Tumgik
#menulisuntukistiqomah
mardamind · 1 year
Text
Tolong ajarkan diri kita sendiri. Kalau makan gaji 2 juta, janganlah hendak bergaya seperti orang bergaji 20 juta. Semakin bergaya, semakin jelas bahwa kamu tidak mampu.
Jika belum dapat mengayakan diri dengan duit, alangkah baiknya mengayakan diri dengan hati yang selalu merasa cukup.
Jangan zhalim sama diri sendiri. Put yourself first.
2 notes · View notes
mardamind · 1 year
Text
Sejauh ini, sementara aku meyakini bahwa memahami perempuan adalah pekerjaan sepanjang masa, sebagaimana kau bernafas, kau harus melakukannya seumur hidup.
Perempuan adalah novel yang tiada akan tuntas dibaca. Penuh drama, lika-liku, harmoni dan tragedi. Semuanya membawamu kepada satu kesimpulan:
Ia layak kau perjuangkan dan hormati.
2 notes · View notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-28
Sejauh itukah hubunganmu dengan dirimu sendiri? Sampai kau tidak bisa mendefinisikan apa yang sedang kau rasakan? Sampai kau bingung akan bereaksi seperti apa? Dan kau pun mematung, diam dan membiarkan semuanya terjadi di depan matamu, membiarkan semua kecamuk bergejolak di alam pikiranmu.
Kamu bisa membuat orang lain bahagia? Tapi kenapa kau sulit membahagiakan diri sendiri? Apa jangan-jangan kebahagiaanmu adalah terletak pada kebahagiaan orang lain? Kenapa harus menggantungkan kebahagiaanmu atas orang lain? Kenapa kau tidak bahagia secara mandiri saja?
Kenapa kau begitu sulit memahami dirimu sendiri? Kenapa pertanyaan itu tak kunjung terjawab? Memang merenungi diri sendiri seperti tiada habisnya, akan selalu saja ada hal yang bisa dipertanyakan dan dibahas, membaca diri sendiri bagaikan membaca buku yang tidak pernah tamat. Ujung-ujungnya hanya overthingking.
Dari pada kamu lewah pikir alias overthingking, dan pekerjaanmu terbengkalai gara-gara itu. Lebih baik kamu alihkan pikiran burukmu itu ke pekerjaan yang pasti-pasti. Lebih baik kau sibukkan dirimu dengan pekerjaan kewajibanmu sebagai manusia. Menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sudah seharusnya kau kerjakan. Bukan malah menelantarkannya karena terlalu lemah memikirkan perasaan.
Daripada kamu overthinking, lebih baik kamu menghibur dirimu dengan makan nasi ayam geprek dengan minuman segar es kopi creamy latte, nikmati pedasnya geprek dan segarnya aliran es latte dari lidah menuju tenggorokanmu. Rasakanlah betapa nikmatnya kehidupan, lantas kenapa kau habiskan usiamu dengan memikirkan yang tidak-tidak? Lebih baik nikmati saja yang pasti-pasti.
Begadang untuk hal-hal yang produktif sih ga apa-apa, tapi mengisi malam-malam panjang dengan memikirkan sesuatu yang belum terjadi? Itu sama saja menyia-nyiakan nikmat masa muda. Usia muda begini harus cepat bangun dan membuat sesuatu, bukan lama-lama murung dan terpuruk, itu sama saja kau mengundang penyesalan di masa tua nanti.
Coba kau cek ulang jadwal dan daftar kegiatanmu, jangan-jangan ada pekerjaan yang belum selesai. Atau jangan bilang kau tidak pernah membuat jadwal/daftar pekerjaan? Wah, parah sih, kalau kamu ga membuat daftar/jadwal kegiatan, bagaimana kamu akan produktif? Orang yang produktif itu adalah orang yang tahu kapan harus mengerjakan apa dan dimana dan kapan bisa diselesaikan. Kalau kamu merasa hidupmu mengalir-ngalir saja, seharusnya kau curiga dan waspada, jangan-jangan aliran air itu menyeretmu ke jurang kehancuran.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-27
Menulislah, tenangkan hatimu, luluhkan isi pikiranmu, jangan kau tampung sendiri, luahkan dan tumpahkan ia di atas kertas, lihatlah dan rasakan jiwamu akan semakin jernih, kau akan ringan dalam mengambil keputusan. Lalu kau pun akan bahagia. Meski kadang hidup membuatmu pusing, dengan takdir-takdir yang mengejutkan, yang datang tiba-tiba, tanpa kau siap menerimanya.
