Tumgik
#mimbar politik
bogorexpose · 22 days
Text
Mantap Nyalon Walikota, Dokter Rayendra Optimistis Didukung PKB
BOGOR – Langkah politik Dr. dr. Raendi Rayendra memantapkan maju di kontestasi Pilwalkot Bogor 2024 terus dilakukan. Ia optimistis mendapat dukungan penuh dari PKB Kota Bogor. Pada Senin 22 April 2024, Rayendra panggilan akrab tokoh profesional di Kota Bogor itu, menyambangi kantor DPC Gerindra Kota Bogor untuk mengambil formulir pendaftaran bakal calon Walikota. Usai di DPC Gerindra, Rayendra…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
publikkaltim · 5 months
Text
Tuntut Penyelesaian Kasus HAM dan Tolak Dinasti Politik, Mahasiswa Samarinda Gelar Unjuk Rasa
PUBLIKKALTIM.COM – Memasuki masa akhir jabatan dua periode Presiden Joko Widodo saat ini, gelombang protes kembali menyeruak dari Samarinda, Kalimantan Timur. Kali ini aksi protes dilakukan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Rakyat Melawan dengan menggelar Mimbar Demokrasi di Festival Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlangsung di lapangan parkir GOR 27 September, Universitas Mulawarman…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
fierautami · 8 months
Text
Denny JA: Guru Inspiratif dalam Mengajarkan Nilai Kebersahajaan dan Keseimbangan
Dalam kehidupan yang semakin modern dan serba cepat seperti sekarang ini, nilai kebersahajaan dan keseimbangan seringkali terlupakan dan terpinggirkan. Namun, ada seorang guru inspiratif bernama Denny JA yang gigih dalam mengajarkan nilainilai ini kepada masyarakat Indonesia. Denny ja, atau lengkapnya Denny Januar Ali, adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai pendidik, penulis, motivator, dan juga politisi. Namun, lebih dari itu, Denny JA dikenal sebagai seorang guru yang menginspirasi banyak orang dengan ajarannya tentang kebersahajaan dan keseimbangan. Dalam mengajarkan nilai kebersahajaan, Denny ja selalu menekankan pentingnya tidak terjebak dalam keinginankeinginan yang berlebihan. Ia mengajarkan kepada muridmuridnya untuk menghargai apa yang mereka miliki saat ini dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan. Denny JA juga seringkali mengingatkan pentingnya hidup sederhana dan tidak terlalu materialistis. Ia meyakinkan muridmuridnya bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada harta benda, melainkan pada kehidupan yang penuh dengan rasa syukur dan keberkahan. Selain itu, Denny JA juga mengajarkan nilai keseimbangan dalam kehidupan. Ia percaya bahwa keseimbangan adalah kunci untuk hidup bahagia dan sukses. Denny JA mengajarkan kepada muridmuridnya untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan waktu pribadi. Ia mengingatkan pentingnya tidak terlalu terfokus pada satu aspek kehidupan saja, tetapi menjaga keseimbangan agar semua aspek dapat berjalan harmonis. Dalam mengajarkan nilai kebersahajaan dan keseimbangan, Denny JA tidak hanya berbicara dari atas mimbar. Ia juga menunjukkan contoh nyata dalam kehidupan seharihari. Denny JA adalah sosok yang rendah hati dan tidak pernah memamerkan kekayaan atau keberhasilannya. Ia hidup dengan sederhana dan tidak terlalu mencolok. Hal ini membuatnya semakin meyakinkan sebagai seorang guru yang konsisten dengan nilainilai yang diajarkannya. Banyak orang yang telah mengikuti ajaran Denny JA dan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka. Mereka menjadi lebih menghargai apa yang mereka miliki, lebih bijaksana dalam mengelola waktu, dan lebih seimbang dalam menjalani kehidupan. Denny JA telah menjadi panutan bagi banyak orang dalam mencapai kebahagiaan dan kesuksesan yang sejati. Tidak hanya sebagai seorang guru, Denny JA juga berperan sebagai motivator. Ia sering memberikan seminar dan ceramah motivasi yang menginspirasi ribuan orang. Dalam setiap ceramahnya, Denny JA selalu menyampaikan pesanpesan positif tentang nilainilai kebersahajaan dan keseimbangan. Ia mendorong setiap orang untuk mengambil langkah kecil menuju perubahan yang positif dalam hidup mereka. Pengaruh dan kontribusi Denny JA dalam mengajarkan nilai kebersahajaan dan keseimbangan juga terlihat dalam dunia politik. Selama karir politiknya, Denny JA tidak pernah terjebak dalam praktik korupsi atau kekuasaan yang berlebihan. Ia tetap berpegang teguh pada prinsip kebersahajaan dan keseimbangan, serta selalu memperjuangkan kepentingan rakyat. Denny JA adalah contoh nyata bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang tidak melupakan nilainilai kebersahajaan dan keseimbangan dalam menjalankan tugasnya. Dalam mengakhiri artikel ini, tak bisa tidak kita akui bahwa Denny JA adalah seorang guru inspiratif yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam mengajarkan nilai kebersahajaan dan keseimbangan kepada masyarakat Indonesia.
Cek Selengkapnya: Denny JA: Guru Inspiratif dalam Mengajarkan Nilai Kebersahajaan dan Keseimbangan
0 notes
akuyanglain · 11 months
Text
KOMPLEKSITAS FIRQAH WAHABI DI INDONESIA
Oleh Mohammad Siswanto
Secara DNA, Wahabi tidak ada kaitannya dengan Firqah Khawarij di masa Salaf. Akan tetapi mereka (Wahabi) mewarisi sifat kaum Khawarij itu sendiri. Yaitu Takfiri dan menganggap semua orang diluar golongannya adalah sesat, dan hanya merekalah yang paling benar. Sama halnya seperti kaum Khawarij, Wahabi pun terpecah belah menjadi kelompok yang kecil-kecil. Di Indonesia terdapat tiga poros utama Wahabi, yaitu Wahabi Murji'ah, Wahabi Khawarij, dan Wahabi Haraki/Politik/Hybrid. Kelompok pertama adalah Wahabi Murji'ah yang terkanal dengan doktrin: TAAT PADA ULIL AMRI. Wahabi Murji'ah ini cenderung apolitis atau mengharamkan pengikutnya untuk berpolitik, melarang mengkritik pemerintah karena dianggap tabu, serta tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu karena merupakan produk dari demokrasi yang tidak ada dalil syar'inya, juga dianggap membawa perpecahan umat. Namun meski begitu, beberapa dari ustadz-ustadz Wahabi Murji'ah membolehkan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Alasannya untuk mencegah terpilihnya pemimpin yang zolim, maka mereka mengajak jamaahnya untuk tetap nyoblos ke TPS. Pada dasarnya, doktrin "TAAT PADA ULIL AMRI" yang diusung oleh Wahabi Murji'ah di Indonesia adalah doktrin turunan Ulama Wahabi untuk mempertahankan status quo pemerintahan Rezim Saud. Hal ini bertujuan agar tidak ada rakyat Saudi yang mengkritik atau memberontak kepada Raja Saudi, dan stabilitas politik dalam negeri aman. Dalam agenda Wahabisasi di Indonesia, mereka lebih cenderung menggunakan pendekatan soft, yaitu dakwah di mimbar-mimbar Masjid atau media seperti TV, Radio, Internet (Website atau Blog di laman Google) dan Sosial Media (YouTube, Facebook, Instagram), membangun ponpes, sekolah, dan perguruan tinggi, serta pendirian lembaga penerbitan buku yang menerjamahkan buku-buku hasil karya pemikiran Ulama Wahabi. Mereka juga menerjemahkan kitab Ulama-Ulama Ahlussunnah, tapi disesuaikan dengan pemahaman Wahabisme. Dan itu merupakan bentuk kejahatan intelektual karena mendistorsi karya ilmiah orang lain.
