kalau lihat anak-anaknya sekarang?". Walaupun sudah ikhlas, kadang masih suka kepikir kira-kira hidup akan seperti apa kalau ibu masih ada.
Tiap anak yang sudah kehilangan orang tua sepertinya paham, selama apapun waktu nggak bisa menghapus rasa kehilangan semacam ini. Apalagi mendekati hari ibu, sensitif banget. Dulu waktu tahun-tahun pertama ibu nggak ada, selalu nangis lihat orang lain yang bisa mengungkapkan rasa sayang ke ibunya. Memang betul, kita bisa kirim doa untuk orang yang sudah dipanggil ke sisi-Nya. Tapi nggak ada yang mengalahkan rasa hangat dan nyaman dipeluk ibu.
Ah, 7 tahun... begitu banyak yang terjadi selama tujuh tahun. Begitu kami masih menyayangi ibu dan belum melupakannya. Katanya, selama seseorang masih hidup di hati orang lain, maka sebetulnya ia seakan-akan masih hidup walau jasadnya sudah dalam tanah. Barangkali malam ini saya pengen menghidupkan lagi memori-memori bersama Ibu.
Dulu sebetulnya ibu orang yang cerewet, beda sekali dengan saya. Mungkin saya masih proses menuju cerewet, entah 5 tahun lagi. Ibu kerap memberikan cerita yang kemudian di ujungnya ditambah nasihat. Saya takut lupa nasihat-nasihat ibu, jadi mau menuliskannya di sini.
Nasihat-nasihat Ibu yang semoga bisa selalu saya ingat:
1. Sebisa mungkin nggak berutang budi sama orang lain. Utang budi sulit dibayarnya.
2. Banyak-banyak shalawat. (Bahkan Allah dan malaikat shalawat ke Rasulullah).
3. Hidup sederhana aja, nggak perlu barang-barang mewah, yang penting gimana kita memanusiakan orang lain.
4. Menilai kemuliaan seseorang bukan dari hartanya. Tapi sebagai wanita harus punya pekerjaan dan penghasilan sendiri.
5. Sayang sama keluarga. Jangan putus silaturahim sama keluarga.
6. Barang-barang kalau udah nggak dipakai, disumbangkan atau diloak. Jangan menumpuk barang.
7. Banyak berdiskusi, tukar pikiran sama orang lain. Banyak baca untuk perluas pengetahuan dan bahan diskusi.
8. Banyak berbuat baik ke orang lain. Kenal tetangga. Berbagi makanan sehari-hari ke tetangga.
Dan banyak lagi. Nasihat di atas ada yang diucapkan langsung, ada yang dicontohkan dengan perilaku. Tentu saja saya bukan orang yang baik, tentu saja banyak nasihat di atas yang belum saya lakukan. Banyak proses dalam kehidupan yang perlu saya jalani ke depan. Semoga sedikit saja, saya bisa meniru ibu.
Selamat menjelang hari ibu.
3 notes · View notes
diraliya · 4 years
Text
Tumblr media
I'll remember this day as the day when I tell you I'm going running at night, you casually said "Hati-hati" instead of "Don't go running" or any other prohibition. That's the little thing I like from you.
2 notes · View notes
diraliya · 4 years
Text
Tumblr media
2 notes · View notes
diraliya · 4 years
Text
Phone, internet, some subscriptions to entertainment app.
She was easily distracted. Replying messages from messenger app, then remember to check on her social media , which lead to a new discovery of news, and wondering about a movie or book. Read a review about the movie. Read another review for the book. Read another review of a movie based on a book. Discovering new thoughts, new point of view.
Going back to the messenger apps, replying another messages, while thinking about when will she have time to watch or read. Automatically, her thumb keeps being active. Sometimes too fast, while her brain still processing something, she keeps going back and forth discovering what app she can open next.
Distracted all the time. Less time for thinking. Autopilot human.
Writing helps her. She used to have the skill to write fast. Turning cloudy words into beautiful paragraph. Used to. Now she barely can write her thoughts. Maybe too many thoughts. Maybe not ready to be judged.
But writing helps her. She find herself a little time to think when she's writing something. She easily forget about the past now, so she wants to capture the emotion, the feel, the lessons, by writing. Maybe only by writings.
1 note · View note
diraliya · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media
I want to live all my life like I'm 26.