Banyak kan hal yang terjadi di luar kendalimu?. Eh, jangan bilang “banyak”, karena apa yang kamu pikirkan akan berdampak kepada kenyataan. Jadi, bilang “beberapa” saja. Karena kalau kamu bilang “banyak” nanti akan benar-benar jadi banyak, padahal aslinya tidaklah sebanyak itu. Ketika harimu berjalan kacau, maka jangan menggerutu, lalu mengumpat hari tersebut. Jangan bereaksi negatif terhadap sesuatu, karena jika kamu bereaksi negatif, maka hasilnya juga akan negatif. Jadi, solusinya, sebelum bereaksi apa pun, kamu harus bereaksi netral.
Bereaksi netral maksudnya, kamu tidak menilai itu negatif atau positif, tapi kamu cukup melihat dan mengamati dari jauh “Apa yang terjadi padaku?” Nah, dari sana kamu akan bertemu dengan kebijaksaan, jadi kamu tidak harus bereaksi, tapi kamu menganalisa. Setelah kamu menganalisa, kamu nanti akan bisa lepas dari jebakan melakukan judge.
Semakin kamu memahami tentang beberapa bisa terjadi di luar kendali kamu, kamu akan merasakan dan menyadari bahwa sebenarnya kamu tidak perlu berharap secara berlebihan, atau berharap tidak pada porsinya. Kamu kecewa karena kamu menempatkan harapan tidak seimbang, atau lebih daripada mestinya. Itulah muasal dari kekecewaan.
Jika kamu berhasil menguasai manajemen pribadi ini, in syā Allah kamu akan lebih ringan menjalani hari-hari, dan tidak akan ada lagi hal yang bisa menyakitimu. Kenapa tidak ada lagi yang bisa menyakitimu? Karena kamu tahu, kalau sesuatu itu tidak kamu izinkan menyakiti, dia tidak akan bisa menyakitimu.
Misalnya, ada orang mengatakan “Kamu jelek”, maka kamu tidak akan merasa tersinggung, karena toh dari dirimu sendiri kamu tidak mengizinkan kata “jelek” itu menyakitimu, kata jelek itu akan lewat saja di depan matamu dan tidak lewat masuk ke dalam hati. Dengan begini, kau pun bebas dari perasaan-perasaan negatif, dan harimu pun menjadi lebih tenang. Indah bukan?
Aku mengatakan begini, padahal aku sendiri belum bisa mengamalkan semuanya. Tapi biarlah, setidaknya aku bisa memberikan ini kepada kalian untuk jadi bahan renungan, dan semoga bisa mengambil manfaat darinya. Dan aku mohon kalian kepada pembaca untuk mendoakan agar diriku bisa istiqomah.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
HARI KE-26
Beberapa orang justru lebih romantis jika dia menjadi teman, bukan menjadi pasangan hidup. Kata Kang Maman, beberapa nama lebih layak tertulis di hati, tidak tertulis di buku nikah, begitulah bunyinya kurang-lebih. Jangan takut dengan realita, kamu tidak hidup dalam halu.  Pernah gak kamu dengar kata orang, “Terlalu goblok mencintaimu?”. Memang, apa salahnya kita terlalu goblok mencintai seseorang? Bukannya cara kerja cinta memang seperti itu; membutakan.
Semalaman kau tak dapat tidur, bisa karena sebotol kopi yang berhasil kau tenggak, atau memang karena tuntutan tugas-tugas duniawi yang minta diselesaikan. Atau mungkin gabungan klop dari keduanya yang sukses membuatmu terjaga hingga jauh malam sampai memasuki matahari pagi yang perlahan mencuat di ufuk Timur sana.
Kemudian kembali kau lihat kalender, dan kau pastikan sekali lagi to-do list di iPhone-mu, ternyata hari ini menjadi hari yang sibuk buatmu. Kau pun mengeluh, kapankah rentetan kejar-kejaran ini berakhir? Kau pun menggerutu bahwa kau telah lelah dengan perasaan yang tak pasti ini namun kemudian harus dibebani lagi dengan tanggungjawab ini.