Kelompok Wahabi Murji'ah ini pun terpecah belah, saling cela, takfir, dan tahdzir. Diantaranya Halabiyun Rodja, yang tokoh-tokohnya seperti Yazid bin Abdul Qadir Jawas (rekan Alm. Ja'far Umar Thalib saat mengajar di Yayasan Pendidikan milik Al-Irsyad), Abdul Hakim bin Amir Abdat, Firanda Andirja, Khalid Basalamah (yang paling banyak digandrungi anak-anak Hijrah Instant karena Public Speakingnya yang bagus), Syafiq Riza Basalamah, Yahya Badrussalam, dst. Lalu kelompoknya Dzulqarnain M. Sunusi pecahan Halabiyun Rodja, yang oleh Salafi RII dijuluki kelompok MLM (Manhaj Linglung Mubtadi' [Ahlul Bid'ah]. Alasan dari Dzulqarnain M. Sunusi menyempal dari RodjaTV dan mentahdzir Ustadz-Ustadz yang ada di dalamnya, karena Yayasan Cahaya Sunnah yang menaungi pendirian RODJATV didanai oleh Yayasan Ihya at-Turots, sebuah LSM Swasta yang berpusat di Kuwait dan menjadi salah satu pendonor gerakan jihad Al-Qaeda. Ustadz Dzulqarnain tidak setuju akan hal itu karena bertentangan dengan doktrin "TAAT PADA ULIL AMRI" yang dipegang oleh Salafi Halabiyun Rodja, sedangkan Al-Qaeda adalah Salafi kubu Jihadi/Khawarij yang anti pemerintah. Kemudian Salafi RII (Radio Islam Indonesia) atau sering disebut Salafi Luqmaniyun (merujuk tokoh utamanya yaitu Luqman Ba'abduh), kelompok Wahabi Murji'ah ini paling keras sekali mentahdzir kelompok Wahabi lainnya. Orang-orang Salafi Wahabi yang menjadi lawannya menjulukinya dengan sebutan JAHIL (Jaringan Hizby Luqmani) dan Jamaah Ahli Tahdzir. Ciri kelompok Salafi RII dibanding yang lainnya adalah mengharamkan bentuk gambar apapun baik yang berupa sketsa atau video, haram ikut pemilu dan ikut aktivitas politik apapun, dan haram membentuk organisasi/yayaan. Tidak seperti jamaah Halabiyun Rodja yang pengikutnya masih ikut dalam aktivitas politik seperti Tengku Wisnu, atau Ustadz Khalid Basalamah yang ikut pemilu nyoblos di TPS. Juga dalam hal dakwah yang masih membolehkan direkam kamera saat memberi kajian agama. Yang mana itu semua melanggar doktrin "SEMUA BID'AH ADALAH SESAT" yang dipegang secara teguh oleh pendahulu mereka, yaitu Pasukan Ikhwan. Adapun tokoh-tokoh Salafi RII diantaranya Ustadz Luqman Ba'abduh, Muhammad Umar As-Sewed (rekan Alm. Ja'far Umar Thalib saat membentuk Laskar Jihad dalam konflik SARA di Maluku), Helmy Abdul Qodir Bajri, dst. Sama seperti Salafi Halabiyun Rodja, Salafi RII juga memiliki sempalan yang dipimpin oleh Ustadz Askari Al-Bugisi, yang tidak tahan dengan sikap tahdzir yang berlebihan dari Salafi RII terhadap kelompok Wahabi Murji'ah yang lainnya. Selanjutnya ada Salafi Jaringan Dammaj, Yaman lainnya, yang menamakan dirinya Salafi Al-Hujjah atau disebut Salafi Turoby. Tokoh utamanya adalah Abu Turob Saif, murid Syaikh Yahya Al-Hajuri yang mentahdir Luqman Ba'abduh (Salafi RII), Dzulqarnain M. Sunusi, dan kalangan Salafi Wahabi yang mendirikan yayasan untuk dakwa seperti Yayasan Cahaya Sunnah (RodjaTV), karena dianggap bid'ah dan menyelisihi pemahaman Wahabi yang murni. Terakhir adalah Wahabi Murji'ah kubu Alm. Ja'far Umar Thalib mantan Panglima Laskar Jihad di Ambon. Dia menamakan dirinya dan orang-orang yang mengikutinya sebagai Salafi Al-Ghuroba. Karena memisahkan diri dari kelompok Salafi-Salafi yang lain. Ja'far Umar Thalib ini yang terang-terangan mengakui bahwa ajaran Islam yang dipahaminya itu adalah apa yang disebut oleh orang Sunni dan Syiah sebagai ajaran WAHABI dan dia bangga memakai nama Madzhab Wahabi itu.
Kedua adalah Wahabi Khawarij. Kelompok ini muncul diawali dari sejarah penolakan Pasukan Ikhwan terhadap agenda modernisasi semenanjung Arabia oleh Abdul Aziz Al-Saud, pendiri Wangsa Saudi III. Pasukan Ikhwan beralasan bahwa produk IPTEK merupakan Bid'ah Kafir yang menyelishi syariat Islam (Semua Bid'ah Sesat). Akibat penolakan tersebut, akhirnya mereka melakukan pemberontakan terhadap Abdul Aziz Al-Saud yang dibantu Inggris pada tahun 1927-1929 M. Sejak saat itu, siapa saja orang atau kelompok yang mengkritik House of Saud, maka akan mendapat label Khawarij Bughot yang wajib untuk diperangi. Kemudian pasca pemberontakan yang dilakukan Juhayman Al-Otaybi murid Syaikh bin Baz, saat musim haji tahun 1979 M, yang menduduki Masjdil Haram dan menumpahkan darah ratusan jamaah haji. Perjuangan Wahabi Khawarij dilanjutkan oleh Osama bin Laden dan Al-Qaedanya beserta afiliasi, seperti Boko Haram, Al-Shabab, JI, ISI a.ka. ISIS a.k.a. ISIL a.k.a IS, Jabhat Al-Nusra, dst. Kelompok Wahabi Khawarij inilah yang masih Kaffah mewarisi ajaran Jihad Muhammad bin Abdul Wahhab (Imam Wahabisme) memberantas bid'ah dan syirik. Adapun kelompok Wahabi Khawarij di Indonesia adalah Jamaah Islamiyah (JI) yang tokoh utamanya adalah Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar. Kemudian JI membentuk organisasi turunan seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang diwakili oleh Abu Jibril. MMI kemudian pecah dan dibentuk JAT yang dipimpin oleh Sholeh Ibrahim. Lalu ada JAD pecahan dari JAT yang didirikan oleh Aman Abdurahman, yang berbaiat kepada ISIS. Ada juga Mujahidin Indonesia Timur (MIT) jaringan Alm. Santoso yang bergerilya di Poso. Bagi kelompok Wahabi Khawarij, pemerintah Arab Saudi dianggap tidak bermoral, korup, berorientasi ke Barat, dan sudah melenceng jauh dari ajaran Wahabisme. Tak hanya itu, bagi pemerintahan negara muslim mana saja yang menerapkan sistem demokrasi, mereka akan perangi karena dianggap berhukum dengan taghut bukan berhukum dengan hukum Islam. Maka Wahabi Khawarij ini memusuhi kelompok Wahabi Murji'ah yang dianggapnya membiarkan kebatilan dan tidak melawan pemerintah yang berhukum pada taghut. Akan tetapi, Rezim Saud menerapkan politik standar ganda terhadap kelompok Wahabi Khawarij ini. Jika mereka membuat kekacauan di dalam negeri Saudi, maka akan dicap Bughot dan diperangi. Sebaliknya jika Wahabi Khawarij membuat kekacauan di luar Saudi, atau negara yang jadi lawan geopolitik House of Saud. Kelompok Wahabi Khawarij berubah statusnya menjadi "Mujahidin Penegak Syariat Islam", dan didanai penuh oleh pemerintah Saudi.
Yang terkahir adalah Wahabi Haraki/Politik/Hybrid. Kelompok Wahabi Haraki ini seperti bunglon, beraksi dan berganti mode sesuai keadaan. Terkadang mereka condong ke Wahabi Murji'ah, di kondisi lainnya mereka merapat ke Wahabi Khawarij. Akan tetapi secara tindakan dalam mengkritik pemerintah, mereka hanya melakukannya secara verbal melalui orasi di TV atau sosial media seperti YouTube untuk menyampaikan aspirasinya. Tidak seperti kalangan Wahabi Jihadi yang menggunakan jalan kekerasan melalui serangan terorisme untuk melawan pemerintah. Atau siapa saja kelompok yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama. Tokoh-tokoh Wahabi Haraki di Indonesia seperti Zaitun Rasmin (Ketua Umum Wahdah Islamiyah), Oemar Mita, Duo Ustadz Hari Kiamat Rahmat Baequni dan Zulkifli Muhammad Ali, Soni Eranata a.k.a Abu Hussein At-Thuwailibi a.k.a. Maaher At-Thuwailibi, dan jaringan Yayasan Al-Sofwa.
