Tumgik
karambaart · 5 years
Text
Free Wallpaper 01
Tumblr media
Ilustrasi oleh Galih Pratama
unduh gratis di sini
0 notes
karambaart · 5 years
Text
Pakaian Sebagai Manifestasi Budaya Rupa
Tumblr media
…Ajining raga gumantung saka busana, Pepatah Jawa ini adalah cermin akan kecenderungan Manusia Jawa saat menilai status dan nilai sosial manusia lain. Ada strata dalam kehidupan sosialnya berdasar apa yang melekat ditubuhnya. Memunculkan kesepakatan sementara akan kebendaan duniawi, bahwa manusia berstatus sosial tinggi adalah dengan: pakaian mahal, rapi, sopan, teratur, sesuai dengan estetika dan etika yang disepakati dalam Budaya Jawa.
Kini kondisi tersebut mulai pudar di masyarakat Jawanya sendiri. Kekinian yang dikuasai oleh anak muda, secara merdeka lebih nyaman mengadopsi budaya luar. Masih perlukah interpretasi kepada budaya masa lalu?…
Pakaian merupakan salah satu manifestasi budaya yang sangat akrab dengan keseharian. Ia bukan hanya sesuatu yang dipakai untuk melindungi tubuh dari panasnya terik mentari atau dinginnya udara malam. Ia bukan hanya dirancang untuk menjadi penanda gender dan memberikan kenyamanan pada pemakainya. Lebih dari itu, pakaian telah menjelma menjadi lifestyle, pencitraan, alat ekspansi budaya, dan penanda identitas.
Ketika suatu bentuk pakaian dipopulerkan oleh serangkaian sistem sehingga menjadi nge-trend, disitulah pakaian menjadi bagian dari gaya hidup. Ketika ia mewabah dengan cepat dalam suatu komunitas, ia menjadi indikator pergaulan sosial dalam komunitas itu. Trend berpakaian itu menjadi penting untuk dimiliki dan dipakai oleh setiap individu di dalamnya.
Proses diatas adalah sistem intelektual Barat. Yang dibangun guna melakukan ekspansi satu kebudayaan sebuah bangsa. Agar diakui di mata dunia, bahwa bangsanya paling beradab, sebagai tandanya adalah dengan didikutinya Budaya Barat oleh bangsa-bangsa lain.
Cara berpakaian seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut bisa diidentifikasi sebagai kreativitas, dengan pemahaman bahwa semua orang ingin tampil beda dan dianggap berbeda pula oleh orang lain. Kemudian ada faktor pengaruh ideologi kelompok dan tekanan teman sepermainan, status sosial, bombardir iklan-iklan media, serta unsur kesenangan (pleasure and fun).
Unsur kesenangan ini bisa dilihat dengan banyaknya generasi muda yang mengimitasi, mengkonsumsi atau mencampurkan berbagai macam pakaian dengan atau tanpa referensi jelas terhadap makna asalnya. Seringkali asal pakai, tanpa proses interpretasi jelas dari dalam dirinya.
Semarang adalah kota multikultural dari kekuatan budaya Etnis Jawa, Cina, Arab. Ia banyak mendapat pengaruh budaya dari masa penjajahan kolonial dan Jepang. Semarang kini sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan di Jawa Tengah, menjadi tujuan urbanisasi yang berakibatkan semakin kosmopolit struktur masyarakatnya. Persinggungan antar budaya itu semestinya mewujudkan perubahan dinamis tata nilai berbentuk budaya. Termasuk menghasilkan rancangan-rancangan pakaian sebagai identitas budaya.
Kemudian, bagaimana dengan penampilan anak muda di Kota Semarang kini? Berdasarkan analisa penulis, tampaknya banyak budaya subkultur dari luar yang mempengaruhi penampilan anak muda di Semarang. Sedikit gambaran misalnya, sering terlihat punkers berambut mohawk, memakai jaket penuh emblem, bersepatu boot, yang berkumpul di salah satu tempat sebagai aset budaya lokal Kota Semarang. Penampilan mereka secara visual, merebut posisi seni-seni tradisi yang sedang bertahan hidup. Atau pada pertunjukan musik reggae dengan anak muda berambut gimbal ala dreadlock. Juga pada acara cosplay yang akhir-akhir ini marak diselenggarakan, dengan mudah kita menemui tampilan tokoh anime Jepang dengan dandanan ala harajuku.
Budaya subkultur tidak terbentuk secara tiba-tiba, melainkan melalui proses yang panjang dan kontinuitas. Setiap produknya termasuk pakaian memiliki nilai-nilai yang mencerminkan ideologi dari budaya tersebut. Globalisasi beserta seluruh perangkat penyebarannya, televisi, majalah, internet, dan bentuk-bentuk media massa yang lain, punya andil besar dalam mempopulerkannya ke seluruh dunia. Di sinilah peranan pakaian sebagai alat ekspansi budaya. Sayangnya, kebanyakan anak muda Semarang dan juga kota-kota besar lainnya cenderung mengadopsi budaya subkultur itu secara mentah sebagai fashion statement semata tanpa disertai pemahaman yang jelas.
Tumblr media
Boleh saja kita beropini, bahwa pakaian sejatinya adalah suatu penanda yang bebas diintrepetasikan oleh siapa saja sehingga menimbulkan beragam makna. Tetapi, suatu gaya berpakaian dibentuk oleh seperangkat ideologi yang memiliki kepastian makna. Ketika pakaian itu diartikan secara bebas tanpa berpedoman kepada makna asalnya, penampilan tersebut akan kehilangan ideologi dan nilainya bergeser karena tidak ada relevansi dengan budaya kita.
Setiap budaya berkembang berdasarkan lingkungannya masing-masing, sehingga memiliki karakteristik dan manifestasi budaya yang berbeda dengan budaya lainnya. Pakaian menjadi pembeda suku bangsa satu dengan yang lain, sehingga jelas identitas dan budaya orang tersebut. Ketika seseorang memakai kain ulos, ia identik dengan Suku Batak. Ketika seseorang memakai kain tapis, ia identik dengan urang Lampung. Ketika seseorang berpakaian batik, ia identik dengan Suku Jawa. Lalu ketika seseorang berpakaian seperti barat apakah itu mencerminkan budaya kita?
Generasi muda harus lebih selektif dalam memilih karena pemikiran dan budaya lahir dari sosial masyarakat setempat. Apa yang terjadi di Barat belum tentu sesuai dengan masyarakat kita. Di bawah gempuran globalisasi kita dihadapkan dengan beragam pilihan, setiap orang bebas untuk memilih pakaian yang ia kenakan. Kita boleh saja memilih untuk mengadopsi pakaian budaya luar, tetapi memahami ideologinya dan menyesuaikannya dengan konten lokal. Atau kita bisa saja nguri-uri budaya kita, dengan memakai pakaian tradisional kita tetapi dimodifikasi sesuai kebutuhan masa kini. Sehingga produk budaya lokal memiliki resistensi terhadap gempuran budaya global. Jadi apa pilihanmu?
Ditulis oleh Galih Pratama, Juni 2011
1 note · View note