Jauh dalam hatimu tak putus lirih kau ucapkan harap dan doa kepada Allah. Kau begitu yakin bahwa mustahil kau dibebani oleh-Nya sesuatu yang diluar kesanggupanmu. Jika kau mendapat tugas dan amanah ini, itulah pasti karena Allah tahu kau memang mampu mengembannya. Ini hanya soal kau mau sadar atau tidak. Kau mau terus bergerak atau berjalan di tempat sambil mengutuk nasib.
Di dalam kepalamu juga, jauh di dalamnya terjadi perdebatan-perdebatan yang seolah tak ada usainya. Kepala dan logikamu terus mengeluarkan protes-protes, dan lalu disambut oleh hati dan perasaanmu bahwa tidak semua pertanyaan harus ada jawabannya sekarang. Yang perlu kau lakukan yaitu bergerak ke depan dan tinggalkan yang memberatkanmu, hanya itu.
Setiap kali kau bercermin di pagi hari, ada setitik rasa iba darimu pada dirimu sendiri, betapa kau telah semakin kurang ajar memperlakukan badanmu sendiri, kau ajak dia berlapar-lapar, kau paksa dia tak tidur dan meminum banyak kopi, lalu tak kau beri izin dia untuk bersenang-senang dengan tidur dan liburan. Cobalah berterima kasih sedikit pada tubuhmu, dialah yang telah bersamamu sejak kau belum mengenal dunia yang runyam.
Tumblr media
1 note · View note
mardamind · 1 year
Text
HARI KE-25
Hari-hari kau terus mengejar ketertinggalan. Hari kemarin terasa seperti masih ada, dan hari esok terasa seakan menghantui. Kau terus terhimpit dari hari demi hari. Kau bagai terjepit seperti selai roti. Tanpa tahu apakah kau sedang berjalan di pilihan yang tepat atau tidak.
Kau benar, sebenarnya aku-lah yang mengejarmu, aku-lah yang memburumu. Tapi di depanmu aku malah katakan sebaliknya. Aku malah membuat-buat narasi seolah kau yang melakukan segalanya, seolah kau yang paling mengemis. Padahal, sejatinya aku sedang menuding diri sendiri.
Kamu menggenggam sebotol Kopiko 78'c dan berharap dengan menenggaknya kamu bisa melupakan pahit-pahitnya tugasmu sebagai manusia yang sedang berada pada fase dewasa awal. Kamu malu masih mengemis dari uang kiriman orang tua, kamu ingin mandiri tapi tak satu pun jua lowongan kerja yang berhasil kau tembus. Belum rezeki, kata Ibumu.
Soal penyesalan, kau selalu paling terdepan. Kau lah si paling menyesal. Tapi soal perubahan, kau selalu paling terakhir. Sepertinya kau lebih menikmati rasa penyesalan itu daripada menikmati hebatnya perubahan. Mau sampai kapan kamu terus hidup dalam penyesalan?
Kamu menasihati orang-orang di jagad maya untuk keluar dari lingkaran penyesalan, namun secara hipokrit alias munafik, kau justru tidak mengamalkannya untuk dirimu sendiri. Kau sadar terkadang juga tidak sadar, bahwa yang selama ini kau lakukan adalah menghina dan membuka aib sendiri.
Berubahlah.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
HARI KE-24
Aku paksakan jemariku menulis meski mataku terkantuk-kantuk. Sekali-kali, tidak mengapa memaksakan diri, asal porsinya seimbang. Misalnya sekali memaksa diri, besoknya mungkin istirahat dulu.
Biasanya justru kalau kita memaksa, kerja malah jadi tidak kunjung selesai, yang ada justru semakin amburadul. Tubuh kita sebenarnya punya cara sendiri memberikan sinyal bahwa dia sudah lelah, namun nafsu kita yang terus membuat ingin terjaga.
Kamu harus tahu batas-batas diri, kapan dia harus enjoy dan kapan dia harus nge-gas. Ibarat motor, kalo di-gas terus pasti akhirnya bisa rusak, karena panas, dan habis bahan bakar. Nah, kepada motor saja kamu paham kapan harus berhenti, masa' kepada diri sendiri tidak tahu?