#wahabi #salafi #sunni #perpecahan mazhab #syiah #sejarah #islam #dunia #arabspring #indonesia #geopolitik
0 notes
detikkota · 1 year
Text
AMS Dukung Mahfud MD, Desak DPR Sahkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
SUMENEP, detikkota.com – Sejumlah aktivis yeng tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS) mendukung sikap Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD yang mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. Dukungan mereka disampaikan melalui ‘Mimbar Demokrasi’ di depan Kantor DPRD Kabupaten Sumenep, Jawa…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
vivaborneomedia · 2 years
Text
Andi “Beluluk Lingai”
Catatan Rizal Effendi
Tumblr media
Andi Harun ketika mendapat gelar “Beluluk Lingai” dari Ketua Dewan Adat Dayak Hendrik Tandoh. SAYA tidak mengira Wali Kota Samarinda, Dr H Andi Harun, ST, SH, M.Si jadi hadir di acara launching buku saya “Bukan Pak Wali Lagi” di Kedai Kong Djie, Citra Niaga, Rabu (7/9) malam lalu. Sehari sebelum acara, saya sempat menghubungi. Dia memang berjanji hadir. Tapi sampai acara mulai digelar, saya tak melihat kedatangannya. Tahu-tahu saya diberitahu bahwa Pak Wali sudah ada di belakang kumpul-kumpul bersama wartawan dan seniman. Dia datang masih mengenakan pakaian kerja didampingi Sekretaris Kota Hero Mardanus Satyawan, yang baru saja dilantiknya. “Habis dari rapat anggaran, kami langsung ke sini,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah Hermanus Barus, SE, M.Si. Saya benar-benar merasa surprised. Dia masih menyempatkan diri datang ke acara saya. Malah saya makin  kaget, meski acara sudah selesai, Andi Harun masih mau begadang di teras Kedai Kong Djie sampai tengah malam. Ketua PWI Kaltim Endro S Effendi sempat menemaninya. Andi Harun bicara banyak. Mulai soal acara launching buku saya di kedai kopi, yang mengasyikkan. Sampai masalah Ibu Kota Nusantara (IKN), di mana daerah-daerah penyangga termasuk daerah lainnya di Kaltim belum banyak dilibatkan. Berdiskusi sampai larut biasa  dia lakukan. Berbagai masalah dikupas mulai soal pembangunan, politik sampai agama. Pemahamannya urusan agama cukup dalam, meski dia ahli hukum. Bahasa Arabnya cukup fasih. Saat pelaksanaan salat Iduladha 1443 Hijriah di Masjid Darussalam, Minggu (10/7), Andi Harun sangat lancar naik mimbar sebagai khatib. Dia sudah layak  dipanggil “kiai.” Bukan saya. Meski saya saat ini menjadi ketua umum Masjid Agung At Taqwa Balikpapan. Soalnya Gubernur Isran Noor setiap sambutan selalu memanggil saya “kiai.” Sebutan kiai tentu sebuah kehormatan, biasanya diberikan kepada tokoh agama atau ulama yang sudah matang atau mumpuni ilmu agama dan amalannya. Isran juga dalam ilmu agamanya. Dia sempat mengenyam ilmu pesantren. Saat ini dia masuk dalam kepengurusan PBNU sebagai salah satu anggota A’wan. Yaitu kumpulan sejumlah ulama dan tokoh terpandang yang bertugas membantu Rais dalam menjalankan kebijakan di Nahdlatul Ulama (NU). Ketika Andi Harun dilantik sebagai wali kota Samarinda  menggantikan H Syaharie Jaang, 26 Februari 2021, saya masih menjadi wali kota Balikpapan. Masa jabatan kedua saya baru berakhir 31 Mei 2021, lima bulan setelah Andi Harun bertugas. Sayang kami tak sempat banyak berkomunikasi langsung. Maklum saat itu suasana Covid-19 masih kencang. Andi Harun dan saya sama-sama berjuang agar Samarinda dan Balikpapan bisa menekan angka terkonfirmasi positif. Sepertinya Balikpapan selalu lebih tinggi. Tapi saya terus mengikuti kiprah wali kota ke-10 Samarinda  ini. Sangat atraktif bersama wakilnya Rusmadi Wongso. Usia Andi Harun masih muda 49 tahun. Dia dilahirkan di Bone, Sulawesi Selatan, 12 Desember 1972. Buah perkawinannya dengan Hj Rinda Wahyuni S.Pd, mereka dikaruniai  3 anak. Putra sulungnya, Muhammad Afif Rayhan Harun mengikuti jejaknya. Afif menjadi anggota DPRD Samarinda. Kalaulah Andi Harun langsung on fire sebagai wali kota tidak salah. Karena pengalaman politiknya cukup kuat. Sebagai ketua DPD Gerindra Kaltim, dia sempat 3 periode menjadi anggota DPRD Kaltim. Mulai menjadi ketua Komisi E, wakil ketua DPRD  sampai wakil ketua Komisi III. Dia meraih dua gelar S1 sekaligus. Sebagai sarjana teknik pertambangan di UVRI dan sarjana hukum di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Lalu S2-nya ternyata Ilmu Ekonomi di Universitas Mulawarman. Kebetulan saya sekarang jadi ketua alumni fakultas ekonomi Unmul. Sedang S3-nya sebagai doktor ilmu hukum kembali diraih di UMI Makassar. JADI KETUA PESISIR Belum setahun menjadi wali kota, Andi Harun sudah terpilih menjadi ketua umum Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) dalam Munas di Bangka Belitung, Oktober tahun lalu. Itu menunjukkan kapasitasnya yang kuat dan diakui oleh kepala daerah lain di Indonesia. “Alhamdulillah saya dipercaya dan dipilih. Wilayah pesisir merupakan potensi yang dapat berkembang dan menghasilkan devisa negara,” katanya. Ketika menghadiri pengukuhan dan pengambilan sumpah pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Samarinda, Agustus lalu, Andi Harun diberi gelar “Beluluk Lingai.” Sebuah gelar yang sangat terhormat  bagi dia. “Beluluk artinya pucuk tertinggi sebuah pohon.  Lingai itu dingin dan sejuk. Jadi kita berharap beliau menjadi pemimpin yang sejuk, pemimpin yang bijaksana kepada masyarakat adat,” kata Ketua DAD Hendrik Tandoh.
Tumblr media
Terlibat diskusi dengan pakar Unmul Dr Aji Sofyan Effendi, para wartawan dan seniman. Andi “Beluluk Lingai” berjanji menjaga dan mengembangkan budaya Dayak sebagai salah satu objek pariwisata di daerahnya. Bahkan dia mengeluarkan Perwali untuk kegiatan menyambut HUT Desa Budaya Pampang, yang sudah dikenal berbagai wisatawan dalam negeri dan mancanegara. Salah satu program unggulan Andi Harun–Rusmadi Wongso adalah Program Pengembangan  dan Pemberdayaan Masyarakat atau Pro Bebaya. Ada 2.000 ketua RT dia himpun untuk melaksanakan program tersebut, pertengahan Mei lalu. Tiap RT menerima alokasi dana APBD sebesar 100 sampai 300 juta rupiah dalam upaya memberdayakan masyarakat di lingkungannya. “Salah satu tujuan Pro Bebaya adalah untuk menjangkau pemerataan pembangunan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di lingkup terkecil pemerintahan, yakni RT,” kata Andi Harun bersemangat. Sungguh saya kaget melihat ketegasan Andi Harun dalam menertibkan penggunaan aset milik Pemerintah Kota. Di antaranya ketika dia memerintahkan pengosongan bangunan di Jalan Mulawarman, yang selama ini dipergunakan sebagai kantor sekretariat DPD Golkar Samarinda. Dia sempat digugat ke pengadilan. Toh gugatan tersebut ditolak. “Sudah saya perkirakan,” katanya. Warga Tepian memuji semangat yang dibangun Andi Harun dan Rusmadi Wongso dalam membangun kota. Mereka berharap wajah kota bisa lebih segar dan tertib. Bebas dari banjir, lalu lintasnya bisa lebih nyaman, dan pasar-pasarnya lebih bersih dan tidak kumuh. “Kami sangat merindukan suasana seperti itu,” kata Johansyah, warga di Pasar Pagi. Ada yang bilang lancarnya perjalanan karier Andi Harun tak lepas karena adanya dukungan dari berbagai tokoh. Salah satunya dari H Said Amin, SH, ketua MPW Pemuda Pancasila Kaltim, yang dikenal sebagai pengusaha besar batu bara. Andi memang akrab dengan Said yang kebetulan pula sama tanggal lahirnya, 12 Desember. Tapi orang tidak menyangsikan  kapasitas dan kemampuan Andi Harun sebagai tokoh politik muda di daerah ini. Terus berkarya Pak Andi.(*) *) Rizal Effendi - Wartawan senior Kalimantan Timur. - Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021) Read the full article
0 notes
mariberbagi · 4 years
Text
MENGAPA MEMILIH NU?
Di dalam Nahdlatul Ulama, kita menemukan jalan untuk berjama'ah dalam amaliyah, fikrah, harokah, dan ukhuwah.
NU tidak hanya mengurusi politik (harokah), tapi juga :
1. Amaliyah Aswaja, seperti tahlilan, istighotsah, ziarah kubur, maulid, qunut, muamalah, munakahah, dll. Yang fardhu, sudah pasti, yang sunnah juga NU lakoni. Seperti sholat gerhana, sholat tasbih dsb.
2. Fikrah Aswaja, seperti pesantren, sekolah, pengajian, majlis ta'lim, dakwah media dan mimbar, kajian ilmiyah bahtsul matsail, dll. Termasuk dalam fikrah, adalah akidah aswaja.
3. Ukhuwah Aswaja, yaitu basyariyah, wathoniyah, dan islamiyah. NU mengurusi perdamaian masyarakat lokal dan dunia.
Kita menemukan muqobalah (pembanding) karakteristik ini dalam beberapa ormas lain. Walupun ada beberapa ormas yang hanya (mencolok) dalam urusan harokah, atau politik.
Di NU, kita menemukan :
Amaliyah : 25%
Fikrah : 25%
Harokah : 25%
Ukhuwah : 25
Jadi NU 100%
Kita pilih Ber-NU, sebagai jama'ah sekaligus jam'iyyah untuk diri dan keluarga.
Kita berjamaah, karena Nabi SAW mewajibkan untuk bersama jama'ah :
عليكم بجماعة المسلمين وامامهم
Kenapa berjama'ahnya di NU?
Karena nilai-nilai NU, sejalan dengan prinsip Islam rahmatan lil alamin.
NU yang berpegang teguh pada Al-Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas.
Tidak ghuluw (berlebihan/ekstrim), tetapi memiliki karakter :
1. Tawassuthiyyah (moderat),
2. Tasamuhiyah (toleran),
3. Tawaazuniyah (keseimbangan),
4. I'tidaliyah (idealis),
5. Istiqomah (konsisten),
6. Ishlahiyyah (reformatif),
7. Tathowwuriyah (dinamis),
8. Manhajiyah (pola pikir metodologis),
9. Amar ma'ruf nahi mungkar
Tanpa jama'ah, kita ibarat debu di semesta yang luas.
Tanpa jam'iyyah (organisasi), kita ibarat sepotong rumput liar yang tidak terurus.
Kita Ber-NU, memilih jalur NU, bersanad melalui guru2 Aswaja. Ada sandaran, ada rujukan, dan ada pertanggung jawabannya.
NU yang lahir 1926, memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal kehidupan beragama dan bernegara dalam bingkai NKRI.
Dalam Bahtsul Matsail Muktamar NU tahun 1936 di Banjarmasin, jauh sebelum Indonesia merdeka disebutkan bahwa Indonesia adalah negeri Darussalam, tidak ubahnya Negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah, membangun Negara Perdamaian, Negara Darussalam bukan Negara Darul Islam. Dengan Piagam Madinah, tidak mengedepankan Islam semata tetapi persatuan dan kesatuan, sebagaimana Firman Allah
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam [Al-Anbiyâ’/21:107].
Semoga kita diakui murid KH. Hasyim Asy'ari, bersambung sanad juga kepada KH. Kholil Bangkalan, Syekh Nawawi Albantani, para Imam Ahlussunnah wal Jama'ah, dan dikumpulkan bersama para ulama salafus sholeh yang mumpuni dalam duniawi dan ukhrowi.
