Tumgik
sajakkala · 2 years
Text
HUJAN
Kamu hujan, yang membasahi tiap kenangan dengan akhir indah sebab tiap pelangi yang kini selalu didambakan.
Tiap-tiap di sekelilingmu selalu menaruh hati pada kamu, yang akhirnya aku tahu setelah baru-baru ini aku memperhatikanmu.
Kita sudah saling berikrar untuk siap akan semua keadaan, meski keadaan sekarang ini kita sebisa mungkin untuk saling ikhlas untuk beberapa harap dalam kenangan.
8 Februari 2022 | ©AdiKurniawan
3 notes · View notes
sajakkala · 2 years
Text
Kala
Kala semua ini, aku tetap berusaha untuk semampunya. Mengupayakanmu seteguh hati hingga tidak ingin memberatkan apa-apa yang menjadi mimpimu nanti. Meski kita belum sempat saling memiliki, namun kita sudah saling mengikhlaskan. Membiarkan semesta, sepenuhnya memainkan perannya.
Dan kini, kitapun memang harus saling mengiklaskan, berharap menghentikan rindu yang tidak berkesudahaan, berharap semua bisa saling merelakan. Untuk doa-doa baik yang saling mengiringi kepergian, semoga senantiasa diberi jawaban.
Waktu bersamamu tiada akhir waktu lalu, berisikan tiap candaan rindu. Yang selalu termangu, meski kamu tetap merasa malu.
19 Januari 2022 | ©AdiKurniawan
3 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Hikayat tak Beralamat
Malam ini aku terbangun, dengan rasa cemas yang tak bisa terbendung, tentang sebuah alasan yang menjadi canggung bersama tiap sebab yang terus terngaung.
Aku melihat keluar lewat kaca jendela, memikirkan tentang wanita yang ada di luar sana. Apa dia baik-baik saja?
Aku yang hanya bisa terdiam sebab selama ini tidak pernah menanya. Apa aku ini menyesal?
Sudah sehari lalu aku sampaikan niatku kepada kamu, tidak ada kemajuan dalam hal itu sampai kini. Di dini hari ini aku kembali membuat harap lagi, sebuah harap besar yang aku rasa ada rasa takut yang coba menggerogoti.
Aku kembali termenung, tentang apa yang harusnya aku renung. Tentang sebuah hikayat yang entah pada siapa akan terara, tentang sebuah harap yang masih terus diterka.
27 Agustus 2021 | ©adiKurniawan
1 note · View note
sajakkala · 3 years
Text
Reda Ini
Hujan yang deras sedari tadi akhirnya berhenti, bersama orang yang lalu-lalang dan ada yang sebagian mencoba berlari. Tubuh tuaku sudah sedikit kaku, sehingga untuk bergerak membersamai muda-mudi, sudah jauh dari kata mampu.
Aku masih menggenggam tanganmu, yang masih mencoba terus bercerita sejalan dengan gerutu bahwa aku sudah banyak lupa yang menjadi kenangan tentang kita. Tentang di halte depan sana awal kita berjumpa, tentang motor tuaku yang tiba-tiba mogok dekat jempatan sana, tentang hujan sore juga yang memaksa kita berteduh seraya tersenyum karena ada alasan kita untuk berlama-lama.
"Kamu tahu mas, apa yang aku ingat ketika reda ini?". "Apa?" Tanyaku sambil bersiap akan semua pertanyaan kejutan. Aku tersenyum sambil membayangkan tiap kenangan, yang jelas lebih sulit dilakukan di usia ku yang sekarang.
"Awal mula kisah kita menuju babak baru," ucap mu jelas belum selesai seolah meminta aku untuk meneruskan.