Tidak masalah ketinggalan, toh, apa sih yang kamu kejar? Kenapa harus buru-buru. Ini yang membuatku heran melihat lingkungan sosial zaman sekarang, kenapa semua orang ingin cepat dan buru-buru, seakan tak ada hari esok. Apakah ini yang dinamakan gejala hustle culture?
Ada yang sampai terjaga tengah malam bedentang masih menatap layar laptop. Entah dia sedang mengejar sistem kebut semalam atau karena ingin ngumpulin duit buat beli iPhone supaya gengsi meningkat. Hadeuh, aku sungguh tak dapat mengerti lagi gimana jalan pikiran orang-orang.
Nah, oleh karena itu, mulai sekarang belajarlah memahami batasan diri. Tahu kapan harus berlari, tahu kapan harus turu. Tahu kapan harus ngomong, tahu kapan harus mingkem. Jangan semuanya di-gas, jangan semua harus dibacotin. Ingat kita ini manusia bukan sapi.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
HARI KE-23
Hai, aku sekarang masih kuliah, dan teman-temanku sudah pada nikah. Lucu ya, padahal dulu aku menyaksikanmu masih berseragam putih abu-abu, lihatlah kini kau telah menjadi pengantin baru. Aku masih ingat dahulu, wajahmu kumal akibat keringatan sehabis pelajaran Pendidikan Jasmani, kala itu kita ditugaskan berlari maraton keliling lapangan, hampir setengah mati rasanya, haha.
Namun siapa sangka, aduhai, bocah yang dulu tersengal-sengal akibat tak sanggup mengatur napas, justru kini sedang tersenyum amat lebarnya di atas sana, bersanding pula dengan lelaki tampan dan gagah. Kawan, aku begitu larut dalam haru, betapa bahagia bisa melihatmu sebahagia itu.
Sejak kapan sih kamu ketemu lelaki itu? Kok aku gak pernah lihat tanda-tandanya di media sosialmu? Aih sudahlah, aku tak peduli, aku terlanjur takjub melihat perubahanmu, betapa takdir begitu terbolak-balik. Jujur, aku kira kau tak akan laku, hahaha. Tapi lihatlah kenyataannya sekarang, terpampang benar di depan pelupuk mataku, kau bisa dan akhirnya menikah. Betapa beruntung dia memiliki istri keturunan Sunda seperti dirimu. 
Aku kira hidup ini akan lurus-lurus saja. Ternyata hidup bisa membuat terjungkir-balik, salto depan-belakang, kayang push-up, jungkat-jungkit, jumpalitan ke sana ke mari. Siapa sangka aku sekarang masih duduk di bangku kuliah, bosan mendengar dosen mengoceh tentang materi yang sudah aku pahami sejak lama. Sedangkan kau kini telah berada di tahap kehidupan yang jauh berbeda dariku, kau kini berada di level survival, bertahan hidup dalam bahtera rumah tangga, aduhai indahnya.
Padahal dulu kamu di sekolah biasa-biasa saja loh. Tidak terlalu banyak tingkah, bahkan ada dan tiadamu di kelas seperti sama saja. Namun, lihatlah dirimu kini, kau benar-benar berbeda, aku bahkan hampir tidak mengenali wajahmu, ditambah lagi dengan balutan make-up seperti itu. Ingin rasanya ku keluarkan iPhone jadulku dan men-jepret kalian berdua yang tengah duduk manis, namun aku urungkan karena baterai iPhoneku low-batt. Sialan.
Ah, sudahlah, banyak sekali ketakjuban terjadi hari ini. Sampai membuatku sejenak melupakan nasibku sendiri. Aku sudah layaknya koboi kampus, tapi bedanya aku tak banyak kasus. Khawatir entah kapan lulus, setiap bulan selalu kenyang oleh mie rebus. 
Ai sudahlah, banyak kejadian telah mengajarkanku untuk tidak membanding-bandingkan lagi, seperti yang sering dilakukan oleh guru SMA kita dahulu. Eh, bukannya dulu guru SMA kita sering membandingkanmu denganku? Tapi lihatlah kini, aku kadang jadi malu dengan diriku sendiri.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-22
Kenapa kamu begitu tertarik memikirkan orang? Kenapa tidak kau biarkan saja mereka bertindak sesuka mereka? Toh tindakan mereka juga tidak mengganggumu, kau sendiri yang merasa terganggu, padahal mereka tidak bermaksud begitu. Kau sendiri yang mengizinkan untuk merasa terganggu.