Aamiin ya robbal alamiin.
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
Kebenaran tanpa struktur, akan dikalahkan oleh kebathilan yang terstruktur.
Wallahul muwaafiq ilaa aqwamit thoriq.
Disarikan dari buku "Khazanah Aswaja", Tim Aswaja NU Center PWNU Jatim.
1 note · View note
rofihanif · 5 years
Text
1998, reformasi.
“Iannn bangun! Kebo banget lu ah, babeh kerja dulu ye.” Suara keras babeh berhasil membuat gue pergi jauh – jauh dari alam mimpi, padahal mimpi gue lagi indah banget. Gue berhasil nikahin Savira, anak paling cantik di komplek gue. Tapi itu Cuma bertahan sebentar, suara babeh ngerusak semua impian indah gue yang berhasil gue bangun lewat tidur. Oiya kenalin. Gue. Syahrian Firdaus. Satu-satunya anak babeh sama nyak gue. Mahasiswa paling terkenal se – antero Trisakti. Babeh gue emang cuma seorang sopir angkot, nyak gue cuma ibu rumah tangga yang kerjaannya nyuruh gue kuliah. Hari ini, hari minggu. Jadwal gue nyantai. Gak ketemu dosen. Gak ketemu mahasiswi – mahasiswi kampus yang tiap gue lewat minta foto bareng, maklum muka gue di atas rata – rata mahasiswa lain. Kata orang–orang sih muka gue mirip Iko Uwais, tapi gue lebih ngerasa mirip Chiko Jericho.
Negara gue lagi gak baik – baik aja. Harga bensin naik. Harga listrik naik. Harga beras naik. Harga ikan, ayam, tahu, tempe, kangkung, sampe harga bawang ikut naik. Entah apa yang merasuki-mu.
“Kepada seluruh rakyat NKRi tercinta. Hari ini, saya Presiden Soeharto mengampanyekan agar kalian semua meninggalkan beras, ikan, ayam, daging sapi. Mulai hari ini mari kita bersama-sama mengonsumsi tiwul!” Suara pak Soeharto, bapak presiden gue berhasil bikin gue murka pagi ini. Gak bisa pak. saya gak biasa makan singkong. saya biasa makan nasi. ini gak bisa dibiarin.
Sekali lagi, negeri ini lagi gak baik-baik aja. Negeri ini lagi sakit. Bahkan, gue rasa kalo gak diobatin, negeri ini sebentar lagi mati.
Dari hari ke hari, keadaan negeri ini memburuk. Ditambah pak Soeharto yang “melarikan diri” ke Jerman semakin membuat suasana negeri ini semakin memanas. Aksi “pelarian diri” yang dilakukan Soeharto membuat rakyat berang. Aksi unjuk rasa di berbagai daerah sudah dimulai. Hanya 1 tujuan. Pak Soeharto turun. Bahkan, gue bareng temen-temen yang awalnya hanya demo di kampus, akhirnya turun ke jalan.
Puncaknya terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Masa yang terdiri dari para mahasiswa, dosen dan alumni universitas trisakti mulai mendekati mimbar bebas untuk mendengarkan orasi politik dan menyuarakan aksi damai. Aksi damai ini dipicu karena akhir-akhir ini keadaan ekonomi Indonesia semakin goyah dan permasalahan internal lainnya.
Awalnya orasi berjalan dengan lancar. Berulang kali gue meneriakkan kata-kata pembakar semangat nasionalisme disusul teriakkan mahasiswa yang lain. mereka kembali menggalakkan aksi damai menuju gedung nusantara, kali ini gue berada di barisan terdepan bersama mahasiswa lainnya dengan membawa beberapa tangkai bunga mawar sebagai simbol perdamaian. Tapi entah mengapa, nampaknya hari ini pemerintah “merespon” aksi yang kami lakukan. Dan dugaan gue benar, mereka “merespon” aksi ini.
Beberapa saat kemudian terdengar suara tembakan peluru yang benar-benar mengejutkan disusul dengan tembakan gas air mata, gue bersama para mahasiswa lainnya bergerak mundur diikuti bergerak majunya aparat keamanan. kami panik dan bercerai-berai, gue bersama sebagian besar mahasiswa Trisakti memilih untuk berlindung di universitas trisakti, namun ada beberapa mahasiswa lain yang lebih memilih untuk berlindung di samping pagar kayu yang tertutup tepat lima ratus meter dari gedung nusantara. Gue dapat mendengar dan melihat dengan jelas beberapa suara tembakan peluru yang membabi buta, teriakkan kepanikan dan deru langkah kaki terus melangkah. Disana gue bersama teman-teman mahasiswa yang lain hanya bisa berdoa agar kami selamat hingga aksi damai ini berakhir.
Setelah terjadi baku tembak yang cukup lama, gue merasa keadaan sekitar sudah mulai mereda, setelah itu gue bersama masa yang lain mulai melangkahkan kakin menuju gedung nusantara, kami berjalan dengan penuh kewaspadaan karena kami takut mendapat serangan tiba-tiba dari aparat yang masih berjaga di sepanjang jalan tempat aksi damai berlangsung. Di sepanjang jalan, gue melihat mahasiswa-mahasiswa peserta aksi yang terluka. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang harus dilarikan ke rumah sakit karena terkena tembakan peluru dan gas air mata milik aparat. Tak lama setelah gue melihat evakuasi korban, tiba-tiba kami dikejutkan dengan hadirnya beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan dan sniper di atas gedung universitas yang masih dibangun, baku tembak pun tak dapat terelakkan. mereka yang panik segera berlari menuju gedung universitas yang dirasa cukup aman.
Di ruangan itu, mereka mengatakan bahwa ada empat mahasiswa yang tewas tertembak peluru tajam, mereka sangat beduka teramat dalam atas kejadian ini, tak disangka niat baik yang direncanakan dari awal berujung dengan insiden baku tembak. Setelah bersembunyi sekian lamanya, kami melihat keadaan mulai aman walau tak sepenuhnya, namun kami belum diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing sebelum ada instruksi. Dan di luar sana tengah terjadi dialog antara beberapa dosen dan pimpinan sedang bernegosiasi tentang kepastian pemulangan para mahasiswa, lalu disepakati bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat keluar dari gedung secara sedikit demi sedikit per-lima orang, maka dengan cara begitu mahasiswa dijamin akan pulang dengan selamat. Ahirnya perintah itu segera diinstruksikan kepada yang lain, kami mematuhinya dan masing masing keluar dari gedung sedikit-sedikit perlima orang secara bergiliran.
9 notes · View notes
bayuvedha · 5 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Polemik Simbol Iluminati dalam
Arsitektur Masjid As-Shafar:
Antara Kreatifitas dan Sensitifitas
Oleh Dr. Eng. Bambang Setia Budi
Tulisan ini adalah permintaan beberapa rekan termasuk (terutama) desakan teman hidup (istri hehe) untuk memberikan pandangan saya tentang kegaduhan bangunan masjid ini. Sejak mengikuti polemik, saya memang tidak ingin buru-buru berpendapat sebelum saya melihat, mengunjungi dan merasakan langsung bangunannya dengan mata kepala dan panca indera saya sendiri. Saya melihat banyak dari rekan-rekan yang terburu-buru berpendapat dan beropini tanpa melihat dan mengamati langsung di lapangan, dan itu menurut saya budaya yang kurang baik dari masyarakat kita.
Saya hanya ingat top manajemen di Perusahaan Toyota, bila ada masalah di satu bagian pabriknya, lalu pemimpin rapatnya bertanya kepada para direkturnya yang ikut rapat, adakah yang belum melihat kondisi di lapangannya? Walaupun hanya dua orang dari sekian puluh peserta rapatnya, ternyata ditunda rapat itu hingga dua orang yang belum melihat sampai mengamatinya sendiri. Itu mungkin supaya tidak bikin masalah menjadi tambah rumit dan bertele-tele karena kurang lengkap memahami persoalannya dan pembahasan rapatnya bisa lebih berorientasi pada solusi tidak hanya perang pendapat atau opini.
Tafsir atau Interpretasi Wujud dan Simbol Arsitektur
Bentuk dan wujud arsitektur memang bisa ditafsirkan apa saja oleh masyarakat atau pengamat tanpa harus meminta klarifikasi arsitek atau perancangannya. Tidak sepenuhnya benar bila masyarakat, pengamat atau bahkan kritikus arsitektur harus meminta penjelasan atau klarifikasi (tabayyun) kepada sang arsitek atau perancangnya dulu sebelum menafsirkannya atau menginterpretasikannya kemudian menyampaikan pendapatnya terkait suatu bangunan tertentu atau simbol tertentu.
Pertanyaannya, siapa yang boleh menginterpretasikan dan menafsirkan suatu bentuk karya arsitektur atau simbol dalam arsitektur tertentu itu? Apakah harus orang yang mendalam pengetahuannya tentang arsitektur? Apakah hanya para arsitek akademisi arsitektur atau sejarahwan dan kritikus arsitektur? Atau (!) bahkan hanya arsiteknya sendiri? Mungkin itu benar dan mungkin ada sebagian yang berpendapat demikian.
Namun dalam pandangan saya, siapa saja boleh dan berhak memandang, mengamati, atau menginterpretasikan sebuah karya arsitektur dengan caranya dan dengan pemahamannya. Apalagi arsitektur yang dimaksudkan itu adalah bangunan publik. Dan itu menurut saya, pandangan dan interpretasi itu harus dihargai dan jangan dilecehkan. Apalagi (bahkan) mereka itu pengguna bangunan itu sendiri juga, bila tidak maka yang tersisa dari arsitek hanyalah sikap ego dan arogansi. Padahal karya arsitektur, sehebat apapun arsiteknya tidak akan pernah ada yang sempurna dan pasti selalu saja ada celah kekurangannya.
