Tumgik
#saphur
marchdancer · 11 months
Text
Tumblr media
So I actually have created a small and simple timeline for my Arslan AU. ( I am actually writing a new chapter for the story and yes I am really, really slow). The Timeline is not fully complete, for example the year where Narsus became Lord of Daylam missed and I am not really sure with every canon data. So they will mixed up a bit with my AU and the canon data. A big thanks @tired-reader-writerfor the help to collect some year numbers and canon events.
In the timeline are some events from my AU that are a bit of a spoiler and I hope I can dissolve them with the new chapter I actually write. Hopefully I can posted it in a few days xD.
13 notes · View notes
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Futuhat Islamiyah di Zaman Umar (Bag. 7)
Penaklukkan Sussa dan Jundai Saphur
Sisa pasukan Persia yang selamat dari pertempuran Tustar melarikan diri ke Sussa dan Jundai Saphur. Mereka dikejar oleh pasukan Islam di bawah komando Nu’man ibn Muqarrin, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abu Sabrah. Sussa tidak jauh dari Tustar. Setibanya di sana, pasukan Islam tidak mendapatkan perlawanan dari Persia. Penduduk kota memilih berdamai.
Khalifah Umar dari Madinah menginstruksikan agar pasukan Islam bergerak ke Jundai Saphur.[1] Zarruh ibn Abdillah dan Aswad ibn Rabi’ah memimpin pergerakan ini. Jundai Saphur pun dapat ditaklukkan dengan mudah. Para penduduk kota disana lebih memilih berdamai.[2]
Pertempuran Besar di Nahawand
Berita jatuhnya kota-kota utama menyebar di seluruh penjuru Persia. Maka, para gubernurPersia meminta izin kepada Kisra Yazdgerd, yang berada di pelariannya di Merv, untuk melakukan serangan balik pihak Islam untuk merebut kembali kota-kota yang telah ditaklukkan, terutama kota Ctesiphon (Mada’in), serta meminta Yazdgerd memimpin penyerangan tersebut.
Hal itu disetujui oleh Yazdgerd. Maka ia memerintahkan paasukan-pasukan yang berada di wilayah yang tersisa; Nahawand, Bab, Khurasan, Ray, Istakhr, Persepolis, Isfahan, Hamazan, Sijistan, Jurjan, dan Tabaristan, untuk berkumpul di Nahawand, sebuah kota besar di sisi timur pegunungan Zargos. Terkumpulah 150.000 pasukan terdiri dari pasukan berkuda, pasukan unta, hingga pasukan gajah. Yazgerd lalu mengangkat Fairuzan sebagai panglima pasukan gabungan itu.
Mendengar kabar ini, Khalifah Umar bermusyawarah dengan para sahabat senior; Utsman ibn Affan, Ali ibn Abu Thalib, dan Abdurrahman ibn Auf. Maka diputuskanlah untuk menggerakkan pasukan ke Nahawand. Awalnya Umar berniat memimpin langsung pasukan ini, tetapi hal ini dicegah oleh para sahabat lain dengan berbagai pertimbangan.
Maka diperintahkanlah kepada  Abdullah ibn Abdullah di Kufah, Abu Musa al-Asy’ari di Basrah, serta beberapa pemimpin wilayah untuk mengerahkan dua per tiga pasukan,  sedangkan sisanya bersiaga mengamankan wilayah taklukan tersebut. Umar kemudian menunjuk Nu’man ibn Muqarrin dan Hudzaifah ibn Yaman untuk mengepalai pasukan, dan menjadikan Mah Dinar sebagai tempat berkumpulnya pasukan gabungan Islam dari berbagai wilayah.
Setelah pasukan berkumpul di Mah Dinar, Nu’man bersama beberapa panglima bermusyawarah mengatur strategi. Ia pun memerintahkan sebagian pasukan untuk berpatroli mengawasi  kota Nahawand yang dikeliling benteng. Pasukan patroli itu melaporkan bahwa kekuatan Persia bersiaga di balik benteng, dan tidak ada kekuatan Persia yang berjaga-jaga di sepanjang Mah Dinar dan Nahawand. Nu’man kemudian memerintahkan pasukan bergerak dan mendirikan pertahanan tak jauh dari Nahawand. Pasukan melakukan pengepungan sepanjang benteng kota dari berbagai penjuru.