Tentang awal aku meminta mu sembari menanyakan apakah kamu mau terus menemani ku. Saat aku dipindah tugas ke pulau Sumatera, aku meminta mu waktu itu sekaligus meminta izin untuk menemui orang tua mu sebagai upaya ku untuk meminang mu. Kamu sempat mendiamkan aku sekitar beberapa menit, selepas reda seperti sekarang ini akhirnya kamu memberi jawab dengan meminta ku untuk langsung menemui orang tua mu. Meski kita sudah melewati beragam kisah sebelum perkara itu, reda sore waktu itulah yang menjadi awal kisah kita memasuki babak baru.
Kamu menceritakan persis seperti yang aku ingat, yang kemudian aku balas dengan senyum seraya mengenang hal-hal terjadi setelahnya.
Selepas itu aku langsung menemui orang tuamu, meminta izin seperti yang awal aku utarakan sebelum itu. Syukurlah semua lancar dan sampai kini kamu tetap ada untuk menemani ku sepanjang jalan.
"Apa kamu tau Mas? Selama ini kamu selalu menjadi mesin penyimpan rasa yang terkenang di tiap-tiap hari kita. Di tiap hal baik yang sangat disayang hingga hal muram yang bisa jadi pembelajaran".
Aku mengiyakan tiap kata yang sedari tadi kamu ucap, kamu masih tetap sama dalam hal menceritakan setiap detail kisah kita. Meski kini hujan telah reda, namun aku ingin tetap di sini mendengarkan kekasihku bercerita.
27 Juni 2021 | (c)adikurniawan
17 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
LAUT BIRU
Seminggu lalu aku sampai pantai ini, setelah semua kecewa yang coba aku tumpahkan menjadi apapun tidak ada arti, namun tetap sayang yang dirasa tidak mau hilang dari hati.
Aku sedikit termenung, berhati-hati dalam menata hati kembali. Memilih rasa yang dirasa masih bisa bermekar merekah, sampai yang tidak karuan jumlahnya untuk dipendam sedalam-dalamnya.
Biruku di tepi laut ini sudah mulai berubah, jingga mengikuti warna surya agar senada. Yang dirasa abadi, nyatanya hanya rasa fana. Biruku di tepi laut ini sudah mengakhiri, yang serasa dicinta tidak mungkin lagi mendamba yang menama.
Biruku kini benar sudah berakhir, selepas ini aku sudah bersiap untuk melipir, memutar arah untuk kembali sambil membawa bekal hati yang sudah rapi, sedang yang sudah hancur bisa dicukupkan sampai sini. Ditinggal di tempat ini, bersama hilangnya biru laut ini.
30 Maret 2021 | ©AdiKurniawan
29 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
HUJAN-HUJANAN
Aku berlarian demi menghindari air hujan, yang jatuhnya tak pernah diabakan. Sampai lama, sebab kinipun tidak juga berkesudahan. Aku kini terjebak di halte kecil, yang terasa lebih kecil sebab makin banyak yang ikut berduyun sambil badannya menggigil.
Di waktu risauku saat awan terus tergulung mendung, aku melihatmu melepas sepatu dengan rambut yang terikat dibiarkan menggantung. Terlihat jelas kamu sedang bersiap menantang hujan, mencoba berlari menembus hujan yang sebagian mahluk takut badannya kebasahan.
Melihatmu tersenyum sambil menjulurkan jemari di tepi atap halte ini, yang sengaja agar jemarimu basah ditetesi air hujan. Aku rasa ini saatnya kamu sedang pemanasan. Sebelum benar-benar, membawa badan itu hujan-hujanan.
Tapi niatmu terhenti, setelah tanpa sengaja kamu memergoki aku terus memandangi kamu dari samping kiri. Aku seketika tidak tahu harus membawa kemana respon diri. Sebab sudah terlanjur, aku berusaha memaksa diri untuk menghampirimu seraya memperkenalkan diri.
Kini aku tau namamu dan apa sebab kamu bersiap memerjang hujan sore itu, seolah semesta yang memang sedang berpihak padaku, kamu menawariku untuk ikut bersamamu. Tanpa pikir panjang aku mengiyakan. Meski setelah iyaku, kamu memperingatkan "kalau hujan-hujanan bisa mendatangkan sakit tak berkesudahan".