The time when you feel like all friends in your age already have a husband to take care of, experience 'to become a real woman' by giving birth to first, or even second child. But wait, that might not be the thing you want for yourself right now. You enjoy your time very well in this golden time. You enjoy your workplace where there is always a new thing to learn every single day. You enjoy your growth. You hardly feel less of a woman.
It is amazing that life took you to this point. That He always has the best plan. For me to meet good people along my way. To learn and to grow is what kept me from being dead.
Small steps and small changes everyday. Taking care of my body, be mindful with my thought. Loving myself that I still learn how.
Until I found what I want. I found someone along the way to keep me sane and always be patient with me everyday. No worries and good sleep. Best era of my life.
1 note · View note
diraliya · 4 years
Text
Looking back at my life behind, I'd say that I'm grateful for everything that I passed through. I did change much for the last 10 years. Probably the way I am in senior high school is not here anymore.
I learned that it is actually nice to meet people, I'm an introvert who needs exposure to people. That way I'm feeling alive. Back then, I am such an outsider who thinks that I'm too different, that people can never handle the way I am.
I'd say I'm lucky to meet people.
I'm lucky that I only have a few friends in high school or in college. If people at my age these years can attend 2-3 weddings of their friends on the weekend, I barely got any invitation. But man, that few friends are the one that still keep in touch until today. Sometimes I think I don't deserve them for their kindness that I might taken for granted many times. Why having so many friends if the one you have can talk from serious matter like how can we possibly fight corona virus and then shift to debating about what kind of bitter veggies we can tolerate. The one that always try to be near, especially at hard times. I did have said I don't deserve them cause many times I can't be near them in their hard times. I wish them all a good and happy life ahead, despite every problem they had.
I can't ask for a better family, the one that will be on your side, defending you when you got a threat from your neighbor. The one that really care about me, then had to breach privacy, again to protect me. My sisters that grew up so fast, now they are all adults. How could they all now adults?
I'm thankful for every crush(es) in my life. I'm glad that I met them before I met my partner now. They helped me grow as a person, shape me for the person I am today. Seeing them one by one meet their soulmates relieve me. Sometimes I wonder how they're doing with their life now, but I hope everything is under His protection.
I'm grateful for you. The one who accept all of me, my minuses, my flaw. The one I can always reach out at anytime, asking random things, learn things from. The one that knew I'm not sleeping yet at 3.00 A.M., even if I didn't tell, because he can feel it. The one that I can trust that life will be okay as long as he is here with me.
1 note · View note
diraliya · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media
Jin Ju and her drinks
4 notes · View notes
diraliya · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
There's a scene in Brooklyn 99 where Diàz revealed that she is actually a cool archer! With fire arrows!
1 note · View note
diraliya · 4 years
Text
A Morning in The Time of WFH
One of the best thing that you can get after being left by someone to the heaven is having a dream about him/her. I rarely get dreams about my Mom. Yesterday it was rainy in the morning, I decided to sleep after finishing my morning task (sending e-mail reminder, replying to emails,etc) and left the other till the deadline is near. I was having insomnia back the night before, hardly sleep for only about 1-2 hours. Thank God for all the work flexibility in WFH period. 
Then I sleep and there was the dream, where I, my dad, my mom, and my sisters are having a vacation to some kind of mountains. I’m not sure where it is, but we were on a car. It reminded me of the time when we used to go to my parent’s hometown when I was a child: winding road in the middle of forest with Westlife song. 
I hardly can remember the details of my mom’s face, so lately in the dream, she will appeared from the back with her style of hijab I can still trace. I just knew it was her. There was a conversation, as she was the kind of mother who used to tell many stories, yet I can’t remember the conversation. 
Just like that, I was having the best time meeting my mom in the dream. 
Suddenly, my phone rang and I woke up. All the best mood is gone. I continue working and replying to e-mails. 
1 note · View note
diraliya · 4 years
Photo
Tumblr media
Food in the time of Corona 
0 notes
diraliya · 4 years
Text
IG Live Bersama Desi Anwar
Sudah beberapa bulan ini saya mantengin tulisan-tulisan Desi Anwar. Beliau ini news anchor tersohor, dulu semasa saya kecil, familiar sekali namanya saat ada breaking news atau berita di sela-sela tontonan favorit. Yang istimewanya, beliau menulis. Saya pertama kali berkenalan dengan tulisannya lewat novel “Lima Cerita”. Sesuai judul novelnya, memang ada 5 kisah-kisah pendewasaan diri. 