Bila diseriusi, pendapat masyarakat umum juga bahkan bisa menjadi bahan penelitian tersendiri. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap suatu obyek karya arsitektur tertentu. Dan saya beberapa kali membimbing dan menguji topik tesis mahasiswa S2 atau disertasi S3 seperti itu. Misalnya bagaimana opini masyarakat terhadap bentuk Masjid Salman ITB karya arsitek seribu masjid Achmad Noe'man atau bagaimana respon pandangan masyarakat Sumbar terhadap bentuk Arsitektur Masjid Raya Sumatra Barat karya arsitek Rizal Muslimin.
Karena pada dasarnya, arsitektur itu memang sesuatu yang sangat dekat dengan masyarakat. Maka setiap karya arsitektur yang hadir memang sewajarnya perlu bersiap mendapatkan komentar, pendapat, intepretasi dan opini dari masyarakat apalagi pengguna arsitektur itu sendiri. Kalau tidak siap dengan opini atau interpretasi dari masyarakat penggunanya, ya mungkin lebih baik tidak perlu berkarya.
Dan dalam kasus ini, masjid itu sangat dekat dengan umatnya, maka wajar saja bila ada sebagian umatnya sebagai pengguna berpendapat dan beropini sesuatu tentang masjid itu sendiri. Terlepas dari perbedaan pandangan politik, atau soal suka dan benci kepada seseorang/tokoh tertentu/arsiteknya dan lain sebagainya. Dan menurut hemat saya jangan terburu-buru dibawa ke ranah itu supaya pembahasannya lebih jernih dan obyektif.
Di sisi lain, kita juga meyakini bahwa yang sering terjadi, arsitek saat merancang tidak berpandangan atau tidak bermaksud tertentu sebagaimana yang ditafsirkan masyarakat, pengguna atau pengamat, atau juga bahkan kritikus arsitektur. Karena ianya bisa jadi merupakan bagian proses kreatif semata, tetapi mereka dalam hal ini masyarakat, pengamat, kritikus atau sejarahwan arsitektur bisa menafsirkannya dan memasukkannya dalam kategori dan/atau maksud yang berbeda atau bertolak belakang. Yang terjadi, belakangan arsitek bisa menolaknya atau menyangkal atau membantahnya, namun bisa juga mengakuinya atau membenarkannya karena mungkin baru menyadarinya. Yang jelas, cukup banyak terjadi adalah maksud arsitek tidak selalu sama sebagaimana yang ditafsirkan oleh pengamat.
Saya coba berikan contoh-contoh sekilas. Arsitektur Aula Barat dan Timur ITB, khususnya pada atap, banyak yang menafsirkan diturunkan dari atap Sunda Besar, ada pula yang mengatakan diturunkan dari atap Bagonjong Minang. Apakah arsiteknya memang berfikir demikian? Tentu bisa iya bisa tidak. Dan arsitek sepanjang pengetahuan saya tidak pernah menjelaskannya. Tetapi karya arsitektur yang membuka interpretasi yang beragam ini juga justru menariknya.
Bentuk dan wujud Arsitektur Gereja di Ronchamp karya Le Corbusier, diinterpretasikan oleh pengamat malah lebih banyak lagi. Dari bentuk seperti topi, tangan berdoa, binatang swan, atau seseorang yang memeluk anaknya dan sebagainya. Tentu ini membentang dari yang bersifat serius atau hanya mengada-ada. Tetapi keragaman interpretasinya oleh pengamat itu sah-sah saja.
Atau atap tumpuk tiga masjid tradisional Jawa yang mentradisi itu, apa dan siapa yang pernah menginterpretasikannya? Ulama besar Buya Hamka pernah menafsirkannya sebagai tiga tingkatan yakni Iman, Islam dan Ihsan. Salahkah beliau? Tidak. Bolehkah menafsirkan hal demikian? Boleh saja.
Yang terdekat dalam bahasan ini yakni misalnya Arsitektur Masjid Salman, yang oleh sebagian masyarakat atau pengamat beropini bila atapnya yang seperti mangkuk terbuka seperti tangan yang menengadah atau sedang berdoa, atau juga seperti huruf "ba" yang artinya singkatan dari "bait" atau rumah, sementara menaranya sebagai "alif" dari singkatan Allah, yang kesemuanya berarti Rumah Allah. Salah atau tidakkah interpretasi ini. Tidak ada yang salah tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Lalu, apakah sang arsitek memang berpikiran demikian waktu merancangnya, sepanjang saya berinteraksi dengan beliau (Bpk Achmad Noe'man), beliau hanya tertawa dan kemudian menjawab perlahan tidak pernah berpikir seperti demikian itu dulunya. Itu istilah beliau hanya menggunakan "ilmu gathuk", atau dicocok-cocokkan. Namun belakangan beliau juga menjelaskan menggunakan ilmu gathuk itu sendiri juga dengan mengatakan bahwa atap Masjid Salman adalah inversi (bentuk negatif) dari atap Aula Barat dan Timur ITB. Apakah itu kebetulan atau hanya justifikasi semata, itu hanya Tuhan dan arsiteknya yang tahu.
Dalam kasus Masjid Salman, bahkan ada seorang Profesor Sejarah Islam di Bandung yang menginterpretasikan dan mengkritik bahwa kolom dan balok di interior Masjid Salman pada sebelah dinding kanan dan kiri (Utara-Selatan) sebagai bentuk-bentuk salib dalam masjid. Lebih parah lagi adalah mimbarnya, yang apabila ada khatibnya sedang naik mimbar maka proporsinya menjadi sama persis dengan bentukan salib. Bagaimana respon Pak Noe'man? Sepanjang saya ketahui beliau diam dan tenang saja, bahkan tersenyum saja tanpa perlu direspon apalagi berlebihan.
Saya sendiri tentu menghargai keduanya, tetapi saya juga tentu tidak sama pendapatnya dengan Profesor itu karena itu bagaimana pun suatu konsekwensi logis dari struktur kolom dan balok. Kecuali kita membuatnya dalam bentuk arches atau lengkungan-lengkungan dengan menghindari kolom dan balok. Begitu pula dengan mimbarnya. Intrepretasinya ini mungkin terlalu berlebihan.
Bukan (hanya) Persoalan Bentuk Segitiga
Sama dengan Masjid As-Shafar karya Ridwan Kamil dari Urbane yang sedang menjadi polemik itu. Menginterpretasikan bentuk-bentuk segitiga sebagai simbol-simbol derivat dari Iluminati, menurut saya memang agak berlebihan karena bentuk-bentuk itu biasa dalam arsitektur dan bentuk segitiga adalah bentukan yang paling kokoh dalam struktur bangunan.
Saya pun juga sangat percaya bahwa sang arsitek dalam hal ini Ridwan Kamil, hampir tidak mungkin melakukan itu dengan maksud untuk memperkenalkan simbol-simbol segitiga Iluminati itu secara halus dan sembrono. Terlalu berani dan gegabah untuk menampilkan gagasan-gagasan itu dalam bentuk arsitektur khususnya Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam itu sendiri.
Karena bagaimanapun simbol Iluminati itu memang wujud dari simbol musuh bebuyutan Umat Islam akhir zaman, dialah Dajjal yang diyakini dan diberitakan akan hadir menjelang kiamat. Ia bermata satu karena satunya buta. Ianya memang kerap bermain simbol, dan simbolnya segitiga dengan satu mata di tengahnya. Bagi Umat Islam, saking besarnya fitnah itu, dalam setiap Shalat dan diakhir duduk At-Tahiyat sebelum salam, berdoa supaya dihindarkan dari fitnah Dajjal itu. Dan tanda-tandanya adalah kerusakan di berbagai bidang yang sebagian besarnya memang sudah nampak dari sekarang. Ia mengaku dirinya Tuhan dan nantinya banyak sekali orang yang akan tersihir, mengikuti dan tunduk patuh kepadanya, kecuali orang-orang yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Namun kembali lagi, persoalannya apakah hanya soal bentukan segitiga? Tentu saja tidak. Bagi saya yang sudah mencoba mengamati dan merasakan bangunan ini baik dari luar dan dalam, bentukan segitiga di berbagai sudut dan tempat tidak terlalu merisaukan kecuali hanya di bagian Mihrab. Karena bentukan segitiga di bagian Mihrab ini bukan hanya segitiganya tetapi adanya bulatan yang bila diamati maksudnya arsitek adalah untuk hiasan dengan kaligrafi di bagian lingkaran di tengah segitiga itu. Namun dengan desain seperti itu, rupanya menjadi semakin memperjelas dan mendekatkan/memiripkan bentuk atau simbol dari iluminati itu sendiri yang berupa segitiga dengan mata satu di tengahnya.
Sekali lagi, saya sangat percaya kalau arsitek Ridwan Kamil tidak mungkin melakukan itu dengan sengaja apalagi sebagai bagian dari konspirasi, namun kenyataan di lapangan memang secara nyata dan jelas, khusus untuk bagian Mihrab ini bagaimanapun, cukup atau juga sangat mengganggu bila seorang Muslim atau pengguna yang sholat didalamnya seperti menghadap simbolnya Dajjal yang itu berarti Tuhan lain selain Allah sebagaimana yang dikehendaki oleh Dajjal itu sendiri.
Kreatifitas Tetap Perlu Sensitifitas
Pelajaran dari kasus Masjid As-Shafar ini menurut saya, arsitek memang harus dan perlu dan secara bebas melakukan kreatifitas secara maksimal dalam desain bentuk dan wujud arsitektur masjid. Itu memang dikehendaki dalam arsitektur Islam khususnya membangun masjid, dimana tidak adanya patokan-patokan yang terlalu ketat.