Pengepungan telah berlangsung lama, tapi pihak Persia tak kunjung muncul dari balik benteng. Nu’man lalu bermusyawarah kembali dengan para panglima, dan diputuskanlah untuk melakukan serangan pancingan terhadap Persia. Nu’man menunjuk Qa’qa ibn Amir untuk bergerak bersama sejumlah pasukan mendekati benteng dan melakukan penyerangan.
Pasukan yang bergerak bersama Qa’qa cukup besar sehingga Persia mengira pasukan itu adalah jumlah keseluruhan kekuatan pasukan Islam. Qa’qa dan pasukannya menghujani benteng dengan panah api sehingga menyebabkan kebakaran di setiap penjuru . Maka keluarlah pasukan Persia untuk membalas serangan pasukan Islam. Pertempuran pun berkecamuk hebat. Qa’qa dan pasukannya bergerak mundur menjauhi benteng untuk memancing seluruh  pasukan Persia keluar dari dalam benteng.
Mereka benar-benar terpancing keluar dan berusaha mengejar paskan Islam. Dalam situasi seperti itu, Nu’man memerintahkan sisa  pasukan Islam lainnya yang saat itu bersembunyi di balik bebukitan Nahawand untuk menyerbu pasukan Persia dan menutup jalan menuju benteng. Pertempuran semakin berkecamuk. Pasukan Persia terkecoh,  dengan serangan mendadak seperti itu mereka bergerak tidak terkendali dan akhirnya dapat dikalahkan. Namun sebagian pasukannya dapat menyelamatkan diri menuju berbagai wilayah Persia Utara; Hamadan, Isfahan, Rayy, dan lain-lain.
Dalam pertempuran Nahawand ini, panglima besar Nu’man ibn Muqarrin wafat sebagai syahid.[3]
(Bersambung)
[1] Kota besar dan pusat ilmu pengetahuan, sekaligus tempat bertemunya tradisi dan peradaban Persia dengan Yunani.
[2] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2559.
[3] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2596, 2633.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/10/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-7/
0 notes
dns07 · 9 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
“It’s too late to save me!”
319 notes · View notes
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Futuhat Islamiyah di Zaman Umar (Bag. 6)
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Futuhat Islamiyah di Zaman Umar (Bag. 6)
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Futuhat Islamiyah di Zaman Umar (Bag. 6)
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
Penaklukkan Sussa dan Jundai Saphur
Sisa pasukan Persia yang selamat dari pertempuran Tustar melarikan diri ke Sussa dan Jundai Saphur. Mereka dikejar oleh pasukan Islam di bawah komando Nu’man ibn Muqarrin, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abu Sabrah. Sussa tidak jauh dari Tustar. Setibanya di sana, pasukan Islam tidak mendapatkan perlawanan dari Persia. Penduduk kota memilih berdamai.
Khalifah Umar dari Madinah menginstruksikan agar pasukan Islam bergerak ke Jundai Saphur.[1] Zarruh ibn Abdillah dan Aswad ibn Rabi’ah memimpin pergerakan ini. Jundai Saphur pun dapat ditaklukkan dengan mudah. Para penduduk kota disana lebih memilih berdamai.[2]
Pertempuran Besar di Nahawand
Berita jatuhnya kota-kota utama menyebar di seluruh penjuru Persia. Maka, para gubernurPersia meminta izin kepada Kisra Yazdgerd, yang berada di pelariannya di Merv, untuk melakukan serangan balik pihak Islam untuk merebut kembali kota-kota yang telah ditaklukkan, terutama kota Ctesiphon (Mada’in), serta meminta Yazdgerd memimpin penyerangan tersebut.
Hal itu disetujui oleh Yazdgerd. Maka ia memerintahkan paasukan-pasukan yang berada di wilayah yang tersisa; Nahawand, Bab, Khurasan, Ray, Istakhr, Persepolis, Isfahan, Hamazan, Sijistan, Jurjan, dan Tabaristan, untuk berkumpul di Nahawand, sebuah kota besar di sisi timur pegunungan Zargos. Terkumpulah 150.000 pasukan terdiri dari pasukan berkuda, pasukan unta, hingga pasukan gajah. Yazgerd lalu mengangkat Fairuzan sebagai panglima pasukan gabungan itu.