Untuk apa kamu mengomentari pakaian orang lain? Memangnya kalau dia memakai pakaian itu, duitmu jadi berkurang? Tidak kan? Aku heran dengan orang yang terlalu peduli dengan urusan orang lain. Aku ingin bertanya, apakah dia juga begitu peduli yang sama dengan diri mereka sendiri? Seharusnya jika mereka sibuk memikirkan aib diri sendiri, tentu mereka tidak akan punya waktu mengurus orang lain. Itulah manusia, tidak akan pernah habis menjadi bahan pembicaraan.
Aku merasa sepertinya semua orang zaman ini harus membaca buku The Subtle Art of Not Giving a F*ck atau buku terjemahannya yang berjudul Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat. Karena di sana menyindir kita dan mendidik kita tentang beberapa masalah terjadi dalam hidup ini justru karena kita terlalu peduli.
Lihatlah kemarin ada yang tersinggung sampai membuat semacam demo hanya karena ada orang yang mencela kucing. Konyol sekali bukan? Kok bisa kucing dicela, manusia yang tersinggung. Aneh banget. Iya, betul kucing itu hewan kesayangan Rasulullah. Tapi, sampai membuat demo segala? Bagiku itu udah kelewatan batas nalar, diluar akal sehat. Karena orang Indonesia ini terlalu peduli. Bahkan kepeduliannya tidak pada tempatnya.
Ada orang yang mengatakan bahwa salah satu ciri-ciri seseorang mulai dewasa yaitu bila dia tahu kapan harus peduli dan kapan untuk tidak. Ini baru dikatakan dewasa. Bisa memanajemen diri sendiri. Tidak baper. Bisa memilih mana hal yang penting untuk ditanggapi dan mana yang sebaiknya dianggap angin lalu saja.
Aku ingin bisa menjadi orang seperti itu. Aku yakin, orang yang sudah bisa melakukan hal itu pasti hidupnya bahagia sekali.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-21
Apa yang membuatmu bertahan sampai detik ini? Apakah karena perempuan? Apakah karena duit? Apakah karena malu dengan “apa kata orang”? Terlepas dari apa pun motifmu bertahan, walaupun kamu menghadeh-hadeh setiap hari , tetapi siapa sangka kau sudah bertahan sampai di titik ini?
BIcara soal “apa kata orang?”, aku jadi teringat kebiasaan orang-orang kampung di tanah kelahiranku, yang mereka selalu menempatkan penilaian orang lain di atas banyak hal dalam hidup mereka. Penilaian tetangga menjadi prioritas dan mereka akan rela melakukan hal yang bisa menaikkan harga diri agar terpandang di lingkungan. Aku rasa ini juga dilakukan banyak kalangan di berbagai tempat.
Jika ada anak tidak mau melanjutkan kuliah setelah lulus SMA, nanti apa kata orang? anak guru tidak mau kuliah? padahal orangtuanya adalah guru masa’ anaknya tak punya gelar sarjana? Atau ketika seorang santri baru menyelesaikan sekolah tahfizh-nya lalu pulang dengan rambut gondrong dan ketika shalat tidak memakai jubah, nanti apa kata orang? masa’ iya lulusan pesantren tahfizh penampilannya seperti preman?
Atau di suatu sekolah tersebutlah nama siswa/siswi yang berprestasi lalu pelajar tersebut tampak sedang berboncengan mesra dengan pasangannya, kemudian nanti apa kata orang? masa’ iya pelajar pintar dan rajin berpacaran di sekolah?
Masih banyak lagi. Memang, kalau hidup terus dikait-kaitkan dengan apa kata orang? memang tidak akan ada habisnya. Karena orang-orang baru akan berhenti menilai ketika mulutnya telah tersumpal dengan tanah alias ketika dia meninggoy. Padahal yang menjalani hidup kita adalah kita sendiri, yang merasakan kesusahan dan penderitaan adalah diri kita sendiri. Orang lain hanya bisa berkomentar dan kebanyakan hanya men-judge dari kulit luarnya saja tanpa peduli apa yang sebenarnya terjadi.