Arsitektur Masjid merupakan bangunan umat Islam yang bagi setiap arsitek adalah makanan paling empuk, tinggal sejauh mana pengetahuan, wawasan, ketrampilan, penguasaan teknologi dan lain sebagainya bisa diterapkan di dalamnya. Sebagaimana dalam kaidah Ushul Fiqih, ibadah Ghairu Mahdhoh ini semuanya boleh kecuali yang dilarang saja. Ia bebas menggunakan bentuk apa saja, material aja saja, dan lain sebagainya namun ia harus tetap berfungsi dengan baik sebagai tempat ibadah Umat, menghadapkan dirinya/shafnya ke kiblat, kejelasan batas suci dan tidak suci, dan tentu arsitekturnya harus menyesuaikannya dengan kondisi iklim setempat.
Namun demikian, kebebasan berkreatifitas tentu itu tentu tetap perlu memperhatikan dan hal-hal sensitif di masyarakat dan lingkungannya supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Dalam kaitan dengan bentuk dan simbol ini, memang ada baiknya arsitek dan siapapun itu yang merancang masjid, perlu lebih sensitif.
Kasus Masjid As-Shafar ini dalam pandangan saya cukup kreatif, dengan bentukan masjid yang tidak biasa bahkan mungkin belum pernah ada, namun kurang sensitif dalam mengelaborasikan bentuk-bentuk bidang sehingga khususnya pada Mihrab seakan menghadirkan sebuah bentukan dan simbol segitiga Iluminati dengan bulatan di tengahnya yang menjadi musuh utama Umat Islam akhir zaman dan itu berada di depan orang sedang berdiri, ruku dan sujud.
Masukan saya di luar bentuk dan wujud simbolisme itu dalam kasus rancangan masjid ini, dan setelah merasakan sendiri di lapangan, arsitektur masjid ini juga kurang sensitif terhadap iklim tropis yang padahal itu merupakan salah satu ciri Arsitektur Islam. Yang paling terasa adalah di ruang mezanin lantai dua untuk sholat para wanita, ketika saya hadir pukul 13.30 siang hari, sungguh ruangan sangat panas sehingga hampir tidak mungkin itu dipakai sholat dengan tenang dan nyaman.
Menurut pandangan saya, arsitek dan teman-teman Urbane terlalu fokus pada eksplorasi dalam bentuk-bentuk dan bermain bidang, namun kurang sensitif kalau tidak dikatakan lemah dalam merespon iklim tropis lokal kita yang panas dan lembab. Terlalu berlebihan dalam mengeksplorasi bentuk dengan kurang responsif atau sensitif terhadap simbolisme dan iklim tropis lembab setempat ini menurut saya catatan yang perlu dan bisa menjadi hikmah dan pembelajaran ke depannya.
Berbeda dengan Masjid Salman yang walaupun beratap datar, namun dengan adanya koridor dan cross ventilation-nya yang sangat mendekati sempurna sehingga tidak pernah terasa panas walaupun penuh sesak jemaah saat sholat Jumat di siang hari. Atau juga Arsitektur Masjid Istiqlal karya Friedrich Silaban yang semua dindingnya bisa bernafas, atau bahkan karya Kang Ridwan Kamil sendiri di Masjid Al-Irsyad di Kota Baru Parahyangan Bandung yang dinding-dindingnya juga bernafas.
Solusi
Sebagaimana pembuka tulisan ini, saya lebih berorientasi pada solusi dibandingkan mengembangkan polemik atau perang opini yang berkelanjutan. Saya lebih mengajukan beberapa usulan solusi yang singkat dan jelas:
Pertama, untuk bagian Mihrab sebaiknya bisa diredesain sehingga kemiripannya dengan simbol iluminati bisa direduksi. Isu sensitif ini perlu direspon tanpa harus defensif karena menyangkut kenyamanan pengguna. Serahkan pada arsitek/tim arsiteknya karena mereka pasti lebih tahu bagaimana menyelesaikannya.
Kedua, perlu beberapa solusi desain tambahan untuk aspek responsif dan sensitifitasnya terhadap iklim tropis lembab ini agar masjid lebih nyaman digunakan.
Demikian pendapat saya, dan dari lubuk yang paling dalam kurang lebihnya mohon maaf lahir dan batin. Taqaballahu minna wa minkum. Selamat Berhari Raya Iedul Fitri 1 Syawal 1440 H.
Mudik di Kampung Halaman,
Sragen - Jawa Tengah, 3 Juni 2019
Bambang Setia Budi
Arsitek dan Dosen Mata Kuliah Arsitektur Islam, SAPPK ITB
22 notes · View notes
kabartangsel · 2 years
Text
Benarkah di Arab Khotbah Ceramah Berbau Politik Langsung Disikat? Cek Fakatanya!”
Benarkah di Arab Khotbah Ceramah Berbau Politik Langsung Disikat? Cek Fakatanya!”
Video yang dibagikan TIDAK berkaitan dengan narasi, BUKAN karena mengkritik pemerintah. FAKTA: informasi salah yang didaur ulang sejak tahun 2018, diturunkan dari mimbar karena BUKAN pengisi Khotbah Jumat resmi dan karena sakit jiwa. Selengkapnya di bagian PENJELASAN dan REFERENSI. KATEGORI: Konteks yang Salah. SUMBER: Facebook – membagikan video dari Helo, https://archive.ph/rrOkd (arsip…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
beritanews · 2 years
Text
Gubernur Tegaskan Mimbar Masjid 99 Kubah Harus Jauh dari Politik
Gubernur Tegaskan Mimbar Masjid 99 Kubah Harus Jauh dari Politik
BERITA.NEWS,Makassar– Masjid 99 Kubah Asmaul Husna akhirnya bisa dimanfaatkan masyarakat, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman minta tidak boleh ada kegiatan politik. Andi Sudirman mengatakan kehadiran Masjid 99 Kubah Asmaul Husna harus menjadi wadah syiar Islam, bukan jadi tempat kegiatan politik, apalagi jelas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Tidak sembarangan boleh berdiri tempat ini klu dia…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
senipameran · 3 years
Text
Mahfud MD perintahkan kepolisian agar yang membakar mimbar di proses secara hukum
Mahfud MD perintahkan kepolisian agar yang membakar mimbar di proses secara hukum
MENKOPOLHUKAM . Mahfud md Jakarta —Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) meminta kepada kepolisian kuntuk tidak menetapkan pelaku pada pembakaran mimbar masjid di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai orang dengan gangguan jiwa atau orang gila.Mahfud mengatakan kepada kepolisian mereka harus melakukan penyelidikan secara cermat. karena…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kobongkastrol · 3 years
Text
Di Bandung: Darah Muda Soekarno
Barangkali dengan nada sedikit menekan ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H. W. Daendels, berkata kepada Bupati R. A. Wiranatakusuma II usai meresmikan jembatan yang melintasi Cikapundung. Setelah menancapkan tongkatnya pada satu titik, Daendels berucap, "Zorg, dat als ik terug kom hier ee stad is gebouwd" (Usahakan, bila saya datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun). Peristiwa itu terjadi pada tahun 1809.
Daendels tentu tak pernah main-main denngan omongannya. Ia yang berkuasa selama tiga tahun, dikenal sebagai gubernur jenderal ambisius dengan pembangunan infrastruktur. Sebagai contoh, masa jabatannya yang singkat tak menyurutkannya mewujudkan jalan raya sepanjang 1000 kilometer. Dari Anyer di ujung barat Pulau Jawa,  ke Panarukan di ujung Timurnya. Sebuah jalan yang dibuat secara kolosal, melibatkan sejumlah masyarakat pribumi yang tak terhitung menjadi korban. Sastrawan legendaris, mendiang Pramoedya Ananta Toer, bahkan secara khusus menuliskan proyek besar yang kelam itu dalam sebuah buku bertajuk, "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels".
Begitu pun dengan titahnya itu kepada R. A Wiranatakusuma II yang dikenal sebagai Dalem Kaum. Tak perlu menunggu terlalu lama. Ketika Daendels masih berkuasa, terbitlah besluit Pemerintah Hindia Belanda tanggal 25 September 1810 yang menyatakan bahwa Kota Bandung ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Bandung. Sejak saat itu, secara perlahan Bandung mulai menunjukkan geliat pembangunannya.
Hampir seratus tahun setelah keluarnya besluit tersebut, tepatnya pada tanggal 1 April 1906, Gubernur Jenderal Van Heutz dengan ordonansi tanggal 2 Februari 1906 yang diundangkan tanggal 1 Maret 1906, menetapkan Kota Bandung (ibukota kabupaten) statusnya ditingkatkan menjadi pemerintah kota (Gemeente).
Bersamaan dengan itu, pada dekade awal abad ke-20 tersebut, secara sosial politik di Hindia Belanda telah terjadi perubahan yang cukup signifikan, menyangkut hal ihwal politik balas budi atau yang lebih dikenal dengan politik etis. Dicanangkan oleh sejumlah politisi di negeri Belanda, salah satunya adalah J. H. Abendanon. Politik etis adalah semacam hutang budi yang harus dibayar kepada tanah jajahan, setelah sekian lama memberi keuntungan melimpah. Bertumpu pada tiga hal yang harus dilakukan yakni: Edukasi, irigasi, dan transmigrasi.