Setelah kalimatmu itu, aku tidak terlalu peduli dan dengan segera merelakan. Awalnya aku tidak mengerti, namun ternyata itulah awal dari semua ini.
Seolah waktu berjalan begitu cepat, kita menerobos ruko-ruko yang di bawahnya banyak pedagang yang terus menunggu dagangannya. Ini kali pertama aku tidak suka dengan waktu yang terus berjalan tak karuan. Sampailah saat di mana kita sampai pada perpisahan, di sebuah pertigaan dekat taman kota yang ternyata kita tidak searah mulai dari sana.
Aku tidak memikirkan hal apapun selain itu, selain merasakan, ternyata hujan-hujanan bisa sangat menyenangkan. Kita berpisah dengan mengucap sedikit kata perpisahan.
Selepas sampai rumah, aku merapikan pakaian basahku beserta sepatu yang sedari tadi hanya aku tenteng, membiarkan kaki ini telanjang menerobos jalan yang penuh genangan.
Sudah beberapa hari berlalu sejak hujan waktu itu, aku tidak melihatmu lagi di halte kita bertemu. Bahkan di sore akan hujan pun saat aku menunggu kamu, di halte ini kamu tetap tidak pernah aku temu.
Hujan lagi sore ini, aku sudah menyiapkan payung untuk kita pakai nanti. Namun kamu sudah tidak lagi menampakan diri yang akhirnya aku mengutuk diri, sebab mengapa tidak meminta kontakmu agar aku bisa mengakhiri rasa sakit ini. Ternyata kamu benar tentang hujan, yang bisa mendatangkan rasa sakit tak berkesudahan.
14 Maret 2021 | ©AdiKurniawan
10 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Rindu
Bulan yang biasanya menyapa, namun kini langit gelap gulita. Begitupun hujan yang akhir-akhir ini sering berkelana, namun sekarang entah kemana sehingga malam kering keronta.
Malam-malam, kini kunang yang menghampiri seolah mewakili pada rindu akhir waktu ini. Rindu yang tidak pernah punya arti, sebab entah yang dirindu itu mengerti atau yang merindu tidak berani memberikan arti. Sehingga malam ini, kunang seraya memberi arti pada pemuda yang terus berdiam diri. Untuk mengucap rindu yang selalu ia pendam seorang diri.
Rindu tak butuh sebuah janji atau omong kosong sana-sini, cukup ucap sapa "selamat malam" dengan spasi seraya berharap yang dirindu membaca pesan ini.
01 Februari 2021 | © Adikurniawan
15 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Hati-hati
Hari-hari yang biasanya tenang, kini berubah terasa risau sebab hujan yang terus tidak berkesudahan. Aku mencoba melambaikan tangan seraya mengucap selamat jalan, pada perasaan yang mungkin tidak akan pernah menemukan balasan.
Aku tidak bisa memberi arti apa-apa dalam hidupmu sendiri. Sebab itu, harusnya kamu bisa lebih berhati-hati menaruh hati.
Tidak semua yang kamu taruh hati, harus membalas sesuai kadar hati yang kamu taruh itu. Sebab mungkin, seseorang itu sudah terlebih dahulu menaruh hati ke lain hati, sehingga sudah tidak tersisa ruang lagi untuk diberikannya kepada kamu.
Kini kamu termenung di sudut sana, bersama dengan mendung yang seraya terus menutupi.
17 Januari 2020 | © AdiKurniawan
3 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Hujan Hati
Bulan kini terpana, menonton awan yang hilir mudik kemudian menggumpal di sisi bumi sebelah sana. Akhir yang dinanti telah tiba, hujan yang didamba bagi para mahluk fana, yang berharap dirindu oleh mahluk-mahluk lain yang serupa.