Padahal yang menjalani hidup kita adalah kita sendiri, yang merasakan kesusahan dan penderitaan adalah diri kita sendiri. Orang lain hanya bisa berkomentar dan kebanyakan hanya men-judge dari kulit luarnya saja tanpa peduli apa yang sebenarnya terjadi.
Sekarang tinggal kita yang harus pandai memilih, mana apa kata orang? yang baik buatmu dan mana yang harus kau tanggapi dengan mengatakan the hell I care!
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-20
Hujan baru saja selesai menuntaskan tetes air terakhirnya di langit Bantul. Sekarang menyisakan genangan air di ruas jalan, titik air dari ujung atap warmindo, dan semilir angir yang menyejukkan telinga. Suasana yang damai dan melankolis.
Belajar dari hujan, semua tergantung dari bagaimana kamu menyikapinya. Apakah dengan ratapan, atau dengan canda tawa. Seperti yang dilakukan bocah-bocah di sana. Mereka tertawa lepas meski telah dapat menebak setibanya di rumah nanti yang mereka dapatkan adalah amarah Ibu-Bapaknya.
Belajar dari keadaanku yang sekarang juga. Duduk hanya bertemankan semangkuk Indomie-telur yang telah tandas sejak 15 menit yang lalu. Sebagaimana sisa air di ruas jalan, begitu pula sisa kuah mie di dalam mangkuk itu. Sekarang temanku hanya segelas susu jahe hangat, tinggal setengah lagi hingga nasibnya sama seperti semangkuk Indomie tadi. Melihat segelas susu jahe ini aku bertanya, “Kamu berisi setengah habis atau setengah penuh?”
Aku menikmati setiap waktu, tetapi kadangkala aku merasa seperti membohongi diri sendiri. Lebih tepatnya, “Apakah benar kamu menikmatinya?” Ada keraguan yang terdengar lantang, jangan-jangan aku hanya berpura-pura. Jangan-jangan aku sejatinya ingin seperti orang-orang yang berlalu-lalang di depan warmindo ini; selalu ramai, memiliki teman, dan menghabiskan sepanjang hari bersama-sama.
Entahlah, aku tidak juga berpikir sampai sejauh itu. Di waktu tertentu, bagiku sudah bisa makan cukup kenyang satu hari, dan punya cukup uang untuk makan esoknya, itu sudah membahagiakanku. Tidak butuh seseorang, tidak butuh perempuan, dan tidak butuh keramaian.
Memang suasana hujan-hujan begini enaknya diisi dengan overthinking.
Tumblr media
1 note · View note
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-19
Menikmati detik demi detik Desember berakhir. Kalau kata orang Inggris, “December is coming to an end”. Kenapa aku mengatakan ini? Apakah aku menganggap Desember itu istimewa? Tidak. Bagiku Desember biasa saja. Sebagaimana bulan-bulan lainnya tempat di mana penyesalan dan kegagalan terulang. Selalu saja begitu. Selalu sama. Persis.
Kata orang, kalau kita mau, kita tidak mungkin miskin. Hanya perkara mau atau tidak saja, katanya. Karena, sekali lagi katanya, orang miskin itu orang yang tidak mau kaya. Baik, sebagian mungkin benar, sebagian mungkin salah. Bila Tuhan sudah menakdirkan kita miskin, ya pasti miskin. Tapi, siapa yang tahu takdir Tuhan? Memangnya kamu bisa baca lauh mahfuzh?
Jujur aku takut miskin, sangat takut. Kadangkala aku merasa terjebak oleh godaan setan untuk menjadi pelit, karena kalau tidak pelit aku tidak akan kaya, begitulah godaannya. Semua orang pasti takut miskin, hanya cara menyikapinya saja yang berbeda-beda.
Ada yang menyikapi takut miskin dengan tidak membelanjakan apa pun sampai pelit, sampai menyusahkan diri sendiri, padahal dia butuh. Ada yang menyikapi takut miskin justru dengan banyak bersedekah, karena baginya miskin itu adalah tidak punya bekal di akhirat untuk masuk surga, lebih baik miskin di dunia yang sementara ini daripada sengsara selamanya di neraka. Sudahlah susah di dunia, tersiksa pula di akhirat. Sudah jatuh tertimpa tangga.