Mendengar kabar ini, Khalifah Umar bermusyawarah dengan para sahabat senior; Utsman ibn Affan, Ali ibn Abu Thalib, dan Abdurrahman ibn Auf. Maka diputuskanlah untuk menggerakkan pasukan ke Nahawand. Awalnya Umar berniat memimpin langsung pasukan ini, tetapi hal ini dicegah oleh para sahabat lain dengan berbagai pertimbangan.
Maka diperintahkanlah kepada  Abdullah ibn Abdullah di Kufah, Abu Musa al-Asy’ari di Basrah, serta beberapa pemimpin wilayah untuk mengerahkan dua per tiga pasukan,  sedangkan sisanya bersiaga mengamankan wilayah taklukan tersebut. Umar kemudian menunjuk Nu’man ibn Muqarrin dan Hudzaifah ibn Yaman untuk mengepalai pasukan, dan menjadikan Mah Dinar sebagai tempat berkumpulnya pasukan gabungan Islam dari berbagai wilayah.
Setelah pasukan berkumpul di Mah Dinar, Nu’man bersama beberapa panglima bermusyawarah mengatur strategi. Ia pun memerintahkan sebagian pasukan untuk berpatroli mengawasi  kota Nahawand yang dikeliling benteng. Pasukan patroli itu melaporkan bahwa kekuatan Persia bersiaga di balik benteng, dan tidak ada kekuatan Persia yang berjaga-jaga di sepanjang Mah Dinar dan Nahawand. Nu’man kemudian memerintahkan pasukan bergerak dan mendirikan pertahanan tak jauh dari Nahawand. Pasukan melakukan pengepungan sepanjang benteng kota dari berbagai penjuru.
Pengepungan telah berlangsung lama, tapi pihak Persia tak kunjung muncul dari balik benteng. Nu’man lalu bermusyawarah kembali dengan para panglima, dan diputuskanlah untuk melakukan serangan pancingan terhadap Persia. Nu’man menunjuk Qa’qa ibn Amir untuk bergerak bersama sejumlah pasukan mendekati benteng dan melakukan penyerangan.
Pasukan yang bergerak bersama Qa’qa cukup besar sehingga Persia mengira pasukan itu adalah jumlah keseluruhan kekuatan pasukan Islam. Qa’qa dan pasukannya menghujani benteng dengan panah api sehingga menyebabkan kebakaran di setiap penjuru . Maka keluarlah pasukan Persia untuk membalas serangan pasukan Islam. Pertempuran pun berkecamuk hebat. Qa’qa dan pasukannya bergerak mundur menjauhi benteng untuk memancing seluruh  pasukan Persia keluar dari dalam benteng.
Mereka benar-benar terpancing keluar dan berusaha mengejar paskan Islam. Dalam situasi seperti itu, Nu’man memerintahkan sisa  pasukan Islam lainnya yang saat itu bersembunyi di balik bebukitan Nahawand untuk menyerbu pasukan Persia dan menutup jalan menuju benteng. Pertempuran semakin berkecamuk. Pasukan Persia terkecoh,  dengan serangan mendadak seperti itu mereka bergerak tidak terkendali dan akhirnya dapat dikalahkan. Namun sebagian pasukannya dapat menyelamatkan diri menuju berbagai wilayah Persia Utara; Hamadan, Isfahan, Rayy, dan lain-lain.
Dalam pertempuran Nahawand ini, panglima besar Nu’man ibn Muqarrin wafat sebagai syahid.[3]
(Bersambung)
[1] Kota besar dan pusat ilmu pengetahuan, sekaligus tempat bertemunya tradisi dan peradaban Persia dengan Yunani.
[2] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2559.
[3] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2596, 2633.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/10/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-7/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan  bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya  kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai  pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah.  Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan  kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar  pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/01/03/futuhat-islamiyah-di-zaman-umar-bag-6/
0 notes