Abendanon yang menjabat sebagai direktur pendidikan, agama, dan industri ketika politik etis ini mulai berlangsung, segera membuka sekolah untuk anak-anak Eropa agar bisa juga dinikmati oleh anak-anak bumiputra. Tahun 1902 misalnya, Sekolah Dokter Jawa ditingkatkan menjadi Sekolah Dokter Bumiputera (School tot opleiding van Inlandsche Artsen-STOVIA)  Ya, walaupun masih sebatas untuk anak-anak bangsawan. Namun setidaknya, usaha-usaha dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda memberikan hasil yang mungkin saja tak pernah diduga sebelumnya. Meminjam istilah dr. Abdul Riva'i telah lahir lapisan sosial baru yakni dari asalnya bangsawan usul menjadi bangsawan pikiran.
Pusat-pusat pendidikan di sejumlah kota mulai tumbuh akibat kebijakan politik etis. Tak terkecuali di Bandung. Bandung yang dekat dengan Batavia (Jakarta sekarang) ditambah dengan suasananya yang sejuk dan nyaman, menjadikannya sebuah kota yang strategis. Dekat ke mana-mana dan sarana transportasi cukup memadai untuk ukuran waktu itu.
Maka tak heran di Bandung bermunculan sekolah seperti Technische Hoogesschool (TH) yang dibangun secara bertahap mulai tahuhn 1918-1935. Hogere Burger School (HBS) dibangun tahun 1916. HBS van de Zuster Ursulinen dibangun 1922.  Middlebare Handelschool didirikan tahun 1932. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dibangun tahun 1917, dan lain sebagainya.
Munculnya sekolah-sekolah itu menerbitkan minat calon pelajar dari seluruh nusantara guna mengecap pendidikan kolonial sembari merasakan dinginnya-meminjam istilah penulis Us Tiarsa-"Basa Bandung Halimunan". Bandung menjadi salah satu kota yang menjadi tujuan melanjutkan pendidikan, selain Batavia, Yogyakarta, dan Surabaya. Dan lumrah saja, karena pada kota-kota itulah pemerintah kolonial Hindia Belanda mula-mula memusatkan sejumlah infrastruktur, ternasuk pendidikan. Sukarno adalah salah satunya.
Di Surabaya, Sukarno tak hanya bertungkus lumus dengan pelajaran-pelajaran HBS. Ia juga mendapat didikan dari tangan pertama induk semangnya, "Raja Tanpa Mahkota" HOS Tjokroaminoto. Selain itu ia bergaul dengan sejumlah teman lintas ideologi seperti Alimin, Muso, Kartosuwiryo, Hermen Kartowisastro, dan lain-lain. Setelah lima tahun di HBS, pada 10 Juni 1921 Sukarno menerima ijazah HBS setelah ia menempuh ujian sebanyak 15 mata pelajaran. Dan di tahun terakhir HBS pula lah ia menikah dengan Siti Oetari, anak dari Tjokroaminoto.
Mulanya Sukarno hendak melanjutkan pendidikannya ke Negeri Belanda. Ibunya, Soekemi, tak menyetujui keinginan anaknya. Hal itu berkaitan dengan kekuatan keuangan keluarga Sukarno. Maka akhir Juni 1921 ia mendaftarkan diri di TH Bandung (ITB sekarang) dengan mengambil jurusan sipil, karena hanya jurusan itulah yang ada. Di samping itu, ketika mulai merantau ke Bandung ia sudah menetapkan diri untuk berkarier di dunia politik.
Namun malang nasib Sukarno. Belum lama berkuliah, ia memutuskan kembali ke Surabaya, karena mertuanya, Tjokroaminoto dituduh terlibat dalam kasus Afdeling B di Garut Jawa Barat. Sebagai rasa tanggung jawabnya sebagai menantu, Sukarno bekerja penuh waktu di perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda. Setelah kasus yang melibatkan mertuanya itu selesai, Sukarno kembali mendaftar di TH Bandung untuk tahun ajaran 1922.
Tempaan di Surabaya, seringnya membaca sejumlah literatur, dan juga melihat realitas yang terjadi di hadapannya, Sukarno tak hanya sibuk dengan tugas-tugas kuliah. Ia bukanlah tipe mahasiswa yang setelah berkuliah lantas berleha-leha. Ia makin akrab dengan menghadiri rapat-rapat besar yang saat itu sering diadakan di alun-alun Bandung.
Bahkan di suatu hari minggu tanggal 20 Januari 1923, ia tak bisa menahan diri naik ke mimbar dan menyampaikan orasinya mengecam kolonialisme. Tentu saja ia segera diseret dari panggung oleh pihak kepolisian. Dan pada keesokan harinya ia mendapat teguran dari dosennya Profesor Klopper agar ia tak lagi aktif dalam kegiatan politik dan bertekun saja dalam studinya di bidang teknik sipil.
Sukarno kemudian mengatakan kepada Profesor Klopper bahwa ia hanya bisa berjanji tidak akan mengabaikan pelajarannya di kuliah, bukan berjanji menghentikan kegiatannya dalam berpolitik. Ditegur oleh Profesor Klopper tak membuat Sukarno jera. Ia lagi-lagi menghadiri sebuah rapat pada 4 Maret 1923 yang diselenggarakan oleh Sarekat Islam di Gang Sekolah yang dihadiri kira-kira 2000 orang.
Bandung telah menyemai kesadaran nasionalisme Sukarno dalam batas-batasnya yang terjauh. Kebijakan politik etis tanpa disadari telah memicu lahirnya kaum pribumi terpelajar yang merasakan kelamnya akibat kolonialisme. Di Bandung pula Sukarno merumuskan apa yang disebut dengan marhaenisme atau sosialisme Indonesia.
Syahdan, suatu hari Sukarno berjalan-jalan ke sebuah daerah di Bandung Selatan. Ia bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen. Ia petani kecil saja. Mempunyai sepetak tanah dengan peralatan kerja yang seadanya. Hanya cukup hidup ala kadarnya dengan keluarganya. Dengan begitu, ia akan tetap hidup berkekurangan dan tetap miskin, sama dengan buruh miskin, nelayan miskin, dan semacamnya. Mereka semua adalah marhaen.
Perkuliahan dan aktivitas politik Sukarno berjalan seimbang. Buktinya, sebelum lulus dari TH Bandung Mei 1926, bersama dengan Mr. Ishaq Tjokrohadisoerjo, Tjipto, Abdoel Moeis, dan Anwari mereka mendirikan Algemeene Studi Club pada 29 November 1925. Ini menunjukkan bahwa Sukarno telah membangun jaringan aktivis pergerakan dengan Tjipto sebagai mentornya. Suasana zaman ketika itu memang dimana-mana tumbuh organisasi pergerakan bak cendawan di musim hujan. Dipelopori oleh Sarekat Dagang Islam tahun 1905 dan Budi Utomo pada 1908.
Kaum bangsawan terpelajar yang kemudian bermetamorfosa menjadi bangsawan pikiran, semakin menyadari bahwa imperialisme dan kolonialisme tak bisa dilawan dengan cara-cara tradisional dan konservatif, melainkan ia mesti dihadang dengan cara-cara baru sepeti pengorgansasian yang rapih, lewat tulisan di media massa, dan pergerakan yang mengedepankan intelektualitas.
Soekarno menyadari itu, Dan ia mesti menanggung risikonya. Karena sikapnya yang kukuh untuk non kooperasi, Sukarno muda yang baru menyandang gelar insinyur menampik tawaran dosennya untuk menjadi pegawai pemerintahan Hindia Belanda di bagian Dinas Pekerjaan Umum. Ia hendak menjadi manusia merdeka yang bebas dari jebakan pihak kolonial.
Sungguh pilihan yang tak mudah. Di tengah himpitan kewajban sebagai seorang suami, Sukarno menolak menjadi pegawai tetap pemerintah. Sempat mendirikan biro arsitek bersama seorang temannya, Ir. Anwari bernama Biro Insinyur Soekarno dan Anwari yang berkantor di Jalan Dewi Sartika Bandung sekarang. Itu pun tak lama, karena kemudian Sukarno banyak mencurahkan hidupnya berpolitik.
Douwes Dekker datang menolong. Karena Sukarno lulusan TH Bandung, ia menawarinya sebagai guru ilmu pasti dan sejarah di Ksatrian Institut. Sekolah yang didirikan oleh Douwes Dekker. Kini, menjelma menjadi SMP Negeri 1 Bandung yang terletak di Jl. Ksatrian. Sukarno hanya empat bulan mengajar di sana. Ia menyadari bahwa radius aktivitas pergerakannya harus lebih meluas.
Grafik aktivitas politik Sukarno pasca lulus sebagai insinyur makin menjadi-jadi. Darah mudanya memang bergejolak melihat penderitaan bangsanya sendiri. Dengan terang-terangan ia tak tak ragu lagi berhadapan cengkeraman kolonial. Di usia yang masih 26 tahun, pada tanggal 27 Juli 1927, Sukarno mulai memimpin Perserikatan Nasional Indonesia. Ia merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) bentukan Sukarno yang disahkan dalam kongres pertamanya di Surabaya pada tanggal 27-30 Mei 1928.
Gemuruh PNI besutan Sukarno makin berkembang. Ia tak henti-hentinya berkeliling, berkampanye pada masyarakat arus bawah yang disebutnya sebagai marhaen. Sukarno gelorakan api kebangkitan melawan kolonial dengan cara-cara cerdas dan cerdik. Ia membina rakyat agar terdidik dan terorganisir. Dan sejak saat itu pula, Sukarno tak pernah luput dari pengawasan pihak mata-mata kolonial Belanda dalam mengawasi pergerakannya.
Keberaniannya menghadapi taring kolonial membuat Sukarno harus mendekam di penjara Banceuy dan Sukamiskin. Pembelaannya dengan membaca risalah "Mencapai Indonesia Merdeka" di muka Pengadilan Kolonial Belanda, menjadi api yang terus dinyalakan. Karena pengaruhnya yang terus meluas dan mengkhawatirkan pihak kolonial, maka pada tanggal 28 Desember 1933, keluarlah dekrit nomor 2 z. Isinya Bung Karno mesti menjalani pembuangan ke sebuah daerah bernama Ende, Flores.