Aku melihat mu, sebatang pohon tua tak bernama. Sendiri seolah segalanya akan baik-baik saja. Kemana gerangan mencari, isi hati yang harapnya akan selalu ada dalam sisi. Kini rintik hujan sudah mulai menghampiri, namun hatinya tetap akan kering seraya menjemput mati.
02 Januari 2021 | © Adikurniawan
33 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Cukup
Malam ini, biarkan aku merapikan pikiranku dahulu. Ternyata sudah cukup semua berlalu tiada arti dan akhirnya aku mengerti arti ketidak ada artian itu sendiri. Di luar masih hujan meski saat kini aku masih menanti kabar, baik yang kabar baik maupun yang tidak akan terlihat baik. Aku masih merindumu, meski aku tidak pernah memberitahumu. Kabarmu dengan pria itu, masih tetap mengacaukan pikiranku.
Aku ingin segera mengucap cukup. Sebab untuk itu, aku perlu merapikan pikiranku.
14 Desember 2020 | © Adikurniawan
5 notes · View notes
sajakkala · 3 years
Text
Seraya mengenang, tentu kita sudah lebih dari sering memberikan kesempatan maaf bagi orang lain. Namun pernahkah terpikir, melakukan hal serupa pada diri sendiri? Memaafkan diri sendiri atas tiap kesalahan yang telah terjadi, yang menjadikan tiap keadaan menjadi tidak mengenakan.
Pernahkah memberikan kesempatan itu? Memaafkan diri sendiri dan menerima setiap hal pada diri sendiri yang ternyata cukup wajar jika dilakukan kepada orang lain, namun abai jika itu berhubungan pada diri sendiri.
03 Desember 2020 | © Adikurniawan
3 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
Reda 1
Hujan kini telah reda, setelah air hujan yang jatuh begitu hebatnya. Aku bersiap pulang dengan membuka payung yang telah aku siapkan. Setidaknya dengan begini, aku tidak akan kebasahan karena air yang masih tersisa tertahan awan.
Tiap jiwa yang di sana sudah bergegas, bergerak teratur atas tiap kehendak semesta. Namun di depan ruko seberang jalan sana masih ada sepasang jiwa, yang tetap tak mau beranjak meski banyak hal yang dijanjikan semesta jika mereka mau.
Namun kini semesta tak mau mencampuri itu, senada dengan aku yang hanya memperhatikan mereka sambil berdiri. Di seberang sana, sepasang kekasih dengan usia senjanya tetap tak mau beranjak. Yang terus terlihat bercengkrama, dengan kakek yang berusaha mengingat tiap hal saat ditanyakan kekasih hatinya.
15 November 2020 | © AdiKurniawan
17 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
ISYARAT
Ayuni bergumam dengan hatinya sendiri, sembari merapikan selimut tempatnya semalam bermimpi. Gumaman hati ini sebab paginya kini tidak biasa, jika dibandingkan pagi-pagi sebelumnya.
Semua bermula, kala ada seorang lelaki mengirim pesan malam lalu. Tanpa menyapa, lelaki itu langsung bertanya tentang rindu. Tanyanya singkat "rindumu sekarang untuk siapa?".
Ayuni membiarkan pesan itu, dengan meninggalkan centang biru tanda sudah dibaca bagi pengirim pesan malam lalu. Tak membalas bukan berarti Ayuni tidak peduli, sebab Ayuni belum pernah berusaha memikirkan itu, sedalam ini.
Ayuni masih mendiamkan, pesan dari lelaki yang menanyakan tentang rindu. Namun entah kenapa itu bisa seperti ini, hingga terbawa mimpi yang sudah ia habisi pagi ini.
28 Oktober 2020 | (c) AdiKurniawan
5 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
Kakek Senja
Senja kini sedikit syahdu, setelah ada gerimis yang coba menghapus rindu. Sebab kini sudah reda, sang surya kembali coba bersinar dengan sisa waktunya.
