Tumgik
snurjanah · 1 year
Text
Sayap Patah
Bagian 1
Pagi menjadi waktu terbaik untuk memulai hari dengan hal baik. Mensyukuri karunia yang sudah Tuhan berikan. Bagi seorang anak pagi nya adalah kedua orang tuanya. Bisa bangun dengan keadaan sehat dan semangat karena masih ada tangan yang bisa dicium sebelum melakukan aktifitas. Dan ada Do’a yang memudahkan langkahnya dalam menjalani hidup.
***
Matahari baru saya terbangun dari tidur malamnya. Suara ayam berkokok terdengar saling bersahutan. Kumandang azan Subuh menjadi pertanda bahwa Tuhan masih memberikan waktu untuk umatnya beribadah. Gadis kecil itu berama Arumi Bestari. Anak bungsu dari dua bersaudara yang masih berusia 10 tahun.  Memasuki musim kemarau, cuaca di kampungnya terasa lebih dingin dari sebelumnya. Rumahnya sederhana dengan tembok berwarna putih dan terdapat teras di depan. ada pohon mangga dan rambutan yang membuat rumahnya terlihat lebih teduh.
Tubuhnya mungilnya masih terlelap di sebuah kamar sederhana berukuran 2x3m. Ada beberapa boneka Hello Kitty warna pink hadiah dari Ibunya yang menghiasi kasurnya.
Rumii…
Rumii…                                                                               
Rumii… Ayo bangun nak sudah siang, sholat subuh dulu. Nanti terlambat loh datang ke sekolah. Bapak sudah siap mau berangkat.
Suara lembut ibu sambil mengelus pundaknya, menjadi alarm yang selalu membangunkan anak gadisnya setiap pagi. Meski masih berusia 10 tahun, Ibunya ingin melatih Rumi menjadi anak yang taat terhadap Tuhan dan melaksanakan kewajibanya sebagai seorang muslim. Ia merasa harus melatih kebiasaan baik anaknya sejak dini. Karena ketika dewasa anaknya mungkin akan tinggal terpisah dan di luar kontrolnya.
Jika suara Ibunya belum mampu membuat Rumi beranjak dari kasur, maka giliran ayahnya yang turun tangan membangunkan anak gadis nya.
“Ayo nak bangun dulu, Kita sholat subuh berjamaah yuk. Masa kamu kalah sama ayam. Ayam aja sudah bangun dari tadi.
“Nanti yah, Rumi masih ngantuk”. Sambil menutup wajahnya dengan selimut dan berbalik badan.
Seperti layaknya anak kecil. Rumi pun sulit untuk bangun pagi. Rasanya seperti ada lem yang merekat di kedua kelopak matanya. Ayahnya selalu punya cara untuk membuat putri kecilnya bangun. Kali ini Ayah menggendong Rumi menuju kamar mandi dan membasuh mukanya dengan air dingin. Meski sering protes tapi Rumi akhirnya bangun dan menjalankan sholat subuh.
Melatih kebiasaan baik memang tidak mudah, harus dipaksa agar terbiasa. Ujar Ayahnya
Sarapan sudah tersedia di meja makan, ketika Rumi dan Kak Saki selesai mandi dan menggunakan seragam sekolah lengkap. Pagi ini Ibu memasak nasi goreng dan telur ceplok kesukaanya. Selesai sarapan, Rumi kemudian berpamitan dan mencium tangan Ibunya untuk berangkat sekolah. Ia berangkat bersama Ayahnya menggunakan sepeda ontel. Sedangkan kakaknya yang bernama Saki berangkat menggunakan angkutan umum. Saki kemudian pamit berangkat duluan karena harus mengejar angkot agar tidak telat ke sekolah. Saat ini Saki kelas 2 SMA, terpaut usia 6 tahun dengan adiknya.
Setelah semua berangkat, rumah kembali sepi. Ibu Rumi kemudian mengerjakan pekerjaan rumah yang belum selesai.
***
Ibu Rumi adalah seoranng perempuan sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk keluarga. Meski seorang lulusan sarjana, setelah menikah ia memilih menjadi Ibu rumah tangga. Menurutnya menjadi Ibu adalah anugerah yang luar biasa. Ia tidak ingin melewatkan momen pertumbuhan kedua anaknya. Meski terkadang rasa lelah dan bosan kerap melanda tapi ia bahagia hidup bersama keluarga kecilnya.
Untuk mengisi waktu luang di rumah, ibu Rumi biasa menghabiskan waktu dengan menjahit baju. Ada beberapa pesanan yang kadang datang kepadanya.
Sedangkan ayah Rumi adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) di kantor pemerintah daerah. Ayahnya terbiasa menggunkan sepeda ontel menuju tempat kerjanya. Selain karena jarak kantornya dekat dengan rumah, bersepeda juga membuat tubuhnya tetap sehat. Ia menyadari semakin bertambah usia bukan hanya barang mewah yang ia butuhkan, tapi tubuh yang sehat agar kelak bisa menemani kedua anaknya mewujudkan cita-citanya.
***
“Assalamualaikum Ibu”. Sambil berlari kecil Rumi memasuk rumah dengan penuh semangat.
“Wa’alaikum salam”. Ibu menjawab dari dapur.
Pukul 10.30 Rumi yang masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar sudah pulang. Ia pulang dengan berjalan kaki bersama temanya. Jarak rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh.
Hari ini Rumi senang sekali karena nilai ulangan matematikanya mendapat nilai 9. Padahal sebelumnya ia paling tidak suka pelajaran matematika. Berkat Ibu nya yang sabar, akhirnya rumi bisa mendapatkan nilai yang lebih baik.
“Ibu, tau ngga nilai matematikau berapa ?”.
“Tidak sayang, emang dapat berapa ?. Ibu nya menjawab dengan raut muka penasaran.
“Aku dapat nilai 90 bu. Makasih ya ibu sudah sabar ngajarin Rumi. Rumi sayang banget sama Ibu.”
“sama-sama nak, Ibu juga sayang sekali sama Rumi”.
Mereka kemudian berpelukan. Ibu menyuruh Rumi untuk berganti seragam sekolah dan makan siang. Rumi kemudian masuk ke kamar dan segera berganti seragam. Karena Ayah dan Kak Saki pulang sore, mereka makan siang hanya berdua.
Sebagai seorang Ibu, ada kebahagian yang tidak ternilai ketika melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang tidak hanya pintar secara akademis tapi juga sopan dalam bertutur kata dan menghormati orang tua.
1 note · View note