Begitulah hari-hariku berlalu, kalau tidak dilanda takut, ya dilanda penyesalan. Takut dan menyesal datang silih berganti bak giliran antrian di kafetaria kampus. Menunggu bel berbunyi dan nama kita dipanggil. Lalu datanglah kita menjemput panggilan itu, dan kembali sambil membawa barang-barang yang telah kita tukar dengan keringat.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-18
Obsesi saja tak pernah cukup kecuali dibarengi dengan keberanian untuk menderita mencapai mimpi tersebut. Sebagaimana kata passion yang berasal dari bahasa latin yang artinya penderitaan. Jadi, hanya orang yang berani menderitalah yang bisa menemukan passion-nya.
Jika kau temukan orang yang kerjanya tidur pagi dan banyak makan lalu malamnya begadang main judi dan dia berkata aku ingin mengejar passion, maka curigailah dia itu orang senewen.
***
Aku ingin jadi orang yang “tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu.”
Menjadi satu dari bagian orang yang tidak dikenal sosoknya, namun yang diketahui hanya kontribusinya. Aku pernah melihat tulisan itu, oh ya, di suatu kajian ekslusif. Hebat ya, orang itu, kontribusinya pada dakwah memberikan fasilitas yang baik, namun pesertanya sendiri tidak mengenal siapakah mereka yang telah bermurah hati menyumbangkan sebagian hartanya itu?
***
Tiada penghargaan tertinggi bagi seorang penghafal Qur’an selain hati yang istiqomah murojaah.
Banyak tersedia di luar sana cara-cara menghafal Al-Quran; metode 30 hari, metode menghafal semudah senyuman, dan lain-lain. Beragam metode ada semua, mungkin yang belum ada metode menghafal semudah membalikkan telapak tangan, karena memang itu tidak akan pernah terjadi.
Namun jangan pernah lupakan bahwa secanggih apa pun metode menghafal yang kalian pakai, tidak ada metode yang lebih baik dari satu cara: MUROJAAH.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-16
Jika kau mau merenung, sebenarnya pada banyak hal keberuntungan lebih memihak kepadamu dibanding orang lain. Misalnya, jurusan yang kau ambil. Tidakkah kau terharu melihat temanmu dari jurusan-jurusan yang super sibuk itu, sedangkan jurusan kuliahmu hanya masuk sampai hari Kamis saja?
Tugas-tugas yang diberikan kepadamu diberi tenggat waktu satu minggu, bahkan ada yang berbulan-bulan, sedangkan temanmu mungkin punya tenggat waktu hanya sampai nanti malam tepat jam 9! Dengan kenyataan itu pun kau masih saja mengeluh soal tugas-tugas, padahal tugas orang lain masih lebih berat dan memusingkan.
Masih untung kamu dapat tidur pagi, tidur siang, tidur sore, bahkan masih bisa tidur lebih awal pada malam hari. Sedangkan mereka begadang sampai jam satu atau dua dini hari, dan mesti bangun subuh terkantuk-kantuk, lihatlah mereka di shaf setelah berdzikir, terangguk-angguk seperti ayam mematuk rezeki.
Dengan kenyataan itu pun kau masih saja menghabiskan malam-malammu dengan hal yang tidak bermanfaat. Menggulir media sosial tanpa terasa berjam-jam terlewati sia-sia. Menonton video-video lucu yang mengocok perut dan membuatmu terbahak-bahak. ketika kau melihat jam tiba-tiba sudah pukul 12 malam, baru kau menyesal, kenapa tidak tidur lebih awal. Karena mempunyai kesempatan untuk tidur lebih awal ketika masa kuliah adalah sebuah kenikmatan yang tiada terkira.
Selagi kau masih mahasiswa semester jagung ini, tidurlah awal waktu, bagiku, tiada hadiah yang baik buat diri sendiri selain mengizinkannya terlelap lebih cepat dan nyenyak, lalu bangun subuh dalam keadaan segar dan penuh syukur.
Memang memanjakan badan sewaktu muda tidak baik juga, tetapi siapa juga yang mau menghabiskan masa tua dalam sakit-sakitan. Untuk itu kita harus seimbang, pandai menimbang, kapan harus berjuang dan kapan harus beristirahat. Jangan kebablasan pada kedua belah pihak.