Tak pelak, di Bandung lah darah muda Sukarno bergolak. Membaca zaman dan mencoba menulis sejarah lewat aktivitas politik yang tak pernah putus. Di Bandung Sukarno pernah bertumbuh. Meninju kolonial di tengah-tengah suasana yang terus berubah.
Bibliografi
Bob Hering. Soekarno Bapak Indonesia Merdeka. Jakarta: Hasta Mitra. 2003
Cindy Adams. Sukarno An Autobiography As Told to Cindy Adams. USA: The Bobbs-Merrill Compamy Inc. 1965
Her Suganda. Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934). Jakarta: Penerbit Kompas. 2015
Parakitri T. Simbolon. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas. 2007
Sudarsono Katam Kartodiwirio. Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah. Bandung: Kiblat Buku Utama. 2006
Sumber foto berdasarkan tangkap layar pada buku "Sukarno An Autobiography As Told to Cindy Adams"
0 notes
faseberita · 3 years
Text
Pesan Natal Paus Fransiskus Serukan Negara-negara saling Berbagi Vaksin
FaseBerita.ID – Paus Fransiskus dalam pesan Natalnya pada Jumat (25/12) meminta para pemimpin politik dan bisnis untuk membuat vaksin COVID-19 tersedia untuk semua. Ia mengutuk nasionalisme vaksin dan “virus individualisme radikal”. Paus Fransiskus menyampaikan pesan tradisional “Urbi et Orbi” (ke kota dan dunia) secara virtual dari sebuah mimbar di dalam Vatikan, alih-alih dari balkon pusat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dianayu510 · 4 years
Text
Tumblr media
Senin, 14 September 2020
Makna, hakikat, dan tantangan dakwah sekarang dan masa depan
Dakwah menurut bahasa adalah da’a yad’u da’watan yang berarti menyeru atau mengajak. Menurut istilah kegiatan menyeru atau mengajak umat manusia kejalan kebaikan atau disebut amal ma’ruf nahyi munkar
Pada aktual dakwah adalah kewajiban muslim yang tidak akan pernah terliburkan sepanjang masa. Sejauh hayat di kandung badan, sejauh itu pula kewajiban dakwah melekat pada diri setiap muslim. Sebagai sebuah kewajiban dari Ilahi, maka niscaya acuan-acuan nilai yang mendasarinya juga bersifat ilahiyah. Tulisan ini lebih jauh akan melihat hakikat dakwah dengan mengacu pada acuanacuan normatif yang diturunkan oleh yang menurunkan kewjiban dakwah itu sendiri.
Problematika Dakwah Masa Kini
Metode dakwah Rasulullah SAW. pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi – lokasi yang didiami para da’i dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah.
Dengan demikian, sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT.. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa. Para rasul dan nabi adalah tokoh – tokoh dakwah yang paling terkemuka dalam sejarah umat manusia, karena mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang sempurna. Dibanding mereka, kita memang belum apa-apa. Akan tetapi sebagai da’i dan muballigh, kita wajib bersyukur karena telah memilih jalan yang benar, yakni bergabung bersama barisan para rasul dan nabi dalam menjalankan misi risalah Islamiyah. Konsekuensi dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan rasul dalam menggerakkan dakwah amar ma‘ruf nahi munkar, dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat – alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keeping – keeping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya. Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat – tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu.
Tidak asing lagi, akhirnya di negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu.
Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tak kenal batas. Ledakan – ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk – petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita.
Namun, disisi lain di era teknologi komunikasi ini kita dihadapkan pada suatu tantangan yang tidak ringan. Berkembang pesatnya media-media elektronik membuat dakwah ini harus benar-benar ditegakkan. Karena dalam media tersebut mengandung beraneka ragam pesan yang negatif. Kita ambil contoh televisi, dari 24 jam siaran hanya satu jam untuk acara agama – itupun pada waktu subuh. Empat jam netral dan 19 jam acara yang berbau dewasa dan kekerasan. Hal semacam ini tentunya sangat menghawatirkan bagi generasi muslim – terlebih anak kecil yang menontonnya. Bayangkan saja dalam sehari kebanyakan dari kita mengkonsumsi televisi 7-8 jam. Belum lagi acara yang disajikannya dipenuhi tayangan yang tidak baik seperti kekerasan, kesenonohan, kemusyrikan, dan mistik-mistik yang klasik. Dengan demikian, jika acara ini terus menurus ditonton setiap hari bukan hal yang tidak mungkin akan memberikan pengaruh yang dahsyat. Perubahan dan pergeseran pun akan menjadi keniscayaan baik secara kognitif, afektif, dan prilaku. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang ahli komunikasi massa yang berasal dari Jerman, Elisabeth Noelle-Neumann dalam teorinya cumulative effecth theory. Teori ini berasumsi bahwa media tidak memiliki efek kekuatan yang kuat secara langsung. Tetapi, akan berpengaruh jika terus ditayangkan dari waktu ke waktu secara simultan.
Belum lagi pengaruh dari media cetak seperti buku, koran, majalah, dan sebagainya. Meskipun penggunanya tidak terlalu besar tetapi media ini juga selalu digunakan kelompok tertuntu untuk menyampaikan gagasan-gagasan keliru. Misalkan, kelompok yang mengaku islam liberal. Mereka banyak mencetak buku yang mengandung materi yang tidak sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Media cetak dimanpaatkan mereka sebagai lahan doktrinnya. Tidak heran, jika setiap saat terbit buku-buku baru dari kelompok ini. Oleh karena itu, perlu adanya sarana untuk mengcounter pemikiran mereka melalui media yang sama atau bahkan berbeda. Seperti menulis buku, artikel, baik secara cetak maupun digital.
Atas dasar itu, bagi kita selaku umat Islam sudah selayaknya melihat ke arah yang lebih jauh lagi. Kita semua memiliki kewajiban untuk berdakwah. Dan dakwah tidak harus selalu berkhutbah di atas mimbar. Karena dakwah memiliki metode yang luas dan bervariasi serta fleksibel. Oleh karena itu, melihat peluang di era teknologi komunikasi ini harus menjadikan sarana baru mengembangkan dakwah. Guna menjangkau khalayak yang lebih luas lagi. Tetapi, tantangan yang kita hadapi lebih sulit lagi karena kita berhadapan dengan media yang beraneka ragam bentuk dan fungsinya. Disatu sisi peluangnya begitu luas, namun tantangannya juga tidak mudah.
Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah – langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya. Bertolak dari factor – factor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut – larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif:
Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru – juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu – ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas – tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah – masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik) biliqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions, speak louder than word.
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan – pesan agama lain dan sepi dari pesan – pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak – anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat invasi nilai – nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak – anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria. Menyimak uraian – uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini.
0 notes
ayojalanterus · 3 years
Text
Wanti-wanti Mahfud MD ke Polisi Usai Geger Pembakaran Mimbar Masjid
Tumblr media
 KONTENISLAM.COM - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti tiga kasus yang baru-baru ini terjadi seperti penyerangan ustaz di Batam, penembakan ustaz di Tangerang hingga pembakaran mimbar masjid di Makassar. Mewakili pemerintah, Mahfud meminta agar pihak kepolisian tidak buru-buru menetapkan pelaku sebagai orang gila. Menurut Mahfud, pemerintah sangat menyesalkan atas terjadinya peristiwa tersebut dan mengutuk para pelakunya. Pemerintah juga mendukung pihak berwajib untuk menjalani pemeriksaan terhadap pelaku secara tuntas dan terbuka. "Jangan terburu-buru memutuskan bahwa pelakunya orang gila," ungkap Mahfud dalam sebuah video yang ditayangkan YouTube Kemenko Polhukam, Sabtu (25/9/2021). Ia mencontohkan, kasus penusukan mendiang Syekh Ali Jaber di Lampung pada September 2020. Saat itu, pelaku dikatakan mengalami gangguan kejiwaan sejak 2016 silam. Mahfud menyebut kalau pemerintah tidak sependapat apabila setiap pelaku itu dicap sebagai orang gila. Menurutnya langkah yang lebih baik ditempuh itu membiarkan proses hukum berjalan hingga meja hijau. Dengan demikian, keputusan terkait kejiwaan pelaku bisa ditentukan oleh hakim. "Kalau ada keraguan apakah yang bersangkutan sakit Jiwa atau tidak itu biar hakim yang memutuskan dibawa saja ke pengadilan agar terungkap kalau memang gila atau sakit jiwa pelakunya," tuturnya. Di samping itu, Mahfud juga telah memerintahkan kepada aparat keamanan baik di pusat maupun daerah untuk meningkatkan pengawasan, kesiapsiagaan guna menjaga keamanan dan membangun harmoni di tengah-tengah masyarakat. Ia juga meminta agar rumah ibadah, tokoh agama hingga fasilitas keamanan mendapatakan perlindungan. Terlebih Mahfud mengetahui adanya isu-isu musiman yang kerap muncul setiap September. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut juga meminta kepada masyarakat untuk tidak segan melapor apabila menemukan seseorang atau sekelompok orang yang mencurigakan. "Masyarakat pun tidak perlu segan untuk melaporkan jika mengalami sesuatu perundungan ancaman atau bahkan mencurigai seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan sesuatu yang tidak baik ingin melakukan sesuatu yang melanggar hukum melaporkan segera ke aparat keamanan setempat," imbuh Mahfud. [suara]
from Konten Islam https://ift.tt/3kEXM9J via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/09/wanti-wanti-mahfud-md-ke-polisi-usai.html
0 notes