Di ujung jalan sana, masih ada lelaki tua yang mengayu sepedanya di waktu seperti ini, di zaman ini. Terlihat lelahnya coba untuk ditutupi, berhias senyum dengan keriput pada pipi yang tak mungkin juga ditutupi.
Belakangan aku tau profesi lelaki tua itu, ternyata beliau menawarkan jasa sol sepatu yang akunya mampu memperbaiki sepatu menjadi layaknya baru.
Sudah sekian kali aku melihat lelaki tua ini, meski kini pulangnya sedikit lebih larut membersamai redupnya surya di salah satu sisi bumi. Kayuhnya menerobos kerumunan jamaah yang hendak melaksanakan sholat mahrib. Meski terlihat mengayuh dengan terburu, beliau tidak pernah lupa tersenyum dengan senyum setulus itu.
Masih belum mengerti apa yang membuat beliau mengayuh dengan seterburu itu, mungkin sebab karena tak mau kekasih hatinya terlalu lama resah di rumah karena terus menunggu.
27 Februari 2020 | (c) adikurniawan
22 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
Gadis di Bangku Kereta
Senyummu bersama alur kereta ini, sambil memandangi hamparan sawah yang menghampiri. Gadis manis dari entah mana asal negeri, meski aku sedikit paham dengan dialek saat kamu menelepon dengan menempelkan telepon di pipi kiri.
Aku rasa kamu sedikit make up saat kini, sebab yang terlihat hanya senyum merah merona pada tiap pipi, jelas mendamba tiap hati hingga terpana. Dengan tahi lalat di bawah bibir kiri, senyumu bak anugerah yang tidak perlu dipungkiri.
Aku tak perlu berkomentar tentang pakaianmu, sebab pakaikanmu jelas sudah menentramkan hati dalam sanubari. Terima kasih sudah menemani dalam perjalananku, meski satu katapun tak pernah saling bertukar selama itu.
Ini tetap menjadi perjalanan sunyi yang menyenangkan untuk diarungi.
18 Februari 2020 | (c) adikurniawan
17 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
Laki-laki berujar tentang yang ia lihat, sedangkan perempuan bersabda dengan apa yang ia rasa.
23 Januari 2020 | (c) adikurniawan
19 notes · View notes
sajakkala · 4 years
Text
Senja Tahun Baru
Akhirnya senja ini menjamu langit, bercengkrama dengan cakrawala setelah sekian lama dirundung rintik rindu dari awal tahun baru. Aku duduk sendiri, ditemani buku yang sedari tadi coba untuk direnungi.
Meski buku ini sudah lama diterbitkan, namun aku mengenal buku ini setelah buku ini sering terlihat di beberapa iklan sebab sudah dijadikan sebuah film. Sejauh ini aku tidak tertarik dengan menonton film adaptasi, sebab aku lebih menyukai membaca karya asli sehingga otak ini bisa bebas berimajinasi. Ini bukan tentang memandang negatif karya anak negeri yang saling berkolaborasi, namun tiap manusia berhak memilih mana yang mereka suka tentu.
Setelah sekian waktu akhirnya kamu datang menghampiri, dengan terenggah sambil merekatkan kedua telapak tangan seraya minta maaf. Aku tidak mempersalahkan tentang itu, sebab bila tentang kamu aku tidak masalah seberapa lama menunggu. Bangku-bangku taman sudah banyak terisi, oleh sepasang kekasih sampai keluarga dengan anak kecil yang terus berlari.
Kita putuskan hari ini untuk mengabiskan waktu senja bersama, tanpa tangan saling menggenggam meski hati sudah saling bergumam. Setelah sekian lama berbincang akhirnya kita memutuskan untuk mengakhiri pertemuan hari ini dengan menonton film, sebuah film yang bukunya sudah aku baca habis sebelum bertemu kamu.
Dengan mencoba mengalihkan pemahamanku soal film ini sewaktu lalu, setidaknya kini aku akan mencoba menyukai hal baru saat bersama kamu.
16 Januari 2020 | (c) adikurniawan
10 notes · View notes