Tumblr media
1 note · View note
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-15
Sudah berjalan setengah bulan semenjak aku memulai menulis ini di awal Desember. Apa yang aku lakukan hanyalah menghitung hari, layaknya orang yang dipenjara menggoreskan garis demi garis di tembok kumal, menghitung waktu kapan ia dibebaskan.
Ayahku berkata kenapa kamu menghitung-hitung hari? seperti orang yang tidak betah saja, apakah kamu punya masalah? Bukan perihal ada masalah atau tidak, tidak pula karena aku tidak betah atau tidak, kegiatan menghitung hari ini membuat aku terpacu untuk terus merekam apa saja yang aku pikirkan setiap hari.
Bung Hatta adalah sosok negarawan yang rajin menulis, penanya tajam menghunus ketidakadilan penjajah, ia rekam Indonesia sejak zaman perjuangan hingga masa pasca kemerdekaan. Koleksi bukunya puluhan judul. Bung Hatta seperti buku yang tidak pernah habis dibaca, selalu ada terus dan tidak ada tamat.
Aku ingin seperti itu. Biarlah tidak ada yang membaca tulisanku. Aku tidak peduli. Yang penting aku bahagia setiap menulis ini. Tidak peduli orang membaca atau tidak. Aku menulis bukan karena ingin dibaca orang, aku menulis karena aku ingin menulis. Sesederhana itu.
Ivan Lanin pernah bilang bahwa menulis itu adalah cara menertibkan pikiran. Orang yang pandai bicara belum tentu pandai menulis. Karena sifat dari kegiatan bicara cenderung bebas, tidak seperti kegiatan menulis yang deskriptif dan teratur. Semudah orang berbica menggambarkan sesuatu, tidak semudah menggambarkan hal yang serupa dengan kata-kata tulisan.
Mungkin mudah ketika orang bercerita tentang pantai dan angin sepoi-sepoinya, beda halnya dengan mencoba melukiskan itu dalam tulisan, kau harus gambarkan detail anginnya, bagaimana tekstur tanahnya, dan bagaimana bunyi ombak yang berdebur menghantam bebatuan.
Tumblr media
0 notes
mardamind · 1 year
Text
Hari ke-14
Cinta itu merepotkan. Sungguh. Membuat hidupmu tak tenang dunia-akhirat. Aku mulai membenci cinta sejak Sekolah Menengah Atas. Sebelumnya aku mengetahui perasaan goblok itu dari buku-buku Tere Liye dan Asma Nadia. Namun, saat beranjak di sekolah yang seragamnya putih abu-abu itu, baru aku tahu, ternyata cinta itu tidaklah goblok, tapi tolol!
Bagiku tidak ada yang baik pada cinta. Sama sekali. At All. Apalagi jika kau berurusan dengan cinta padahal kau sama sekali tak mampu menikahi perempuan itu. Haduh, itu tingkat ketololannya sampai ke ubun-ubun.
Apa yang bisa kau dapatkan dari cinta-cinta menyesatkan itu? Selain duitmu habis, shalat tidak khusyuk, banyak menghayal, yang ada kau hanya menyia-nyiakan masa mudamu. Percayalah, lebih suka aku mendaki gunung menghabiskan uang berjuta-juta membeli peralatan, daripada mengajak jalan-jalan perempuan yang belum tentu dia jadi istriku nanti.
Ga usah bawa-bawa dalil lah. Aku juga jijik sama orang yang dikit-dikit bawa dalil padahal diri dia sendiri belum beres. Kita pakai logika saja. Di mana letak masuk akalnya ketika kau menggebu-gebu mencurahkan perasaan kepada seorang perempuan, padahal kau sendiri tahu dia belum tentu jodohmu. 
Bagiku lelaki sukses adalah yang berhasil menikahi perempuan yang dia cintai. Itulah definisi sukses bagiku. Tidak kurang, tidak lebih. Pas!. Cobalah tengok kisah cinta para tokoh pendiri bangsa ini, tragis bukan buatan. Ada yang kekasih idamannya mati ditembak serdadu, bukan serdadu asing, melainkan serdadu negaranya sendiri!
Sekarang tengok diri kalian sendiri. Baru dua bulan jomblo saja sudah macam nak mampus. Dasar lemah!
Tumblr media
0 notes