Tumblr media
Kemarin sore (16/04), Mbak (bolehkan saya canggung memanggil Ibu, karena beliau terlihat masih begitu muda) Desi Anwar berbagi cerita lewat IG livenya. Sebetulnya mungkin itu bagian dari promo buku terbaru beliau berjudul “Going Offline”, tapi yang saya dapat melebihi ekspektasi. Ini beberapa poin penting yang saya catat:
1. Resetting Our Relationship With Gadget
Bahwa kita punya 5 indra yang sering terlupa untuk diaktifkan. Telinga jadi kurang peka mendengar. Mata kurang awas melihat sekitar karena terfokus pada gadget. Belum lagi penciuman yang kurang dilatih.
Mbak Desi Anwar menjelaskan, bahwa di era ini kita perlu juga mengatur ulang hubungan dengan gadget. Salah satu caranya: mematikan notifikasi aplikasi di smartphone.
Saya percaya itu betul-betul manjur. Dulu saya sering pusing sendiri dan senewen dengan notifikasi di smartphone, merasa terganggu kalau sedang mengerjakan sesuatu, bunyi-bunyi notifikasi tidak mau berhenti minta diperhatikan dan ditanggapi cepat-cepat. Mencoba mematikan notifikasi ternyata cukup memberikan dampak baik buat saya. Saya jadi punya waktu untuk berkonsentrasi dahulu dengan yang saya kerjakan, alih-alih reaktif terhadap notifikasi-notifikasi itu. Kita yang mengatur waktu untuk mengecek aplikasi (chat, media sosial, game netflix, apapun itu), bukan sebaliknya.
Hanya saja, kalau sedang jam kerja di rumah, walaupun menerapkan ini, paling tidak saya mengecek setiap 15 menit sekali atau ketika pekerjaan saya sudah selesai. Mudah dihubungi adalah salah satu tanda bahwa kita menghargai apa yang sedang dikerjakan.
2. Tidak Panik Menghadapi Kecemasan
Ketidakjelasan sampai kapan wabah ini berakhir dan kekhawatiran akan masa  depan sudah cukup meningkatkan jumlah orang yang mengalami kecemasan.
Mbak Desi Anwar menjelaskan bahwa kecemasan hanyalah sebuah reaksi terhadap kejadian. Kejadian tidak bisa kita kendalikan, tetapi reaksi adalah pilihan. Bereaksilah sebaik mungkin. Sulit memang, karena yang paling sulit dikendalikan adalah pikiran kita.
Kecemasan seringkali timbul karena ketidaktahuan kita akan sesuatu. Bereaksi terhadap sesuatu, kita punya pilihan. Pilihan pertama: duduk diam dan membiarkan kecemasan menyerang kita. Pilihan kedua: tanya kepada diri sendiri apa yang membuat cemas, lalu mencari solusinya. Takut terpapar virus? Lakukan pencegahan: rajin cuci tangan, ganti baju segera setelah keluar rumah, tidak keluar rumah kalau tidak urgent, dsb. Memang tidak menghilangkan kemungkinan, tapi kan manusia harus berusaha~
3. Bereaksi Terhadap Kelebihan Orang Lain
Satu lagi yang menarik pada talkshow live dengan mbak Desi Anwar, ada penonton yang bertanya, apakah boleh iri dengan pencapaian orang lain untuk dijadikan motivasi?
Jawabannya, boleh banget, tapi tahu kadar diri sendiri. Kelebihan orang lain bisa kita tanggapi dalam 2 persepsi.
Misalnya, paling gampang ketika melihat story Instagram orang lain. Kita bisa aja membatin : “Kok dia pinter banget sih? Gimana bisa setiap hari saat WFH masih produktif? Kapan aku nikah dan bahagia kayak keluarga dia? Kapan punya anak ya?...” dsb. Lalu merasa diri kita tidak lebih baik dari orang lain.
Yang kedua, kita bisa memilih untuk menjadikan itu motivasi, atau paling tidak self reflection untuk tetap menghargai dan menyayangi diri sendiri. Selalu ada kelebihan diri kita yang nggak dimiliki orang lain.
Mbak Desi Anwar menganalogikan dengan beli gadget : misal, iPhone terbaru. Suatu hari, kita pengen iPhone paling bagus yang kameranya bikin haus dan pengen yang manis-manis. Kemudian nabung lama, dan mebayang-bayangkan kita akan bahagia setelah berhasil mengumpulkan uang untuk membelinya. Terbelilah iPhone tersebut.
Satu hari, dua hari, masih senang betul karena yang diidam-idamkan tercapai. Eh ternyata, 2 bulan berikutnya, iPhone mengeluarkan seri barunya. Kita jadi nggak begitu happy lagi dengan apa yang kita miliki. There’s another hole in ourselves that needs to be filled.
Untuk mulai bahagia, ternyata kita perlu diam, lalu merasakan semua hal yang sudah dan masih kita miliki, kemudian mensyukuri semuanya. Happiness is a state of mind, it is contentment. Jangan sampai nih, segala hal penting yang udah kita lewatkan malah cuma jadi seperti beli gadget tadi, bahagianya ga awet-awet banget.
3 notes · View notes
diraliya · 4 years
Text
Week-1 WFH
Setelah hara-huru virus Corona yang sudah masuk ke Indonesia, ibu Dirut akhirnya bertitah agar para pekerja di perusahaannya semaksimal mungkin bekerja dari rumah. Work From Home. Termasuk akhirnya saya sendiri yang menjadi objek dari titah tersebut. 
Bekerja dari rumah bukan sesuatu yang baru buat saya. Beberapa tahun silam  (untuk menyamarkan usia saat ini) sewaktu baru saja menjadi fresh graduate, saya sempat bekerja sekitar 1-2 tahun dari rumah. Dulu saya suka menulis, jadilah saya bekerja menjadi content creator beberapa situs web. Bertemu dengan klien yang minta dibuatkan tulisan secara online. Briefing jobdesc secara online. Mengerjakan jobdesc dari rumah, hasilnya langsung disubmit secara online. Dibayar juga langsung transfer, semuanya beres dari rumah. 
Satu minggu work from home ini seperti membawa saya kembali ke masa-masa itu. Entah keadaan saat ini lebih baik atau sebaliknya. 
Gimana ya bedanya?
Dulu bangun pagi nggak usah langsung mandi nggak apa-apa, toh nggak ada sesi tatap muka dgn klien. Sekarang? Mesti siap sudah mandi jam 8.00, atau hide video saat meeting dengan atasan. Sama-sama ada yang harus dikerjakan pagi-pagi.  
Kemudian bekerja sampai siang hari. Kalau ada yang dikerjakan. 
Siang-siang, kemudian saya akan pergi keluar untuk makan. Dulu sebetulnya lebih sering masak, tapi tahun 2020 ini entah kenapa yaa. Menu yang paling sering saya beli di luar: gado-gado mundu dan siomay bandung di toserba Berkah. Dua-duanya mesti naik motor dari rumah. WFH 2020 ini juga begitu, menurut saya masih aman untuk sekedar membeli makanan lalu pulang lagi. Lihat-lihat juga tempatnya jangan yang terlalu ramai. 
Siang ke sore, lanjut bekerja. 
Enaknya WFH adalah nggak perlu bermacet-macetan di jalan. Kalau hari biasa mesti ke kantor, saya butuh waktu sekitar 2 jam untuk PP ke rumah. 
Ga enaknya WFH... saya suka nggak kontrol cemil-cemil makanan ringan, dan malas banget keluar buat olahraga! Sampai-sampai belum berani nimbang seminggu ini :D
Begitulah. Berbagi sedikit dari saya yang tinggal dan bekerja di Jakarta. Semoga orang-orang bisa sadar dan bisa menjaga dirinya masing-masing untuk menjaga orang-orang di sekitarnya tetap steril dari segala macam penyakit dan bahaya. Semoga wabah ini segera berlalu dan semoga di depan ada lebih banyak kabar-kabar baik di tahun 2020. 
0 notes
diraliya · 4 years
Text
New Day (Not so) New Me
Apparently I accidentally deleted my previous tumblr. 
Some part of me dies and didn’t find a way to reincarnate the old one.
So here I come back from an emptiness with a new one.
Might write and cherish life once again.
<3 
2 notes · View notes